Anda di halaman 1dari 6

Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali Si Tukang Debat, Kritis, Logis nan Luhur

“Bagaikan Lautan Yang Menghanyutkan”


Oleh : Wahyu Kusniawan (1800031191)
Kelas D PAI

B
erkembang pesatnya ilmu pengetahuan Islam
pada massa kini, tidak bisa di pungkiri atas
torehan tinta dalam setiap karya tokoh pemikir
Islam terdahulu. Beliau-beliau itu tidak hanya
meninggalkan sebuah sejarah atau sekedar materi tak
berbekas. Kedalaman ilmu, kebersihan hati, serta keluasan fikiran membuat nama-nama dari
mereka melesat dan masih tetap populer meski seiring berjalannya zaman. Salah-satunya yang
cukup fenomenal sekaligus cukup menggugah hati untuk diangkat dalam artikel ini yakni Abu
hamid Muhammad al-Ghazali yang lebih kita kenal dengan ai-Ghazali. Beliau dilahirkan pada
tahun 450 Hlirah/1058 M di desa Ghazalah, di pinggir kota Thus“, yang terletak pada hari ini di
bagian timur laut negara Iran, berdekatan dengan kota Mashhad, ibu kota wilayah Khurasan.
Berasal dari keluarga yang kuat akan nilai-nilai agama membuat Al-Ghazali tumbuh
semakin terarah. Ayahnya yang bekerja penenun kain tentu saja tidak terlalu berpenghasilan yang
lebih bahkan bisa di golongkan kedalam kategori ekonomi kelas menengah kebawah. Namun
jauh daripada hal itu, ayah Al-Ghazali merupakan seorang sosok yang jujur dan baik hati. Beliau
seorang yang cinta dan suka bergaul dengan al-'ulama dan golongan para sufi sembari memetik
Ilmu-ilmu agama pun juga berbakti serta khidmat terhadap mereka. Karena selalu mendampingi
dan akrab dengan orang-orang yang berilmu sekaligus sering mendengar pelajaran ilmu-ilmu
dari mereka, dampaknya beliaupun cukup merasakan pengaruh positltnya, kemudian beliau
berdoa agar dlkaruniai seorang anak yang cerdik, berilmu nan Sholih. Do'a Beliau pun terkabul
dengan lahirnya seorang anak yang diberi nama Muhammad atau yang akrab dikalangan umum
dengan imam Al-Ghazali.
Al Ghazali merupakan seorang tokoh dengan multikeilmuanya, tapi beliau lebih akrab di
kenal sebagai tokoh yang memadukan antara syariat dengan tasawuf. Dua sisi yang harus
senantiasa saling melengkapi satu dengan lainya. Dua sisi ini sangat kita perlukan guna sebagai
upaya pendekatan diri kepada sang Kholiq. Untuk mampu meraih predikat "super" manusia
harus bisa menjalankan kedua sisi tersebut. Perlu penuangan panjang dalam hidup untuk
menggapainya, jalan yang terjal, panjang serta penuh dengan tipu daya syaitan, hawa nafsu dan
harta dunia.
AI-Ghazali adalah tokoh pemikir Islam dan sekaligus tokoh pemikir kemanusiaan secara
umum termasuk juga dalam tokoh yang terjun langsung dalam dunia pendidikan Islam. Beliau
Juga salah seorang yang mempunyai otak cemerlang, memiliki berbagai keunggulan dan jasa
dalam berbagai aspek sehingga pantas saja salah seorang gurunya, Al Juwani memberinya gelar
Bahrum Muhriq (laut yang menenggelamkan). Beliau cukup hangat untuk dikenal oleh kalangan
orang Islam dan orang di luar Islam karena telah meninggalkan pengaruh di bidang ilmu dan
amal Islam.
Al-Ghazali merupakan salah seorang tokoh tasawuf, pejuang agama Islam dan tokoh
dakwah serta tokoh pendidikan. Beliau juga yang mampu memosisikan sebagai seorang ilmuan
sekaligus ahli ibadah serta sebagai seorang mujaddid (pembaharu). Atas kelebihannya memiliki
daya ingat yang kuat serta kebijakan yang dalam berhujjah, Al-Ghazali sangat pantas di kenakan
gelar Hujjat Al-Islam. Al-Ghazali-pun cukup dikenal sosok yang terhormat di kalangan Dinasti
Saljuk dan Abbasyiah. Atas kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, beliau sanggup untuk
meninggalkan kemewahan dunia guna untuk mencari pengetahuan serta menjauhi kesenangan
hidup demi sebuah ilmu pengetahuan. Hal demikian telah al-Ghazali buktikan dengan
kunjunganya di berbagai tempat, terutama tempat-tempat suci nan kaya ilmu yang tersebar di
daerah-daerah islam seperti Mekkah, Madinah, Jerussalem, dan Mesir.
Massa menuntut ilmu merupakan suatu massa yang apabila kita tidak mampu menikmati
dan tidak ada kesabaran yang menyertai proses ini maka akan terasa pahit, menyakitkan, bahkan
bisa saja menyiksa diri. Namun, pada umumnya situasi seperti ini lumrah dialami oleh siapa saja
yang memutuskan untuk menggali ilmu demi sebuah kehormatan dan menjunjung harkat serta
martabat diri. Kondisi seperti inipun, juga di alami oleh sosok al-Ghazali di massa menuntut
ilmu. Berbagai ujian dan rintangan telah beliau lalui dan yang luar biasa mampu al-Ghazali
sikapi dengan sebuah penguasaan tentang keluasan serta kedalaman ilmu yang beliau peroleh.
Ujian awal ketika sebagai contoh ketika umurnya lebih kurang enam tahun al-Ghazali telah di
tinggalkan oleh ayahandanya. Yang kemudian al-Gazali dan adik lelakinya bernama Ahmad
kemudian diasuh oleh sahabat ayah mereka.
Meskipun dengan kondisi ekonomi yang menengah kebawah, di tambah sepeninggal
ayahnya, al-Ghazali tidak pantang menyerah untuk senantiasa terus menambah dan mendalami
ilmu-ilmu pengetahuannya. Dalam beberapa referensi yang saya dapatkan di jelaskan bahwa al-
Ghazali dan adik lelakinya pertama kali belajar membaca dan menulis kepada sahabat ayah
mereka yakni Ahmad bin Muhammad al-Razikani al-Thusi seorang ahli tasawuf dan fikih.
Seiring dengan berjalanya waktu secuil harta warisan yang di titipkan kepada sahabat ayah
merekapun habis guna untuk membiayai dua bersaudara tadi. Sampai di suatu titik temu sang
pengasuh al-Ghazali dan adiknya disarankan untuk berkelana ke Thus untuk kembali belajar di
madrasah yang ada disana. Konon kerap disebutkan bahwa nama madrasah tersebut yakni al-
Madrasah al-Nizamiyah. Disana kedua bersaudara ini dapat belajar secara lebih luas serta lebih
dalam tanpa harus memikirkan terkait biaya makan dan sebagainya. Yang dari sinilah massa
menuntut ilmu mereka secara lebih lanjut di mulai.
Selain belajar di madrasah, pada tahun 465 Bijriah al-Ghazali mencoba untuk menjemput
segudang ilmu yang ada di jurjan. Sesampainya disana al-Ghazali belajar dengan sangat rajin.
Seusai massa menuntut ilmu dari al-Ghazali di jurjan dirinya kembali ke Thus pada tahun 473
Hijriah yang dilanjutkan untuk kembali ke madrasahnya al-Nizamiyah.seusai kepulanganya
menuntut ilmu beliau banyak menguasai berbagai bidang keilmuan seperti ilmu fikih, ilmu
kalam, ilmu debat, ilmu mantik, filsafat, dan juga ilmu kalam serta yang lainya. Al-Ghazalipun
kerap dikenal oleh guru-gurunya sebagai seorang murid yang rajin, sampai ada yang
menjulukinya seperti “lautan yang tak bertepi” sebuah julukan yang amat dalam dan kaya akan
makna, tentunya julukan tersebut tidak bisa di pungkiri atas dasar kecerdasan beliau serta
kebersihan hatinya.
Setelah kita panjang lebar berbicara terkait biografi dari seorang al-ghozali, kita akan
mencoba mengusik terkait karya-karya dari seorang hujjah al-islam. Imam abu hamid al-Ghozali
telah menulis lebih dari 300 kitab. Namun dari sebanyak itu yang masih bisa kita temukan
hingga massa kini khususnya di Indonesia sendiri yakni sekitar 50 kitab. Di antara karyanya
yang sangat fundamental yakni Tahfifut Al Faldsifah, dimana di dalamnya membahas terkait
kekacauan pikiran para filosof. Dengan karya yang luarbiasa ini al-Ghazali mengkritik secara
tajam dan konkrit tentang berbagai kesalahan-kesalah berfikir dari para tokoh filsuf terdahulu,
beliau mengecam dengan keras terkait filsafat yang pada endingnya al-Ghozali kemudian
mampu meluruskan dan merubah sebagian pola pikir dari masyarakat dan para tokoh filsuf pada
massa itu. Sungguh luar biasa!!!
Selain daripada karyanya itu sebenarnya masih ada banyak lagi karya-karya besar dari
sesosok al-Ghozali tersebut. Sebut saja Ibya’ ‘Ulum Ad Din. Disini al-Ghazali memadukan
antara ilmu fikih, tasawuf dan juga filasafat. Dimana dengan karya ini banyak memberikan
nasihat dan cambukan keras bagi setiap umat islam untuk senantiasa kembali membangkitkan
ilmu-ilmu agama dalam setiap kehidupan. Meskipun kami belum mampu membaca secara utuh
tentang kitab karangannya ini tapi sekali lagi kami katakan, sungguh sebuah mahakarya yang
sangat fundamental dan luarbiasa dari kejeniusan beliau karena tiga bidang keilmuan yang sangat
menjadi dasar dalam kehidupan mampu al-Ghozali padukan.
Namun, satu yang coba kami baca-baca yakni tentang karanganya yang berjudul, jadilah
orang bijak, dari karya ini saja sudah memberikan kedalaman pola pikir dan sangat
membutuhkan sebuah keterbukaan serta keleluasan untuk mampu memahami apa-apa saja yang
beliau pesankan. Setidaknya beliau ingin berpesan kepada kita semua bahwa kita harus
senantiasa mempunyai dan menjaga setiap etika ataupun adab dalam setiap tingkah laku kita.
Tapi, pesan-pesan yang beliau tuangkan dalam karangan itu, benar-benar dengan bahasa yang
halus dan sangat menunjukan kepribadian beliau yang sangat menjaga kebersihan hati, terutama
dari sifat sombong, riya’ dan lain sebagainya.
Lalu seperti apakah pandangan beliau terkait pendidikan islam? Pendidikan islam
merupakan konsep berpikir yang mendalam dan terperinci tentang masalah kependidikan yang
bersumber dari ajaran islam. Berbagai konsepsi dan hipotesa yang berasal dari pandangan agama
Islam, tentunya harus berdasarkan Alquran dan sunah Nabi yang diungkapkan oleh para sahabat
atau ulama sebagai sumber bahan penganalisaan untuk pembentukan teori-teori kependidikan
Islam. Adapun Hakikat dari pendidikan Islam yakni proses membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan
pendidikan Islam. Demikian terkait pandangan al-Ghozali tentang pendidikan agama islam.
Menyikapi berbagai pandangan-pandangan al-Ghozali terutama terkait pendidikan agama
islam, kita bisa sedikit banyak memahami dan menelaah bahwa berjalanya system pendidikan
islam tentu tidak bisa dipungkiri atas peran dari seorang pendidik. Jika kita bisa meneladani
sosok vigur dari seorang al-Ghozali tersebut beliau telah memberikan berbagai wejangan-
wejangan berharga terkait adab, dan seperti apakah pola pikir yang harus kita tanamkan. Selain
daripada itu, al-Ghozali merupakan sosok tokoh pemikir islami yang hadir dengan keluasan ilmu
dan kepribadian yang luhur serta tidak lupa akan peranya sebagai hamba yakni selalu
mengutamakan dan mengedepankan nilai-nilai peribadatan. Hadirnya al-Ghozali bisa membawa
dampak positif bagi kita, bahwa kita harus berusaha mendalami sesuatu tidak hanya fokus
terhadap satu bidang saja, melainkan sebisa mungkin kita juga harus bisa mempersiapkan dan
menambah wawasan dari bidang lain. Namun, kita juga harus tetap memprethatikan dan faham
terkait ilmu-ilmu mana saja yang perlu kita fahami. Jadi kita bisa menggarisbawahi bahwa ketika
kita hendak memahami sesuatu yang lain, maka sebisa mungkin kita harus berupaya untuk
mendalami sesuatu yang menjadi dasar dari segala pusat ilmu. Sebelum kita beranjak memahami
suatu bidang keilmuan lain, yang harus kita fahamkan adalah bahwa bidang yang sudah kita pilih
sebagai suatu bidang fokus keilmuan kita minimal kita harus sedikit faham terlebih dahlu akan
dasar-dasarnya. Setelah kita faham terkait dasar dari bidang keilmuan kita, baru kita bisa
merambah ke yang lebih luas lagi guna sebagai pelengkap dari suatu keilmuan yang kita pilih.
Jauh terkait pemahaman terhadap suatu keilmuan, al-Ghozali merupakan seorang tokoh
yang mempunyai kepribadian yang kuar biasa dan kebersihan hati yang sangat menakjubkan.
Dalam setiap pengembaraanya menauntut ilmuperjalananya menambah ilmu beliau senantiasa
selalu menjaga dirinya dari berbagai sifat-sifat yang menjadi penyakit hati, seperti sombong dan
lain sebagainya. Dari sinilah kita harus bisa meneladani kebersihan hatinya. Beliau juga
mempunyai nafsu seperti kita, namun yang harus kita perhatikan adalah bahwa kita harus selalu
menjaga dan mengkontrol nafsu syaitonniah kita demi terjaganya hati dan raga kita. Gelamornya
dunia semakin tampak nyata dengan keadaan dan realita pada massa kini, banyak para kaum
terpelajar yang kurang mempunyai akhlak mulia. Naasnya berpengaruh terhadap ilmu yang dia
punya, seringkali terjadi tragedi seseorang berpenididikan namun setelah lulus hanya bisa
memberikan sumbangan angka pengangguran di negaranya sendiri. Hal ini tentu sangat miris
dimana seorang kaum terpelajar yang di harapkan mampu mengubah peradabaan atau minimal
bisa membawa negerinya satu langkah lebih maju, atau bahkan di harapkan untuk tidak menjadi
beban dan masalah bagi negara. Untuk itu kita harus senantiasa berhati-hati dalam berekspresi,
bijak dalam bertindak serta bersungguh dalam berjuang.
Berbicara tentang perjuangan. Sebenarnya kita sedikit sedang terjun kedalam dunia
tersebut. Kita sedang mencoba berjuang melawan kebodohan, berjuang membasmi penindasan,
serta berjuang sampai pada taraf kemuliaan. Mulia dalam bertutur kata, mulia dalam nbertindak,
mulia dalam bersikap, mulia dalam menjaga diri, mulia dalam bersosial serta mulia dalam
berhubungan dengan yang maha mulia. Karena segala sesuatu harus tetap disandarkan kepada-
Nya, segala sesuatu harus tertuju kepada-Nya dan segala sesuatu juga harus senantiasa sesuai
dengan perintah dan larangan-Nya.

Referensi :

Nafi, Muhammad. 2017. Pendidika dalam Konsepsi Imam Alghazali. Yogyakarta: CV. Budi
Utama.
Al-ghazali, Imam. 2000. Jalan Orang Bijak. Jakarta: Serambi SIlmu Semesta.
Nawawi, Muhammad. 2013. Konsep Pendidikan Ahlak Anak Menurut Al-ghazali dalam Kitab
Ayuhalwalad. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijogo.
Anwar, Saiful. 2001. Filsafat Ilmu Al-ghazali (analisis dalam dimensi ontology, epistimologi,
dan aksiologi ilmu era perpatetik). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijogo.
Muhammad Nabil Noval. 2000. Al-ghazali. Jurnal Pendidikan. XXXII. 351-555.
Yoke Surya Darma dan Ahmad Ifdil Haq. 2015. Pendidikan Ahlak Menurut Imam Al-ghazali.
Jurnal Pemndidikan. X. 362-281.

Anda mungkin juga menyukai