IMD
Inisiasi Menyusu Dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai
menyusu sendiri segera setelah lahir. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya,
setidaknya satu jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini
dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Roesli, 2008).
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah
bayi lahir (Prasetyono, 2009).
2. Prinsip Inisiasi Menyusu Dini
Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu
dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini menetap selama
setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri. Apabila ruangan bersalin
dingin, bayi di beri topi dan di selimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan
membantu ibu selama proses bayi menyusu ini. Ibu diberi dukungan untuk mengenali saat bayi
siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan (JNPK, 2007).
3. Pentingnya kontak kulit dan menyusu sendiri
a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini
akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypotermia).
b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan
lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.
c. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan
menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak
membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan.
d. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama,
bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.
e. Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia,
misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan
mencetuskan alergi lebih awal.
f. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan akan lebih
lama disusui.
g. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan,
jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
h. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang
juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu
mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI istimewa yang
kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk
pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang
melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus
ini.
i. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam
kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya.
Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.
4. Persiapan melakukan Inisiasi Menyusu Dini
a. Pertemuan pimpinan rumah sakit, dokter kebidanan, dokter anak, dokter anastesi, bidan, tenaga
kesehatan yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar perawatan ibu melahirkan
untuk mensosialisasikan Rumah Sakit Sayang Bayi yang direvisi 2006.
b. Melatih tenaga kesehatan terkait yang dapat menolong, mendukung ibu menyusui, termasuk
menolong inisiasi menyusu dini yang benar.
c. Setidaknya antenatal (ibu hamil), dua kali pertemuan tenaga kesehatan bersama orang tua,
membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusu dini termasuk inisiasi dini
pada kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan.
1) Pertemuan bersama-sama beberapa keluarga membicarakan secara umum.
2) Pertemuan dengan satu keluarga membicarakan secara khusus.
d. Di Rumah Sakit Ibu Sayang Bayi, inisiasi menyusu dini termasuk langkah ke-4 dari 10 langkah
keberhasilan menyusui.
5. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini secara umum
a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
b. Disarankan untuk tidak mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti
dengan cara non-kimiawi misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing.
c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal, di
dalam air atau dengan jongkok.
d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih
(vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan.
e. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi
kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal
selesai. Keduanya diselimuti, jika perlu gunakan topi bayi.
f. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut,
tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.
g. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum
menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan
ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan
dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama
sebelum satu jam. Jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam,
biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.
h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan
dengan tindakan seperti operasi Caesar.
i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal
selesai. Prosedur yang invasif, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi dapat
ditunda.
j. Rawat gabung yaitu ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap
tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minuman pre-laktal (cairan
yang diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan.
6. Inisiasi Menyusu Dini yang kurang tepat
Menurut Roesli (2008) tatalaksana IMD yang kurang tepat adalah :
a. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.
b. Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat dipotong lalu diikat.
c. Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi.
d. Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan di dada ibu (tidak terjadi kontak kulit dengan kulit ibu).
Bayi dibiarkan di dada ibu (bonding) untuk beberapa lama (10-15 menit) atau sampai tenaga
kesehatan selesai menjahit perineum.
e. Selanjutnya, diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting susu ibu ke
mulut bayi.
f. Setelah itu, bayi di bawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk di
timbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K dan kadang di beri tetes
mata.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta : JNPKKR-
JHPIEGO.
Prasetyono, Dwi Sunar. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Jakarta : Diva Press.
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Ekslusif. Jakarta : Pustaka Bunda
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih
sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian
ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri,
sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae,
kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan
daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum
Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam
pertama.
Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca
Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam
pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan
rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan
faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia
30-35tahun.
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai
risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu
yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada
multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga)
mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah
(paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor
penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta
anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu
serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan
bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang
mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya
antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi
dengan cepat.
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai
normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan
tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin
dibawah nilai normal
1. ETIOLOGI
Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga
uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi
oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan. Perdarahan
pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya
plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan
lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan
pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan
ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan
pasca persalinan.
Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan. Sekitar 50-60%
pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri. Faktor-faktor predisposisi atonia uteri
antara lain :
1. Grandemultipara
2. Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar (BB > 4000
gram)
3. Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
4. Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
5. Partus lama (exhausted mother)
Partus precipitatus
Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
Infeksi uterus
Anemi berat
https://bidanirenatheresya.wordpress.com/2014/10/23/perdarahan-kala-iv/
• Periksa sisi maternal (yang menempel pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa
semuanya lengkap dan utuh tidak ada yang bagian yang hilang
• Pasangkan bagian-bagian placenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada
bagian yang hilang
• Periksa placenta bagian fetal (yang menghadap kejanin) untuk memastikan tidak ada
kemungkinan loba ekstra (suksenturiata)
Ukuran Plasenta :
Fungsi Plasenta :
– Sebagai alat yang memberi zat asam, dan mengeluarkan CO2 (respirasi) .
Pemantauan Kontraksi
• Segera setelah kelahiran placenta lakukan rangsangan taktil pada fundus uteri →
TERJADINYA KONTRAKSI FUNDUS UTERI
• Gerakan tangan secara memutar pada fundus uteri sehingga uterus berkontraksi (15 kali
putaran)
• Jika setelah satu atau dua menit uterus masih belum berkontraksi ulagi rangsangan taktil
• Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan rangsangan taktil ,uterus segera dapat
diketahui jika uterus tidak bekontraksi dengan baik
• Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama 1 jam pertma pasca persalinan dan setip 30
menit selama 1 jam kedua pasca persalinan
http://queenastar.blogspot.com/2010/07/pemeriksaan-plasenta.html
A. Pengertian
Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting karena merupakan alat pertukaran
zat antara ibu dan anak sebaliknya. Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas,
umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. Jiwa anak
tergantung plasenta, baik tidaknya anak tergantung pada baik buruknya plasenta. Plasenta
merupakan organ sementara yang menghubungkan ibu dengan janin. Plasenta memproduksi
beberapa hormon penting dalam kehamilan yaitu Human Chorionic Gonatropin (HCG) dan
Human Plasenta Lactagen (PHL).
1. Bentuk bundar/oval
2. Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm
3. Berat rata-rata 500-600 gram
4. Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat ditengah/ sentrali, disamping/
lateralis, atau di ujung tepi/ marginalis.
5. Disisi ibu, tampak daerah-daerah yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput tipis
desidua basalis
6. Disisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh orion) menuju tali pusat. Orion
diliputi oleh amnion
7. Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 3000cc/menit (20 minggu) meningkat 600 cc – 7000
cc/menit (aterm)
b. Letak Plasenta
Letak plasenta pada umumnya pada korpus uteri bagian depan atau belakang agak
ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukan bagian atas korpus uteri lebih
luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.
B. Kelahiran plasenta
Kelahiran plasenta yaitu lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus serta
pengeluaran plasenta dar kavum arteri. Lepasnya plasenta dimulai pada saat bayi telah lahir
lengkap. Berakhir dengan lahirnya perdarahan baru, atau dari tepi/ marginal ( Matthews-Duncan
) jika tidak disertai perdarahan atau mungkin juga serempak sentral marginal. Pelepasan plasenta
terjadi karena pelekatan plasenta didinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat
kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Mendorong atau memicu lahirnya plasenta bisa dengan atur posisi jongkok,
pengosongan kandung kemih, berjalan, tetap dalam posisi tegak, dll. Dan Cara mudah untuk
mendorong plasenta untuk memisahkan diri dengan rahim adalah dengan mencium dan
menyusui bayi Anda, karena stimulasi puting melepaskan hormon-hormon oksitosin yang akan
membantu rahim Anda berkontraksi. Adapun cara lain unruk membantu kelahiran plasenta yaitu
dengan pemberian Homeophatic. Beberapa obat homeopati ini dapat membantu kontraksi rahim
dan melepaskan plasenta dari rahim. Obat khusus yang diberikan setiap 5-10 menit,
dosis: Pulsatilla 30C perdarahan Intermiten, retensi urin, perut bagian bawah panas, merah,
sakit, dan menyakitkan untuk disentuh.
Kelahiran plasenta pada masa partus terjadi pada kala III, dimana pada masa ini bayi
lahir dan 5-30 menit kemudian lahirlah plasenta. Dengan kelahiran bayi maka terjadi pula proses
mengecilnya uterus hal ini diharapkan agar saat lahir bayinya diharapkan plasenta beberapa
menit kemudian keluar. Hal ini akan membahayakan pada ibu jika plasenta tidak dapat keluar,
karna akan dapat menyebabkan pendarahan pada ibu karna akan mengganggu dari proses
mengecilnya uterus tersebut. Dan kelahiran plasenta sebagai tanda selesainya tahap ketiga
persalinan (kala III)
Adapun keuntungan pada kala III, yaitu :
Persalinan kala tiga yang lebih singkat
Mengurangi jumlah kehilangan darah
Mengurangi kejadian retensio plasenta
D. Persiapan alat
Pasien :
a) Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
b) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
c) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
d) Medikamentosa
e) Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
f) Sedative (Diazepam 10 mg)
g) Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
h) Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
i) Cairan NaCl 0,9% dan RL
j) Infuse Set
k) Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
l) Oksigen dengan regulator
Penolong/ Tenaga kesehatan :
a) Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
b) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
c) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
Instrument :
Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
Mangkok tempat plasenta : 1
Kateter karet dan urine bag : 1
Benang kromk 2/0 : 1 rol
Partus set
E. Prosedur kerja
( PENGELUARAN PLASENTA DENGAN PENEGANGAN TALI PUSAT )
1. Tujuan
Membantu pengeluaran plasenta dan selaputnya secara lengkap tanpa menyebabkan
pendarahan.
2. Prasyarat
Bidan sudah terlatih dalam membantu pengeluaran plasenta secara
3. Hasil
a) Ibu dengan resiko pendarahan postpartum primer mendapat penanganan yang memadai.
b) Menurunnya kejadian pendarahan postpartum akibat salah penanganan kala III lengkap dengan
penegangan tali pusat secara benar.
c) Adanya alat dan bahan untuk melahirkan plasenta, termasuk air bersih, larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi, sabun dan handuk bersih untuk cuci tangan, juga tempat untuk plasenta.
Sebaiknya Bidan menggunakan sarung tangan yang bersih.
d) Tersedia oksitosika yang dikirim dan disimpan dengan benar.
4. Proses
a) Masukkan okitosika (okitosin 10 IU IM) ke dalam alat suntik menjelang persalinan.
b) Setelah bayi lahir, periksa kemungkinan adanya bayi kembar. Jika tidak ada, beri oksitosi secara
IM secepatnya. (Kecuali jika terdapat hal lain yang mengharuskan pemberian secara IV).
c) Tunggu tanda terlepasnya plasenta (yaitu fundus mengeras dan bulat, keluarnya tetesan darah,
fundus naik, tali pusat memanjang). Periksa fundus untuk mengetahui adanya kontraksi,
keluarkan gumpalan jika perlu.
d) Bantu ibu untuk bersandar atauberbaring untuk pengeluaran plasenta dan selaputnya.
e) Jika plasenta sudah terlepas dari dinding uterus, letakkan tangan kiri di atas simfisis pubis untuk
menahan korpus uteri, dan regangkan tali pusat dengan tangan yang lain tetapi jangan ditarik.
Mula-mula regangan diarahkan ke bawah, lalu secara perlahan diregangkan ke atas dengan
mengikuti sumbu jalan lahir. Jangan menekan funus karena dapat menyebabkan inversio uteri.
f) Jika plasenta sudah tampak dari luar, secara bertahap tarik ke atas
5. Pernyataan Standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk menperlancar persalinan, diikuti dengan
penjahitan perineum. sehingga plasenta mengikuti jalan yang sama dengan bayi. Lepaskan
tangan kiri dari perut, untuk menerima plasenta.
a) Keluarkan selaput dengan hati-hati. (Hal ini harus dikerjakan secara perlahan dan hati-hati.
Jangan ditarik karena selaput mungkin robek).
b) Begitu plasenta sudah lahir ecara lengkap, perikasa apakah uterus berkontraksi dengan baik.
(Mungkin perlu mengeluarkan gumpalan darah dan mengusap fundus dari luar agar uterus
berkontraksi, jika uterus tidak keras dan bulat).
c) Taksir jumlah kehilangan darah secermat-cermatnya.
d) Periksa apakah plasenta telah dilahirkan secara lengkap, jika tidak lengkap, ulangi pemberian
oksitosida. Jika pendarahan tidak banyak dan rumah sakit dekat, ibu segera dirujuk. Bila
pendarahan banyak dan rumah sakit jauh, lakukan plasenta manual Untuk penanganan
pendarahan.
e) Bersihkan vulva dan perineum dengan air bersih dan tutup dengan pembalut wanita/kain kering
yang bersih.
f) Periksa tanda-tanda vital. Catat semua temuan secermat-cermatnya.
g) Berikan plasenta kepada suami/keluarga ibu.
Apabila plasenta tidak keluar secara normal 30 menit atau lebih setelah bayi lahir maka
hal tersebut terjadi “ Retensio Plasenta “. Maka dalam hal ini dilakukan manual plasenta.
Manual plasenta adalah upaya melepaskan plasenta dengan cara manual yaitu dengan
memasukkan tangan dan “menyisiri” serta melepaskan plasenta yang lengket di dinding rahim
dengan cara manual. Prosedur ini relatif sederhana. Bidan harus mengenakan sarung tangan steril
hingga ke siku-, antiseptik di tuangkan atas tangan bersarung dan memasukkan tangannya
melalui vagina dan masuk ke ostium uteri. Sedangkan tangan yang lain fundus untuk menjaga
rahim.
e) Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
f) Secara obstetric masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan
menelusuri tali pusat bagian bawah.
g) Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian
tangan lain penolong menahan fundus uteri.
h) Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat
implantasi plasenta.
i) Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
l) Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan
ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
m) Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan
menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan
mengahadap ke dinding dalam uterus.
n) Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri)
tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
o) Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua
permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Catatan :
Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai
bila terjadi penyuliit.
Mengeluarkan Plasenta
1. Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
2. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
3. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).
5. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta lahir.
3. Perawatan Pascatindakan
4. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih
diperlukan.
5. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam kolom yang tersedia.
7. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih
memerlukan perawatan.
Daftar Pustaka
Sulianti, S, 2010, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Yogyakarta : Pusdiknakes Depkes RI
Coad, Jane dan Melvyn Dunstall. (2007). Anatomi dan Fisiologi untuk Bidan. Jakarta : EGC