Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat

ditentukan oleh kesinambungan antara upaya program dan sektor, serta

kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode

sebelumnya(Renstra Kemenkes RI, 2015).

Tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu

meningkatnya status kesehatan masyarakat dan meningkatnya daya tanggap

(responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap resiko sosial dan

finansial di bidang kesehatan. Peningkatan status kesehatan masyarakat

dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi,

balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan

kelompok lansia.

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya

pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar

tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomi. Selain itu,

1
2

Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan

memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan

produktif.

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah

penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar

7,93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah

lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun.

Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia

akan sekitar 34,22 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015).

Upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan usia lanjut pemerintah

membuat sebuah regulasi yang mengatur tentang pelayanan kesehatan yang

berpihak pada usia lanjut tentang pencegahan penyakit-penyakit menular dan

penyakit tidak menular tetapi sesuai dengan perkembangan manusia, penyakit

pun proporsinya berubah pula,sekarang penyakit tidak menular angka

kejadiannya mulai berkembang pula,terutama pada lansia, upaya

meningkatkan derajat kesehatan lansia bertujuan untuk meningkatkan usia

harapan hidup lansia itu sendiri, sehingga berpengaruh sekali umur harapan

hidup tersebut terhadap indeks pembangunan manusia. Seiring dengan

peningkatan umur harapan hidup pada lansia , maka lansia sangatlah rentan

terhadap penyakit baik penyakit menular ataupun penyakit tidak menular,

salah satu penyakit tidak menular yang sering terjadi pada lansia salah

satunya adalah penyakit rheumatik, Penyakit reumatik atau peradangan sendi

merupakan penyakit sering dijumpai dimasyarakat, penyakit ini lazim terjadi


3

pada lansia seiring dengan bertambahnya usia, lansia menjadi mudah

terserang penyakit sendi /encok/osteoartritis (Riskesdas, 2008).

Saat ini diperkirakan paling tidak 355 juta penduduk dunia menderita

rematik, yang artinya 1 dari 6 penduduk dunia mengalami penyakit rematik.

Sementara itu, hasil survei di benua Eropa pada tahun 2004 menunjukkan

bahwa penyakit rematik merupakan penyakit kronik yang paling sering

dijumpai. Kurang lebih 50% penduduk Eropa yang berusia diatas 50 tahun

mengalami keluhan nyeri muskuloskeletal paling tidak selama 1 bulan pada

waktu dilakukan survei (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010).

Berdasarkan American College Of Rheumathology (2013) menyatakan bahwa

sebanyak 52,5 juta atau sekitar 23 persen penduduk dewasa Amerika Serikat

menderita rheumatoid arthritis.

Menurut Arthritis Foundation(2015), sebanyak 22% atau lebih dari 50

juta orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa

arthritis. Dari data tersebut, sekitar 3%atau 1,5 juta orang dewasa mengalami

RA (Arthritis Foundation, 2015). RA terjadi pada 0,5-1% populasi orang

dewasa dinegara maju (Choy, 2012).

Prevalensi RA di Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan

oleh Nainggolan (2010), jumlah penderita RA di Indonesia tahun 2009 adalah

23,6% sampai 31,3%. Hasil pendataan Badan Pusat Statistik 2010

menyatakan bahwa pada tahun 2025 jumlah lansia akan berkisar 34,22 juta

jiwa hal ini akan mempengaruhi tingginya jumlah penderita reumathoid

artritis di Indonesia.
4

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2013

prevalensi penyakit rematik berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi

di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%),dan Bali (30%)

semantara untuk provinsi Kalimantan Barat prevalensi penyakit rematik

sebesar (22,3%).

Data Kunjungan penderita pasien RA pada tahun 2016 - 2017 tingkat

kabupaten Sukabumi adalah sebanyak 53067 kasus yang tersebar di 58

Puskesmas, Puskesmas dikabupaten Sukabumi dibagi menjadi 7 wilayah

sedangkan Puskesmas Cijangkar termasuk ke dalam Wilayah 5, adapun

wilayah 5 ini terdiri dari Puskesmas Lengkong, Puskesmas Jampang Tengah,

Puskesmas Purabaya, Puskesmas Nyalindung dan yang terakhir adalah

Puskesmas Cijangkar.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun

2016-2017, berikut adalah data kunjungan kasus rheumatoid arthritis di

wilayah 5 kabupaten Sukabum.

Tabel 1.1 Kunjungan penderita rheumatoid arthritis di wilayah 5


Kabupaten Sukabumi

Jumlah Kunjungan kasus RA Tahun


No Puskesmas
2017
1 Lengkong 318
2 Jampang tengah 300
3 Purabaya 200
4 Nyalindung 205
5 Cijangkar 408
Sumber: laporan SP 3 Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun 2017
5

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa kunjungan kasus

rheumatoid arthritis terbanyak adalah di Puskesmas Cijangkar yaitu urutan

pertama dengan kunjungan sebanyak 408 kasus, kunjungan terkecil adalah

Puskesmas Purabaya sebanyak 200 kasus.

Berikut adalah data kunjungan pasien Rawat Jalan ke Puskesmas

Cijangkar dengan Kasus Rheumatoid Artritis dari tahun 2016-2017 pada

bulan Januari s/d Desember.

Tabel 1.2 Data Kunjungan Pasien Rawat Jalan


Puskesmas Cijangkar Kecamatan Nyalindung
Kabupaten Sukabumi Tahun 2016-2017

No Tahun Kunjungan Kasus RA %

1 2016 5351 695 12,98

2 2017 3026 408 13,48

Sumber : LB 1 Puskesmas tahun 2016-2017

Dari data diatas menunjukan kunjungan pasien rawat Jalan Puskesmas

Cijangkar tahun 2016 terdapat 5351 kunjungan pasien ke puskesmas

Cijangkar, dari kunjungan tersebut rheumatoid arthritismerupakan penyakit

yang termasuk 10 besar penyakit dan dari total kunjungan terdapat 695 kasus

dan menjadi urutan ke 4 dari kasus terbanyak lainnya, pada tahun 2107

kunjungan Ke Puskesmas Cijangkar kabupaten Sukabumi yaitu sebanyak

3026 orang dan penderita Artritis rheumatoid sebanyak 408 kasus dan

menjadi peringkat ke-2 dari penyakit yang lainnya, dari dari data diatas

walaupun terjadi penurunan kasus kunjungan ke Puskesmas, namun penyakit

rheumatoid arthritis masih merupakan masalah yang harus ditangani karena


6

pada tahun 2017 penyakit rheumatoid arthritis masih menjadi urutan ke 2

setelah penyakit yang lain penyakit rheumatoid arthritissebagian besar

menyerang pada lansia yang berkunjung ke Puskesmas.

Tabel 1.3 Data Kunjungan Pasien Rheumatoid Arthritis di Wilayah


Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan Nyalindung
Kabupaten Sukabumi

No Nama Desa Kunjungan Kasus Rheumatoid Arthritis


Tahun
2016 2017
1 Cijangkar 115 99

2 Neglasari 128 87

3 Mekarsari 356 143

4 Wangunreja 96 79

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Cijangkar tahun 2016 dan 2017

Dari tabel Kunjungan Pasien rheumatoid arthritis diatas menunjukan

bahwa paling besar kunjungan pasien rheumatoid arthritis adalah di Desa

Mekarsari yaitu sebsar 499 kasus pada tahun 2016 dan tahun 2017, sedangkan

kunjungan terkecil adalah di desa Wangunreja yaitu sebesar 175 kasus pada

tahun 2016 dan tahun 2017.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak waktu

permulaan kehidupan. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur,

rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan


7

semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional.

Sering kali keberadaan lansia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai

beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong

semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan

semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lansia. Lansia

cenderung dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang

sakit-sakitan. Persepsi ini muncul karena memandang lansia hanya dari kasus

lansia yang sangat ketergantungan dan sakit-sakitan. Persepsi seperti ini tidak

tentu semuanya benar, banyak pula yang lansia justru berperan aktif, tidak

saja dalam keluarganya, tetapi juga dalam masyarakat sekitarnya (Nugroho,

2012).

Proses penuaan ditandai dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada

beberapa organ dan sistem.Perubahan yang terjadi menyebabkan penurunan

fungsi tubuh untuk melakukan aktifitas. Seiring dengan peningkatan

prosentase lansia terjadi juga peningkatan jumlah dan tingkat kejadian

penyakit kronis yang disebabkan oleh penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaftasi dengan stres serta lingkungan serta kelemahan pada lansia(Efendi

& Mahfudli,2009).

Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia

lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas.Menurut Badan Kesehatan Dunia

(WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Kushariyadi, 2010; Indriana,

2012; Wallace, 2007).


8

Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati dkk (2006) yang berjudul

“Nyeri Muskuloskeletal dan hubungannya dengan Kemampuan Fungsional

dan Fisikpada Lansia” menunjukkan bahwa saat seseorang memasuki lansia,

kemampuan fungsional dan aktifitas fisiknya mengalami penurunan. Salah

satu penyebabnya yaitu gaya hidup seperti kurangnya olahraga, pola istirahat

yang tidak teratur dan pola makan yang kurang gizi. Gaya hidup yang tidak

baik menimbulkan keluhan - keluhan penyakit persendian, seperti osteoatritis

dan atritis rheumatoid.

Akibat Kasus Rheumatik pada lansia yang meningkat menimbulkan

berbagai macam keluhan diantaranya sendi menjadi bengkak, nyeri pada

sendi, demam, dan lain-lain. Tentu saja dari keluhan tadi banyak sekali

dampak terhadap penderita itu sendiri diantaranya rasa tidak nyaman, aktifitas

terganggu,kualitas hidup jadi menurun,oleh karena itu sedini mungkin lansia

ini perlu sekali mengenali faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian

rheumatoid arthritis, sehingga lansia dapat terhindar dari penyakit tersebut.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada

tanggal 13 Maret 2018 di Desa Mekarsari Kabupaten Sukabumi Kepada 10

lansia penderita rheumatoid arthritis yang berkunjung ke Posbindu lansia

Melati 6 Desa Mekarsari 7 orang perempuan diantaranya sering mengalami

nyeri persendian disertai bengkak dan mereka mengetahui tentang penyakit di

deritanya tanpa mengetahui faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan

Kejadian penyakit, dan 3 orang laki-laki yang menderita penyakit arthritis


9

rheumatoid mengatakan menurut mereka mungkin pengaruh dari usia yang

sudah mulai menua.

Upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Puskesmas Cijangkar dalam

upaya promotif dan preventif telah dilakukan, melalui upaya promosi

kesehatan, pengobatan oleh dokter Puskesmas telah dijalankan, tetapi

masalah rheumatik ini tidak bisa sepenuhnya di tangani karena banyak sekali

faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian kasus tersebut.

Menurut Suraiko (2012), faktor resiko yang akan meningkatkan resiko

terkena penyakit rheumatoid arthritis adalah jenis kelamin, umur, riwayat

keluarga, merokok. Sedangkan menurut Helmi (2011) dalam buku ajar

gangguan muskuloskeletal faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

rheumatoid artritis diantaranya, faktor genetik, faktor lingkungan, faktor

hormonal, faktor imunologi.

Dari data dan latar belakang diatas perlu penelitian lebih lanjut,

sehingga didapatkan korelasi antara faktor-faktor yang berhubungan dengan

Kejadian rheumatik tersebut benar-benar dapat diakui validitasnya dan dapat

dibuktikan dengan studi penalitian, untuk itu peneliti tertarik untuk

mengambil penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan

Kejadian Rheumatoid Artritis Pada Lansia Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja

Puskesmas Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi”.


10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangyang telah diuraikan sebelumnya peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut “ Faktor Apa SajaYang Berhubungan

Dengan Kejadian Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Desa Mekarsari

Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten

Sukabumi ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan

faktor jenis kelamin, umur, keturunan dan lingkungan Di desa Mekarsari

Wilayah kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten

Sukabumi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Gambaran Jenis Kelamin, Umur, Keturunan,Lingkungan

dan kejadian Rheumatoid arthritis Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja

Puskesmas Cijangkar Kabupaten Sukabumi.

b. Mengidentifikasi hubungan Jenis Kelamin terhadap kejadian

Rheumatoid Arthritis pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja

Puskesmas Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

c. Mengidentifikasi hubungan Umur terhadap kejadian Rheumatoid

Arthritis pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas

Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.


11

d. Mengidentifikasi hubungan keturunan terhadap kejadian Rheumatoid

Arthritis pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas

Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

e. Mengidentifikasi hubungan lingkungan terhadap Kejadian Rheumatoid

Arthritis pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas

Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Cijangkar

Lebih meningkatkan mutu pelayanan promotif dan preventif dalam

menyebarluaskan informasi kepada masyarakat.

2. Bagi STIKES Sukabumi

Memberikan masukan ilmiah dan menambah kepustakaan mengenai

rheumatoid arthritis

3. Bagi Peneliti

Sebagai salah satu motivasi agar lebih mengembangkan penelitian

sehingga dari hasil penelitian dapat menjadikan sebuah solusi kesehatan

sekaligus menjadi wawasan bagi masyarakat luas

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran dari penelitan yang

disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaahan kepustakaan. Kerangka

pemikiran tidak lagi memuat teori, dalil, teori dan konsep, tetapi hanya

merupakan sintesis dari teori, dalil dan konsep yang dijadikan dasar dalam
12

penelitian dan digambarkan dalam bentuk hubungan variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian, namun variabelnya tidak dijelaskan secara

mendalam (Rianse, 2012).

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Berhubungan


dengan Kejadian Rheumatoid Arthritis Pada Lansia di Desa
Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan
Nyalindung Kabupaten Sukabumi

Variabel Independen Variabel Dependen


1. Jenis Kelamin
2. Umur
3. Keturunan Rheumatoid Arthritis
4. Lingkungan

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Hubungan

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau

harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan

dalam penelitian. Hipotesis juga merupakan sebuah pernyataan tentang

hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji

secara empiris (Arikunto, 2010).

Maka dibutuhkan suatu hipotesa yang merupakan jawaban sementara

dari penelitian ini adalah :


13

1. Ada hubungan jenis kelamin terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada

lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan

Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

Bentuk hipotesisnya adalah :

H0:Tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap Kejadian rheumatoid arthritis

pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

H1: Ada hubungan jenis kelamin terhadap Kejadian rheumatoid arthritis

pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

2. Ada hubungan umur terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada lansia di

Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan

Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

Bentuk hipotesisnya adalah :

H0: Tidak ada hubungan umur terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada

lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

H1: Ada hubungan umur terhadap Kejadian rheumatoid Arthritis pada lansia

di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan

Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

3. Ada hubungan keturunan terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada lansia

di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan

Nyalindung Kabupaten Sukabumi.


14

Bentuk hipotesisnya :

H0: Tidak ada hubungan Keturunan terhadap Kejadian rheumatoid arthritis

pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

H1: Ada hubungan keturunan terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada

lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

4. Ada hubungan lingkungan terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada

lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar Kecamatan

Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

Bentuk hipotesisnya :

H0: Tidak ada hubungan lingkungan terhadap Kejadian rheumatoid arthritis

pada lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

H1: Ada hubungan lingkungan terhadap Kejadian rheumatoid arthritis pada

lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Cijangkar

Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi.

Anda mungkin juga menyukai