Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING TERHADAP PEAK EXPIRATORY FLOW RATE

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS


Emdat Suprayitno, Program Studi Ners UNIJA Sumenep
e-mail: emdats@yahoo.com

ABSTRACT
Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a public health problem. Shortness of
breath is a major problem on patient COPD. The shortness of breath caused decrease of PEF
value. The intervention can be done to patients COPD is pursed lips breathing exercise.
The method of this research was true experiment, pretest-posttest design with control group
involving 30 respondents with random sampling. Treatment group were 15 respondents that
provided PLB exercise three times a week for 4 weeks. Control group were 15 respondents that
only getting standard treatment from the hospital. Data analysis was performed with paired t test
test and independent t test.
The results of paired t test on PEF value are p=0.000 for intervention group and p=0.334 for
control groups. The result of independent t test in intervention and control groups PEF value p=
0.000.
There was influence pursed lips breathing exercise to increased PEF value. There was
difference PEF value on treatment group and control group after pursed lips breathing exercise.

Keywords: chronic obstruction pulmonary disease (COPD), Self efficacy, Self management,
Pursed lips breathing (PLB)

PENDAHULUAN terjadi metabolisme anaerob yang dapat


Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menghasilkan asam laktat yang menyebabkan
adalah salah satu dari jenis penyakit tidak kelelahan otot. Kelelahan otot yang terjadi di
menular yang sudah menjadi permasalahan saluran pernafasan dapat menurunkan proses
dalam kesehatan masyarakat di dunia. Masalah pernafasan (Guyton et al, 2007). Keadaan
ini bukan hanya bagi negara maju namun juga tersebut mengakibatkan pasien PPOK
bagi negara berkembang seperti Indonesia mengalami ketidakmampuan mendasar untuk
(Depkes, 2008). Berdasarkan data WHO tahun mencapai nilai normal aliran udara ketika
2010 PPOK merupakan masalah kesehatan ekspirasi (Price et al, 2005). Ketidakmampuan
utama yang menyebabkan kematian peringkat dalam mencapai udara normal akibat adanya
ke empat di Indonesia (PDPI, 2016). Sesak obstruksi pernapasan dapat mengakibatkan
nafas adalah masalah yang paling sering paru-paru mudah mengempis, sehingga terjadi
dijumpai pada penderita PPOK (Ambrosino et penurunan aliran puncak ekspirasi (Guyton et
al, 2006). Berdasarkan data rekam medis al, 2007). Peak expiratory flow rate (PEF) atau
didapatkan data 10 penyakit terbanyak pada arus puncak ekspirasi merupakan pencapaian
tahun 2013 di Rumah sakit Asy-Syaafi aliran udara tertinggi pada saat ekspirasi serta
kabupaten Pamekasan pada unit rawat jalan gambaran perubahan ukuran jalan nafas yang
adalah 577 pasien bronchitis dan 504 pasien semakin membesar. Menurut Iglesia (2004)
PPOK. Data pada unit rawat inap jumlah pasien PEF digunakan sebagai prediktor kematian
PPOK mencapai 352 pasien yang menjadi rawat inap pasien PPOK yang penting dalam
jumlah terbanyak kedua setelah tuberculosis memprediksi kematian pada pasien PPOK.
yaitu 623 pasien. Rata-rata jumlah kunjungan Penurunan nilai PEF yang
pasien PPOK selama 3 bulan terakhir yaitu menggambarkan adanya penurunan fungsi
pada bulan Maret, April dan Mei tahun 2016 ventilasi pada pasien PPOK sangat penting
mencapai 80 pasien (Karina, 2016). dilakukan penanganan. Penatalaksaan untuk
Penderita PPOK sering mengalami pasien dengan PPOK berupa tindakan untuk
penurunan ventilasi alveolus yang membawa menghilangkan obstruksi saluran pernafasan
dampak terjadinya hipoksemia, hipoksia dan nafas kecil (Price et al, 2005). Penatalaksanaan
hiperkapnia sehingga menyebabkan asidosis medis maupun keperawatan pada pasien
respiratorik yang meningkatkan proses PPOK berguna dalam meminimalkan sesak
pernafasan dan penggunaan otot-otot bantu nafas, menunda terjadinya eksaserbasi yang
pernafasan (Smeltzer et al. 2006). Hipoksia berulang-ulang, mencegah penurunan fungsi
yang terjadi di dalam tubuh akan menyebabkan paru-paru dan meningkatkan quality of life
hipoksia terhadap otot juga, sehingga akan (PDPI, 2016). Salah satu bentuk intervensi

56
57 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

yang dapat diberikan pada pasien PPOK latihan PLB kelompok intervensi yaitu 162±50
adalah rehabilitasi dengan melaksanakan dan kelompok kontrol yaitu 153.3±49.3. Hasil
latihan pernafasan. Latihan pernafasan yang analisa uji paired t test kelompok intervensi
dapat diterapkan pada pasien dengan PPOK menunjukkan nilai p=0.000 dan kelompok
salah satunya adalah pursed lips breathing kontrol menunjukkan nilai p=0.334 berarti
exercise (PDPI, 2016). Pursed lips breathing terdapat pengaruh PLB terhadap peningkatan
(PLB) adalah cara yang bisa digunakan dalam nilai PEF kelompok intervensi.
bernafas secara efektif dan kemungkinan
memperoleh oksigen yang dibutuhkan. PLB Tabel 2 Perbedaan selisih (delta) rata-rata
mengajarkan untuk mebhembuskan nafas lebih nilai PEF sebelum dan setelah dilakukan
pelan yang memudahkan bernafas dan nyaman PLB di RSU Asy-Syaafi Pamekasan
pada saat beristirahat atau beraktifitas (Tiep et P value
Variabel Kelompok Mean ± SD
al, 2005). 95%CI
Perlakuan 13.33±4.88 0.000
BAHAN DAN CARA PNELITIAN PEF
Penelitian ini merupakan True Kontrol 1.33±3.51 11.48-17.84
eksperiment dengan design pretest dan post Berdasarkan tabel 2 hasil analisa uji
test with control group. Tujuan penelitian ini independent t test nilai PEF p=0.000 yang
adalah mengetahui pengaruh latihan pursed menunjukkan adanya perbedaan signifikan nilai
lips breathing (PLB) terhadap peak expiratory PEF pada kelompok intervensi dan kelompok
flow rate penderita PPOK. Populasi dalam kontrol sebelum dan sesudah dilakukan PLB.
penelitian 160 pasien PPOK dengan teknik
PEMBAHASAN
random sampling didapatkan sampel 30
1. Perbedaan rata-rata nilai PEF sebelum
responden dengan kriteria inklusi: Pasien
dan setelah PLB pada kelompok
PPOK bukan rawat inap, dapat berkomunikasi
intervensi dan kelompok kontrol.
verbal dengan baik, tidak menderita kanker
Berdasarkan hasil analisa uji paired t test
paru. Kriteria eksklusi yaitu: Responden yang
nilai p= 0.000 pada kelompok intervensi dan p=
mengundurkan diri menjadi subyek penelitian,
0.900 pada kelompok kontrol. Tujuan latihan
mengalami gagal nafas dan mengalami nyeri
PLB adalah mengurangi sesak nafas,
dada. Penelitian ini membagi responden
memperbaiki ventilasi, mensinkronkan kerja
kedalam 2 kelompok. Kelompok intervensi
otot abdomen dan toraks (PDPI, 2016). Latihan
diberikan latiihan PLB 3x seminggu selama 4
PLB akan terjadi inspirasi kuat dan ekspirasi
minggu. Kelompok kontrol hanya mendapatkan
kuat serta memanjang. Ekspirasi yang dipaksa
terapi standar pengobatan dari rumah sakit.
dan memanjang akan menurunkan resistensi
Alat ukur yang digunakan adalah Peak flow
pernafasan sehingga memperlancar udara
meter Vitalograph dengan standard kalibrasi
yang dihirup atau dihembuskan (Khasanah,
ISO 23747:2007 untuk mengukur nilai PEF.
2014). PLB menjadikan tekanan dalam rongga
nilai PEF. Analisis yang digunakan dalam
mulut yang akan dilanjutkan melewati
penelitian menggunakan uji paired test dan
percabangan bronkus sehingga terhindar dari
independent t test
air trapping serta kolaps pada saluran nafas
kecil saat ekspirasi yang dapat meningkatkan
HASIL PENELITIAN
FEV1 (Smeltzer et al., 2008). PLB dapat
Tabel 1. Perbedaan rata-rata nilai PEF
membantu pengosongan alveoli secara
sebelum dan setelah PLB kelompok kontrol
maksimal dan meningkatkan peluang
dan kelompok intervensi
masuknya oksigen kedalam ruang alveolus
Sebelum Setelah P value sehingga proses difusi dan perfusi berjalan
Kelompok
Mean±SD Mean ±SD 95%CI dengan baik. Meningkatnya transfer oksigen ke
0.000 jaringan dan otot-otot pernafasan akan
Perlakuan 148.6±47.4 162±50 menyebabkan metabolisme anaerob dan
16-10
menghasilkan energi (ATP). Energi ini dapat
0.334
Kontrol 154±48.9 153.3±49.3 meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan
0.7-2 sehingga proses pernafasan dapat berjalan
Berdasarkan tabel 1 rata-rata nilai PEF dengan baik yang akan mempengaruhi
sebelum edukasi self management dan latihan peningkatan arus puncak ekpirasi (Guyton et al,
PLB kelompok intervensi yaitu 148.6±47.4 dan 2007).
kelompok kontrol yaitu 154±48.9. Rata-rata nilai Kontrol otot pernafasan PLB ketika
PEF setelah edukasi self management dan inspirasi menyebabkan kenaikan volume tidal,
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 58

menurunnya inspiratory flow rate dan jumlah 2. Perbedaan selisih (delta) rata-rata nilai
pernafasan. Ventilasi alveolus akan meningkat PEF sebelum dan setelah edukasi self
serta membantu pompa jantung saat management dan latihan PLB kelompok
mengalirkan darah kesemua bagian tubuh. kontrol dan kelompok intervensi.
Berkurangnya sesak nafas menjadikan otot Berdasarkan hasil uji independent t test
pernafasan menjadi lebih efektif dalam didapatkan nilai p=0.000 yang menunjukkan
mengurangi kinerja pernafasan karena sedikit adanya perbedaan selisih rata-rata nilai PEF
hilangnya energy, sehingga potensial menunda kelompok kontrol dan kelompok intervensi
kelelahan (Alexandra, 2001). Penelitian ini di sebelum dan sesudah edukasi self
dukung oleh penelitian yang menerapkan PLB management dan latihan PLB. Peneliti
pada pasien emfisema yang mendapatkan berasumsi hasil ini dapat dipengaruh oleh
perbedaan signifikan terhadap pola pernafasan pemberian edukasi self management, latihan
sebelum dan sesudah dilakukan PLB (Astuti, PLB dan terapi obat yang tetap diberikan pada
2014). kelompok intervensi yaitu: Aminophilin 150 mg
Penelitian Nield (2007) menunjukkan hasil 3x sehari, salbutamol 2 mg 3x sehari, ambroxol
latihan PLB lebih efektif menurunkan sesak 30 mg 3x sehari.
nafas dari pada kelompok intervensi yang Latihan pernafasan dengan metode PLB
diberikan latihan dengan expiratory muscle pada kelompok intervensi yang teratur selama
training. Hasil penelitan Kim et al. (2012) 4 minggu dapat meningkatkan tahanan udara
menunjukan PLB signifikan meningkatkan tidal dan kepatenan jalan nafas. Proses ini
volume (TV) dan menurunkan pernafasan membantu menurunkan pengeluaran air
dibandingkan bernafas biasa. Penelitian Natalia trapping, sehingga dapat mengontrol ekspirasi
(2007) efektifitas pursed lips breathing dan tiup dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara
balon pada pasien asma dilakukan 4x sehari maksimal (Aini, 2008). Ekspirasi yang dipaksa
(dengan jarak 4-5 jam), masing masing 10 dan memanjang pada PLB akan memperlancar
menit, selama 4 hari menunjukkan PLB dan tiup udara inspirasi dan ekspirasi sehingga
balon efektif meningkatkan nilai PEF. mencegah terjadinya air trapping di dalam
Penelitian Dewi (2015) latihan PLB alveolus (Khasanah, 2013).
dilakukan pengulangan 6 kali dengan jeda 2 Adanya fasilitas pengosongan alveoli
detik yang dilakukan selama 3 hari di dapatkan secara maksimal akan meningkatkan peluang
hasil pengaruh PLB terhadap peningkatan masuknya oksigen kedalam ruang alveolus
FEV1 pada penderita PPOK. Hasil penelitian sehingga proses difusi dan perfusi berjalan
yang berbeda adalah penelitian Visser et al. dengan baik. Meningkatnya transfer oksigen ke
(2010) yang melakukan latihan PLB hanya jaringan dan otot-otot pernafasan akan
dilakukan selama 5 menit. Hasil analisa menyebabkan metabolisme anaerob yang akan
menggunakan paired t test di dapatkan hasil menghasilkan suatu energi (ATP). Energi ini
nilai p=0.341 berarti tidak ada pengaruh PLB dapat meningkatkan kekuatan otot-otot
yang hanya dilakukan selama 5 menit terhadap pernafasan sehingga proses pernafasan dapat
peningkatan nilai PEF. berjalan dengan baik, dengan proses
Kelompok kontrol tidak diberikan latihan pernafasan yang baik akan mempengaruhi
nafas ini sehingga tidak ada upaya dalam terhadap peningkatan arus puncak ekpirasi
mengurangi jumlah air trapping pada paru-paru atau nilai PEF (Guyton et al, 2007).
responden kelompok kontrol. Tidak adanya Kontrol otot pernafasan pada PLB ketika
upaya dalam mengeluarkan air trapping dalam inspirasi akan membantu dalam meningkatkan
tubuh membuat peningkatan kadar PCO2 tidal volume, menurunnya inspiratory flow rate
(hiperkapnia) sehingga membuat menurunnya dan respiration rate. Penurunan frekuensi
kadar PO2 (hipoksemia), hal tersebut memicu pernafasan ini dapat menambah efisiennnya
terjadinya asidosis respiratorik. Hipoksia yang ventilasi alveoli dan mengurangi beban kerja
dihasilkan akibat terjadinya hipoksemia pompa jantung menuju tubuh. Penurunan
membuat terjadinya metabolisme anaerob frekuensi pernafasan membuat otot pernafasan
sehingga memicu meningkatnya asam laktat menjadi lebih efektif karena tidak banyak
yang menyebabkan terjadinya kelelahan otot energy yang terbuang, sehingga potensial
saat bernafas. Kelelahan otot tersebut menunda kelelahan (Alexandra, 2001).
membuat aliran udara yang dikeluarkan saat Peningkatan nilai PEF juga dipengaruhi
ekspirasi akan menurun. Sehingga nilai PEF oleh pemberian terapi obat. Aminophilin
kelompok kontrol tidak terjadi perubahan yang merupakan obat untuk merangsang jantung
signifikan. dan merileksasikan otot halus. Obat ini dapat
59 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

bekerja dalam pembuluh darah yang latihan PLB menyebabkan ekspirasi secara
menimbulkan pengaruh terjadinya vasodilatasi paksa sehingga terjadi peningkatan
dan pada bronkus dapat melebarkan saluran kemampuan kontraksi otot intra abdomen yang
nafas (Ikawati, 2006). Mekanisme kerja akan meningkat melebihi fase ekspirasi
aminophilin yaitu mencegah enzim keadaan ini dimana keadaan ini juga
fosfodiesterase dalam pemecahan cAMP dan meningkatkan pergerakan diafragma ke atas
cGMP masing-masing menjadi 5’-AMP dan 5’- yang menyebabkan rongga torak mengecil.
GMP. Proses ini mengakibatkan menumpuknya Tekanan intra alveoli meningka melebihi
cAMP dan cGMP dalam sel dan terjadilah tekanan udara atmosfir sehingga udara keluar
relaksasi otot polos, termasuk otot polos pada dari paru-paru ke atmosfir. Keadaan ini juga
bronkus (Gunawan, 2007). akan menyebabkan sumbatan jalan nafas
Obat yang juga mempengaruhi berkurang sehingga sesak nafas menurun, dan
peningkatan nilai PEF yaitu salbutamol yang udara yang dihembuskan akan lancar.
merupakan obat bronkodilator golongan agonis Ekspirasi yang lebih lama dari inspirasi
ß2. Cara kerja obat ini yaitu menstimulasi ini akan meningkatkan waktu difusi dan
reseptor ß2 di trachea dan bronchus, sehingga keseimbangan oksigen dikapiler darah paru
terjadi aktivasi enzim adenilsiklase. Enzim ini dan alveolus. Kondisi ini juga menurunkan
dapat membantu perubahan adenosinetrifosfat frekuensi pernafasan dan membantu
(ATP) menjadi cyclic adenosine monophospate mengeluarkan jebakan udara dalam paru
(cAMP) (Tjay dan Rahardja, 2007). Obat sehingga memungkinkan udara bersih dapat
lainnya adalah ambroxol yaitu jenis mukolitik masuk kedalam paru-paru. Penggunan obat
yang berguna untuk mengencerkan dahak juga membantu dalam meningkatkan Nilai PEF
dalam saluran nafas melalui pememecahan karena dengan pemberian obat bronkodilator
benang mukoprotein dan mukopolisakarida mengakibatkan relaksasi otot polos bronkus
pada dahak (Estuningtyas, 2008). Obat ini yang dapat melebarkan saluran nafas.
dapat meringankan sesak napas pada Pemberian mukolitik juga membantu dalam
serangan asma yang terjadi sumbatan lendir pengenceran sekret sehingga membantu
kental. Ambroksol merupakan metabolit aktif responden untuk mengeluarkan sekret yang
dari bromheksin yang dimetabolit di hati. dapat melancarkan aliran udara dalam saluran
Ambroksol merupakan metabolit yang stabil nafas.
sehingga dapat mengurangi efek samping yang
ditimbulkan oleh bromheksin (Tjay dan Raharja, KESIMPULAN
2002). 1. Terdapat perbedaan rata-rata skor nilai PEF
Penelitian ini di dukung oleh penelitian sebelum dan setelah latihan pursed lips
yang juga menerapkan latihan PLB untuk breathing pada kelompok intervensi
pasien emfisema yang mendapatkan 2. Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor
perbedaan signifikan terhadap pola pernafasan nilai PEF pada kelompok kontrol.
sebelum dan sesudah dilakukan PLB (Astuti, 3. Terdapat perbedaan selisih rata-rata nilai
2014). Penelitian oleh Nield (2007) juga PEF latihan pursed lips breathing pada
menunjukkan hasil bahwa latihan PLB lebih penderita PPOK.
efektif menurunkan sesak nafas dari pada 4. Terdapat pengaruh latihan pursed lips
kelompok intervensi yang diberikan latihan breathing dalam meningkatkan nilai PEF
dengan expiratory muscle training. pada penderita PPOK.
Hasil penelitian penelitan Kim et al.
(2012) menunjukan bahwa pola bernafas PLB SARAN
signifikan meningkatkan tidal volum (TV) dan 1. Bagi Rumah Sakit
menurunkan pernafasan dibandingkan bernafas Penelitian ini dapat menjadi salah satu
biasa. Penelitian Jones, et al (2003) juga bahan edukasi dan intervensi keperawatan
menunjukan PLB dapat meningkatkan tidal yang dapat diterapkan di rumah sakit
volume dan menurunkan pernafasan pada sebagai standar prosedur operasional dalam
pasien PPOK. Penelitian Dewi (2015) dengan penatalaksanaan pasien PPOK sehingga
intrvensi PLB dilakukan selama 6 kali, jeda 2 dapat berorientasi terhadap peningkatan
detik saat pengulangan, dan dilakukan selama kualitas hidup pasien PPOK.
3 hari didapatkan hasil pengaruh PLB terhadap 2. Bagi Institusi Keperawatan
peningkatan nilai FEV1 pada penderita PPOK. Penelitian ini bisa meningkatkan
Berdasarkan hasil ini peneliti berasumsi pengetahuan mahasiswa sehingga bisa
bahwa dengan dilakukannya edukasi dan
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 60

diterapkan untuk asuhan keperawatan dalam disease. Multidisciplinary Respiratory


meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK Medicine.
3. Bagi pasien PPOK Nield, (2007) Efficacy of Pursed-Lips Breathing
Melaksanakan self management dan latihan Natalia D, Saryono Dina Indrati (2007)
pursed lips breathing selama perawatan Efektifitas pursed lips breathing dan tiup
dirumah sehingga dapat membantu balon dalam peningkatan arus puncak
mengatasi masalah yang sering muncul agar ekspirasi (APE) Pasien asma bronchiale
dapat meningkatkan kualitas hidup. di RSUD Banyumas Perhimpunan dokter
4. Bagi Peneliti Selanjtnya paru Indonesia (PDPI) (2016). Diagnosis
Pentingnya dilakukan penelitan kembali dan penatalaksaan PPOK. Edisi 2006,
tentang edukasi self management latihan Penerbit Universitas Indonesia
pursed lips breathing dengan kombinasi Price, et al (2005). Patofisiologi Konsep Klinis
latihan nafas lainnya dan sampel lebih besar Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Vol. 2.
Jakarta: EGC
DAFTAR PUSTAKA Smeltzer. (2008). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
Alexandra, H. 2001. Physiotherapy in 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara,
Respiratory Care. United Kingdom: Monica Ester,Yasmin Asih, Jakarta :
Nelson Thornes. p. 172 EGC.
Ambrosino, N. et al (2006). Comprehensive Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007,
Treatment of Dyspnoea in Chronic Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
Obstructive Pulmonary Disease Patients. dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi
University Hospital of Pisa: Long Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media
Termhealth Care Komputindo, Jakarta
Astuti, L. (2014). Pengaruh Pursed Lips Visser, F. J., Ramlal, S., Dekhuijzen, P. R., &
Breathing (PLB) Terhadap Pola Heijdra, Y. F. (2010). Pursed-lips
Pernapasa Pada Pasien Dengan breathing improves inspiratory capacity in
Emfisema Di Rumah Sakit Paru Dr. Ario chronic obstructive pulmonary disease.
Wirawan Salatiga. http:// perpusnwu Respiration, 81(5), 372-37
Web.id/karya ilmiah /documents/3837.pdf
Depkes (2008). Pedoman pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Dewi S.K (2015) Pengaruh Pursed Lips
Breathing (PLB) Terhadap Nilai Forced
Expiratory Volume In One Second (Fev1)
Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronis Di Rs Paru Dr Ario Wirawan
Salatiga.
Gunawan (2007). Farmakologi dan terapi edisi
5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI
Guyton A. (2007) Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC
Karina (2016) Data rekam medis RSU Asy
Syaafi Kabupaten Pamekasan. Profil
penyakit paru obstruksi kronis tahun 2016
Khasanah, (2014). efektifitas posisi condong ke
depan (CKD) dan pursed lips breathing
(PLB) terhadap peningkatan saturasi
oksigen pasien penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). in prosiding seminar
nasional & internasional.
Kim et al. (2012). Effects of breathing maneuver
and sitting posture on muscle activity in
inspiratory accessory muscles in patients
withchronic obstructive pulmonary

Anda mungkin juga menyukai