Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kaidah dasar moralitas merupakan kaidah-kaidah yang sangat penting bagi


kehidupan sehari-hari. Karena didalam kaidah dasar moral terdapat kaidah sikap baik
dan kaidah keadilan. Dua kaidah dasar ini memang kaidah yang paling dasar, tetapi
tidak berarti bahwa dua kaidah ini tidak mempunyai suatu landasan. Landasan tersebut
akan membawa kita keluar dari bidang etika, masuk kedalam filsafat manusia, bahkan
kedalam metafisika.

Kaidah sikap baik pada dasarnya mendasari semua norma moral. Sikap baik berarti
memandang seseorang atau sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi saya menghendaki,
menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan seseorang atau sesuatu
berkembang demi dia itu sendiri.

Kaidah keadilan adalah memberikan perlakuan yang sama kepada oranglain,


kaidah ini mengarah ke pelaksaan suatu nilai yang lain. Fungsinya adalah menjamin
agar tidak ada seorang pun yang dirampas haknya demi keuntungan oranglain ataupun
seluruh masyarakat.

Merefleksi hal tersebut, maka menjadi penting untuk kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari, karena dua kaidah dasar moral bisa dipahami sungguh-sungguh
apabila tidak dilihat sebagai suatu yang diwajibkan kepada kita entah karena apa,
melainkan sebagai jaminan pelaksanaan dari dua nilai yang barang kali paling tinggi
dan paling fundamental.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud moralitas ?
2. Apa saja kaidah-kaidah dasar dalam moralitas ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan moralitas
2. Untuk mengetahui apa saja kaidah-kaidah dasar dalam moralitas

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya adalah ‘tata cara’ atau ‘adat istiadat’. Secara
terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, kelakuan (akhlak).
Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos
dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti ‘kebiasaan’, ‘akhlak’, ‘watak’, ‘perasaan’,
‘sikap’, atau ‘cara berfikir’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika diartikan
sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).Bertens mengartikan etika sejalan dengan arti dalam kamus tersebut.
Sementara itu menurut Magnis Suseno, etika harus dibedakan dengan ajaran moral.
Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, entah
lisan atau tertulis, tentang bagaimana ia harus bertindak, agar menjadi manusia yang
baik. Sedangkan etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan
merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandang moral.
Moralitas berasal dari kata sifat latin moralis mempunyai arti yang pada dasarnya
sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang “moralitas
suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas
adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan
buruk. Moralitas merupakan suatu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada
makhluk dibawah tingkatan manusiawi. Pada tahap binatang tidak ada kesadaran
tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan dilarang, tentang yang harus dilakukan
dan tidak pantas dilakukan

B. Kaidah Dasar Moralitas


1. Kaidah Sikap Baik
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir dalam Bahasa Arab atau
good dalam bahasa Inggris. Louis ma’lug dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa
yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu
dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary, dikatakan bahwa yang disebut
baik adalah segala sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan,
kesenangan, persesuaian, dan seterusnya. dan Selanjutnya yang baik itu juga adalah
2
sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan. Yang memberikan
kepuasan.yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan
yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat memberikan
perasaan senang atau bahagia dan ada pula pnedapat yang mengatakan bahwa secara
umum yang disbut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan,yang diusahakan,
dan menjadi tujuan manusia.Tingkah laku mnusia adalah baik,jika tingkah laku tersebut
menuju kesempurnaan manusia kebaikan disebut nilai (value) apabila kebaikan itu bagi
seseorang menjadi kebikan yang kongkrit.
Beberapa kutipan tersebut diatas menggambarkan bahwa yang disebut baik atau
kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
luhur,bermartabat,menyenangkan,dan disukai manusia.Definisi kebaikan tersebut
terkesan antrhophocentris, yakni memusat dan bertolak dari sesuatu yang
menguntungkkan dan membahagiakan manusia.Pengertian baik yang demikian tidak
ada salahnya karena secara fitrah manusia memang menyukai hal-hal yang
menyenangkan dan membahagiakan dirinya.Kesempurnaan, keharuan, kepuasan,
kesenangan, kesesuaian, kebenaran, kesesuaian dengan keinginan, mendatangkan
rahmat, memberikan perasaan senang dan bahagia dan yang sejalan dengan itu adalah
merupakan sesuatuu yang dicari dan diusahakkan manusia, karena semuanya itu
dianggap sebagai yang baik atau mendatangkan kebaikan bagi dirinya.
Mengetahui sesuatu yang baik sebagaimana disebutkan diatas akan mempermudah
dalam mengetahui yang buruk.dalam bahasa arab yang buruk itu dikenal dengan istilah
syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tak
mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak
dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik istilah dan perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma masayarakat yang berlaku.dengan demikian yang
dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak
disukai kehadirannya oleh manusia.
Beberapa definisi tersebut memberi kesan bahwa seuatu yang baik atauu buruk itu
relatif sekali,karen bergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang
merumuskannya.dengan demikian nilai baik atau buruk menurut pengertian tersebut
bersifat subjektif karena bergantung kepada individu yang menilainya.

3
2. Landasan Keadilan
Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni :
Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan. Oleh
karena hak itu merupakan wewenang bukan berwujud kekuatan maka baiklah,kalau ada
penegak hukum itu,yang melindungi yang lemah,tidak dapat melakukan haknya,kalau
ada kekuatan terhadapnya yang merintangi pelaksanaan haknya.sekali lagi terpaksa
ditegaskan,bahwa hak ialah wewenang,bukan kekuatan. Hak merupakan tuntutan
terhadap orang lain hak itu menimbulkan wajib.Wajib ini pun bukan keharusan fisik
sebab itu manusia mungkin juga melalaikan wajibnya,tetapi ia tetap berwajib.wajib pun
berdasarkan kemanusiaan,karena hak berakar pada kemanusiaan,sehingga orang yang
tidak memenuhi wajib,ia memperkosa kemanusiaan. Sebaliknya orang yang memenuhi
wajib,ia bertindak sesuai dengan kemanusiaan : jika orang memberikan kepada
siapapun,apa yang menjadi hak orang itu,maka adilah ia,keadilan ialah pengakuan dan
perlakuan terhadap hak(yang sah).
Tugas etika boleh dirumuskan : berusaha untuk mengetahui bagaimana orang
seharusnya bertindak.mengingat hubungan hak,wajib dan keadilan,maka dimana ada
hak adalah wajib, dan dimana ada wajib, adalah hak (yang sah).untuk bertindak
sebagaimana mestinya,orang harus melakukan wajibnya dan disitu ada keadilan.
Adapun jenis keadilan antara lain:
1. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
2. Distributif (membagi sumber)
Kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama dengan
cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara
material kepada : Setiap orang andil yang sama, Setiap orang sesuai dengan
kebutuhannya, Setiap orang sesuai upayanya, Setiap orang sesuai kontribusinya, Setiap
orang sesuai jasanya
3. Sosial : Kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan bersama
4. Utilitaria : Memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan
efisiensi sosial dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
5. Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi
6. Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu

4
7. Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai
oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan
kesamaan).
8. Hukum (umum)
9. Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang
berhak, pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup
bersama) mencapai kesejahteraan umum.

c. Ketuhanan sebagai Kaidah Dasar

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terdapat suatu pengakuan yang


rendah hati dan penuh rasa syukur bahwa kemerdekaan Indonesia bisa dicapai "Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa". Dengan pengakuan ini, pemenuhan cita - cita
kemerdekaan Indonesia untuk mewujudkan suatu kehidupan kebangsaan yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung kewajiban moral. Kewajiban etis
yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan oleh segenap bangsa bukan saja di
hadapan sesamanya, melainkan juga di hadapan sesuatu yang mengatasi semua, yaitu
Tuhan Yang Maha Kuasa.

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya adalah ‘tata cara’ atau ‘adat istiadat’. Secara terminologis,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, kelakuan (akhlak).
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir dalam Bahasa Arab atau
good dalam bahasa Inggris. Beberapa kutipan tersebut diatas menggambarkan bahwa yang
disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
luhur,bermartabat,menyenangkan,dan disukai manusia. nilai baik atau buruk menurut
pengertian tersebut bersifat subjektif karena bergantung kepada individu yang menilainya.

B. Saran
Pembaca sebaiknya dapat mengaplikasikan topik yang disusun dalam makalah ini ke
dalam kehidupan nyata. Seperti yang telah penyusun jelaskan bahwa makalah ini sngatlah
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penyusun mengaharapkan saran dari para pembaca
tentang kekurangan atau kejanggalan yang terdapat dalam makalah ini, baik dari segi isi
maupun dari segi sistematika penulisan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 1993. Etika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama


Fachruddin. 1985. Membentuk Moral (Bimbingan Al-Qur’an). Jakarta : PT. Bina Aksara.
Nata, Abuddin. 2002. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Poedjawijatna. 1996. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sulaiman, Umar. 1995. Ciri – Ciri Kepribadian Muslim. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai