PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Apa saja persoalan-persoalan kontemporer tentang etika sebagai disiplin
berhadapan dengan gerak zaman?
2. Bagaimana solusi dari persoalan-persoalan kontemporer tentang etika
sebagai disiplin berhadapan dengan gerak zaman?
3. Bagaimana dorongan berakhlak pada manusia dalam menerapkan etika
sebagai disiplin berhadapan dengan gerak zaman?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya:
“Dan janganlah kamu dekati zina, karena sesungguhnya zina itu perbuatan keji
dan jalan yang jahat.” (Q.S. al-Isra: 32).
3
tiap kali datang dan mengaku zina, Nabi Muhammad SAW.. selalu berpaling
darinya. Setelah datang kelima kalinya beliau menerimanya dan bersabda:
Nabi : Apakah anda bergurau dengan dia?
Aslamah : Ya.
Nabi : Sehingga lenyap kepunyaan anda kedalam kepunyaannya?
Aslamah : Ya.
Nabi : Sebagaimana lenyapnya sebatang golok kedalam sarung golok?
Atau sebagai timba kedalam telaga?
Aslamah : Ya.
Nabi : Apakah anda tahu apakah perzinaan itu?
Aslamah : Ya, saya telah mendatangi secara haram apa yang seorang laki-
laki mendatangi seorang istrinya secara halal.
Nabi : Dan apakah kehendak anda dengan perkataan ini?
Aslamah : Agar anda membersihkan saya.
Maka beliau memerintahkan untuk dirajam.
4
Perbuatan zina merusak atau melanggar nilai-nilai etika islam, sebab
zina menodai kesucian hidup keluarga dan dipandang tidak memelihara kesucian
diri yang oleh etika diperintahkan agar selalu dipelihara. Selain itu,
menghilangkan nilai ihsan sebagai salah satu dari sifat-sifat baik utama dalam
moralitas islam.
2. Perbuatan Kekerasan
Anak-anak remaja melakukan perbuatan kekerasan seperti
penganiayaan dan pembunuhan. Pada hakikatnya perbuatan tersebut melanggar
nilai-nilai yang terpuji (mahmudah), kasih sayang (ar-rahmah), perlakuan baik
(ihsan), dan penyantun (hilm).
Penganiayaan yang merupakan ancaman terhadap kesehatan dan
anggota-anggota tubuh tertentu yang dilakukan oleh anak-anak remaja pada
umumnya diawali oleh pertengkaran-pertengkaran kecil. Kadang-kadang
pertengkaran tersebut berkembang menjadi lebih serius dan lebih kompleks efek
negatifnya. Sering terjadi pertengkaran antara anak sekolah dengan anak sekolah,
antara kelompok pemuda yang terorganisir dengan kelompok pemuda yang
lainnya.
Melukai didalam ajaran islam dipandang sebagai perbuatan-perbuatan
yang membahayakan jasmani. Didalam surah al-Baqarah ayat 194 Allah SWT.
berfirman:
Artinya:
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati,
berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu,
maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah
5
kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.
(Q.S. al-Baqarah: 194).
Allah menjelaskan bahwa barang siapa yang menganiaya kamu, maka
balaslah sebagaimana ia menganiaya kamu. Demikian pula surah an-Nahl ayat
126 Allah SWT. berfirman:
Artinya:
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama
dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”. (Q.S. an-
Nahl: 126).
Allah menjelaskan dan apabila mereka melukaimu, maka balaslah
sebagaimana ia melukaimu. Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka
janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.
Dari ayat-ayat tersebut nyatalah adanya pedoman yang bersifat mutlak
(absolut) bahwa perbuatan-perbuatan kekerasan baik pembunuhan, penganiayaan
dan perlukaan merupakan perbuatan-perbuatan yang tidak berprikemanusiaan dan
tercela disisi Allah SWT.
3. Anak-Anak Durhaka
Keharmonisan hidup keluarga menjadi dasar utama ketentraman hidup
masyarakat, dan sebaliknya. Anak-anak baik, sholeh, berbakti dan patuh kepada
orang tua merupakan sendi yang paling mendasar keluarga harmonis. Anak-anak
durhaka gemar melakukan kejahatan, pelanggaran, fakhsya’ dan munkar sebagai
petunjuk nyata ketidakhamonisan keluarga. Sikap anak terhadap orangtua dan
kerabatnya serta tingkah laku anak ditengah-tengah masyarakat ikut menjadi
faktor penentu terpelihara atau dilanggarnya nilai-nilai akhlaqul-karimah sebagai
6
ciri khusus masyarakat ideal menurut islam yang “theosentris” dan
“etikoreligius”.
Dalam kenyataan terbukti bahwa sebagian anak remaja menjunjung
tinggi nilai-nilai akhlaqul-karimah sebagai cermin nyata anak sholeh dan sebagian
lainnya melanggar nilai-nilai luhurnya sebagai ciri utama anak durhaka. Anak
sholeh pada dasarnya menjadi cita-cita utama akhlaqul-karimah, sedangkan anak-
anak durhaka menjadi faktor perusak nilai-nilai luhur akhlaqul-karimah.
Dalam hal ini Umar Hasyim berpendapat bahwa anak durhaka ialah
anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Durhaka karena tidak mau
berbakti atau berbuat ihsan kepada kedua orang tuanya, menentang tidak mau
menurut perintah orang tua dalam hal kebaikan, menyakitkan atau melukai hati
orang tua, menyengsarakan atau memakinya, merusak kehidupan orang tua baik
lahir maupun bathin, secara langsung maupun tidak langsung berbuat kejahatan
yang memalukan dan menjatuhkan nama baiknya orang tuanya. Adapun menurut
syari’at Islam, kejahatan adalah suatu perbuatan yang disebut munkar atau
fakhsya’ yang artinya keji atau jahat, perbuatan yang melanggar aturan atau
larangan Allah SWT. dan rasul-Nya.
Ditinjau dari segi tuntunan “akhlaqul-karimah”, durhaka kepada orang
tua merupakan perbuatan tercela dan disisi Allah SWT. termasuk dosa besar.
Sabda Nabi Muhammad SAW. ialah:
“Maukah engkau saya terangkan tentang tiga dosa besar? (Rasulullah SAW,
mengulangi kalimat tersebut hingga tiga kali). Para sahabat menjawab: Sangat
kami harapkan sekali, wahai Rasulullah! Maka bersabdalah Rasulullah SAW.
tiga dosa besar ialah: menyekutukan Allah SWT., durhaka kepada ibu-bapak,
ucapan dan kesaksian bohong.” (H.R. Bukhari dan Abu Bakrah).
7
Dari segi kemanusiaan, celaan minum khamr tidak hanya terbatas pada pemeluk
agama Islam, celaan tersebut berkembang lebih luas lagi baik subyek maupun
obyeknya. Dari segi subyeknya, tercela untuk setiap orang yang melakukan.
Sedangkan dari segi obyeknya tidak hanya sebatas pada khamr, akan tetapi
meliputi semua minuman keras dan yang sejenis.
Pada asalnya, celaan minum khamr lebih dititikberatkan pada
penderitaan yang akan menimpa peminumnya yakni penyakit jiwa, penyakit otak
dan jantung. Dari segi keturunan, peminum minuman keras dapat merusak
kesehatan dan kebersihan keturunan. Berdasarkan penyelidikan ilmiah dibidang
ilmu kedokteran, peminum khamr dan minuman-minuman keras lainnya ada
kemungkinan dapat berakibat buruk terhadap keturunannya. Dewasa ini, timbul
gejala kebiasaan minum minuman keras yang terjadi dikalangan usia remaja pada
umumnya untuk pemuasan nafsu belaka dan dorongan mental tidak sehat.
b. Narkotika
Pemakaian zat-zat jenis narkotika telah meluas hampir seluruh lapisan
masyarakat yang tidak homogen dalam tingkatan sosial ekonomi, tingkatan umur,
juga di kalangan kelompok intelektual dan bukan intelektual. Sebagian pemakaian
tersebut bertujuan positif, akan tetapi sebagian lainnya bertujuan negatif.
Pemakaian narkotika dengan tujuan negatif bervariasi pula motivasinya salah
satunya sebagai obat perangsang dan untuk pelarian dari konflik kejiwaan yang
dialami. Akibatnya pun bervariasi, sebagian menjadi pecandu narkotika dan
sebagian lainnya tidak demikian. Menurut Soedjono D, S.H. pecandu yang
sesungguhnya biasanya adalah orang-orang yang mempunyai emosi yang
mendalam atau hidup dalam kondisi putus asa (frustasi). Dan sebagai pelariannya
dipakai obat bius sebagai cara untuk menghibur dirinya (euphoria feeling of
health and well being).
Penyalahgunaan narkotika pada dasarnya dapat dinilai sebagai salah
satu jenis kriminalitas yang tidak ringan, perbuatan tersebut merupakan jenis
kejahatan berat dan secara kriminologis si pemakai dipandang sebagai subyek
yang berpotensi besar bagi timbulnya beberapa jenis kejahatan antara lain
pencurian, penipuan, pemerasan dan penggelapan bahkan pembunuhan.
8
Demikian pula yang terjadi di kalangan remaja, penyalahgunaan
narkotika oleh kaum remaja berakibat sosial yang negatif dan destruktif secara
menyolok. Pada dasarnya pecandu yang sedang ketagihan disamping pribadinya
tersisa, maka upaya untuk mendapatkan uang guna membeli zat-zat jenis
narkotika agar ketagihannya terpenuhi akan melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak wajar, seperti pencurian, merampas barang milik orang lain dengan paksaan,
menganiaya dan membunuh. Perbuatan-perbuatan tersebut mengganggu
masyarakat dan merusak pergaulan hidup.
9
haknya untuk memperoleh giliran minum setelah Rasulullah, Rasulullah pun
mengabulkannya untuk memenuhi hak si anak tersebut. Beliau tidak memaksakan
keinginan pribadi si anak atau menyalahkannya (mencelanya).
10
Sementara itu, di sisi lain pihak orang tua terlalu keras dan kaku dalam
menghadapinya.
Oleh karena itu, keterusterangan harus dibangun di atas dasar interaktif
yang positif antara orang tua dan anak. Barangkali beberapa contoh praktis yang
telah disebutkan di atas dapat membantu Anda dalam menyikapi anak. Nah,
sekarang ada pertanyaan yang dapat kami ajukan kepada orang tua: "Apa yang
akan Anda perbuat jika anak Anda sudah berterusterang mengungkapkan
kesalahan-kesalahannya kepada Anda? Atau sudah mengungkapkan permasalahan
beserta latar belakang yang menyebabkan dia berbuat demikian? Apakah Anda
akan menghadapinya dengan membunuh sikap keterbukaan yang sudah ada pada
dirinya? Atau Anda akan menggunakan metode yang bijaksana dan tenang untuk
menyelesaikan permasalahannya?
Coba kita baca dan kemudian kita pelajari prinsip-prinsip pendidikan
yang ada dalam hadits berikut:
"Dari Ibnu Mas'ud Ra. bahwa ada seorang pemuda mencium seorang
perempuan. Lantas pemuda itu pergi menemui Rasulullah SAW. dan
mengabarkan padanya tentang peristiwa itu. Turunlah ayat: "Dan dirikanlah
shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan
daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat". (Q.S. Huud:114).
Pemuda itu bertanya: "Maksudnya, (ayat itu) untuk aku wahai Rasulullah?".
Rasulullah menjawab: "Untuk semua umatku." (Diriwayatkan oleh Muttafaq
'Alaih).
Sesungguhnya metode mencela, memarahi, serta mendiskriminasi
bukanlah metode yang ideal untuk menanamkan nilai serta memecahkan
11
problematika. Untuk mengubah sikap dan menanamkan nilai semacam ini
haruslah dilakukan dengan kelapangan dada sambil memprioritaskan
pembangunan sisi nurani individu. Dalam prakteknya, perlakuan diarahkan untuk
membersihkan jiwa sehingga memungkinkan bagi seorang pemuda untuk
memahami dan menyadari permasalahan yang dihadapkan kepadanya.
Selain itu perlu juga ditanamkan kepercayaan bahwa dia pasti mampu
menyelesaikan problemnya. Dan yang tak kalah penting, para pemuda perlu
didorong untuk memperkokoh hubungan dengan Allah SWT., misalnya dengan
mengkhusyu’kan shalat, karena tindakan ini akan mampu menghapus dosa-dosa
dan kesalahan yang telah dia perbuat sekaligus mencegahnya melakukan
perbuatan-perbuatan kotor dan keji.
Sesungguhnya menanamkan perasaan takut akan dosa dapat membuat
kebanyakan pemuda tunduk untuk mau meluruskan sikapnya, untuk kemudian
menyadarkannya serta membangkitkannya memulai kehidupan yang lurus. Akan
tetapi, metode pendekatan sosial (mengakrabi) sebagaimana yang telah diuraikan
dalam berbagai contoh praktik diatas mempunyai dampak psikologis yang amat
positif dan sangat efektif sebagai pelaksanaan pendidikan selanjutnya. Akan tetapi
harus diingat bahwa Rasulullah SAW. tidak menjadikan ikatan kejiwaan ini
sebagai obyek dalam kehidupan muslim. Allah SWT. berfirman:
Artinya:
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka
mengetahui." (Q.S. Ali Imran:135).
12
Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana
mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina,
riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya
hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
2. Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen
pada perilaku yang disebabkan oleh berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan.
13
Belajar juga merupakan proses saling menukar dan mengisi pengalaman dan ilmu
pengetahuan secara teratur dan berkesinambungan.
Dalam belajar terdapat proses pelatihan melakukan perbuatan tertentu,
dan pemberian ilmu pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang lebih
banyak mengisi kekosongan jiwa orang yang diajar.
Dengan proses belajar itulah, manusia berakhlak. Jadi, akhlak manusia
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya dalam belajar. Kedua orang tuanya
bertanggung jawab mengajar dan mendidik anaknya sejak balita. Lalu, orang tua
pula yang menentukan pilihan sekolah anaknya, dan demikian seterusnya.
Sementara anak terus menimba ilmu pengetahuan dan pengalaman, kemudian ia
terapkan dalam akhlaknnya sehari-hari.
14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Persoalan-persoalan kontemporer tentang etika sebagai disiplin
berhadapan dengan gerak zaman banyak sekali. Diantaranya yang berkaitan
dengan keperibadian remaja yaitu perbuatan zina, perbuatan kekerasan, etika
terhadap orang tua (durhaka) serta khamr dan narkotika.
Solusi dari persoalan-persoalan kontemporer tersebut diantaranya
membantu mereka para anak-anak dan reamja untuk mewujudkan kepribadiannya,
menggunakan pendekatan dialog untuk membangun pemahaman anak remaja, dan
mangsang mereka agar berakata jujur dan berterus terang mengungkapkan
kesulitannya yang dihadapinya.
Dorongan berakhlak pada manusia dalam menerapkan etika sangatlah
diperlukan. Akhlak manusia terbentuk karena adanya dorongan tertentu yang
mendorong manusia melakukan perbuatan, diantaranya adalah persepsi dan
belajar, agar timbulnya dorongan dalam diri mereka.
B. Saran
Terapkanlah pendidikan keperibadian dan ajaran etika yang baik sejak
dini agar pada saat remaja mereka siap untuk menghadapai persoalan-persoalan
yang ada di luar yang dibawa oleh globalisasi.
Tinggallah di lingkungan yang memiliki pergaulan etika yang baik, dan
hidarkan dari orang-orang yang mungkin memberikan pengaruh buruk yang akan
mempengaruhi etika dan keperibadian seorang anak.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ghanim, Adil Rasyad. 1997. Bersikap Islami. Jakarta: Gema Insani Press.
Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka
Setia.
Sudarsono. 1989. Etika Islam tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
16