Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

Y DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC


FEVER (DHF) DI RUANG MERPATI 5 RSU. SARI MUTIARA LUBUK PAKAM

KELOMPOK : 4

JULIANI

LICY WARMAN MANALU

MUNADIA RIZKA

MUSDALIFAH

PYANITA HULU

RAMAYANA PINTE

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TA : 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Ini Telah Diperiksa Dan Layak Diseminarkan Dihadapan Peserta Seminar
Program Studi Ners Universitas Sari Mutiara Indonesia
Lubuk Pakam, Mei 2019

Disetujui oleh

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Ns. Erwin Silitonga, S.Kep, M.Kep) (Monika Pasaribu, Amd.Keb)

Koordinator Keperawatan Dasar Profesi

(Ns. Erwin Silitonga, S.Kep, M.Kep)

Kepala Bidang Diklat Ka. Bidang Keperawatan

(Ns. Edi Frando Saragih, S.Kep) (Tarmina Saragih, AmK)

Koordinator Profesi Ketua Program Studi Ners

(Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J) (Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An.Y
Dengan Dengue Haemorhagic Fever (DHF) Di Ruang Merpati 5 RSU. Sari Mutiara Lubuk
Pakam”.

Penulisan laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Keperawatan
Dasar Profesi. Laporan ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik
secara moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Jek Amidos Pardede, M.kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners
Universitas Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Erwin Silitonga, S.Kep, M.Kep, selaku Koordinator dan Dosen pengajar
Keperawatan Dasar Profesi Universitas Sari Mutiara Indonesia
6. Tarmina Saragih, AmK, selaku Ka. Bidang Keperawatan RSU. Sari Mutiara Lubuk
Pakam
7. Ns. Edi Frando Saragih, S.Kep, selaku Kepala Bidang Diklat RSU. Sari Mutiara
Lubuk Pakam
8. Seluruh staff pegawai dan administrasi RSU. Sari Mutiara Lubuk Pakam
9. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
10. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, dengan demikian penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan laporan ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata
penulis mengucapkan terimah kasih. Medan, 07 September 2019

Penulis Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................ 2
1.2.1. Tujuan Umum.................................................................. 2
1.2.2. Tujuan Khusus................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS


2.1 Pengertian ................................................................................. 3
2.2 Etiologi....................................................................................... 4
2.3 Epidemiologi............................................................................. 6
2.4 Patofisiologi.............................................................................. 7
2.5 Patologi...................................................................................... 8
2.6 Patogenesis................................................................................. 9
2.7 Manifestasi Klinis...................................................................... 10
2.8 Pencegahan................................................................................. 11
2.9 Penatalaksanaan......................................................................... 11

BAB 3 TINJAUAN KASUS

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................... 37
4.2 Saran.......................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus,
genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat muncul
sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini
berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

Menurut data WHO (2014) penyakit DBD pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara
pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar ke berbagai Negara. Sebelum
tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika,
Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi
terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara,dan Pasifik Barat telah
melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun
2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus
merupakan DBD berat. Perkembangan kasusu DBD ditingkat global semangkin
meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus
hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus dihampir 60 negara tahun
2000-2009 (WHO, 2014).

Menurut Soedarto (2012) Indonesia adalah daerah edemis DBD dan mengalami
epidemic sekali dalam 4-5 tahun. Faktor lingkungan dengan banyaknya genangan air
bersih dan menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya
transportasi antar daerah, menyebabkan sering terjadinya DBD. Indonesia termasuk
dalam salah satu Negara yang edemik DBD dengan jumlah penderitanya yang terus-
menerus bertambah dan penyebarannya semakin luas.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik memilih judul “Asuhan
Keperawatan Pada An.Y Dengan Dengue Haemorhagic Fever (DHF) Di Ruang Merpati
5 Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Lubuk Pakam”.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada An.Y Dengan Dengue
Haemorhagic Fever (DHF) Di Ruang Merpati 5 Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Lubuk Pakam.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Dapat mengetahui tentang pengertian DHF.

2. Dapat mengetahui tentang etiologi DHF.

3. Dapat mengetahui tentatang epidemiologi DHF .

4. Dapat mengetahui tentang patofisiologi DHF.

5. Dapat mengetahui tentang patologi DHF.

6. Dapat mengetahui tentang patogenesis DHF.

7. Dapat mengetahui tentang manifestasi klinis DHF.

8. Dapat mengetahui tentang pencegahan DHF.

9. Dapat mengetahui mengetahui penatalaksanaan DHF.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian DHF

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Resti, 2014).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara
efidemik. (PADILA, 2012)

2.2 Etiologi DHF

1. Virus Dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab ib=ni termasuk ke dalam arbovirus


(arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 dari keempat tipe virus tersebut di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavorivirus
ini berdeameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai
macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel
BHK(Babby Homsster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus.

2. Vektor

Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan melalui vector yaitu nyamuk
sedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesisiensis dan beberapa spesies
lain yang merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotype yang menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan
tetapi tidak ada perlidungan terhadap serotype jenis lainnya. (Arief Mansjoer &
Suprohaita;2000;420)

2.3 Epidemiologi DHF


Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara
yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai
renjatan atau dengue shock syndrome (DSS), ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictus yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah
virus dengueyang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari
4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD
meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negaranegara baru
dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah,
Amerika dan Karibia.

Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah
perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika
Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan
sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan
mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir
40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan
terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.

Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik
bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak 90%
di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu
terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan
jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-
tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang
dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun
2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.

Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus
Stegomya yaitu nyamukAedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae.
polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain
itu juga terjadi penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui
perkawinan serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga
penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun
2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari beberapa cara penularan
virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae.
aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10
hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan
diikuti dengan respon imun.

Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp.


berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di masyarakat; tetapi infeksi
tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia karena masih tergantung pada
faktor lain seperti vector capacity, virulensi virus dengue, status kekebalan host dan
lain-lain. Vector capacity dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim
mikro dan makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik,
umur nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta
pemilihan Hospes. Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh
aktivitas manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak digigit
nyamuk Ae. aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian
orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus dengue. Selain
itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan
manusia; sehingga diperkirakan nyamuk Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya,
akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang
padat. Kekebalan host terhadap infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon imun dan penyerapan
gizi. Status status gizi yang salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan asupan dan
penyerapan gizi, khususnya zat gizi makro yang berpengaruh pada sistem kekebalan
tubuh. Selain zat gizi makro, disebutkan pula bahwa zat gizi mikro seperti besi dan seng
mempengaruhi respon kekebalan tubuh, apabila terjadi defisiensi salah satu zat gizi
mikro, maka akan merusak sistem imun.

Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh manusia dan
lingkungan yang merupakan hasil interaksi antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh
manusia dan penggunaannya. Tanda-tanda atau penampilan status gizi dapat dilihat
melalui variabel tertentu [indikator status gizi] seperti berat badan, tinggi badan, dan
lain lain. Sumber lain mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan
oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan [requirement] oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: [pertumbuhan
fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain lain].

Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena zat gizi
mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum berpengaruh
pada fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus; fungsi aktivitas yaitu kerja
otot bergaris; fungsi pertumbuhan yaitu membentuk tulang, otot & organ lain, pada
tahap tumbuh kembang; fungsi immunitas yaitu melindungi tubuh agar tak mudah
sakit; fungsi perawatan jaringan yaitu mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan
gizi yaitu persediaan zat gizi menghadapi keadaan darurat.

Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15
tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita
pada kelompok umur 15 -44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok
umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%.

Munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk, artinya munculnya


kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi,
diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan
tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor
predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak
antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa,
kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya.

2.4 Patofisiologi DHF

Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes daan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan
reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot
dan atau sendi, sakit kepala, dengan/tanpa rash dan limfa denopati.

Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendaapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi komplek antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.

Terdapat komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan aktivitas


sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatiksin C 3a dan C 5a,
dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang
menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma-leakage), dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.

Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agfegaasi dan


mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi
trombositopenia hebat dan pendarahan.

Terjadinya aktivasi faktor hegemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivitasi ini maka plasminogen
akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Prodect (FDP).

2.5 Patologi DHF

Pada autopsi, semua pasien yang telah mati karena DHF menunjukkan suatu tingkatan
hemoragi ; berdasarkan frekuensi, hemoragi ditemukan pada kulit dan jaringan
subkutan, pada mukosa saluran gastrointestinal, dan pada jantung serta hati. Hemoragi
gastrointestinal mungkin hebat, tetapi tetapi hemoragi subaraknoid atau serebral jarang
terjadi. Efusi serosa dengan kandungan protein tinggi (kebanyakan albumim) umumnya
terdapat pada rongga pleural dan abdomen, tetapi jarang terjadi pada rongga pericardial.

Mikroskopi cahaya terhadap pembuluh darah tidak menunjukkan adanya perubahan


bermakna pada dinding vaskular. Kapiler dan venula pada sistem organ terkena dapat
menunjukkan perdarahan ekstravaskular oleh diapedisis dan hemoragi perivascular,
dengan infiltrasi perivaskular oleh limfosit dan sel-sel mononuklear. Adanya morfologis
dari pembentukan bekuan intravaskular di pembuluh darah kecil telah ditemukan pada
pasien dengan perdarahan berat.

Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan aktivitas


sistem limfosit-B, dengan proliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel limfoblastoid, dan
pusat germinal aktif. Terdapat bukti yang menunjukkan terjadinya proliferasi imunoblas
besar dan pergantian limfosit yang sangat besar. Pergantian limfosit ini dimanifestasikan
oleh reduksi pulps splenik putih, limfositolisis, dan fagositosis limfositik nyata.

Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-sel hepar, pembengkakan, adanya badan
Councilman dan nekrosis hialin dari sel-sel Kupffer. Proliferasi leukosit monoklulear,
dan (jarang terjadi) leukosit polimorfonukleun, terjadi pada sinusoid dan kadang-kadang
pada area portal. Lesi di hepar secara khas menyerupai 72-96 jam setelah infeksi dengan
virus demam kuning, bila sel parenkim yang rusak terbatas.

Pada autopsi, antigen virus dengue telah ditemukan terutama dihepar, limpa, timus,
nodus limfa, dan sel-sel paru. Virus juga telah diisolasi pada autopsi dari sumsum
tulang, otak, jantung, ginjal,hati, paru, nodus limfa, dan slauran gastrointestinal.

Pemeriksaan patologis terhadap sumsum tulang, ginjal, dan kulit telah dilakukan pada
pasien yang mengalami DHF non-fatal. Pada sumsum tulang, tampak depresi semua sel-
sel hematopoeitik, yang secara cepat membaik dengan penurunan demam. Studi pada
ginjal telah menunjukkan tipe glomerulonefritis kompleks-imun yang ringan, yang akan
membaik setelah kira-kira 3 minggu dengan tidak ada perubahan residual. Biopsi
terhadap ruam kulit telah menunjukkan edema perivaskular dari mikrovaskuler termial
papila dermal dan infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuklear pembawa
antigen telah ditemukan pada sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum,
immunoglobulin dan fibrinogen pada dinding pembuluh darah juga telah ditemukan.

2.6 Patogenesis DHF

Ada dua perubahan patofisiologi utama terjadi pada DHF/DSS. Pertama adalah
peningkatan permeabilitas vascular yang meningkatkan kehilangan plasma dari
kompartemen vascular. Keadaan ini mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan sangat
membahayakan. Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup
perubahan vascular, trombositopenia, dan koagulopati.

Temuan konstan pada DHF/DSS adalah aktivasi sistem komplemen, dengan depresi
besar kadar C3 dan C5. Mediator yang meningkatkan permeabilitas vascular dan
mekanisme pasti fenomena perdarahan yang timbul pada infeksi dengue belum
teridentidikasi sehingga, diperlukan studi lebih lanjut. Kompleks imun telah ditemukan
pada DHF tetapi peran mereka belum jelas.

Defek trombosit terjadi baik kualitatif dan kuantitatif, yaitu beberapa trombosit yang
bersirkulasi selama fase akut DHF mungkin kelelahan (tidak mampu berfungsi normal).
Karenanya, meskipun pasien dengan jumlah trombosit lebih besar dari 100.000 per
mm3 mungkin masih mengalami masa perdarahan yang panjang.
Mekanisme yang dapatmenunjang terjadinya DHF/DSS adalah peningkatan replica
virus dalam makrofag oleh anti bodi heterotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus
dari serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibody reaktif-
silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit
terinfeksi saat kompleks antibodi-virus dengue masuk kedalam sel ini. Hal ini
selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi reaktif-silang CD4+ dan CD8+ limfosit
sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan oleh lisis
monosit terinfeksi dimedia oleh limfosit sitotoksik yang dapat mengakibatkan rembesan
plasma dan perdarahan yang terjadi pada DHF.

2.7 Manifestasi Klinis DHF

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi
antara 13 – 15 hari, rata- rata 2-8 hari. Penderita biasanya mengalami:

a. Deman akut atau suhu meningkat tiba – tiba (selama 2 – 7 hari)

b. Sering di sertai menggigil.

c. Perdaran pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti
epitaksis, hematemesis, hematuria, dan melena.

d. Keluhan pada saluran pernafasan (batuk, pilek, sakit waktu menelan)

e. Keluhan pada saluran cerna (mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi)

f. Keluhan sistem tubuh yang lainnya (nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal – pegal pada seluruh tubuh,
kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi
dan fotopobia, otot – otot sekitar mata sakit bila di sentuh.

g. Hepatomegali, splenomegali.

2.8 Pencegahan DHF

Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes aegypti) harus diberantas
sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara yang tepat dalam pencegahan
penyakit DBD adalah dengan pengendalian vector, yaitu nyamuk aedes aegypti.Cara
yang tepat untuk memberantas nyamuk aedes aegypti adalah
memberantas jentikjentiknya di tempat berkembang biaknya.Cara ini dikenal dengan
pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD). Oleh karena tempat-tempat
berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap
keluarga harus melaksanakan PSN-DBD secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali.

Cara Pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Kimia
Dengan cara pemberian abatisasi (abate), pengasapan dan fogging.
2. Fisik
Dalam sekurang-kurangya seminggu sekali, maka cegahlah dengan cara 3 M plus:

a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat


penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,
penampung air lemari es, dan lain-lain.

b. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti


drum, kendi, toren air, dan sebagainya.

c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki


potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

d. Plus, adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti:

1)Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit


dibersihkan.

2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.

3) Menggunakan kelambu saat tidur.

4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.

5) Menanam tanaman pengusir nyamuk.

6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa


menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
3. Biologi

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14) yaitu agen yang aktif mengendalikan
nyamuk.

2.9 Penatalaksanaan DHF


Pengderita DHF memerlukan perawatan yang serius dan bisa berakibat fatal atau
kematian jika terlambat diatasi. Oleh karena itu seharusnya penderita dirawat di
rumah sakit (terutama penderita DHF derajat II, II, IV). Penderita sebaiknya
dipisagkan dari pasien penyakit lain dan diruang yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan penderita dengan DHF menurut Christantie (1995) adalah sebagai
berikut :

a. Tirah baring atau istirahat baring

b. Diet makan lunak

c. Minum banyak (2-2,5 liter/ 24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirop dan beri
penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.

d. Pemberian cairan interval (biasanya ringer laktat, NaCl daali) ringer Laktat
merupakan cairan interval yang paling sering digunakan mengandung Na+ 130
mEq/liter Cl 109 mEq/liter dan Ca++ 3mEq/liter.

e. Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

g. Pemberian obat antiseptic sebaiknya dari golongan aseteminofen, eukinin atau


dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian kompres dingin.

h. Monitor tanda – tanda pendarahan lebih lanjut.

i. Pemberian antibiotic bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan


dokter)

j. Monitor tanda – tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahantanda –


tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk,
k. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)

Penderita yang mengalami renjatan (DSS) dan penurunan kesadaran biasanya


dirawat di unit perawatan intensif. Pada penderita DSS, cairan diberikan dengan
diguyur dan bila tak Nampak perbaikan, penderita perlu mendapatkan plasma atau
ekspander plasma atau dextran antara 15 – 20 ml/kg BB. Disamping itu penderita
mungkin perlu mendapatkan Na- bikarbonas untuk mengatasi asidosis metabolik.

Pemberian cairan intervena baik berupa plasma maupun elektrolit (untuk menjaga
keseimbangan volume intravascular) dipertahankan 12 -48 jam setelah renjatan
teratasi.

Transfusi darah diberikan penderita yang mengalami pendarahan


yang membahayakan seperti hementemesis, mellena serta penderitaa yang
menunjukan penurunan kadar HB, HT pada pemeriksaan berkala (curiga adanya
pendarahan intraabdominal). Indikasi pemberiak transfuse pada penderita DHF
yaitu jika ada pendarahan yang jelas secara klinis, dan abdomen yang makin tegang
dengan penurunan Hb yang mencolol. Tujuan pemberian trasnfusi antara lain untuk
mempertahankan jumlah sirkulasi darah, mempertahankan kemampuan
pengangkutan oksigen oleh darah.

Pada penatalaksanaan penderita dengan DHF diperlukan tindakan – tindakan


perawatan invasive seperti pemasangan infuse, pengambilan darah vena dan arteri,
kompres dingin, uji turniket dan pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) atau Sonde
lambung jika perlu.

BAB 3
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian
I. Biodata

Identitas Pasien

Nama : An. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Dusun I, Bintang Bayu, Serdang Bedagai
Tanggal Masuk RS : 26 Agustus 2019
No. RM : 08.02.25
Ruangan/kamar : Lt. II Merpati 5
Tanggal Pengkajian : 27 Agustus 2019
Grade : Grade II
Diagnosa Medis : Demam Berdarah Dengue (DHF)
Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun I, Bintang Bayu, Serdang Bedagai
Hubungan Dengan Pasien : Ibu Pasien

II. Keluhan Utama :


Keluhan utama pasien adalah demam tinggi.

III. Riwayat Kesehatan Sekarang:


A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya :
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :

Ibu langsung membawa pasien berobat ke RSU. Sari Mutiara Lubuk Pakam.

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan : Suhu tubuh pasien mencapai 38°C

2. Bagaimana dilihat : Pasien selalu gelisah, mukosa bibir kering,

lemah, perdarahan pada gusi, tampak bintik


merah pada kulit, mata cekung, turgor kulit
(±3 detik).

C. Region

1. Dimana lokasinya : Pasien mengatakan seluruh tubuhnya terasa


panas.

2. Apakah menyebar : Menyebar ke seluruh tubuh

D. Severity

Pasien terlihat lemah

E. Time

Hal ini dialami pasien sejak 4 hari yang lalu.

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


A. Penyakit yang pernah dialami
Pasien pernah mengalami sakit seperti demam, batuk dan flu.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan


Tindakan yang pernah dilakukan yaitu berobat di klinik.

C. Pernah dirawat/dioperasi
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan tidak pernah dioperasi
sebelumnya.

D. Lama dirawat
Pasien tidak pernah dirawat sebelumnya.

E. Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi.

F. Imunisasi
BCG 1 kali, DPT 5 kali, Hepatitis B 3 kali, Polio 5 kali, Campak 2 kali.

V. Riwayat Kesehatan Keluarga

A. Orang tua
Orang tua pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serius.
B. Saudara kandung
Saudara kandung pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serius.
C. Penyakit keturunan yang ada
Pasien tidak mempunyai penyakit keturunan.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
E. Anggota keluarga yang meninggal
Anggota keluarga pasien belum ada yang meninggal.
F. Penyebab meninggal
Tidak ada yang meninggal dari riwayat kesehatan keluarga.
G. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal serumah

VI. Riwayat Keadaan Psikososial

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya


Pasien tidak terlalu banyak bicara.
B. Konsep diri

Gambaran diri : Pasien suka dengan dirinya sendiri.


Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh.

Harga diri : Pasien tidak malu dengan penyakit yang di deritanya.


Peran diri : Pasien adalah seorang anak yang yang suka
membantu orang tuanya.

Identitas : Pasien adalah seorang adik paling kecil didalam keluarga.

C. Keadaan emosi :
Pasien mampu mengendalikan dan mengontrol emosinya.
D. Hubungan sosial :

 Orang yang berarti : orang yang berarti dan berpengaruh dalam hidup
pasien adalah ayah dan ibu
 Hubungan dengan keluarga : pasien sebagai anak di keluarga.
 Hubungan dengan orang lain : hubungan pasien dengan orang lain
terbatas, karena pasien adalah orang yang pemalu dan hanya berbicara
kepada orang tertentu saja.
 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : hambatan dalam
berinteraksi dengan orang lain adalah sifat pasien yang pemalu.
E. Spiritual :

 Nilai dan keyakinan : Pasien beragama islam.

 Kegiatan ibadah : Pasien selalu shalat setiap harinya.

VII. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, berkeringat mengalami peningkatan suhu tubuh
dengan temperatur 38°C, Tekanan darah 110/60 mmHg, pernapasan 25x/ i,
denyut nadi 94x/ i, pasien juga mengeluh nyeri bagian abdomen kanan atas
(bagian hati), mukosa bibir kering, tidak nafsu makan. Pasien terpasang
infus RL 25 tetes/menit (makro)

B. Tanda-tanda vital
 Suhu tubuh : 38°C

 Tekanan darah : 110/60 mmHg

 Nadi : 94 x/menit
 Pernafasan : 25 x/menit

 Skala nyeri 3

 TB : 128 cm

 BB : 26 kg

C. Pemeriksaan fisik
Kepala dan rambut

 Bentuk : berbentuk bulat dan tidak ada massa atau benjolan

 Ubun-ubun : ubun-ubun simetris

 Kulit kepala : kulit kepala pasien bersih

Rambut
 Penyebaran dan keadaan rambut : rambut lurus dan penyebaran merata

 Bau : rambut tidak berbau

Wajah
 Warna kulit : kemerah-merahan

 Struktur wajah : simetris antara pipi kanan dan kiri, simetris antara
mata kanan dan kiri.
Mata

 Kelengkapan dan kesimetrisan : mata lengkap dan simetris, tidak ada


kelainan pada mata

 Pupil : isokor

 Konjungtiva dan sklera : konjngtiva tidak pucat dan sklera terlihat


bersih dengan warna putih dan tidak ada
ikterik.
 Palpebra : dalam keadaan normal, tidak ada
oedem pada daerah palpebra pasien
antara kiri dan kanan.
 Kornea dan iris : kornea dan iris simetris dan dalam bentuk
serta warna yang normal.

 Visus : visus dalam keadaan normal.

 Tekanan bola mata : normal.

Hidung
 Tulang hidung, posisi septum nasi : simetris, tidak ada kelainan.

 Lubang hidung : bersih, tidak ada polip.

 Cuping hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung


Telinga

 Bentuk telinga : simetris kanan dan kiri

 Ukuran telinga : simetris kanan dan kiri

 Lubang telinga : bersih

 Ketajaman pendengaran : baik, pasien bisa merespon dan mendengar


saat namanya dipanggil.
Mulut dan faring

 Keadaan bibir : mukosa bibir kering

 Keadaan gusi dan gigi : gusi berdarah

 Keadaan lidah : bersih dan papula lidah tampak sedikit pucat

Leher
 Posisi trachea : posisi trache berada di tengah, tidak ada massa.

 Thyroid : tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid.

 Kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan.


 Vena jugularis : tidak ada distensi vena jugularis

 Denyut nadi karotis : teraba dengan jelas

Pemeriksaan integument
 Kebersihan : pasien bersih
 Kehangatan : kulit pasien hangat

 Warna : sawo matang

 Turgor : turgor kembali lambat, yaitu kembali ±3 detik

 Kelembaban : kulit kering

 Kelainan pada kulit : terdapat bintik-bintik merah pada kulit pasien

Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi (bentuk, benjolan) : simetris, tidak ada benjolan dan massa.

 Auskultasi : terdengar bising usus

 Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien) : nyeri tekan
pada abdomen sebelah kanan atas, terjadi pembengkakan pada hati.

 Perkusi (suara abdomen) : tympani

Pemeriksaan Ekstremitas
 Muskoloskeletal : dalam keadaan normal dan tidak ada kelainan
 Kekuatan otot : kekuatan otot baik
 Kesimetrisan : simetris antara kanan dan kiri
 Edema : tidak ada edema
 Akral : hangat
 CRT : <3 detik

XI. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

1. Pola makan dan minum

 Frekuensi makan/hari : makan 3 kali sehari

 Nafsu/selera makan : nafsu dan selera makan menurun


 Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri ulu hati.

 Alergi : tidak ada alergi terhadap makanan

 Mual dan muntah : pasien merasakan mual.


 Waktu pemberian makan : pagi 08.00, siang 12.00, malam 20.00

 Jumlah dan jenis makan : bubur 200 cc

 Waktu pemberian cairan/minuman : pemberian cairan parenteral, pasien


diberi minum sebanyak 1 liter/hari.

 Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah) : tidak ada


kesulitan.

2. Perawatan diri/personal hygiene

 Kebersihan tubuh : pasien di mandikan 2x sehari memakai sabun

 Kebersihan gigi dan mulut : gigi dan mulut kurang bersih

 Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku kaki dan tangan bersih

3. Pola kegiatan/aktivitas

 Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eleminasi, ganti pakaian


dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total: pola aktivitas pasien di
bantu oleh keluarga
 Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit: shalat

4. Pola eleminasi

a) BAB

 Pola BAB : BAB tidak teratur

 Karakter feses : karakter feses encer

 Riwayat perdarahan : tidak ada riwayat perdarahan


 Diare : tidak ada diare

 Penggunaan laksatif : tidak ada penggunaan laksatif


b) BAK

 Pola BAK : BAK tidak teratur. Sekali BAK sekitar ±100cc.

 Karakter urine : karakter urine kekuningan.

 Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK: tidak ada kesulitan BAK.

 Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada riwayat penyakit


ginjal/kandung kemih.

 Penggunaan diuretik : tidak ada penggunaan diuretik.

 Upaya mengatasi masalah : tidak ada.

5. Mekanisme koping

 Maladaptif : Reaksi lambat

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Data Subjektif : Vektor aedes aegypti Hipertermi
Pasien mengatakan
demam dan tubuhnya
Virus yang masuk melalui
terasa panas. kulit yang tergigit nyamuk

Data Obejektif: Viremia

- Suhu tubuh pasien


Stimulasi sel makrofag
38°C
DMN untuk produksi
- Tampak lemah pirogen endogen

- Wajah tampak
kemerahan Masuk hipotalamus
Mengacaukan termoregulasi

- Mukosa bibir kering


- Perdarahan pada gusi
- Lidah kotor

- Tampak bintik merah


- Adanya pembesaran
hati Hiperpireksia
- Kulit kering
- Warna urin Hipertermi
kekuningan

- TTV : HR : 94x/I,
RR : 24x/I, TD :
110/60 mmHg
- Hb : 10 g/dL
- Trombosit :
- Turgor kulit ≤ 2 detik
- BAB tidak teratur,
tidak BAB selama 5
hari.
2. Peningkatan suhu tubuh Kekurangan
Ekstravasasi cairan
Data Subjektif : Keluarga volume
Intake kurang
pasienmengatakan bahwa cairan tubuh
An. Y tidak suka minum.
Volume plasma berkurang

Data Objektif : Penurunan volume cairan


tubuh
- Pasien terlihat lemas
- Mukosa bibir kering
- Perdarahan pada gusi
- Adanya pembesaran
hati

- Kulit kering
- Turgor kulit ≤ 2 detik

- Warna urin
kekuningan
2. RUMUSAN MASALAH
Masalah Keperawatan:
1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi)

Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
ditandai dengan suhu tubuh yang mencapai 38°C.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
3. PERENCANAAN

Hari / No. Perencanaan Keperawatan


Tanggal Dx

Selasa, 27 1. Tujuan:
Agustus 2019
Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil:

- TTV khsusnya suhu dalam batas normal


(36,5-37,5°C)
- Membran mukosa basah.
- Turgor kulit baik.
- Pengeluaran urin adekuat

Rencana Tindakan Rasional

1. Observasi TTV setiap 1 jam 1. menentukan intervensi lanjutan


bila terjadi perubahan

2. kompres akan memberikan


2. Berikan kompres air biasa
pengeluaran panas secara induksi
3. mengganti cairan tubuh yang
3. Anjurkan pasien untuk banyak
keluar karena panas dan memacu
minum 1500-2000 ml
pengeluaran urine guna pembuangan
panas lewat urine
4. memberikan rasa nyaman dan
4. Anjurkan pasien untuk memakai
memperbesar penguapan panas
pakaian yang tipis dan menyerap
keringat
5. deteksi terjadinya kekurangan
5. Observasi intake dan output
volume cairan tubuh
6. antipiretik berguna untuk
6. Kolaborasi untuk pemberian
penurunan panas
antipiretik
Hari / No. Perencanaan Keperawatan
Tanggal Dx
2. Tujuan:
Selasa, 27 Agustus
2019 Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria hasil:

- TD 100/70 mmHg
- N: 120x/menit
- Pulsasi kuat
- Akral hangat

Rencana Tindakan Rasional

1) Observasi vital sign setiap jam atau 1) mengetahui kondisi dan


lebih mengidentifikasi fluktuasi cairan
intra vaskuler

2) Observasi capillary refill 2) indikasi keadekuatan sirkulasi


perifer

3) Observasi intake dan output 3) penurunan haluaran urin

4) Anjurkan pasien untuk banyak 4) untuk pemenuhan kebutuhan


minum 1500-2000 mL cairan tubuh

5) Kolaborasi pemberian cairan 5) meningkatkan jumlah cairan


intravena tubuh untuk mencegah terjadinya
hipovolemik syok

Hari / No. Perencanaan Keperawatan


Tanggal Dx
Selasa, 27 Agustus 3. Tujuan:
2019
Nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:

- Nafsu makan meningkat


- Porsi makan dihabiskan

Rencana Tindakan Rasional

1. Kaji keluhan mual, muntah atau 1. menentukan intervensi


penurunan nafsu makan selanjutnya

2. Berikan makanan yang mudah di 2. mengurangi kelelahan pasien


telan dan mudah di cerna dan mencegah perdarahan
gastrointestinal

3. Berikan makanan porsi kecil tapi 3. menghindari mual dan muntah


sering

4. Hindari makanan yang merangsang:


4. mencegah terjadinya distensi
pedas dan asam
pada lambung yang adpat
menstimulasi muntah
4. IMPLEMENTASI
Hari/ No. Implementasi keperawatan Evaluasi
Tanggal Dx (SOAP)

1. - Memantau keadaan umum S: Pasien demam


Rabu, 28
Agustus 2019 pasien. selama 4 hari.
(08.00-10.00) - Memonitor tanda-tanda vital.
- Mengkaji turgor kulit dan
O:
kelembaban membran mukosa
TD: 100/60mmHg
dan keluhan haus.
HR: 94x/i
- Memberikan penjelasan pada
RR: 25x/i
pasien dan keluarga tentang
T: 38°C
peningkatan suhu tubuh yang
Turgor kulit
terjadi.
kembali lambat
- Menganjurkan pasien
Membran mukosa
menggunakan pakaian yang tipis
kering
dan menyerap keringat.
A : Peningkatan
- Memberikan kompres hangat
suhu tubuh yang
- Menganjurkan kepada keluarga
dialami suhu tubuh
untuk peningkatan masukan
38°C dan di tandai
cairan pada pasien 2-2,5 liter
OS tidak mau
setiap 24 jam.
minum, kebutuhan
- Memberikan cairan intravena tidak habis sesuai
sesuai dengan program terapi, dengan porsi yang
yaitu: disediakan.
- Cairan Ringer Laktat 25
tetes/menit (makro) P:
Intervensi
- Memonitor masukan (intake)
dilanjutkan
dan pengeluaran (output),
sbb:
-Input =
Makan=200cc x 3=600cc,
Minum=1000 cc,
Infus = RL
- Memberikan obat oral, yaitu
paracetamol.
Rabu, 28
Agustus 2019
2. - Mengkaji makanan pasien S :
setiap hari. Pasien mengatakan
(12.00-14.00) - Mendengarkan suara mual dan mau
peristaltik usus. muntah ketika
- Memberikan diet pasien makan.
- Menganjurkan pasien makan
O:
dengan perlahan-lahan.
pasien tampak
- Menganjurkan kepada tidak nafsu makan
keluarga untuk memberi Makanan pasien
makan pasien sedikit tapi tidak habis 1 porsi
sering (contoh: bubur, roti, (hanya habis 2/3
dll). porsi)

Peristaltik usus
50x/menit (normal
5-35x/menit)
Membran mukosa
kering

A:
Masalah belum
teratasi

Nafsu makan
menurun
Mual dan mau
muntah
P:
Intervensi
dilanjutkan
Memberikan cairan

pada makanan atau


beri minum saat
makan
Menganjurkan
pasien makan
sedikit tapi sering .
S:
3. - Mengobservasi tanda-tanda
Ibu An.Y
vital tiap jam sekali
mengatakan nadan
- Mengobservasi membran
klien terasa panas
mukosa, pengisian kapiler
O:
dan turgor kulit
An. Y tampak
- Menganjurkan An. Y minum
lemah dan sedikit
2-2,5 liter per hari
pucat
- Memberikan kompres hangat Wajah pasien
- Memberikan paracetamol terlihat kemerah-
500 mg 3x1 hari merahan Akral
hangat
Bibir kering
CRT, 3 detik,
edema (-)

TD: 110/70 mmHg


RR: 24x/ i
HR: 94x/ i
Temp: 38°C
A:
Masalah teratasi
sebagian

P:
Intervensi
dilanjutkan
Hari/ No. Implementasi keperawatan Evaluasi
Tanggal Dx (SOAP)
1 - Mengobservasi tanda- S :
Kamis, 29
Agustus 2019 tanda vital tiap jam sekali Ibu An. Y mengatakan

(08.00-14.00) - Mengobservasi membran demam pasien sedikit


mukosa, pengisian kapiler berkurang
dan turgor kulit An. Y
O:
- Menganjurkan An. Y
An. Y tampak lemah
minum2-2,5 liter per hari
dan sedikit pucat
- Memberikan kompres
hangat Akral hangat
- Memberikan parasetamol Membran mukosa
500 mg 3x1 hari sesuai kering
indikasi
CRT< 3 detik, edema (-
)
TD: 110/70
RR: 22x/ i
HR: 94x/ i

Temperatur: 37,8°C
A:
Masalah teratasi
sebagian. Temperatur
berkurang menjadi
37,8°C
P:
Intervensi dilanjutkan
Hari/ No. Implementasi keperawatan Evaluasi
Tanggal Dx (SOAP)
Kamis, 29 1 - Mengobservasi tanda- S :
Agustus 2019
tanda vital tiap jam sekali - Ibu An. Y
(14.00-18.00)
- Mengobservasi membran mengatakan pasien
mukosa, pengisian kapiler tidak demam lagi
dan turgor kulit An. Y
- Pasien mengatakan
- Menganjurkan An. Y
badannya tidak
minum2-2,5 liter per hari
lemas lagi
- Memberikan kompres
O:
hangat
- Pasien tampak lebih
- Memberikan parasetamol
segar
500 mg 3x1 hari sesuai
indikasi - Wajah pasien tidak
kemerahan lagi
- Membran mukosa
tidak terlalu kering
- CRT< 3 detik,
edema (-)
- TD: 110/80 mmHg
- RR: 20x/ i
- HR: 84x/ i
- Temperatur: 36,6°C
A:

Masalah peningkatan
suhu teratasi
P:
Intervensi
diberhentikan, pasien

pulang.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Salah satu efek terganggunya termoregulasi adalah demam. Demam adalah keadaan
ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal, demam adalah istilah umum
dan beberapa istilah lainnya sering digunakan adalah pireksia atau hipertermi. Demam
adalah ketika otak mematok suhu diatas setting normal yaitu diatas 38°C. Pada pasien
dilakukan pengkajian ditemukan data subjektif pasien mengeluh bahwa tubuh terasa
panas, lemah dan juga mengeluh tidak bisa bergerak serta merasakan sendi-sendi yang
terasa sakit dan data objektif antara lain, Hb 10 gr/dl, turgor kulit kembali lambat dan
membran mukosa kering. Pemberian asuhan keperawatan yang baik dan tepat dapat
mengatasi masalah dibutktikan dengan keadaan anak baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal, mukosa bibir lembab, kulit tidak kering, intake dan output cairan seimbang.

4.2 Saran
Diharapkan kepada pelayanan kesehatan khususnya perawat untuk lebih memperhatikan
kebutuhan termoregulasi yang dialami oleh pasien dalam memberikan asuhan
keperawatan. Dimulai dari pengkajian yang tepat untuk mendapatkan data yang akurat
sehingga ktiteria hasil tercapai dan kebutuhan dasar pasien terpenuhi. Dengan asuhan
keperawatan yang tepat penatalaksanaan untuk mengembalikan suhu tubuh dalam
keadaan normal dapat berlangsung maksimal demi terpenuhinya kebutuhan dasar
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Jakarta: EGC

Doenges, Moorhouse dan Geisster A. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi

4. Jakarta: EGC

Hidayat A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika

Iqbal Wahid Mubarak. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC

Nanda. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-201. Editor

T. Heater Herdman, phD,RN. Jakarta: EGC

Nelwan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Potter and Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktek. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC

Potter and Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktek. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC

Purwanti Sri, Winarsih Nur Ambarwati. 2008. Pengaruh Kompres Hangat


Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di
Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta; Journal
Buku Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697. Vol1

Suratun dan Lusiana. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai