Undat No. 7 palu Telp. (0451) 429379 Fax (0451) 421560. Palu 94111
Email : dkp@sultengpprov .go.id Webside : dkp.sultengprov.go.id
BAB I . Keadaan Umum
Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-5 di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan
Sumatra dengan luas daratan 227.654 km2. Bentuk unik menyerupai huruf K yang membujur
dari utara ke selatan dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur dan tenggara.
Pulau ini dibatasi oleh Selat Makassar dibagian barat yang menjadikannya terpisah dari
Pemerintah di daerah ini dibagi menjadi 6 provinsi yaitu provinsi Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo.
Sulawesi Tengah merupakan provinsi terbesar di Kepulauan Sulawesi dengan luas wilayah
yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta
Kepulauan Togian di kepulauan di teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk
Tolo.
Provinsi Sulawesi Tengah terletak diantara 2022' Lintang Utara dan 3048' Lintang
Selatan,serta 119022' dan 124022' Bujur timur dengan ibukota Provinsi Kota Palu. Batas-batas
wilayahnya sebelah utara : berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo, sebelah
Timur berbatasan dengan Provinsi Maluku Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi
Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara, Sebelah Barat berbatsan dengan Selat
Makasar.
Suhu udara di Sulawesi Tengah untuk dataran tinggi berkisar antara 22,6º - 24,3º C di
daerah dataran rendah berkisar 31,1º - 35,9º C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar
antara 66 - 82%. Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungan satu sama
1
lain. Akan tetapi, pada beberapa tempat di Sulawesi Tengah hubungan tersebut tidak selalu
ada. Keadaan angin pada musim kering biasanya lebih kencang dan angin banyak bertiup dari
arah Barat dan Barat Laut, oleh karena itu musim tersebut dikenal dengan musim Barat. Pada
musim angin timur banyak turun hujan, angin bertiup agak menurun di banding keadaan angin
perairan sekaligus dan hal ini tidak dimiliki oleh provinsi-provinsi lainnya di Kepulauan Sulawesi,
perairan-perairan itu terdiri atas Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar/ Laut Sulawesi.
Jika dipandang dari keberadaan 3 wilayah perairan tersebut maka seharusnya Provinsi
Sulawesi Tengah adalah termasuk daerah yang mengandalkan sumber daya hasil perikanan
Dari ketiga perairan tersebut luas total perairan Sulawesi Tengah yaitu 77.295,9 km2.
Panjang garis pantai Sulawesi Tengah sekitar 6653,31 km dengan jumlah pulau sebanyak
Secara administratif Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 12 Kabupaten dan 1 Kota,
147 kecamatan, 170 kelurahan, dan 1.839 desa. Provinsi ini memiliki luas daratan 61.841,29
km² (BPS 2015), dengan penduduk 2.831.283 jiwa (BPS 2014), dengan tingkat kepadatan
penduduk 46 jiwa/ km2. Adapun daftar lengkap nama Kabupaten/ Kota, nama ibu kota, serta
jumlah kecamatan, dan desa/ kelurahan di Provinsi Sulawesi tengah hingga saat ini adalah
sebagai berikut.
2
Tabel. 1 Daftar Kabupaten/Kota serta Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan Di Provinsi Sulawesi Tengah
Pada tahun 2016, Sulawesi Tengah menempati peringkat ke-10 untuk luas wilayah di
Indonesia setelah Kalimantan Utara dan sebelum Aceh. Kabupaten dengan luas wilayah
terbesar, secara berurutan adalah Morowali Utara dengan 10004,28 km², Banggai dengan
9672,70 km², Poso dengan 7112,25 km², Tojo Una-Una dengan 5721,15 km², Sigi dengan
5196,02 km², Parigi Moutong dengan 5089,91 km², Donggala dengan 4275,08 km². Tolitoli
dengan 4079,77 km², Buol dengan 4043,57 km², Morowali dengan 3037,04 km², Banggai
Kepulauan dengan 2488,79 km², Banggai Laut dengan 725,67 km², serta Kota Palu dengan
395,06 km².
3
Tabel 2. Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah, 2015
Kabupaten/Kota Luas (km2) Persentase
1.2 Penduduk
Sulawesi Tengah didiami oleh 12 etnis atau suku yaitu : Etnis Kaili di Kabupaten
Donggala, Kota Palu dan sebagian Kabupaten Paringi Moutong, Etnis Kulawi di Kabupaten
Donggala, Etnis Lore di Kabupaten Poso, Etnis Pamona di Kabupaten poso, Etnis Mori di
Banggai, Etnis Balantak di Kabupaten Banggai, Etnis Banggai di Kabupaten Banggai, Etnis
Buol di Kabupaten Buol, Etnis Tolitoli di Kabupaten Tolitoli. Ada beberapa suku terasing yang
hidup di daerah pengunungan, antara lain suku Dala di Kabupaten Donggala, suku Wana di
Kabupaten Morowali, suku Sea-sea dikabupaten Banggai dan suku daya di kabupaten Buol dan
Toli-toli. Selain penduduk asli ada pula etnis lain dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa
4
Tenggara Timur serta Bugis dan Makasar yang sejak lama menetap dan membaur dengan
masyarat setempat.
Tahun 2016, total jumlah penduduk Sulawesi Tengah adalah: 2,876,689 jiwa.
Kabupaten dengan populasi terbesar, secara berurutan adalah Parigi Moutong dengan 457.707
jiwa, Kota Palu dengan 368.086 jiwa, Banggai dengan 354.402 jiwa, Donggala dengan 293.742
jiwa, Poso dengan 235.567 jiwa, Sigi dengan 229.474 jiwa, Tolitoli dengan 225.875 jiwa. Buol
dengan 149.004 jiwa, Tojo Una-Una dengan 147.536 jiwa, Morowali Utara dengan 117.670
jiwa, Banggai Kepulauan dengan 114.980 jiwa, Morowali dengan 113.132 jiwa, serta Banggai
Laut dengan 69.514 jiwa. Adapun presentase penduduk menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat
Tabel 3. Persentase Penduduk menurut Kabupaten/Kota, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin 2014
Rasio Jenis
Jenis Kelamin/Sex
Jumlah/ Kelamin/
Kabupaten/Kota Regency/City
Total
Laki-laki/ Perempuan/ Sex Ratio
Male Female
(1) (2) (3) (4) (5)
5
Tabel 4. Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2014
Percentage of Population of Sulawesi Tengah by Age Group and Sex 2014
(Diolah dari Proyeksi Hasil SP 2010)
Kualitas pendidikan di Sulawesi Tengah masih rendah. Ini berdasarkan hasil survei
lembaga LPMP. Rendahnya mutu pendidikan disebabkan beberapa faktor diantaranya, kualitas
guru, infrastruktur, sarana dan prasarana, termasuk faktor siswa dan peran orang tua siswa.
pendidikan di Sulawesi Tengah hal ini dapat dilihat dengan hasil presentase indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terjadi peningkatan, dari sebelumnya berada diangka 70,0
persen, sekarang telah mengalami perbaikan menjadi 72,8 persen. Adapun angka Partisipasi
6
Sekolah Penduduk menurut Kabupaten/Kota dan Tingkat Pendidikan tahun 2014 dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5.Angka Partisipasi Sekolah Penduduk menurut Kabupaten/ Kota dan Tingkat Pendidikan 2014 School
Participation Rate by Regency/City and Educational Level 2014
Laki-laki/Male Perempuan/Female
School School
100.0
02. Banggai 98.36 92.20 67.78 21.14 98.90 75.20 29.54
0
03. Morowali 97.05 91.56 73.20 6.02 98.69 95.63 82.41 10.69
05. Donggala 99.72 87.82 63.43 32.22 98.41 96.63 75.39 24.90
06. Tolitoli 98.55 83.56 67.44 20.92 98.17 92.73 67.74 24.75
08. Parigi Moutong 95.64 84.10 61.94 20.46 97.15 78.91 71.91 20.86
09. Tojo Una-una 96.11 85.62 62.60 15.41 98.44 97.13 69.24 15.96
10. Sigi 98.74 89.61 78.83 27.51 99.04 91.94 65.88 22.32
71. Kota Palu 99.77 94.90 85.98 39.99 98.32 97.15 85.07 58.95
Sulawesi Tengah 97.50 89.85 70.53 23.78 98.44 93.22 77.33 27.49
7
1.3 Upah Minimum Provinsi (UMR)
Persentase
Provinsi 2017 2018 SK Gubernur
Kenaikan (%)
Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, telah menetapkan Upah Minimum Kota (UMK)
tahun 2018 sebesar Rp 2.235.900,-. Kenaikan upah ini berdasarkan perhitungan pertumbuhan
perekonomian Nasional sebesar 4,99 persen dan tingkat inflasi Nasional sebesar 3,72 persen.
Berikut adalah daftar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Sulawesi Tengah 2018 :
Luas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tengah yakni : Luas
wilayah perairan 77.295,90 km2 dengan Panjang garis pantai 6.653 km. Provinsi Sulawesi
Tengah memiliki 1.604 pulau dengan luas ekosistem terumbu karang 187.766,71 Ha , luas
yang menyatakan bahwa yang mana tugas pokok dan fungsi beberapa kewenangan yang telah
dialihkan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi khususnya untuk sektor keluatan dan perikanan
dimana kewenangan pemerintah Provinsi dalam pengelolaan laut 0 – 12 mil termasuk kawasan
8
konservasi. Untuk Itu, pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengeluarkan Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017-2037 dengan cakupan sebagi berikut :
Sumber : Dokumen RZWP3K Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah Gambar 1. Peta
Alokasi Ruang RZWP3K Provinsi Sulawesi Tengah
9
II. Kondisi Perikanan
2.1 Kelautan
Provinsi Sulawesi Tengah dengan Luas wilayah perairan 77.295,90 km2 dengan
Panjang garis pantai 6.653 km. tentu saja memiliki kawasan pariwisat bahari dan lahan tambak
garam yang cukup luas. Salah satu lahan tambak garam terdapat di Kota Palu dengan luas 18
hektar terbentang di sebelah utara teluk Palu. Lokasi ini dikelola kurang lebih 160 orang petani
Nilai
Nama Satuan
2017* 2016 2015 2014 2013
Selain potensi lahan tambak garam Provinsi Sulawesi Tengah juga memiliki lokasi pariwisata
bahari diantaranya :
a. Pusentasi
sekitar 12 km dari kota Palu. Nama Pusentasi bermakna pusat air laut atau air sumur
laut. Belum banyak yang mengetahui tempat wisata ini. Objek wisata ini masuk dalam
kategori wisata pantai yang memiliki bentuk seperti sumur raksasa yang memiliki
10
b. Pantai Tanjung Karang
menggunakan alur darat, untuk sampai di objek wisata ini. Kurang lebih 1 jam untuk
sampai di objek wisata ini, dari pusat kota Palu. Meskipun objek wisata ini terbilang
cukup jauh dan sedikit tersembunyi. Namun pantai ini banyak menarik perhatian turis-
c. Kepulauan Togean
Letak kepulauan ini memang terpencil. Sampai-sampai jika Anda singgah ke tempat ini,
sinyal operator seluler Anda akan turun drastis, bahkan tidak akan ada sama sekali.
Walaupun begitu pulau ini masih menjadi daya tarik untuk para wisatawan. Kepulauan
Togean terbentang seluas kurang lebih 102 kilometer dengan luas daratan sekitar 755
km², dan memiliki sekitar 66 gugusan pulau yang tersebar luas di tengah Teluk Tomini.
Kepulauan ini secara administratif berada di Kabupaten Tojo Una-una. Tepat ini sering
kali dikenal dengan nama Togian Island atau Taman Nasional Kepulauan Togean.
Tempat ini memiliki keindahan bawah laut yang sangat menawan. Karena kekayaan
alam bawah laut yang menakjubkan, pemerintah sekitar selalu berupaya untuk
melindungi demi kelestarian alam pulau Togean ini. Kepulauan Togean tercatat dalam
daftar wilayah Coral Triangle region Indonesia – Filipinan, sebagai region 1. Pulau
Togean menjadi salah satu tempat yang memiliki kekayaan hayati bawah laut dari
11
2.2 Perikanan Tangkap
kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau dengan cara apapun, melainkan kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
tangkap merupakan kegiatan ekonomi dalam penangkapan atau pengumpulan binatang dan
tanaman air, baik di laut maupun perairan umum secara bebas. Klasifikasi perikanan tangkap di
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 tahun 2017 tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017-
a. Zona I meliputi perairan sebelah selatan Kabupaten Donggala, Barat Daya Tanjung
Manimbaya, Barat perairan Sioyong hingga Laut Sulawesi, Utara Tolitoli hingga Buol.
12
b. Zona II meliputi perairan sebelah Timur Ampibabo, Tinombo, Moutong, Kepulauan Una
Una hingga Boalemo Kabupaten Banggai.
c. Zona III meliputi perairan Kepulauan Menui, perairan sebelah Timur Bungku hingga
Dari data yang diperoleh bahwa potensi lestari hasil perikanan perairan Sulawesi
Tengah baru dimanfaatkan mencapai 54,88% atau sebanyak 45,12% belum dimanfaatkan.
Potensi perikanan tersebut meliputi berbagai jenis ikan laut ekonomis seperti ikan pelagis besar
(tuna, cakalang dan tongkol), ikan pelagis kecil (layang, selar, teri, tembang dan kembung) dan
non ikan seperti udang windu, rajungan, jenis udang lain, tiram, cumi-cumi, sotong dan teripang.
Penyebaran potensi perikanan untuk ketiga perairan adalah Teluk Tomini memiliki ikan
tuna, cakalang, teripang, udang, tongkol, kerang mutiara, rumput laut dan cumi-cumi, Teluk
Tolo memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish, udang laut, kerang mutiara dan
merupakan daerah pengembangan budidaya rumput laut serta Selat Makassar memiliki ikan
tuna, cakalang, tongkol, trace fish dan daerah pengembangan budidaya rumput laut. Adapun
potensi lestari perikanan tangkap dan Hasil Produksi Perikanan Tangkap di Sulawesi Tengah
DEMERSAL PELAGIS
WPP 713 9,411 ton 75,237 ton
13
Tabel 9. Stok Ikan Pelagis di Sulawesi Tengah
No Uraian WPP WPP WPP WPP Total
713 714 715 716
A MSY ( ton)
Ikan Pelagis Kecil 42,749 11,172 54,060 9,700 117,681
Ikan Pelagis Besar 32,488 39,387 30,877 6,706 109,458
Jumlah MSy 75,237 50,559 84,937 16,406 227,139
B Tangkapan Tahun 2012
Ikan Pelagis Kecil 41,889 7,336 89,651 6,875 145,751
Ikan Pelagis Besar 33,663 18,316 16,309 7,471 75,759
Jumlah 75,552 25,652 105,960 14,346 221,510
Sumber : Masterplan Pengembangan Ikan Demersal dan Ikan Pelagis, 2013-2014
Adapun Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota dan Subsektor di Provinsi Sulawesi
Tengah (ton), Tahun 2015 dan 2016
Perikanan Laut /Marine
Perairan Umum Inland Water Jumlah Total
Fisheries
Regency/Municipality 2015 2016*) 2015 2016*) 2015 2016*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kabupaten/Regency
Sulawesi Tengah 174 794,20 210 140,20 ... 2 190,40 174 794,20 212 330,60
14
2.2.3 Jumlah Nelayan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah mencatat sebanyak 69.476
nelayan yang ada di seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. Dari jumlah 69.476 nelayan
yang tersebar di Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala mencatat sebagai nelayan terbanyak
di Sulawesi Tengah, dengan jumlah 18.539 nelayan, disusul Kabupaten Banggai dengan 7.715
nelayan dan Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah 7.710 nelayan. Sebanyak 12
Kepulauan 5.015 nelayan, Kabupaten Banggai 7.715 nelayan, Kabupaten Morowali 3.780
nelayan, Kabupaten Poso 2.158 nelayan, Kabupaten Donggala 18.539 nelayan, Kabupaten
Toli-toli 4.945 nelayan, Kabupaten Buol 4.675 nelayan, Kabupaten Parigi Moutong 7.710
nelayan, Kabupaten Tojo Una-una 6.010 nelayan, Kabupaten Morowali Utara 2.199 nelayan,
Kabupaten Banggai Laut 5.318 nelayan dan Kota Palu 1.412 nelayan.
2. 3 Perikanan Budidaya
lingkungan terkontrol dalam rangka mendapat keuntungan (profit). Organisme akuatik yang
diproduksi mencakup kelompok ikan, udang, hewan bercangkang (moluska), ekinodermata, dan
alga. Perikanan budidaya juga dapat didefinisikan sebagai campur tangan (upaya-upaya)
15
budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (produksi),
Potensi perikanan budidaya di Provinsi Sulawesi Tengah cukup besar diantaranya untuk
tambak, rumput laut dan perairan umum. Areal potensi pengembangan udang Provinsi
Sulawesi Tengah sekitar 42.095 Ha. Hingga kini, pemanfaatan potensi tersebut baru berkisar
10.339 ha dengan produktifitas tahun 2007 berkisar 5.381,65 ton. Luasan tersebut didominasi
oleh tambak ekstensif (tradisional) yang tersebar di 9 Kabupaten, sedangkan tambak semi
intensif dan intensif berada di Kabupaten Banggai dengan jumlah lebih kurang 10%. Komoditas
yang paling banyak dibudidayakan oleh pembudidaya ekstensif adalah udang windu,
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki lahan potensial untuk pengembangan tambak sekitar
42.095 ha. Hamparan tambak tersebut tersebar di sepanjang pantai Teluk Tomini, pantai Selat
Makasar dan Laut Sulawesi serta Teluk Tolo. Daerah pengembangan budidaya tambak di
Parigi Moutong, Banggai, Banggai Kepulauan, Morowali, Buol dan Donggala dengan luas 8.280
ha. Kontribusi yang diharapkan dari Provinsi Sulawesi Tengah mencakupi 3.672 Ha khusus
udang vaname dan 3.093 Ha untuk udang windu dengan peningkatan produksi udang menjadi
sekitar 14.000 ton pada tahun 2009. Melalui program revitalisasi maka pengembangan
budidaya udang diarahkan melalui penerapan cara budidaya ikan/udang yang benar (CBIB).
Penerapan CBIB tersebut akan diselaraskan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), Better
16
Management Practices (BMP) dan Good Aquaculture Practices (GAP), penerapan pengawasan
dan sertifikasi cara pembudidayaan yang baik.
Luasan kotor potensi lahan pertambakan di Kabupaten Parigi Moutong adalah 14.200
Ha. Pada umumnya aeral pertambakan eksisting adalah milik rakyat yang dikelola secara
tradisional dengan sistem pasok dan keluaran air masih satu pintu karena kurangnya saluran
irigasi yang memadai. Pada saat ini, pertambakan yang direncanakan untuk peningkatan sistem
irigasi adalah di Kec. Sausu Desa Malakosa 500 dari luasan 2000 Ha, di Kec. Parigi, Desa
Dolago 100 Ha dari luasan 800 Ha, di Kec. Bolano Lambunu Desa Bajo 500 Ha, di Kec.
Moutong Desa Lambunu 500 Ha dan Tuladengki - Sibatang 500 Ha dari luasan 1500 Ha.
Komoditas yang banyak dibudidayakan adalah udang dan bandeng 1110 Ha.
Luas kotor tambak di Kabupaten Poso adalah 350 Ha. Tambak dikelola secara
tradisional dengan sumber pasok air berasal dari Teluk Tomini. Komoditas budidaya tambak di
Kabupaten Poso adalah udang windu dan bandeng. Luas kotor yang diusahakan pembudidaya
93 Ha terhampar di kecamatan Poso Pesisir dan Poso Pesisir Utara. Jumlah produksi adalah
udang 5,1 ton /tahun dan bandeng 15,8 ton/tahun dengan nilai produksi udang Rp 102.000.000
dan bandeng Rp 53.720.000. Penyebaran lokasi budidaya air payau terutama tambak di
Kabupaten Tojo Unauna baru terbatas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Tojo, Tojo Barat,
Ampana Tete dan Tojo Unauna. Jenis komoditi budidaya air payau yang diusahakan adalah
udang windu (Penaeus monodon), dan bandeng (Chanos chanos). Sedangkan untuk di
Kabupaten Banggai (Teluk Tomini) adalah udang windu (Penaeus monodon), Udang vaname
Kegiatan budidaya air payau di Zona III, khususnya pesisir Teluk Tolo sangat cocok
untuk pengembangan budidaya tambak. Hal ini didukung oleh sumber air laut dan air tawar
17
yang cukup memadai sepanjang tahun, suplai benih berkualitas serta sumberdaya manusianya.
Jenis komoditi yang diusahakan di Kabupaten Banggai adalah udang windu, udang vaname
dan bandeng. Luas lahan potensial untuk pengembangan budidaya tambak di Kabupaten
Banggai diperkirakan seluas 6.925 ha, tersebar pada Kecamatan Toili, Batui dan Luwuk,
sedangkan luas kotor lahan tambak yang diusahakan di Kabupaten Morowali adalah 8.414 Ha.
Tabel 12. Produksi Perikanan Budidaya (ton) menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Perikanan, Tahun
2011- 2015
Jaring
Budidaya
Apung dan
Laut Kolam
Tambak Sawah
Kabupaten/Kota (Rumput /Fresh
Brackish Karamba/Cage Floating Jumlah/Total
Regency/Municipality laut) Marine water
Water Pond Cage Net
Culture pond
and Paddy
(Seaweed)
Field
Sulawesi Tengah
2015 113 201.97 1 274 288.60 8 039.99 25.27 1 144.91 1 396 700.74
2014 73 733.61 1 137 063.06 6 511.22 17.74 934.56 1 218 260.20
2013 71 611.70 1 233 812.60 6 540.80 8.50 859.80 1 312 833.40
2012 36 102.50 935 528.70 6 612.20 345.70 21.60 978 610.70
18
2.4 Potensi Bidang Pengolahan
Pada tahun 2014, jumlah unit pengolah ikan yang terdaftar di Sulawesi Tengah
sebanyak 917 untuk skala mikro kecil dan pada tahun 2018 jumlah UPI skala menengah besar
yang ada di Sulawesi Tengah 17 UPI. Berdasarkan jenis olahannya, sebagian besar unit
pengolahan ikan di Sulawesi Tengah skala mikro kecil adalah pengolah ikan kering sebanyak
525 unit dan ikan asap 279 unit. Sedangkan UPI skala menengah besar sebanyak 17 unit
diantaranya bergerak di pembekuan, sisanya pengeringan dan segar. Adapun jumlah unit
pengolah dan pemasar di Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14.
Tabel 13. Jumlah Unit Pemasaran Ikan menurut Jenis Kegiatan Pemasaran Tahun 2014
01 Pengumpul 156
03 Pengecer 5,256
JUMLAH 5,742
Tabel 14. Jumlah Unit Pengolahan Ikan menurut Jenis Kegiatan Pengolahan Tahun 2014
Kode Jenis Kegiatan Pengolahan ∑ UPI
02 Pembekuan 4
03 Penggaraman/Pengeringan 525
04 Pemindangan 3
05 Pengasapan/Pemanggangan 279
06 Fermentasi 0
07 Pereduksian 10
08 Pelumatan/Surimi/Jelly 37
09 Penanganan Segar 2
10 Pengolahan Lainnya 57
JUMLAH 917
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
19
2.4.2 Kapasitas dan produksi UPI
Untuk mendukung nilai tambah produk perikanan hasil perikanan tangkap dan budidaya,
Sulawesi Tengah juga membangun industri pengolahan. Adapun sarana prasarana yang
mendukung pembangunan industri pengolahan antara lain pada tahun telah dibangun pabrik es
di Kabupaten Donggala, Banggai dan Tolitoli. Selain itu, pemerintah juga telah membangun
Selain peningkatan nilai tambah produk konsumsi, sarana dan prasarana pengolahan
produk non konsumsi juga dibangun di Sulawesi Tengah antara lain fasilitas pengolahan tepung
ikan dan pengolahan rumput laut di Desa Laemanta Kabupaten Parigi Moutong.
Berdasarkan angka sementara konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun
2017 berada pada kisaran 54,82 Kg/Kapita. Kondisi tersebut telah melampaui rata-rata angka
konsumsi ikan nasional sebesar 43,49 Kg/Kapita. Meskipun demikian, pemerintah terus
berupaya meningkatkan angka konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Tengah melalui kampanye
gerakan mengkonsumsi ikan baik kepada anak-anak maupun orang tua. Selain itu, pemerintah
juga memberikan sentuhan dalam perbaikan sarana dan prasarana yang ada seperti
pembangunan rumah kemasan dan juga telah memfasilitasi adanya Mobil ATI - Gemarikan.
Disisi pemasaran luar negeri, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan kerjasama dengan pihak
Sebagian besar produk perikanan yang di ekspor tersebut berasal dari ikan yang
merupakan hasil tangkapan dan hasil budidaya. Jika dikelompokkan berdasarkan bentuk, maka
20
III. Sarana dan Prasarana
3.1 Infrastruktur
jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten, Bandar Udara dan Pelabuhan yang semuanya terbagi
3.1.1 Bandara
Sulawesi Tengah merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki banyak
bandar udara, hal ini sangat menguntungkan dalam percepatan pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat. Ini sesuai dengan kondisi wilayah yang luas dan masih terbatasnya
prasarana serta sarana perhubungan darat dan laut. Bandara di Sulteng saat ini yakni:
1. Bandara Mutiara Sis-Aljufri di Kota Palu, bisa didarati pesawat jet jenis Boeing 737.
Semua bandara ini telah dilayani dengan penerbangan reguler yang terhubung langusung
Manado, Balikpapan dan Tarakan. Saat ini juga, sedang dipersiapkan pembangunan bandara di
21
3.1.2 Jalan
1. Jalan Nasional, jalan ini menghubungkan antara provinsi Sulawesi Tengah dengan
Provinsi tetangga yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo dan
Sulawesi Utara. Total panjang Jalan Nasional adalah 2373,40 km. 1254,23 km kondisi
baik, 970,88 km Kondisi sedang, 120,79 km rusak ringan, 27,5 km rusak berat.
2. Jalan Provinsi, Jalan ini menghubungkan antara Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
Sulawesi Tengah. Total Jalan provinsi 1.643,74 km. 274,52 km kondisi baik, 692,77 km
3. Jalan Kabupaten, total jalan Kabupaten 12.513 km. 4533,55 km kondisi baik, 2.552,82
km kondisi sedang, 2.128,20 km rusak berat, 3.298,43 km rusak ringan
Tabel. 15 Panjang Jalan Menurut Pemerintah Kewenangan Mengelola dan Kondisi Jalan di Provinsi Sulawesi
Tengah (km), 2016
Status Jalan Kondisi Jalan/Road Condition
Rusak
Status Road Baik Sedang Rusak
Berat Jumlah/Total
Heavy
Good Moderate Damage
Damage
22
Tabel. 16 Panjang Jalan Kabupaten/Kota Menurut Kabupaten/Kota dan Kondisi Jalan di Provinsi
Sulawesi Tengah (km), 2016
3.1.3 Pelabuhan
Prasarana transportasi air terutama pelabuhan telah ada pada beberapa kota
kabupaten, mengingat semua ibukota berada di tepi pantai. Berdasarkan RTRW Provinsi
Sulawesi Tengah 20002015. Pelabuhan utama terdapat di Pantoloan (Kota Palu), Donggala
(Kab. Donggala), dan Toli toli (Kab. Toli toli). Selain itu terdapat 15 pelabuhan yang tidak
diusahakan namun memiliki aktivitas pelabuhan yang cukup besar. Perkembangan pelayanan
23
pelayaran dan pengembangan armada pelayaran nasional baik pelayaran nusantara, pelayaran
rakyat, pelayaran perintis, pelayaran khusus dan pelayaran samudra.
h) Pelabuhan lainnya: Wani, Ogoamas, Leok, Moutong, Parigi, Poso, Ampana, Bunta,
Pagimana
i) Pelabuhan satuan kerja: Bungku, Sabang/ Peleng, Paleleh, Ogotua, Salakan, Wakai,
Donggala terdapat beberapa pelabuhan dengan status regional atau kelas IV dan di kelola
Pelindo, yaitu Pelabuhan Donggala dan Pelabuhan Pantolan. Selain itu terdapat pelabuhan
yang tidak diusahakan yaitu Pelabuhan Wani, Labean dan Ogoamas. Pelabuhan lainnya milik
Pertamina adalah Depo Lolo, sedangkan Pelabuhan Perikanan adalah TPI Labean yang
dilengkapi cold storage. Pelabuhan lainnya adalah Pelabuhan Tolitoli dan Pelabuhan Leok di
Kabupaten Buol.
24
Zona II memiliki pelabuhan regional kelas IV yang dikelola PT. Pelindo, yaitu Pelabuhan
Poso dan Ampana. Pelabuhan di Kabupaten Banggai adalah Pelabuhan Tongkiang dan
Pelabuhan Luwuk sebagai pelabuhan nasional, dan Pelabuhan Bunta sebagai pelabuhan
sebagai pelabuhan perikanan. Pelabuhan lainnya yang berstatus sebagai pelabuhan perikanan
atau TPI/ PPI adalah Desa Kadoli Kec. Bunta, Desa Tintingan Kec. Pagimana, Desa
Minangandala dan Desa Bonebobakal Kec. Lamala, Kec. Bualemo dan Balantak di Banggai
dan Pelabuhan Togian di Tojo Unauna. Pelabuhan lokal lainnya adalah Pelabuhan Unauna,
Dolong dan Popoli. Pelabuhan milik Pertamina berada di Toini dan Moengko, Kabupaten Poso.
Transportasi perairan danau ada di Danau Poso, yaitu dua dermaga kayu menghubungkan
Kota Tentena Kec. Pamona Utara dan Kota Pendolo Kec. Pamona Selatan.
Jaringan transportasi laut pada Zona III memiliki beberapa pelabuhan di Morowali dan
Banggai. Berdasarkan RTRW Morowali, pelabuhan tersebut adalah: a). Pelabuhan Kolonodale,
termasuk PPI yang memerlukan pengembangan, b). Pelabuhan Kolo Bawa, Kec.Bungku Utara,
c). Pelabuhan Baturube, termasuk TPI, Kec.Bungku Utara, d). Pelabuhan Bungku, Kec. Bungku
Tengah, e). Pelabuhan Wosu, Kec. Bongku Barat, calon PPI di Desa Moahino, f). Pelabuhan
Kaleroang, Kec. Bungku Selatan, g). Pelabuhan Sambalagi, termasuk TPI, Kec. Bungku
Selatan, h). Pelabuan Bahodopi, Kec.Bahodopi, i). Pelabuhan Tambayoli, Kec. Soyojaya, dan j).
akumulasi perikanan.
25
3.2 Sarana Dasar
jalan nasional, provinsi dan kabupaten. Namun demikian jalan penghubung menuju daerah
budidaya kondisinya sebagian dalam keadaan rusak. Pada beberapa daerah yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya masih kurang baik, tidak beraspal atau bahkan
jalan menuju daerah rencana kawasan baik untuk produksi maupun pemasaran. Begitu pula
dengan dukungan sumber energi seperti instalasi listrik PLN dan saluran irigasi tambak yang
masih terbatas.
3.2.1 Listrik
Potensi energi di Sulawesi Tengah berupa sumber daya mineral dan sumber energi
terbarukan yang berasal dari air dan tenaga surya. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki
cadangan dfelspar dengan potensi cadangan mencapai 71.211.000 m3 dan batubara dengan
ketebalan 0,30,1 meter dimana pada ketebalan 0,15 - 3,0 meter sebarannya mencapai sekitar
15 Ha. Cadangan minyak dan gas bumi diketahui terdapat di dua Kabupaten yaitu, di Lapangan
Tiaka Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali dan Kecamatan Tolli Barat Kabupaten
Banggai dengan kapasitas 16,5 - 23 juta barel per tahun dan potensi gas bumi terdapat di
Senaro Kecamatan Taili Kabupaten Banggai dengan kapasitas 1,6 triliun kaki kubik. Potensi
sumber daya energi yang memanfaatkan EBT meliputi sumber daya air yang cukup besar yang
selanjutnya dikembangkan menjadi sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
baik skala kecil (total 804,8 Mw), menengah (total 28,564,12 Mw) maupun besar (total 714,8
Mw). Pasokan listrik juga dihasilkan melalui Pembangkit Tanaga Surya (PLTS) dan Pembangkit
26
Listrik Tenaga Bayu (PLTB), masing-masing memiliki kapasitas sebesar 1.650 Kw dan 2 - 3
m/s.
Sulawesi Tengah memiliki banyak potensi sumber energi, terutama renewable energy,
seperti Air, Gas dan juga Panas Bumi yang dapat dimanfaatkan menjadi sumber penghasil
listrik. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan
tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi
Sulawesi Tengah tahun 2014 masih di bawah 100 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional
sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah
tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio
elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Saat ini
PLN memiliki 3 area pelayanan yang melakukan fungsi pelayanan kelistrikan di Sulawesi
Tengah, yaitu PLN Area Palu, PLN Area Toli-toli dan PLN Area Luwuk. Untuk mencapai
peningkatan rasio elektrifikasi 70 persen maka PLN akan melayani penyambungan listrik bagi
sekitar 50 ribu pelanggan baru di seluruh Sulawesi Tengah.Wilayah Pulau Sulawesi Tengah
secara keseluruhan memiliki rasio elektrifikasi yang rendah karena luas wilayahnya dan jarak
antar rumah tangga cukup jauh. Faktor yang mempengaruhi tingkat kebutuhan tenaga listrik
ekonomi sangat berpengaruh terhadap kebutuhan energi listrik seiring dengan berjalannya
27
3.2.2 Air
Luas DAS di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 1.893.698 Ha dengan jumlah
panjang sungai 8.289,25 Km. Berdasarkan prosentase luas DAS, maka potensi sungai di
Sulawesi Tengah sebesar 35,8% berada di Kabupaten Poso; 24,6% di Kabupaten Donggala,
13,4% di Kabupaten Banggai selanjutnya di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Buol masing-
masing 10,2% dan 8,8%. Pada Zona 1, banyak terdapat sungai serta beberapa danau dan
embung. Sungai Palu mengalir melintasi dua daerah yaitu Kabupaten Donggala dan Kota Palu,
Danau Lindu yang terletak di Kabupaten Sigi memiliki luas yang terbesar, namun
terletak pada daerah taman nasional sehingga sumberdaya air hanya dapat dimanfaatkan pada
bagian hilir, sedangkan diatas perairan danau tidak dapat dikembangkan untuk budidaya.
Jaringan irigasi pada daerah irigasi Donggala merupakan sarana penyediaan air persawahan
dan air baku. Pada daerah ini budidaya ikan kolam dapat berkembang pada kawasan
persawahan.
Zona II juga memiliki sumberdaya air sungai, danau dan embung. Aliran sungai pada
umumnya pendek kecuali Sungai Poso yang hanya melintas satu kabupaten, namun
mencukupi ketersediaan sumberdaya air baik jaringan irigasi, sawah maupun perikanan. Danau
Poso adalah danau terbesar di Sulawesi Tengah dan merupakan sumber air Sungai Poso.
Usaha perikanan yang potensial adalah ikan tangkap, sedangkan pengembangan budidaya
sangat terbatas karena berada pada daerah suaka alam. Ikan Sidat atau sogili yang merupakan
ikan endemis dan memiliki siklus hidup Danau Poso - Sungai Poso - Teluk Poso juga akan
28
terpotong jalurnya oleh pembangunan PLTA sehingga perlu dikaji upaya pelestariannya atau
pembudidayaannya.
Pada Zona III, sungai-sungai kebanyakan bermuara ke Teluk Tolo. Kabupaten Morowali
banyak memiliki sungai besar, antara lain Sungai Laa dan Tambalako. Kabupaten Banggai
banyak memiliki bendung untuk pengembangan irigasi sawah, yang merupakan daerah potensil
untuk pengembangan kawasan budidaya air tawar. Kabupaten Banggai Kepulauan hanya
keberhasilan pembangunan perikanan dan menurut Undand-undang No. 31 tahun 2004 dan
revisi Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pemerintah
Pentingnya pembangunan prasaran perikanan erat kaitannya dengan hal berikut, karena
masih rendahnya tingkat produksi perikanan laut, upaya mendukung dan menerapkan konsepsi
Pelabuhan Perikanan adalah sebagai sarana pokok untuk kegiatan usaha penangkapan
ikan dan mempunyai peranan yang sangat strategis penting di dalam pengelolaan sumberdaya
29
perikanan tangkap. Pada dasarnya dalam pengelolaan Pelabuhan Perikanan / Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) adalah bagaimana agar dapat memberikan pelayanan yang baik
terhadap masyarakat pengguna pelabuhan perikanan dan suasana kondusif sesuai dengan
fungsi Pelabuhan Perikanan itu sendiri. Guna memberikanan pelayanan yang baik, pengelolaan
Pangkalan Pendaratan Ikan dituntut agar dapat mempersiapkan fasilitas kebutuhan berupa :
fasilitas pokok, fasilitas fungsional maupun fasilitas penunjang, yang selalu siap dioperasikan
setiap saat serta kemampuan teknis operasional yang harus dimiliki oleh Petugas-Petugas
Pangkalan Pendaratan Ikan yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
dari ibu kota kecamatan Ampibabo, 50 km dari ibu kota kabupaten Parigi Moutong
dan 97 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, sebagai lokasi kegiatan
perikanan tangkap Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) saat ini memiliki areal lahan
seluas 2,25 ha sebagai hasil dari proses pembebasan tanah oleh PEMDA Provinsi
Sulawesi Tengah sehingga memenuhi persyaratan menimal luas suatu PPI yang
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu sekitar 1 sampai 1,5 ha.
30
Aksesibiltas menuju ke PPI Paranggi cukup baik dengan adanya jalan Provinsi yang
mencapai PPI Paranggi sekitar 1-2 jam dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Sedangkan jalan utama yang menuju ke lokasi sekitar 200 m dengan kondisi jalan
yang cukup baik. Sarana angkutan yang ada berupa bis ukuran tiga perempat untuk
2. PPI Donggala,
adalah salah satu Pangkalan Pendaratan Ikan yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan (WPP) Zona I terletak Desa Labuan Bajo Kecamatan Banawa Kabupaten
Donggala. PPI Donggala berjarak 1 km dari ibu kota kecamatan Banawa, 2 km dari
ibu kota kabupaten Donggala dan 36 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah,
3. PPI Ogotua.
yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dibawah
31
Tabel 17. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Tolitoli
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 18. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Parigi Moutong
Ketersediaan Cold Ketersediaan
Ketersediaan ABF Status Kepemilikan
storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total
(Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit)
(Ton) (Ton)
1. PT. Mina Jaya Lestari Desa Avolua 1 10 4 30 1 7 √
Total 2 17 5 40
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
32
Tabel 19. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Banggai
Ketersediaan Cold Ketersediaan
Ketersediaan ABF Status Kepemilikan
storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total
(Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit)
(Ton) (Ton)
Desa Biak Kec. Luwuk
1. PT. Indotropic Fishery 1 10 4 300 1 7 √
Utara
2. PT. Kelola Mina Laut Jl. Raya Luwuk 1 7 1 100 1 5 √
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 20. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Banggai Laut
Ketersediaan Cold Ketersediaan
Ketersediaan ABF Status Kepemilikan
storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total
(Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit)
(Ton) (Ton)
1. CV. 99 Tinakin Laut 2 10 1 40 0 0 √
Total 11 56 6 520 3 15
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
33
Tabel 21. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Ketersediaan Cold Ketersediaan
Ketersediaan ABF Status Kepemilikan
storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total
(Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit)
(Ton) (Ton)
PP Donggala Kel. Labuan
1. UPTD Wilayah I 0 0 2 0 1 15 √
Bajo
2. UPTD Wilayah I PP Ogotua 1 3 2 230 1 15 √
3. UPTD Wilayah II PP Paranggi 0 0 0 0 1 10 √
4. UPTD Wilayah III PP Pagimana 0 0 0 0 1 10 √
5. UPTD Wilayah IV PP Kolonedale 0 0 0 0 1 10 √
6. UPT-PPMHP DKP Sulteng DKP Sulteng 0 0 0 0 1 5 √
Total 1 3 4 230 68
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 22. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kabupaten Donggala
Ketersediaan Cold Ketersediaan
Ketersediaan ABF Status Kepemilikan
storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total
(Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit)
(Ton) (Ton)
PP Donggala Kel.
1. UPTD Wilayah I 0 0 2 0 1 15 √
Labuan Bajo
2. UPTD Wilayah I PP Ogotua 1 3 2 230 1 15 √
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
34
Tabel 23. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kabupaten Tojo Una Una
Ketersediaan Cold Ketersediaan
Ketersediaan ABF Status Kepemilikan
storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total
(Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit)
(Ton) (Ton)
1. DKP Kab. Tojo Una Una TPI Desa Labuan 0 0 0 0 1 12 √
Total 0 0 0 0 6 21
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
35
IV. Potensi Usaha dan Investasi
4.1 Kelautan
1. Usaha penangkapan kapal ukuran 10 GT, lokasi Kabupaten Doggala, Kabupaten Tolitoli
2. Usaha penangkapan kapal ukuran >30 GT, lokasi Kabupaten Donggala, Kabupaten
Banggai, Kabupaten Banggai Laut, Kabupaten Tolitoli
1. Budidaya Udang Supra Intensif, lokasi di Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu.
2. Mina Padi, lokasi Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala,
36
V. Peluang Investasi ditawarkan
37
Kabupaten Buol sebesar 4,06%, Kabupaten Poso
2,99% dan Kabupaten Tojo Una-Una sebesar 1,17%.
Produksi
Produksi udang Sulawesi Tengah di tahun 2009
sebanyak 5.844 ton dan mencapai 8.208 ton di tahun
2011. Pada tahun 2012, produksi udang turun ke
angka 4.248 ton atau setengah dari produksi tahun
2011. Produksi udang dari perikanan tangkap
jumlahnya sangat kecil dibandingkan produksi udang
dari budidaya tambak.
Pemasaran
Pemanfaatan Udang
Tujuan Proyek
Lingkup Pekerjaan Proyek Budidaya Udang Vaname dan Industri Pengolahannya
Aspek Hukum dan Status Lahan
Biaya Investasi Rp. 27.344.154.500
Analisa Keuangan 1. Biaya Investasi : Rp. 27.344.154.500
2. Biaya Operasional : Rp. 7.215.509.000
3. Proyeksi Laba- Rugi : Rp. 6.392.491.000
Bentuk Kerjasama Investasi Murni
Perkiraan Jadwal
Dukungan Pemerintah
Sulawesi Tengah memulai pengembangan udang dengan skala usaha 8 petak tambak supra
38
Tabel 24. Kebutuhan Investasi Usaha Tambak Supra Intensif (8 petak @1.225 m2, Depth=3m)
Umur
Nilai Perolehan
No Kegiatan Volume Satuan Harga satuan Rp Ekonomis
Rp
Tahun
A Tanah
1 Tanah Tambak 36.138 m2 50.000 1.806.900.000
Jumlah C 2.862.000.000
D Inventaris
1 Kelengkapan asrama dan kantor 1 Paket 100.000.000 100.000.000 10
Jumlah D 100.000.000
E Modal Kerja Awal 3.607.754.500
39
Tabel 25. Perhitungan Biaya dan Laba Operasional 1 Tahun (2 MT)
No Item Jumlah Satuan Harga satuan Biaya
A Biaya Operasional untuk 1 Petak 1 MT
1 Benih 1.225.000 ekor 45 55.125.000
2 Pakan, (SR 90%,FCR=1,3, Size 70) 20.475 kg 13.500 276.412.500
3 Bahan aditif, (Rp.1.200/kg) 15.750 kg 1.200 18.900.000
4 Listrik, (2,5 kwh/kg) 39.375 kwh 1.352 53.235.000
5 Upah Tenaga Kerja Langsung 8 OB 3.500.000 28.000.000
Jumlah 431.672.500
6 Biaya lain-lain 2,5 % 431.672.500 10.791.813
Jumlah A 442.464.313
Volume Produksi (kg) 15.750
Estimasi Keberhasilan (90%) 14.175
Biaya untuk 1 kg udang 31.214
B Biaya Operasional untuk 8 Petak 2 MT 16 petak 442.464.313 7.079.429.000
C Laba Operasional 1 tahun
Sales (2 MT 8 petak) 226.800 MT 60.000 13.608.000.000
Biaya Operasional :
Biaya Produksi 7.079.429.000
Biaya Marketing (1% dari Sales) 136.080.000
Jumlah Biaya Operasional 7.215.509.000
Laba Operasional 6.392.491.000
A Cas inflows
Laba (Rugi) 3.722.11 4.538.59 4.960.40 5.877.80 6.850.24 7.410.75 8.510.25 9.668.45 10.398.0 11.699.3
Operasional 6.710 6.710 7.313 4.241 4.984 4.483 7.703 0.188 51.999 97.075
2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75
Penyusutan 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Internal cash 6.117.86 6.934.34 7.356.15 8.273.55 9.245.99 9.806.50 10.906.0 12.064.2 12.793.8 14.095.1
Generation 6.710 6.710 7.313 4.241 4.984 4.483 07.703 00.188 01.999 47.075
27.344.15
Modal (Equity) 4.500
Modal Kerja untuk
1 MT
3.499.90
Residual 0.000
27.344.15 6.117.86 6.934.34 7.356.15 8.273.55 9.245.99 9.806.50 10.906.0 12.064.2 12.793.8 17.595.0
Cash inflows 4.500 6.710 6.710 7.313 4.241 4.984 4.483 07.703 00.188 01.999 47.075
B Cash Outflows
Penyediaan Aset 27.344.15
1 dan Penggantian 4.500
Penggantian 5.000.00 6.000.00 958.000. 6.000.00 818.000. 959.000. 5.000.00 6.000.00 958.000.
2 Peralatan 0 0 000 0 000 000 0 0 000
766.414. 945.861. 1.045.44 1.251.85 1.473.31 1.608.51 1.863.04 2.133.59 2.311.86 2.619.52
4 Pajak 684 920 8.175 3.274 8.052 9.888 0.798 9.691 4.567 0.558
27.344.15 766.414. 950.861. 1.051.44 2.209.85 1.479.31 2.426.51 2.822.04 2.138.59 2.317.86 3.577.52
Cash Outflows 4.500 684 920 8.175 3.274 8.052 9.888 0.798 9.691 4.567 0.558
5.351.45 5.983.48 6.304.70 6.063.70 7.766.67 7.379.98 8.083.96 9.925.60 10.475.9 14.017.5
0
C NCF 2.026 4.790 9.137 0.966 6.932 4.595 6.905 0.497 37.432 26.517
5.351.45 11.334.9 17.639.6 23.703.3 31.470.0 38.850.0 46.933.9 56.859.5 67.335.5
0 0
D Saldo Kas Awal 2.026 36.816 45.954 46.920 23.852 08.447 75.352 75.849 13.281
Saldo Kas Akhir 5.351.45 11.334.9 17.639.6 23.703.3 31.470.0 38.850.0 46.933.9 56.859.5 67.335.5 81.353.0
0
E Tahun (D+E) 2.026 36.816 45.954 46.920 23.852 08.447 75.352 75.849 13.281 39.798
40
5.3 Konsep Rencana
Sulawesi Tengah akan menghasilkan udang vaname 50.000 ton pada tahun 2019 atau
10% dari produksi nasional. Adapun distribusi produksi tahun 2019 menurut teknologi dan
Produksi udang akan dihasilkan oleh setiap daerah melalui beberapa kategori teknologi,
yaitu : teknologi sederhana, semi-intensif, intensif, dan supra intensif, dimana wujud konkrit dari
masing-masing teknologi secara mudah dapat diketahui melalui tingkat kepadatan tebaran
tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pemikiran ini dikenal sebagai industrialisasi udang. Agar
41
Gambar 2. Industrialisasi Udang di Sulawesi Tengah Berbasis Blue Economy
Hatchery Udang
Benur
Hortikultura
Budidaya Jamur
Sumber : Master plan Pengembangan Udang Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2014
Terlihat pada Gambar 6, integrated production chains untuk udang vaname (hatchery,
grow out dan value added/processing) dengan produksi 50.000 ton dapat mengembangkan
usaha-usaha lain terkait yang memanfaatkan limbah padat dan cair, sehingga bisa mewujudkan
zero waste. Produk dari usaha-usaha terkait juga menguntungkan secara ekonomi. Dengan
demikian, aktivitas usaha yang akan dikembangkan dibagi menjadi dua kelompok, meliputi :
1) Integrated production chains, meliputi : budidaya udang vaname di tambak, hatchery, dan
cold storage/ processing.
2) Pengembangan blue economy dan zero waste, meliputi : budidaya rumput laut, SRC,
42
Secara keseluruhan, pengembangan udang berbasis blue economy akan mewujudkan
keseimbangan tiga aspek, yakni ekonomi, ekologi, dan sosial. Secara ekonomi, unit-unit usaha
akan mencapai keuntungan yang diharapkan oleh pelaku usahanya. Secara ekologi, kelestarian
lingkungan akan selalu terjaga. Secara sosial, investasi akan membuka lapangan kerja diikuti
Tengah adalah terdapatnya dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu KEK Kota Palu dan
KEK Kota Bitung. Zona barat dengan pusat pengembangan Kota Palu diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku KEK Kota Palu, sedangkan zona timur dengan pusat
pengembangan Kabupaten Banggai diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku KEK
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
43
Gambar 4. Peta Zona Pengembangan Udang Vaname di Sulawesi Tengah
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Rencana kebutuhan lahan didasarkan pada target produksi dan tingkat produktivitas
lahan sesuai dengan kategori teknologi. Adapun perhitungan tingkat produktivitas lahan
44
Tabel.28 Tingkat Produktivitas Udang Vaname Menurut Teknologi (kg)
Padat tebaran per-ha lahan tambak berbeda menurut penggunaan teknologi. Untuk
teknologi super-intensif, dengan padat tebaran benur 1 juta ekor per 1000 m² dan SR 85%,
dapat dicapai produktivitas 12 ton untuk size 70. Dengan membagi target produksi dan tingkat
produktivitas untuk dua masa tanam/siklus, diperoleh luasan tambak yang dibutuhkan untuk
Tabel.29 Kebutuhan Lahan Tambak Udang Menurut Teknologi di Sulteng Tahun 2019 (ha)
No Kabupaten Sederhana Semi-intensif Intensif Super-intensif Jumlah
1 Buol 250 25 21 5 301
2 Donggala 1.177 118 98 25 1.417
3 Toli-Toli 472 47 39 10 568
4 Kota Palu - - - - -
5 Parigi Moutong 1.569 157 131 33 1.889
6 Banggai Kep - - - - -
7 Banggai 923 92 77 19 1.111
8 Tojo Una-Una 161 16 13 3 194
9 Morowali 335 34 28 7 403
10 Poso 114 11 9 2 137
Jumlah 5.000 500 417 104 6.021
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Rencana luas lahan di Sulawesi Tengah untuk menghasilkan 50.000 ton udang sebesar
6.021 ha, terdiri dari 5000 ha untuk teknologi sederhana, 500 ha untuk semi-intensif, 417 ha
45
equipment pengaturan air dan sirkulasi air (kincir) agar dapat memenuhi tuntutan padat tebaran
yang lebih tinggi. Pada kedua kategori tambak, diperlukan pengaturan air agar parameter
Konstruksi tambak intensif dan supra intensif pada dasarnya sama, tetapi padat tebaran
yang sangat tinggi pada tambak supra intensif, mengharuskan penambahan fasilitas tambak
yang menjamin tingkat pertumbuhan udang sesuai diharapkan. Kegagalan pada tambak supra
intensif secara signifikan disebabkan oleh polutan yang mempengaruhi kualitas air.
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Sisa pakan dan feses merupakan faktor kunci yang memicu penurunan kualitas air.
Nutrien dalam daging udang hanya sebagian kecil (N : 22,27%, P : 9,79%, dan C : 13,60%)
86,40%). Lebih jelasnya komposisi air buangan limbah tambak adalah sebagai berikut :
46
Terlarut (Protein, Karbohidrat, Asam humic, Partikel OM (Phytoplankton)
Suspended solid (inorganik dan organik)
Sulfat (H2S), CO2
Sisa pakan dan feses masih tertinggal di dasar tambak, sehingga perlu segera dibuang
keluar dari sistem tambak untuk menjaga kualitas air berada pada batas kelayakan yang
mendukung udang untuk tumbuh maksimal. Oleh karena itu, spesifikasi tambak super-intensif
memenuhi tuntutan parameter kualitas air, sebagaimana dapat dilihat pada beberapa gambar
berikuti ini.
47
Gambar 7. Operasionalisasi Tambak Supra Intensif
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Pengelolaan limbah tambak supra intensif dilakukan melalui upaya pengurangan beban
limbah, dengan cara sebagai berikut : Pembatasan timbulan limbah (feeding strategy; low
polluting feed; probiotik), Pendauran ulang limbah (budidaya low level food chain), Pemanfaatan
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
48
Gambar 9. Integrasi Tambak Udang dan Budidaya Rumput Laut
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Tambak supra intensif berjumlah 8 petak untuk 1 paket dilengkapi dengan fasilitas yang
mampu menjaga kualitas air dan infrastruktur, dengan desain seperti pada Gambar 10.
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
49
Tabel. 31 Bangunan dan Fasilitas Tambak Supra Intensif (8 petak @1.225 m2, Depth=3m)
No Kegiatan Jumlah Satuan Usia Pakai (tahun)
A Bangunan Tambak
50
5.4.4 Rencana Penyediaan Benih
Dengan padat tebaran untuk masing-masing teknologi, kebutuhan benih dari lahan
tambak seluas 6.021 ha pada tahun 2019 sebanyak 4.116.666.667 ekor. Adapun distribusi
kebutuhan benih udang vaname menurut teknologi di setiap kabupaten pada tahun 2019
Tabel.32 Rencana Kebutuhan Benih Udang Vaname di Sulawesi Tengah Tahun 2019 (ekor)
Jika 1 hatchery dapat menghasilkan benih 600 juta ekor per-tahun dan setiap tahun
terdapat 2 masa tanam/siklus, maka kebutuhan benih dapat dipenuhi oleh 3 hatchery. Lokasi
Banggai.
Benih berkualitas memiliki pertumbuhan lebih cepat dan tahan terhadap penyakit.
Disamping kedua pertimbangan ini, keberlanjutan ketersediaan benih dengan harga lebih
terjangkau merupakan alasan untuk memenuhi kebutuhan benih sendiri melalui pengembangan
hatchery udang. Operasional hatchery diawali dengan pengadaan induk hingga benih siap tebar
51
Gambar 11. Operasional Usaha Hatchery Benur Udang Vaname
Broodstock Center
Induk Berkualitas
Generasi F1, SPF
Hatchery
Bak Induk
1. Karantina Induk
2. Pemisahan Induk
3. Ablasi Pakan Segar
4. Perkawinan Immunobooster
5. Pemijahan
6. Penetasan
Nauplii (1 hari)
Bak Larva
Quality Assurance
1. PCR test
Tidak Lolos Uji
2. Abnormality test
3. Stress test
Seluruh populasi
dimusnahkan
Lolos Uji
Petak Budidaya
Supra Intensif
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
52
Langkah awal dalam pengembangan usaha hatchery adalah pengadaan induk udang
yang akan dipijahkan, yaitu induk hasil domestikasi dari Broodstock Center (BC) berkualitas
tinggi. Beberapa Broodstock Center yang menghasilkan induk vaname unggul umumnya
terdapat di Hawai dan Singapore. Saat ini, telah berdiri dan beroperasi sebuah usaha
Broodstock Center di Pulau Lombok (Global Gene), yang telah menerapkan Selective Breeding)
dan Pengelolaan Kesehatan (Health Management) selama proses produksi induk. Perusahaan
tersebut juga telah melakukan ekspor induk ke beberapa negara di Asia. Kerjasama dengan
Broodstock Center perlu dijajaki agar kebutuhan terhadap hatchery terhadap induk unggul
dapat terpenuhi. Nauplii yang dihasilkan dipindahkan ke bak larva hingga menjadi benih, dan
setelah melalui proses nursery, benih siap ditebar dalam petak tambak.
Benur yang ditebar berumur Post Larvae 15 hari (PL 15). Selama masa budidaya,
parameter oksigen terlarut dalam air minimal 3,10 ppm (pada dini hari (pk. 05.00 – 06.00), suhu
air antara 29 – 31oC, kecerahan antara 20 – 30 cm, konsentrasi NH3 maksimal 0,1 ppm,
konsentrasi H2S maksimal 0,1 ppm, alkalinitas antara 130 – 170 ppm, dan derajat keasaman
(pH) antara 7,8 – 8,2. Pada tambak super-intensif, padat tebaran 1.000 ekor benur/m2 atau satu
juta ekor per-petak berukuran 1.000 m2, pengoperasian peralatan tambak akan selalu menjaga
kincir memberikan daya dukung setara biomass 10.000 kg udang. Ketidakseimbangan karena
biomass telah melampaui daya dukung, maka penjarangan dilakukan melalui Partial Harvest
53
(panen parsial) sebanyak 20% - 30% dari total biomass. Biomass tersisa dipelihara dan jika
melampaui 10.000 kg kembali, maka dilakukan penjarangan atau panen parsial. Selama 1
siklus tanam, panen parsial dilakukan 3 – 4 kali, dan diakhir siklus dilakukan panen total.
Agar dapat tumbuh dengan baik, udang vaname diberikan nutrisi yang baik dan
berkecukupan berupa pelet yang memiliki kandungan protein antara 28 – 37% (bahan kering).
Dengan SR 90%, size udang 70 dan FCR 1,3, maka kebutuhan pakan sebesar 68.807 ton pada
tahun 2019.
Pakan dengan kandungan protein lebih tinggi diberikan pada fase benih, sekitar 37%,
dan setelah udang tumbuh, diberikan pakan dengan protein 28%. Volume pakan per-hari yang
diberikan antara 3% - 5 % dari berat biomass dan dapat ditambah sesuai dengan
perkembangan udang. Pada bulan pertama, pemberian pakan masih menggunakan tenaga
manusia, mengingat ukuran pakan yang masih halus, di bulan kedua telah menggunakan
Penggunaan pakan komersial mempunyai dampak yang kurang baik bagi air media
budidaya, mengingat tingginya limbah yang dilepaskan di perairan. Sebagai gambaran, nutrien
54
dari pakan yang terakumulasi dalam tubuh udang dalam bentuk Nitrogen (N) = 22,27%;
Phospat (P) = 9,79% dan Carbon (C) = 13,60%; sedangkan yang terbuang ke media budidaya
dalam bentuk Nitrogen (N) = 77,73%; Phospat (P) = 90,21% dan Carbon (C) = 84%.
Kandungan nutrisi yang dilepas dalam perairan berupa sisa pakan dan kotoran (faeces) udang.
Oleh karena itu, nutrisi yang terbuang dalam media budidaya harus dikeluarkan dari petakan
Penyakit pada budidaya Udang Vaname umumnya Taura Sindrome Virus (TSV), White
Spot Syndrome Virus, dan terakhir adalah EMS (Early Mortality Syndrome) yang bisa
mengakibatkan kematian masal udang dalam tambak. Penyakit sebagian besar ditimbulkan
oleh kualitas lingkungan yang buruk dan penggunaan benih yang tidak standar atau telah
terkontaminasi penyakit serta kandungan nutrisi yang rendah. Pencegahan penyakit dilakukan
dengan menerapkan cara budidaya yang baik, melalui : (1) menjaga lingkungan budidaya tetap
Panen parsial 1 dapat dilakukan pada hari ke-71 hingga ke-75, saat udang telah
mencapai size antara 90 - 100 (90 – 100 ekor udang/kg). Panen parsial hanya bersifat
penjarangan, sehingga biomass yang dikeluarkan dari petakan berkisar 20 - 30% atau berkisar
antara 2 – 3 ton. Panen parsial dilakukan dengan menggunakan jala. Panen berikutnya dapat
dilakukan setiap 10 hari kemudian hingga 3 – 4 kali. Panen total dapat dilakukan pada kisaran
100 – 105 hari, saat udang telah mencapai size sekitar 50. Asumsi total panen ukuran petak
1.000 m², tebaran 1.000/m², sintasan 90%, Feeding Convertion Ratio (FCR) 1,3 dengan ukuran
55
Sistem produksi udang vaname dengan teknologi supra intensif terjadi dengan tanpa
dampak lingkungan yang negatif. Agar dapat mengurangi pengaruh limbah pada perairan,
1) Penerapan feeding strategy; melalui cara pemberian pakan yang tepat jumlah, tepat waktu,
tepat nutrisi; dan tepat produk (low polluting feed);
3) Penggunaan IPAL untuk pemanfaatan dan daur ulang limbah untuk mendapatkan pupuk
organik berupa kompos dan budidaya komoditas low level food chain.
IPAL pada petak budidaya udang terdiri dari : (1) petak pengendapan, berfungsi
mengendapkan bahan organik; (2) petak oksigenasi, untuk meningkatkan kandungan oksigen
terlarut; (3) petak biokonversi, untuk meningkatkan bioflok yang berfungsi memecah bahan
organik menjadi nutrien yang lebih sederhana; dan (4) petak penampungan, untuk memelihara
komoditas Low level food chain seperti Ikan bandeng, Ikan Nila, Ikan Baronang, Kekerangan,
dan Rumput laut. Hasil penelitian Rachmansyah (BRPBAP Maros) pada tambak supra intensif
endapan: 5 --15 %, maka Total Suspended Solid dari awal sebesar 1.710 ppm menjadi 138
ppm dalam 20 menit; 50 ppm dalam dan 40 menit serta 20 ppm dalam 60 menit;
2) Pada petak oksigenasi; Dissolved Oxygen (DO) awal sebesar 2,18 ppm, menjadi 6,10 ppm
setelah 4 jam
3) Effluent pada petak penampungan sebagai berikut: (1) TSS < 70 ppm; (2) TN < 4 ppm; (3)
TP < 0,4 ppm; (4) BOT < 30 ppm; (5) BOD < 20 ppm; dan (6) pH: 6,5 – 8,5
56
4) Meskipun IPAL dapat mereduksi limbah, namun sangat disarankan untuk melakukan
budidaya rumput laut pada perairan di sekitar lokasi buangan effluent tambak supra
intensif. Hal ini mengingat bahwa daya serap K. alvarezii terhadap Nitrogen (N) sebesar
24,8 ug/g/jam dan Phospat (P) sebesar 9,1ug/g/jam. Bila menggunakan indikator N, maka
pada budidaya 1 ton udang/musim tanam perlu ditunjang oleh budidaya 2,75 ton Rumput
Laut K. alvarezii. Dalam hal ini, bila budidaya untuk 64 petak budidaya udang, perlu
Dengan produksi udang 6.021 ha untuk 2 siklus sebesar 50.000 ton/tahun dan jumlah
hari kerja 300 hari per-tahun, pada tahun 2019 tersedia bahan baku udang sebanyak 167 ton
per-hari untuk diolah dalam aktivitas value added. Adapun rencana kebutuhan bahan baku
value added di setiap kabupaten pada tahun 2019 disajikan pada Tabel 34.
No Kabupaten Ton/hari
1 Buol 8
2 Donggala 39
3 Toli-Toli 16
4 Kota Palu -
5 Parigi Moutong 52
6 Banggai Kep -
7 Banggai 31
8 Tojo Una-Una 5
9 Morowali 11
10 Poso 4
Jumlah 167
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
57
5.5.2 Rencana Blue Economy dan Zero Waste
Limbah udang dan effluent tambak memberikan manfaat yang dapat dijadikan sebagai
bahan baku aktivitas zero waste. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 35.
Dari 50.000 ton bahan baku udang untuk aktivitas value added, 30% terbuang dalam
bentuk kepala dan kulit atau 15.000 ton, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pabrik tepung
kepala udang dan chitin-chitosan. Selanjutnya, tepung kepala udang merupakan bahan baku
pabrik pakan ikan. Ketersediaan bahan baku dari limbah udang di setiap kabupaten dapat
Effluent dari tambak merupakan nutrien bagi tanaman rumput laut. Dengan rasio 1 ton
udang : 2,752 ton rumput laut, maka dapat dihasilkan 137.600 ton rumput laut basah yang
membutuhkan areal seluas 4.914 ha karena 1 ha menghasilkan 28 ton rumput laut basah.
Sejumlah 10 kg rumput laut menjadi 1 kg rumput laut basah dan 25% dari rumput laut kering
menjadi SRC, maka pada tahun 2019, SRC yang dihasilkan sebesar 3.440 ton.
58
Disamping produk zero waste yang dikemukakan di atas, limbah padat dari tambak,
hatchery dan pabrik SRC dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik yang bermanfaat bagi
aktivitas hortikultura.
Produk olahan udang Sulawesi Tengah dengan value added tinggi diarahkan pada
pasar domestik, pasar Asia, Amerika dan Eropa. Beberapa langkah strategik yang akan
ditempuh sebagai syarat untuk bisa berkompetisi di pasar global, adalah sebagai berikut :
2) Standardisasi produk.
Untuk kategori teknologi sederhana dan semi-intensif, investasi dapat dilakukan secara
langsung oleh masyarakat dengan melakukan revitalisasi petak-petak tambak yang sudah ada.
pemerintah diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan benih, pakan, dan peralatan sesuai
59
Untuk kategori teknologi intensif dan super-intensif, investasi dilakukan oleh dunia
usaha, baik lokal dan domestik maupun investor asing. Agar Net Present Value (NPV) positif
dan Internal Rate of Return (IRR) melebihi cost of capital, maka intervensi dan regulasi
pemerintah diarahkan pada terwujudnya iklim investasi, dalam beberapa bentuk sebagai berikut
dengan lainnya yang terpadu dengan pelabuhan dan bandar udara. Konektivitas akan
memperlancar lalu lintas benih, pakan, dan produk udang dengan biaya logistik yang
efisien.
pembesaran udang serta aktivitas-aktivitas yang terkait dengan mata rantai bisnis
vaname, termasuk teknologi dan pemasaran produk blue economy / zero waste.
Terwujudnya produksi udang 50.000 ton di tahun 2019 diperkirakan akan memberikan
dampak sosial dalam bentuk sebagai berikut :
60
1) Setiap unit usaha membutuhkan tenaga kerja lokal, sehingga akan meningkatkan
penghasilan masyarakat lokal. Tenaga kerja cukup banyak dibutuhkan oleh usaha value
added.
2) Masyarakat lokal yang melakukan aktivitas budidaya udang dan rumput laut dapat
menjual hasil produksinya secara langsung di kawasan dengan harga lebih memuaskan
3) Benur, bibit rumput laut dan pakan ikan berkualitas dapat diperoleh masyarakat secara
mudah dengan harga kompetitif yang menguntungkan masyarakat.
4) Kesuburan perairan yang meningkat karena effluent dari tambak udang dan keberadaan
areal rumput laut menguntungkan masyarakat dalam aktivitas budidaya mereka.
61
VI. Kemudahan Investasi
Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PPTSP adalah
dimulai proses pengelolaan dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen yang
Sistem PTSP dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan untuk
menyelenggarakan pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari
tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.
oleh Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Bidang Pengaduan dan Peningkatan
surat keterangan bukti pelunasan pajak retribusi dari Perangkat Daerah yang berwenang
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan serta pelayanan help desk dimulai dari jam
07.30 waktu Indonesia Tengah sampai dengan jam 15.30 waktu Indonesia Tengah, kecuali hari
Jumat pelayanan sampai dengan jam 16.00 waktu Indonesia Tengah dan waktu libur tertentu
62
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan meliputi: a. bidang penanaman modal; b.
bidang tenaga kerja; c. bidang koperasi, usaha mikro kecil dan menengah; d. bidang kesatuan
bangsa dan politik; e. bidang sosial f. bidang energi dan sumber daya mineral; g. bidang
kelautan dan perikanan; h. bidang lingkungan hidup dan kehutanan; i. bidang pekerjaan umum,
sumber daya air dan penataan ruang; j. bidang pekerjaan umum, bina marga dan cipta karya; k.
dan perkebunan; q. bidang peternakan dan kesehatan hewan; dan r. bidang penelitian.
Dalam rangka mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, transparan, pasti dan
terjangkau serta mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat
sebagai bentuk kemudahan pelayanan perijinan Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu, sesuai
dengan amanat Pasal 14 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu maka telah di buat Peraturan Gubernur No.
68 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Sulawesi Tengah.
Pemberian insentif bertujuan meningkatkan kinerja dan semangat pejabat atau aparat
pelaksana pemungutan serta pihak lainnya dalam meningkatkan pendapatan daerah dan
pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka mengoptimalkan pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah, instansi pelaksana pemungutan dan pihak lain yang membantu pelaksanaan
pemungutan diberikan insentif semuanya diatur dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah
No. 6 Tahun 2016 tentang Insentif Pemugutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
63
Insentif diberikan kepada Instansi Pelaksana pemungut Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Instansi Pelaksana pemungut Pajak Daerah adalah Dinas Pendapatan. Dan
Instansi Pelaksana Pemungut Retribusi Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
Provinsi yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pengelola retribusi daerah.
Insentif bersumber dari pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan
(tiga persen) dari rencana penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam tahun
anggaran berkenaan dalam tiap jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Investor Forum bertujuan untuk menjalin komunikasi yang lebih erat antara perusahaan
Kabupaten/ Kota). Tujuannya adalah agar Pemda dapat membantu dan memfasilitasi jika ada
selaku instansi yang bertanggung jawab dalam pencapaian realisasi investasi akan saling
melakukan koordinasi untuk mencari solusi atas penyelesaian permasalahan. Jika hambatan
dan permasalahan dapat diselesaikan, sehingga dampak positif atas percepatan realisasi
64
VII. Kontak Hubung
email : dpm.ptsp.provsulteng@gmail.com
Hp.
Narahubung
Narahubung
65