Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

GEOFISIKA UMUM

“SURVEY BAWAH PERMUKAAN – RUPTURE SESAR PALU KORO


MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY
IMAGING 2-D”

OLEH :
VINOLIA GRANETSYA
F 121 17 020

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI

PALU
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sulawesi merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng, yaitu Indo-
Australia, Eurasia, dan Filipina. Kondisi tersebut menyebabkannya sangat
rawan terhadap bencana gempa bumi tektonik. Lempeng Lautan Indo-
Australia bergerak ke utara dengan kecepatan sekitar 50 – 70 mm/tahun dan
menunjam di bawah palung laut dalam Sumatra – Jawa sampai ke barat Pulau
Timor di NTT (Bock drr., 2003). Sementara itu, Lempeng Pasifik menabrak
sisi utara Pulau Irian dan pulau-pulau di utara Maluku dengan kecepatan 120
mm/tahun, dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman lempeng di
bagian sisi barat dan selatan Indonesia (Bock drr., 2003).
Tekanan akibat pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan banyak
sesar lokal aktif di wilayah Sulawesi. Dari aspek tenaga tektonik jelas bahwa
bagian Indonesia Timur memiliki potensi ancaman bencana gempa bumi dua
kali lipat dibandingkan dengan Indonesia bagian barat (Natawidjaya dan
Triyoso, 2007).
Salah satu sesar aktif di Sulawesi adalah sesar Palu Koro yang
memanjang kurang lebih 240 km dari utara (Kota Palu) ke selatan (Malili)
hingga Teluk Bone. Sesar ini merupakan sesar sinistral aktif dengan
kecepatan pergeseran sekitar 25 - 30 mm/tahun (Kaharuddin drr., 2011). Sesar
Palu Koro berhubungan dengan Sesar Matano-Sorong dan Lawanoppo-
Kendari, sedangkan di ujung utara melalui selat Makasar berpotongan dengan
zona subduksi lempeng Laut Sulawesi (Kaharuddin drr., 2011).
Gempa yang terjadi di Kab. Donggala, Kota Palu, Kab. Sigi dan
sekitarnya akhir September 2018 lalu diyakini disebabkan oleh pergerakan
sesar PaluKoro. Gempa bermagnitudo 7,4 SR tersebut menghasilkan
kerusakan yang cukup besar dan banyak ditemukan retakan-retakan (rupture)
di permukaan akibat pergerakan sesar (www.itb.ac.id).
Dengan menggunakan metode geofisika Electrical Resistivity Imaging 2-
D, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan dari
retakan (rupture)akibat pergerakan Sesar Palu Koro di beberapa lokasi yang
merupakan jalur dari sesar ini.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat diambil beberaparumusan masalahsebagai
berikut :
1. Bagaimana model struktur geologi bawah permukaan dari rupture akibat
pergerakan Sesar Palu Koro di lokasi penelitian?
2. Bagaimana pendugaan susunan litologi batuan di bawah permukaan daerah
penelitian berdasarkan data geolistrik tahanan jenis (resistivitas)?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang diambil dapat ditarik tujuan penelitian
diantaranya sebagai berikut :
1. Membuat model struktur geologi bawah permukaan dari rupture Sesar Palu
Koro di lokasi penelitian.
2. Mengidentifikasi litologi batuan yang menyusun struktur bawah permukaan
dari rupture Sesar Palu Koro di daerah penelitian berdasarkan data geolistrik
tahanan jenis (resistivitas).
3. Mengetahui besar Strike-Slip Rupture Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen
Palu

1.4 Manfaat
Adapun beberapa manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan informasi terkait tentang kondisi struktur bawah
permukaanlokasi penelitian adanya retakan-retakan (rupture) dari pergerakan
Sesar Palu Koro.
2. Menambah wawasan serta pengetahuan terkait litologi batuan di daerah
penelitian dengan penggunaan metode geolistrik tahanan jenis.
3. Memberikan informasi mengenaai ukuran Strike-Slip Rupture Sesar Left-
Lateral Palu Koro-Segmen Palu.

1.5 Ruang Lingkup


Penelitian ini berlokasi di dua titik. Titik pertama berada di Jalan
Padanjakaya, lorong asam dan titik kedua berada di Jalan Poros Palu - Bangga.
Pengambilan data geolistrik tahanan jenis menggunakan konfigurasi Wenner.
Analisa kontur nilai tahanan jenis (resistivitas) dan pemodelan 2D kondisi bawah
permukaan daerah penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software diantaranya Ms.Excel, Res2Dinv, Surfer11, dan SASPlanet.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Electrical Resistivity

Metode geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang


mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan arus
listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah.
Umumnya, metode resistivitas ini baik untuk eksplorasi dangkal, yaitu
sekitas 100 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi
yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena melemahnya arus
listrik untuk jarak bentang yang semakin besar (Santoso,2002).
Metode Electrical Resistivity Tomography (ERT) adalah salah satu
metode yang dapat mengukur sifat kelistrikan material di bawah permukaan
yang didasarkan pada nilai resistivitas material dengan cara menginjeksikan
arus listrik dan mengukur potensialnya di permukaan tersebut. Penelitian
yang berjudul Pengembangan Metode Pencitraan Electrical Resistivity
Tomography Menggunakan Konfigurasi Wenner -Schlumberger.
Metode geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah geolistrik.
Geolistrik pada dasarnya adalah suatu metode eksplorasi untuk menyelidiki
keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan
batuan, antara lain tahanan jenis atau resistivitas. Namun perlu diingat bahwa
nilai resistivitas yang diperoleh dari pengukuran geolistrik bukan nilai
resistivitas sebenarnya, melainkan nilai resistivitas semu atau apparent
resistivity yang telah mendapat pengaruh dari batuan lain di sekitarnya.
Penyelidikan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan
terhadap arus listrik, dimana setiap jenis batuan yang berbeda akan
mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda pula. Hal ini tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya umur batuan, kandungan elektrolit, kepadatan
batuan, jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas dan
sebagainya.
Geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan arus
listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam
tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B
yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang
jarak AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan
batuan lebih dalam. Sedangkan dua elektroda potensial yang berada di
dalam konfigurasi digunakan untuk mengukur beda potensialnya (Sudaryo
& Afifah, 2008:120).
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut akan menimbulkan
tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang ada di permukaan
tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui dua
buah elektroda tegangan M dan N dimana jaraknya lebih pendek dari pada
jarak elektroda AB. Ketika jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar
maka akan menyebabkan tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN
ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus
listrik pada kedalaman yang lebih dalam, seperti ditunjukkan pada Gambar
2.1 berikut.

Gambar 2.1 Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul
karena adanya dua sumber arus (Reynolds, 1997)
Asumsinya bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh
arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB atau lebih dikenal dengan
AB/2, sehingga dapat diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik
ini akan berbentuk setengah bola dengan jari-jari bola AB/2.
Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak
elektroda tertentu, dapat ditentukan variasi harga hambatan jenis masing-
masing lapisan di bawah titik ukur. Pendeteksian di atas permukaan meliputi
pengukuran medan potensial, arus dan elektromagnetik yang terjadi secara
alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi. Dalam penelitian
ini dikhususkan pada metode geolistrik tahanan jenis.
Umumnya metode resistivitas ini hanya baik untuk eksplorasi dangkal,
yaitu sekitar 100 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut,
informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena
melemahnya arus listrik untuk jarak bentang yang semakin besar. Karena
itu, metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh
eksplorasi minyak. Metode resistivitas lebih banyak digunakan dalam
bidang enginering geology (seperti penentuan kedalaman batuan dasar),
pencarian reservoir air, pendeteksian intrusi air laut, dan pencarian ladang
geothermal. Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial
dan arus, dikenal beberapa jenis metoda resistivitas tahanan jenis, antara
lain: Metoda Schlumberger, Metode Wenner, dan Metoda Dipole Sounding.

Menurut Waspodo, sebagaimana dikutip oleh Nurhidayah (2011:14),


berdasarkan tujuannya, cara pengukuran resistivitas terdiri dari dua yaitu:
1) Metode Resistivitas Sounding (Pendugaan secara Vertikal)
Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan
secara vertikal. Pada prakteknya, spasi elektroda (arus dan potensial)
diperbesar secara bertahap sesuai dengan konfigurasi elektroda yang
digunakan. Semakin panjang bentangan jarak elektrodanya, maka
semakin dalam pula batuan yang dapat diditeksi, walaupun masih dalam
batas-batas tertentu.
2) Metode Resistivitas Mapping (Pendugaan secara Horizontal)
Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan
secara horizontal. Pada prakteknya, spasi elektroda (arus dan potensial)
dibuat sama untuk semua titik di permukaan bumi. Hasil dari
pengukuran ini biasa dijadikan sebagai peta kontur berupa sebaran nilai
resistivitasnya.

2.1.1. Arus Listrik di Permukaan Bumi


Permukaan yang dilalui arus I adalah permukaan setengah bola
dengan luas 2πr2 seperti gambar 2.2, sehingga:
𝐽 = 𝜎𝐸
𝐼 𝐼𝑉
=𝜌𝑟
𝐴
𝐼 𝐼𝑉
=𝜌𝑟
2𝜋𝑟 2
𝐼𝜌
𝑉(𝑟) = 2𝜋𝑟
𝑉
𝜌 = 2𝜋𝑟 𝐼

Potensial yang sama pada permukaan setengah bola di dalam tanah


dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Potensial di sekitar titik arus pada permukaan bumi


(Telford et al.,1990:524)
𝜌𝐼 𝜌𝐼 𝜌𝐼 1 1
VM = − = ( − )
2𝜋𝑟1 2𝜋𝑟2 2𝜋 𝑟1 𝑟2

dengan,
r1: Jarak dari titik M ke sumber arus positif
r2: Jarak dari titik M ke sumber arus negatif
𝜌𝐼 𝜌𝐼 𝜌𝐼 1 1
VN = − = ( − )
2𝜋𝑟1 2𝜋𝑟2 2𝜋 𝑟1 𝑟2

dengan,
r3: Jarak dari titik N ke sumber arus negatif
r4: Jarak dari titik N ke sumber arus positif
Jika ada dua titik yaitu M dan N yang terletak di dalam bumi
tersebut, maka besarnya beda potensial antara titik M dan titik N adalah:
VMN = VM - VN
𝜌𝐼 1 1 𝜌𝐼 1 1
= {2𝜋 (𝑟1 − 𝑟2)} − {2𝜋 (𝑟3 − 𝑟4)}
𝜌𝐼 1 1 1 1
= 2𝜋 (𝑟1 − 𝑟2 − 𝑟3 − 𝑟4)

Pada metode geolistrik, pengukuran potensial dilakukan dengan


menggunakan dua buah elektroda potensial seperti pada Gambar 2.3
dibawah ini:

Gambar 2.3 Letak elektroda arus dan elektroda potensial pada


permukaan bumi (Reynold, 1997:425)
𝜌𝐼 1 1 1 1
𝛥𝑉 = ( − − + )
2𝜋 𝐴𝑀 𝐵𝑀 𝐴𝑁 𝐵𝑁
sehingga
2𝜋 𝛥𝑉
𝜌= 1 1 1 1
( − − − ) 𝐼
𝐴𝑀 𝐵𝑀 𝐴𝑁 𝐵𝑁

𝛥𝑉
𝜌=𝐾 𝐼

dengan K adalah faktor geometri.


2.1.2. Arus Listrik di Dalam Bumi
Arus listrik adalah gerak muatan negative (elektroda) pada materi
dalam proses mengatur dirimenuju ke arah kesetimbangan. Peristiwa ini
terjadi bila materi mengalami gangguan karena adanya medan listrik. Bila
medan listrik arahnya selalu tetap menuju ke satu arah, maka arus listrik
yang mengalir akan tetap juga arahnya dan begitu juga dengan sebaliknya
(Yunginger,Tanpa Tahun)
Metode geolistrik mengalirkan arus DC ke dalam bumi dan akan
mencatat nilai dari potensial listrik akan menghitung nilai dari hambatan
jenis dari suatu batuan. Potensial listrik didefinisikan sebagai energi
potensial persatuan muatan.
𝛾
1 𝑄
𝑈 = ∫ 𝐸 𝑑𝑟 =
∞ 4𝜋𝜀 𝑟
Dengan
U = Energi potensial
E = medan listrik
Q = gaya coloumb
r = jarak antar muatan
metode resistivitas memanfaatkan sebuah sifat alami arus listrik di
dalam bumi berupa titik arus di dalam bumi yang akan mengalirkan arus
ke segala arah dan membentuk suatu permukaan bola dengan titik yang
memiliki besar arus yang sama disebut titik equipotensial.

Gambar 2.4 Penjalaran arus listrik di bawah permukaan bumi.


2.1.3. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan
sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor pembanding “n”
untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda AM
dengan jarak antara MN seperti pada Gambar 2. Jika jarak antara elektroda
potensial MN adalah a maka jarak antar elektroda arus (A dan B) adalah
2na+ a

Gambar 2.5 Pengaturan Elektroda Konfigurasi Wenner –


Schlumberger
Faktor geometri dari konfigurasi Wenner-Sclumberger adalah :
𝑘 = 𝑛(𝑛 + 1)𝜋𝑎
Dengan a adalah jarak antara elektroda M dan N.

2.1.4. Nilai Resistivitas Batuan


Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas
memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral
logam, harganya berkisar pada10-8 Ωm hingga 10-7 Ωm. Begitu juga pada
batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan
menghasilkan range resistivitas yang bervariasi pula. Range resistivitas
maksimum yang mungkin adalah dari 1,6 x 10-8 Ωm (perak asli)
hingga1016 Ωm (belerang murni).
Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya ditentukan
oleh pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori-pori fluida. Air tanah secara
umum berisi campuran terlarut yang dapat menambah kemampuannya
untuk menghantarkan listrik, meskipun air tanah bukan konduktor listrik
yang baik. Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan dalam Tabel 2.1
(Telford et al., 1990).
Tabel 2.1 Nilai Resistivitas Batuan (Telford et al., 1990)
Bahan Resistivitas
(Ωm)
Udara (dimuka 2 x 104 – 5 x
bumi) 105
Air
Distilasi 2x105
Permukaan 30 s/d 3x103
Tambang 0.4 s/d 6x102
Laut 0.21
Tembaga
Murni 1.7 x 10-8
Bijih 0.001
Mineral
Kalsit 5.5 x1013
Galena 1x10 -5 – 2.5x10-3
Magnetit 8 x 10-5 –
Pirit 0.005
Kwarsa 2x10-5 s/d
Batu garam 9x10-2
Belerang 4 x1010
Batuan 102- 105
Granit 1012 - 1015
Gabro
Gneis 3x102 s/d
Batugamping 3x106
Batupasir 103 - 106
Serpih 6.8 x 104 – 106
Konglomerat 50 s/d 107
Alluvium dan 1 s/d 103
pasir 20 s/d 2x103
Tufa 2x103 - 104
Lempung 10 – 800
Tanah 20 – 200
3 – 20
1 s/d 104

Harga tahanan jenis batuan tergantung macam-macam materialnya,


densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air,
kualitas dan suhu, dengan demikian tidak ada kepastian harga tahanan.
Jenis untuk setiap macam batuan pada akuifer yang terdiri atas material
lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar
kandungan air tanahnya atau makin besar kandungan garamnya (misal air
asin). Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga harga
tahanan jenis akan kecil.

2.2. Rupture Sesar Palu-Koro – Segmen Palu


Sulawesi merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng, yaitu Ind-
Australia, Eurasia, dan Filipina. Kondisi tersebut menyebabkannya sangat
rawan terhadap bencana gempa bumi tektonik. Lempeng Lautan Indo-
Australia bergerak ke utara dengan kecepatan sekitar 50 – 70 mm/tahun dan
menunjam di bawah palung laut dalam Sumatra – Jawa sampai ke barat
Pulau Timor di NTT (Bock drr., 2003). Sementara itu, Lempeng Pasifik
menabrak sisi utara Pulau Irian dan pulau-pulau di utara Maluku dengan
kecepatan 120 mm/tahun, dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan
penunjaman lempeng di bagian sisi barat dan selatan Indonesia (Bock drr.,
2003).
Tekanan akibat pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan banyak
sesar lokal aktif di wilayah Sulawesi. Dari aspek tenaga tektonik jelas bahwa
bagian Indonesia Timur memiliki potensi ancaman bencana gempa bumi dua
kali lipat dibandingkan dengan Indonesia bagian barat (Natawidjaya dan
Triyoso, 2007). Namun, jika dipandang dari aspek kerentanan, bagian barat
Indonesia seperti Sumatra dan Jawa, lebih rentan terhadap bencana gempa
bumi karena populasi penduduknya lebih padat dan infrastrukturnya lebih
berkembang (Natawidjaya dan Triyoso, 2007).
Salah satu sesar aktif di Sulawesi adalah sesar Palu Koro yang
memanjang kurang lebih 240 km dari utara (Kota Palu) ke selatan (Malili)
hingga Teluk Bone. Sesar ini merupakan sesar sinistral aktif dengan
kecepatan pergeseran sekitar 25 - 30 mm/tahun (Kaharuddin drr., 2011).
Sesar Palu Koro berhubungan dengan Sesar Matano-Sorong dan
Lawanoppo-Kendari, sedangkan di ujung utara melalui selat Makasar
berpotongan dengan zona subduksi lempeng Laut Sulawesi (Kaharuddin
drr., 2011).
Bagian barat wilayah Palu tersusun oleh batupasir, serpih, konglomerat,
batugampung, rijang, filit, sabak, dan batuan gunungapi serta terobosan
granitoidberumur 35 jt th.(Sukamto, 1973). Bagian timur umumnya tersusun
oleh batuan metamorfik filit, sekis, gneiss berumur 3 jt tahun dan diterobos
oleh granitoid tipe S berumur2.4 jt tahun. Endapan Molasa Celebes Sarasin
(berumur 1.7 jt - Plistosen) yang tersusun atas konglomerat, batupasir,
batulumpur, batugampingkoral, napal dan endapanalluvial serta pantai.
(Hennig, 2017)
Gempa 7.5 SR akibat akitifitas sesar mendatar kiri (Palu-Koro Fault
Zone) dengan kombinasi adanya gerak turun blok hangingwall (perbukitan
bagian timur Kota Palu) terhadap blok footwall (perbukitan sebelah barat
Kota Palu).
Kemenerusan sesar tampak pada batimetri memperlihatkan adanya
penyempitan berupa lembah pada Kota Palu dan semakin ke utara lepas
pantai barat Sulawesi semakin dalam dan lembah semakin lebar dan blok
batuan dasar berada di bawah permukaan air laut (garis kuning). Seperti
yang digambarkan dibawah ini :
Gambar 2.6. Mekanisme gempa yang terjadi oleh aktifitas sesar Palu-Koro
(BADAN GEOLOGI, 2018)

Pemodelan citra menggunakan MicMac (Sotiris, 2018)


memperlihatkan pergerakan blok sesar yang linier memanjang lebih dari 20
km sebagai sesar mendatar kiri, dengan total pergeseran horizontal
mencapai 3-4 m. Tampak pada blok bagian barat mengalami pergerakan
horizontal ke tenggara-selatan mencapai 3 m (warna biru) sedangkan blok
bagian timur bergerak horizontal ke baratlaututara mencapai4 m. Batuan
tersusun utamanya oleh endapan molasa, aluvium, dan sedimen pantai yang
belum terkonsolidasi dan bersifat ductile. Batuan alas diperkiran merupakan
batuan beku vulkanik. (BADAN GEOLOGI, 2018)

Berdasarkan pemodelan peta “ALOS-2 interferogram” oleh JAXA,


EOS Singapore, Asia Sentinel menunjukkan bahwa zona hancuran utama
akibat gempa 7.5 SR menerus berarah relatif utara-selatan utamanya pada
daerah daratan dengan panjang mencapai ~150km. Daerah Palu menjadi
sangat terdampak diakibatkan batuan penyusunnya adalah lapisan batuan
permukaanyang belum terkompakkan. (BADAN GEOLOGI, 2018)

Gambar 2.7. Peta “ALOS-2 interferogram” menunjukkan bahwa zona hancuran


utama akibat gempa 7.5 SR (JAXA, EOS Singapore, Asia Sentinel)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu
Praktikum Lapangan Geofisika Umum dilaksanakan pada hari Sabtu-
Minggu tanggal 4-5 Mei 2019, dimana pada hari Sabtu untuk pengambilan
data Strike-Slip Rupture Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu;
kemudian pada hari Minggu dilanjutkan untuk pengambilan data Strike-Slip
dan Survey Electrical Resistivity Imaging 2-D.

3.2. Lokasi
Praktikum Lapangan Geofisika Umum berlokasi di 27 titik yang
merupakan jalur yang dilewati Sesar Palu Koro untuk pengambilan data
Strike-Slip Rupture Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu, dan dua
tempat untuk Survey Electrical Resistivity Imaging 2-D yaitu di
Jl.Padanjakaya, lrg.Asam dan Jl.Poros Palu-Bangga.

3.3. Peralatan
- Strike-Slip Rupture Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu
Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data Strike-Slip
Rupture Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu adalah GPS, kompas,
roll meter, kamera, dan lembar pengambilan data Strike-Slip. GPS
digunakan untuk memplot koordinat aktual dari rupture. Kompas
digunakan untuk mengukur besar Strike (°) dari rupture (retakan) sesar
Palu Koro. Roll meter digunakan untuk mengukur besar Slip-utara (m)
dan Slip-selatan (m). Kamera digunakan untuk mengambil gambar
rupture Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu. Dan lembar
pengambilan data Strike-Slip digunakan untuk mengisi hasil pengukuran
di lapangan.
- Survey Electrical Resistivity Imaging 2-D
Untuk Survey Electrical Resistivity Imaging 2-D peralatan yang
digunakan yaitu aki, resistivitymeter, elektroda, palu, kabel penghubung
(roll), meteran, GPS, laptop, kamera dan payung. Aki digunakan sebagai
sumber tegangan DC. Resistivitymeter adalah alat yang digunakan untuk
mengetahui nilai resistivitas lapisan atau batuan. Elektroda digunakan
sebagai elektroda arus dan elektroda potensial, sebagai elektroda arus
digunakan untuk menginjeksi arus ke dalam bumi dan sebagai elektroda
potensial digunakan untuk membaca beda potensialnya. Palu digunakan
untuk menancapkan elektroda ke tanah. Kabel penghubung digunakan
untuk menghubungkan elektroda dan resistivitymeter. Meteran
digunakan untuk menentukan jarak elektroda sesuai konfigurasi yang
digunakan. GPS digunakan sebagai alat penentu posisi lintang dan bujur
dari setiap titik ukur. Laptop digunakan untuk mengisi data hasil
pembacaan resistivitymeter. Kamera sebagai alat pengambilan
dokumentasi. Payung digunakan untuk menutupi resistivitymeter dari
sinar matahari agar angka yang terbaca oleh alat dapat terlihat dengan
jelas.

3.4. Prosedur Pengambilan Data


3.4.1. Data Strike-Slip
1. Mengisi keterangan tempat pada lembar pengambilan data
Strike-Slip.
2. Memplot koordinat aktual lokasi keterdapatan retakan (rupture)
dari Sesar Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu menggunakan
GPS.
3. Mengukur besar Strike menggunakan kompas geologi.
4. Mengukur besar slip-utara dan slip-selatan dari Rupture Sesar
Left-Lateral Palu Koro-Segmen Palu menggunakan roll meter.
5. Mengambil gambar (memotret) retakan (rupture) di lokasi
penelitian.
6. Menggambar sketsa Strike-Slip Rupture Sesar Left-Lateral Palu
Koro pada lembar pengambilan data berdasarkan urutan validasi
foto .

3.4.2. Data Electrical Resistivity


Pengambilan data geolistrik tahanan jenis dilakukan dengan
mengukur tahanan jenis batuan. Penyelidikan yang digunakan
adalah jenis mapping (secara horisontal). Pengambilan data
mapping menggunakan konfigurasi Wenner Alpha dengan tiap spasi
2 meter dengan panjang tiap lintasan 28 meter. Bentuk penelitian
geolistrik tahanan jenis ini mengikuti diagram alir yang ditunjukkan
gambar 3.4.2.
Mulai

Pengambilan data:
1. Datum point
2. Arus listrik
3. Resistansi (Hambatan)

Menentukan
resistivitas (ρ)
Studi geologi

ρ = 2.π.a.R
Resistivitas batuan

Interpretasi kuantitatif Interpretasi kualitatif

Pemodelan

Analisis 2D Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.4.2. Diagram alir pengolahan data geolistrik

Proses pengambilan data pada metode mapping dengan


menggunakan konfigurasi Wenner Alpha dengan panjang tiap lintasan 28
meter bentangan AB antara 2 meter. Prosedur mapping horisontal untuk
konfigurasi Wenner sebagai berikut:
a) Ditempatkan elektroda-elektroda arus AB dan tegangan MN
dengan jarak yang sama (a1)
b) Kemudian dicatat posisi koordinat datum serta ketinggian
c) Selanjutnya dicatat beda potensial (V), kuat arus listrik (I) dan
nilai resistan (R) yang terukur pada alat resistivity meter.
d) Dipindah elektroda pada jarak ke 2 dengan jarak antar elektroda
sebesar a2. Dan dicatat kuat arus listrik dan nilai hambatan yang
terukur. Arah bentangan antara A, N, M dan B harus lurus.
e) Langkah pada poin 2 dilakukan (dapat berkali-kali) sampai panjang
lintasan yang diharapkan.
f) Lalu dipindah titik datum point dan dilakukan sesuai urutaan
prosedur 1-4.

Data yang diambil dari penelitian ini meliputi data primer,


yaitu:
1. Jarak antar elektroda (jarak elektroda AB dan MN)
2. Jarak antar titik mapping
3. Besar arus yang diinjeksikan ( I )
4. Beda potensial yang terjadi ( V )
5. Nilai hambatan ( R )

Gambar 3.4.3. Skema pengambilan data mapping (Milsom, 2003).


3.5. Pengolahan Data

Data geolistrik mapping yang telah diperoleh dari lapangan diolah dengan
menggunakan software Ms.Excel untuk menghitung nilai resistivitasnya dan software
Res2Dinv untuk mendapatkan data struktur bawah permukaan dalam bentuk kontur
secara mendatar sehingga memberikan data 2 dimensi sebaran nilai resistivitas pada
titik-titik pengukuran yang telah menjadi target poin. Software Res2Dinv
memasukkan data point datum yang diperoleh dari (C1+C2)/2 kemudian ditambah C1.
Lebih jelasnya sebagai berikut :

Hasil dari Res2Dinv

3.6. Interpretasi Data

Analisa dan interpretasi data geolistrik dilakukan dengan analisa dan


interpretasi mapping dua dimensi. Analisa dan interpretasi 2 dimensi mapping
memberikan gambaran sebaran nilai resistivitas dengan bentuk tampilan menyerupai
pemetaan. Informasi yang diperoleh adalah nilai resistivitas secara merata.

Anda mungkin juga menyukai