Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu
divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm dan merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan. Apendisitis merupakan kegawatdaruratan medik dan memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1 Apendisitis dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi paling sering terjadi pada dekade kedua dan ketiga dalam kehidupan. Insidens pada perempuan dan laki-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun dimana insidens pada laki-laki lebih tinggi.1 WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. Tujuh persen populasi di Amerika Serikat menderita apendisitis dengan insidensi 1,1 kasus tiap 1000 orang per tahun. Angka kejadian apendisitis akut mengalami kenaikan dari 7,62 menjadi 9,38 per 10.000 dari tahun 1993 sampai 2008. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006, apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia, gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040.2 Kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis masih merupakan masalah dalam bidang bedah. Terdapat beberapa pasien yang menunjukan gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas, sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam diagnosis dan keterlambatan dalam hal penanganannya. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan terjadinya perforasi, morbiditas, dan negative apendectomy. Angka negative apendectomy di Amerika Serikat sebesar 15,3% pada apendisitis akut.3
1 2
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan dasar dalam diagnosis
apendisitis dengan tingkat akurasi sebesar 76-80%. Modalitas pencitraan seperti Ultrasonography (USG) dan Computed Tomography (CT) scan dapat meningkatkan akurasi diagnosis hingga 90%, namun karena biayanya yang mahal dan tidak semua unit pelayanan kesehatan memilikinya, pemeriksaan ini jarang digunakan. Gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas akan menyulitkan dokter dalam menegakkan diagnosis, sehingga dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Meningkatnya jumlah sel darah putih antara 11.000/mm3 sampai 17.000/mm3 didapatkan pada 80% penderita, tetapi tidak jelas apakah spesifik untuk appendisitis atau penyakit lain dengan gejala nyeri abdomen akut.3 Berdasarkan hal tersebut, kemampuan dokter dalam menegakkan diagnosis apendisitis serta membedakan antara apendisitis akut dan apendisitis perforasi secara klinis sangat diperlukan, karena keduanya memiliki penanganan yang berbeda dan berkaitan dengan bahaya komplikasi yang ditimbulkan.