Laporan Pendahuluan Post Term
Laporan Pendahuluan Post Term
“POST TERM”
I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu
yaitu kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan posterm dan
pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang
dibedakan dengan sindrom pasca maturitas dan merupakan kondisi neonatal yang
didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk
kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir
atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas
janin. (Varney H., 2011).
Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu plasenta akan mengecil dan
fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan plasenta untuk menyediakan
makanan semakin berkurang dan janin akan menggunakan persediaan lemak dan
karbohidratnya sendiri sebagai sumber energy. Sehingga laju pertumbuhan
janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak dapat menyediakan oksigen yang
cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat janin, sehingga janin menjadi
rentan terhadap cedera otak dan organ lainnya. Cedera tersebut merupakan
resiko terbesar pada seorang bayi post-matur dan untuk mencegah terjadinya hal
tersebut, banyak dokter yang melakukan induksi persalinan jika suatu kehamilan
telah lebih 42 minggu.
B. Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 2010).
Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan
38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta
berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi
absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum,
55% intrapartum, 15% postpartum.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan
pada kehamilan berikutnya. Mogren (2010) seperti dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami kehamilan postterm
saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya mengalami kehamilan postterm.
C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Sistem Reproduksi
Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu alat
kelamin (genetalia) luar dan alat kelamin bagian dalam. alat kelamin wanita
terdiri dari bagian-bagian dibawah ini :
a. Alat Kelamin Wanita Bagian Luar
1) Mons Veneris
Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup
tulang kemaluan dan di tumbuhi rambut
2) Labia Mayora (Bibir Besar)
Berasal dari mons veneris, bentuknya lonjong menjurus kebawah dan
bersatu di bagian bawah. Bagian luar labia mayora terdari dari kulit
berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat, bagian dalamnya
tidak berambut dan mengandunga kelenjar lemak, bagian ini
mengandunga banyak ujung syaraf sehingga sensitive saat hubungan
seks.
3) Labia Minora (Bibir Kecil)
Merupakan lipatan kecil bagian dalam labia mayora. bagian
depennya mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mmpunyai pembuluh
darah, sehingga dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah.
Labia ini analog dengan kulit skrotum pada pria.
4) Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria.
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat
sensitive saat berhubungan seks.
5) Vestibulum
Bagian kelamin ini dibasahi oleh kedua labia kiri dan kanan dan
bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia
minora. Pada bagian vestibulum terdapat muara vagina (liang
senggama), saluran kencing, kelenjar bartolini dan kelenjar skene
(kelenjar ini akan mengeluarkan cairan pada saat permainan
pendahuluan dalam hubungan seks sehingga memudahkan penetrasi
penis).
6) Hymen (Selaput Dara)
Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagian
luar. Pada umumnya hymen berlubang sehingga menjadi saluran
aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar
rahim atau kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim). Pada
hubungan seks pertama hymen akan robek dan mengeluarkan darah.
Setelah melahirkan hymen merupakan tonjolan kecil yang disebut
karunkule mirtiformis.
Berikut ini adalah gambar alat kelamin wanita bagian luar
Gambar 2.1 Alat Kelamin Wanita Bagian Luar
3) Tuba Fallopii
Tuba fallopii bersal dari ligamentum latum berjalan kearah lateral, dengan
panjang sekitar 12 cm. Tuba fallopii bukan merupakan saluran lurus, tetapi
mempunyai bagian yang lebar sehingga membedakannya menjadi empat
bagian. Di ujungnya terbuka dan mempunyai fimbriae (rumbai-rumbai),
sehingga dapat menangkap ovum (telur) saat terjadi pelepasan telur
(ovulasi). Saluran telur ini merupakan hasil konsepsi (hasil pembuahan)
menuju rahim. Tuba Fallopii merupakan bagian yang paling sensitive
terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan
(infertilitas). fungsi tuba fallopii sangat vital dalam proses kehamilan, yaitu
menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi menangkap
ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat
pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada
lapisan dalam rahim.
4) Ovarium (Indung Telur)
Indung telur terdapat dua di kanan dan kiri, dilapisi mesovarium.
bentuknya seperti buah almon berukuran 2,5-5cm x 1,5-2 cm x 0,6-1 cm.
Terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh
ligamentum ovarii proprium dan kedinding panggul oleh ligamentum
infudibulo-pelvikum. indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang
paling utama, sehingga mempunya dampak kewanitaan dalam pengaturan
proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih
berganti kanan dan kiri. pada saat telu dikeluarkan wanita disebut “dalam
masa subur”. Pada masa menopause semua telur menghilang. fungsi indung
telur adalah menghasilkan sel telur, menghasilkan hormone (progesterone
dan estrogen), pengatur siklus menstruasi.
5) Parametrium (Penyangga Rahim)
Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul. Lipatan atasnya mengandung
tuba fallopii dan ikut serta nenyangga indung telur. Bagian ini sensitive
terhadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya. Hampir keseluruhan alat
reproduksi wanita berada dalam rongga panggul. Setiap individu wanita
mempunyai bentuk dan ukuran panggul yang berbeda satu sama lain. Bentuk
dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu proses persalinan. Dan
perubahan ukuran pada panggul ini pula untuk mengukur umur kehamilan
seorang wanita.
Berikut ini adalah gambar alat kelamin wanita bagian dalam
Gambar 2.2 Alat Kelamin Wanita Bagian Dalam
b. Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah persalinan bayi, yang merupaka respon segera mengurangi jumlah
volume intrauterus. Selama 1 : 2 jam pertama post partum, aktivitas
uterus menurunkan dengan halus dan stabil.
Kontraksi uterus mempunyai penekanan intramural pembuluh-pembuluhh
darah pada waktu pertama keadaan ibu sehingga fundus menetap dengan
tegas. Priode relasasi dan kontraksi sangat kuat adalah lebih umum ada
pada kehamilan dan mungkin menyebabkan nyeri perut yang tidak
nyaman yang disesbabkan afterpains terus berlangsung sampai masa
puerperium
c. Tempat Pelepasan Plasenta
Setelah plasenta dan membran-membran dikeluarkan terjadi
kontraksi vaskular dan trombus untuk menutupi tempat tumbuhnya
plasenta dengan suatu nodul-nodul yang irreguler dan area elevasi.
Pelepasan jaringan-jaringan yang nekrose diikuti dengan pertumbuhan
endometrium. Metrium untuk mencegah terjadinya scar. Proses yang unik
ini adalah karakteristik muka yang normal. Dimungkinkan endometrium
untuk segera memulai siklus perubahan dan untuk mempersiapkan tempat
tumbuhnya dan pembentuknya plasenta pada kehamilan yang akan
datang. Regenerasi endoetrium sempurna pada akhir minggu ketiga post
partum kecuali pada tempat pelepasan plasenta sering kali tidak sempurna
hingga 6 minggu setelah persalinan
d. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavam uteri dan
vagian dalam masa nifas
1) Loche rubra (1-3 hari post partum ) Jumlahnya sedang, berwarna
merah dan hitam
2) loche sanginolenta (3-7 hari ) Jumlahnya berkurang dan berwarna puti
bercampur merah
3) loche serosa ( 7-14 hari ) Jumlahnya sedikit, berwarna kekuningan
4) loche alba Setelah hari ke-14 berwarna putih
e. Serviks
Setelah kala III dan segmen uterus merupakan struktur tipis, kolap dan
lembek .pada ekstroserviks akan mendapat luka kecil dan memar , yang
merupakan kondisi optimal untuk terjadinya infeksi setelah melahirkan
kondisi optimal untuk terjadinya infeksi setelah melahirkan lubang servik
akan dilatasi hingga 10 cm dan berangsur-angsur menutup tetapi ostium
eksterum akan kembali dan akan kembali akan tersebut seperti mulut ikan
f. Vagina dan perineum
Awalnya intronim vagina eritema dan edema pada area episiotomy
atau perbaikan erea yang sobek. Melakukan perawatan dengan hati-hati
pada area tersebut ,mencegah dan mengobati segera hematom dn menjaga
kebersihan dengan baik selama 2 minggu pertama
g. Payudara
Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi organ-organ
pelvis,payudarah mencapai maturius yang penuh selama masa nifas,
kecuali jika laktasi disupresi .payudarah akan menjadi besar, lebih
kencang dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap
perubahan status hormonal serta dimulai nya laktasi
D. Patofisiologi
Penyebab dari pada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor hormonal, yaitu
kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam,
1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42
minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta.
Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan
tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai
50%. Sehingga janin dapat mengalamo pengecilan ukuran janin dan kurang
nutrisi. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada
organ ginjal dan usus dari janin. Mekonium yang diaspirasi kembali oleh janin
mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat mengakibatkan
atelektasis. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk
janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30%
prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml.
2. Berkurangnya berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu).
3. Berkurangnya ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
4. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi, resiko terjadi aspirasi
mekonium.
5. O2 supply kepada janin mengalami penurunan: Resiko asfiksi.
6. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa.
Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak
telah tua 1-3 minggu.
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula
terjadi peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan mekonium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin
7. Tali pusat layu dan berwarna kuning
8. Palpasi kepala janin mengeras.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama
Haid Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan diatas
42 minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur.
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya
fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur.
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi penulangan
pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter
biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami
perubahan semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban
mengalami penurunan.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban : biru Nil, maka sel – sel yang
mengandung lemak akan berwarna jingga.
a. Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
b. Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan karena
bercampur mekonium
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ terjadi
karena insufiensi plasenta
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi
janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini
mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat segera dilakukan
SC
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin : menentukan derjat hipoksia, mupun intrepretasi
asidosis/alkalosis pada janin.
G. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu
monitoring janin secara intensif
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk
melakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan yang di
induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan atau
tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu.
e. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan
sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).
5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak
janin.
6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :
a. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah servik
matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin,
dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan
servik dibanding oksitosin.
b. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (misalnya
minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis),
memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit
penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
c. Metode hormon untuk induksi persalinan :
1) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan
servik sudah matang.
2) Prostaglandin dapat digunakan untuk mematangkan
servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi
keduanya menunjukkan hal yang positif.
3) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang
diberikan intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus
peptikum, bukan untuk induksi)
4) Dinoproston Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia
dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1995).
5) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam
bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1993).
d. Metode non hormon Induksi persalinan
1) Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian
servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke
dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan
jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak
aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban
serviks tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak
rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui,
atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2) Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja
3) Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan metode
yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penanganannya dengan menstimulasi putting selama 15 menit
diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam
sebanyak 3 kali perhari.
4) Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun
jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan
jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5) Kateter foley atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian balon di
isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada
tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat
efektif
H. Komplikasi
1. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, Air ketuban berkurang dan makin kental, moulding
kepala kurang. Maka akan sering dijumpai partus lama, kesalahan letak,
inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan
angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar
dari kehamilan 40 minggu karena post maturitas akan menambah bahaya pada
janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi yaitu berat badan janin
dapat bertambah besar serhingga memerlukan tindakan persalinan, tetap dan
ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu, Pertumbuhan janin makin
lambat, Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia
akibat makrosomia, aspirasi mekonium, hipoksia dan hipoglikemia dan setiap
saat dapat meninggal di rahim, terjadi perubahan metabolisme janin, Ada pula
yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan (IUFD).
3. Suhu yang tidak stabil.
4. Hipoglikemi.
5. Polisitemia.
6. Kelainan neurogenik.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Tujuan anamnesa adalah untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan dan kehamilan. Informasi ini digunakan dalam proses
menentukan diagnosa keperawatan dan mengembangkan rencana asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Tanyakan pada ibu:
a Nama, umur, alamat dll.
b Keluhan Utama
c Riwayat penyakit sekarang
d Riwayat penyakit masa lalu
e Riwayat penyakit keluarga
f Tanyakan HPHT
g Status obstetrik : G, P, A, P, I, A, H.
h Apa aktivitas Ibu di rumah
i Apakah janin aktif bergerak
j Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
1) Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya, kemana dan
dengan siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
2) Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu pernah
menderita suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
3) Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan terdahulu/
sebelumnya.
4) Berat badan ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, berapa
penambahan berat badan ibu.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada ibu
1. Gangguan perfusi jaringna b/d hipoksia jaringan
2. Nyeri akut b/d agen cidera fisik : SC/episotomy
3. Ansietas pada Ibu b/d ancaman pada status kesehatan
4. Gangguan pertukaran gas pada janin b/d. obstruksi jalan nafas, asfiksi,
Insufisiensi Plasenta
5. Resiko infeksi pada janin b/d. mekonium yang bercampur dengan cairan
ketuban
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan
lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
Batasi
pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap penyakit
menular
Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
Pertahankan
teknik isolasi k/p
Berikan
perawatan kuliat
pada area
epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi
luka / insisi
bedah
Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari
infeksi
Laporkan
kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur
positif
DAFTAR PUSTAKA