Anda di halaman 1dari 3

Sebagai negara berkembang Indonesia ikut merasakan kemajuan teknologi, diantaranya

bidang transportasi. Majunya transportasi mengakibatkan mobilitas penduduk ikut meningkat.


Namun kemajuan ini juga mempunyai dampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas mengakibatkan sebanyak 1,24 juta korban yang meninggal tiap tahunnya di
seluruh dunia. Dari seluruh kecelakaan yang ada,World Health Organization(WHO) mencatat
bahwa90% kecelakaan lalu lintas dengan cedera kepala banyak terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia (WHO, 2013).Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang menimbulkan
trauma dan berbagai komplikasi pada penderitanya, bahkan yang lebih parahnya sampai
penderitanya mengalami kematian. Oleh karena itu kecelakaan lalu lintas dengan cedera kepala
penting untuk diketahui. Cedera kepala menjadi hampir sebagian penyebab kematian dari
keseluruhan angka kematian yang diakibatkan traumadanmerupakan penyebab utamayang paling
sering mengakibatkan kecacatan permanen setelah kecelakaan dan kecacatan tersebut dapat terjadi
meskipun pada pasien dengan cedera kepala derajat ringan .

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap
kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.Di dalam kepala terdapat otak yang
mempengaruhi segala aktivitas manusia, bila terjadi kerusakan akan mengganggu semua sistem
tubuh. Cedera kepala sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas sebagai salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif.

Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari cedera kepala. Glasgow
Coma Scale(GCS) adalah salah satu cara menentukan keparahan dan paling sering digunakan secara
klinis. GCS didasarkan pada respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan berbagai
fungsi atau respon motorik terhadap berbagai stimulus . Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat
dibagi atas: cedera kepala ringan 3yang dinyatakan dengan GCS 14-15, cedera kepala sedang yang
dinyatakan dengan GCS 9-13, dan cedera kepala berat yang dinyatakan dengan GCS ≤ 8 .

Trauma merupakan masalah kesehatan yang besar di negara berkembang yang jumlahnya
meningkat sebanding dengan perkembangan industri dan transportasi. Kematian akibat cedera
diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta (9,2% dari kematian global) dan diperkirakan
akan menempati peringkat ketiga dari Disability adjusted life years(DALYs) pada tahun 2020.

Trauma yang terjadi paling sering sebagai akibat dari jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan tindak
kekerasanse pertipemukulan, penembakan, danpenusukan. Trauma juga hasil dari kecelakaan
dirumah dan tempat kerja.
Sistem skor ini muncul sejak tahun 1970 untuk mengukur tingkat

keparahan pada pasien, terutama pasien trauma.Salah satu sistem skor yang dapat digunakan
adalah Revised Trauma Score(RTS). Revised Trauma Scoremenilai sistem fisologis manusia secara
keseluruhan. Penilaian RTS dilakukan segera setelah pasien cedera, umumnya saat sebelum masuk
rumah sakit atau ketika berada di unit gawat darurat. Revised Trauma Scoretelah divalidasi sebagai
metode penilaian untuk membedakan pasien dengan prognosis baik dan buruk.

Skor Fisiologis

Revised Trauma Score (RTS) adalah salah satu skor fisiologis yang lebih umum. Menggunakan 3
parameter sebagai berikut: (1) skala Glasgow koma (GCS), (2) (SBP) tekanan darah sistolik dan (3)
frekuensi pernafasan(RR).

Skor bernilai dari 0-4. RTS memiliki 2 bentuk tergantung pada penggunaannya. Ketika digunakan di
Triase, RTS ditentukan dengan menambahkan masing-masing nilai-nilai kode bersama-sama. Dengan
demikian, RTS berkisar dari 0-12 dan dengan mudah dihitung.

Tabel 1. Revised Trauma Score

Coded GCS SBP (mm Hg) RR (breaths/min)


Value
0 3 0 0

1 4-5 < 50 <5


2 6-8 50-75 5-9

3 9-12 76-90 >30


4 13-15 >90 10-30

RTS kurang dari 11 menunjukkan perlu dirujuk ke trauma center. Bentuk kode RTS lebih sering
digunakan untuk kualitas jaminan dan hasil prediksi. Kode RTS dihitung sebagai berikut, di mana
SBPc, RRc, dan GCSc mewakili nilai-nilai kode setiap variabel:

RTSc = 0.9368 GCSc + 0.7326 SBPc + 0.2908 RRc

Jelas, nilai ini lebih rumit untuk menghitungnya sehingga sulit dipakai. Keuntungan utama dari RTS
sangat spesifik untuk pasien yang mengalami cedera kepala.

RTS memiliki beberapa keterbatasan yang mempengaruhi manfaatnya, dan sebagian besar dari
keterbatasan ini berkaitan dengan GCS. Awalnya, GCS dimaksudkan untuk mengukur status
fungsional sistem saraf pusat. Karena pentingnya cedera kepala dalam menentukan hasil trauma,
GCS juga digunakan oleh banyak orang sebagai komponen untuk menentukan tingkat keparahan
trauma. Masalah nya GCS (dan RTS) tidak secara akurat menentukan skor pada pasien yang di
intubasi dan yang mendapat ventilasi mekanik (yang seringkali dapat terjadi sebelum membuat
keputusan di triase).

Selain itu, pasien lumpuh atau yang berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang
juga sulit untuk menetukan skor. Sebaga alternatif dapat dinilai respon motorik dan respon
membuka mata untuk menghitung atau memprediksi respon verbalnya. Penelitian telah
menunjukkan bahwa penilaian motorik bisa menilai dan memprediksi GCS.Baru-baru ini, para
peneliti telah mendapatkan bahwa respon motorik baik memprediksi kematian dan lebih baik dari
skor untuk menentukan derajat keparahan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai