Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEGAWATAN NEUROSENSORI

“ PENILAIAN TINGKAT KESADARAN GLASGOW COMA SCALE ”

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

1. Anis Sa’adah P0722020001


2. Annisya P0722020002
3. Aprilianti Pratiwi P0722020003
4. Asyie Mahmudah P0722020004
5. Atiul Makrifa P0722020005
6. Dedi Hariyadi P0722020006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Swt, karena berkat Rahmat dan atas izin-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penilaian Tingkat Kesadaran Glasgow
Coma Scale” sebagai makalah mata kuliah Kegawatan Neurosensori. Makalah ini
kami susun berdasarkan referensi dari beberapa buku, media internet dan berbagai
sumber yang kami dapatkan dan kami mencoba menyusun data-data itu hingga
menjadi sebuah makalah yang sederhana ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat diselesaikan


karena adanya bantuan baik moral maupun materil serta dari teman-teman sejawat,
dosen pembimbing, dan berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan segala kerendahan
hati menyampaikan terima kasih kepada pembimbing dalam bimbingan pembuatan
makalah ini.

Akhir kata, penulis secara terbuka menerima saran dan kritik atas segala kekurangan
dalam makalah ini, dan penulis berharap makalah ini dapat meningkatkan ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat
luas.

Sekian dan terima kasih.

Bontang, 15 Oktober 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skala Koma Glasgow pertama kali diterbitkan pada tahun 1974 di Universitas
Glasgow oleh profesor bedah saraf Graham Teasdale dan Bryan Jennett. Glasgow
Coma Scale (GCS) digunakan untuk menggambarkan secara obyektif tingkat
gangguan kesadaran pada semua jenis pasien medis dan trauma akut. Skala tersebut
menilai pasien berdasarkan tiga aspek responsivitas yaitu respon membuka mata,
motorik, dan verbal. Masing-masing melaporkan hal ini secara terpisah sehingga
memberikan gambaran yang jelas tentang keadaan status pasien.

Setiap penggabungan komponen skala menjadi total dari Skor Koma Glasgow
yang memberikan deskripsi namun kurang mendetail, tetapi dapat memberikan
ringkasan 'singkatan' yang berguna dari keseluruhan tingkat keparahan. Ekspresi skor
adalah jumlah skor serta elemen individu. Misalnya, skor 10 dapat dinyatakan sebagai
GCS10 = E3V4M3.

Penggunaan Glasgow Coma Scale menjadi meluas pada tahun 1980-an ketika
edisi pertama Advanced Trauma and Life Support merekomendasikan
penggunaannya pada semua pasien trauma. Selain itu, Federasi Masyarakat Bedah
Saraf Dunia (WFNS) menggunakannya dalam skalanya untuk menilai pasien dengan
perdarahan subaraknoid pada tahun 1988, Skala Koma Glasgow dan skor totalnya
telah dimasukkan dalam berbagai pedoman klinis dan sistem penilaian untuk korban
trauma atau penyakit kritis. Hal ini mencakup pasien dari segala usia, termasuk anak-
anak praverbal. Skala Koma Glasgow adalah komponen wajib dari NIH Common
Data Elements untuk studi cedera kepala dan revisi ICD 11 dan digunakan di lebih
dari 75 negara.

Sebagian besar kita mengetahui dan menggunakan Glasgow Coma Scale


(GCS) setiap hari, tetapi banyak yang tidak mengetahui pembaruan dan penambahan
skor yang dibuat masing-masing pada tahun 2014 dan 2018. Klarifikasi dalam
susunan kata pada skala berusaha untuk meningkatkan kemudahan penggunaan dan
reliabilitas antar penilai, sementara penambahan pemeriksaan pupil dan temuan CT
berusaha untuk meningkatkan akurasi prognostik.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis ambil sebagai dasar dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut

1. Apa yang pengertian dengan GCS (Glasgow Coma Scale)?


2. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya penurunan tinkat
kesadaran?
3. Bagaimana SOP penilaian tingkat kesadaran menggunakan GCS?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Tujuan Umum
Mahasiswa memahami cara penilaian tingkat kesadaran menurut Glasgow
Coma Scale (GCS)
2. Tujuan KhususTujuan khusus dari penulisan makalah adalah:
a) Memahami pengertian dari penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
b) Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya
penurunan tinkat kesadaran
c) Mampu melakukan/ mempraktikkan penilaian tingkat kesadaran GCS
sesuai SOP
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang


terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Dengan demikian, kondisi tingkat
kesadaran seseorang tidak selalu berada dalam kondisi normal. Untuk mengukur
tingkat kesadaran maka digunakanlah suatu cara pemeriksaan yakni dengan standar
Glasgow Coma Scale (GCS)

GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara
obyektif derajat kesadaran seseorang. Skala Koma Glasgow dibagi menjadi tiga
parameter: respons mata terbaik (E), respons verbal terbaik (V), dan respons motorik
terbaik (M). Tingkat respons dalam komponen Skala Koma Glasgow 'diberi skor' dari
1, untuk tanpa respons, hingga nilai normal 4 (Respons membuka mata) 5 (Respons
verbal) dan 6 (Respons motorik)

Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS sangatlah


penting, oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat, sebagai contoh:
GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga harus dituliskan seperti: GCS 10
(E2M4V3). Skor tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15
(E4M6V5), dan skor terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1)

GCS, yang dikembangkan oleh Prof. Graham Teasdale pada tahun 1974,
dirancang untuk mengukur tingkat kesadaran pada pasien cedera otak. Awal mula
penilaian awal GCS terdiri dari 14 skala seiring waktu berkembang menjadi 15 skala
dan kini telah menjadi bagian integral dari penilaian dan prognosis untuk perubahan
status mental pasien di seluruh dunia. Hal itu diadopsi dalam edisi pertama ATLS
pada tahun 1980 dan terus dimasukkan dalam bentuk yang lebih modern dalam edisi
ke-10 ATLS.
Komponen asli GCS adalah sebagai berikut:

Glasgow Coma Scale 1974

Klarifikasi Terminologi

Edisi skala GCS ini adalah salah satu yang disadari oleh kebanyakan orang.
Namun, pada peringatan 40 tahun skala tersebut, terminologi tersebut mengalami
pembaruan dengan tujuan untuk menyederhanakan bahasa yang digunakan2. Versi
GCS tersebut adalah sebagai berikut (perubahan disorot).

Glasgow Coma Scale 2014

Pelaporan Aspek Skor yang Tidak Dapat Diuji

Pada versi baru 2014, skor ditabulasi seperti sebelumnya dengan skor
gabungan dari 3 hingga 15 dan skor individu. Namun, dalam kasus aspek yang tidak
dapat diuji, GCS baru hanya boleh dicatat dalam komponennya. Berikut ini
contohnya:
Pria 42 tahun, diintubasi setelah traumatic brain injury (TBI) untuk mengurangi GCS.
Saat ini, dia membuka mata untuk tekanan, diintubasi, dan menarik lengan dan kaki
kirinya untuk merasakan sakit.

1979 - GCS: E 2, V 1t, M 4. Total GCS: 7

2014 - GCS: E 2, V NT, M 4. Tidak lagi merekomendasikan untuk menetapkan 1


poin ke elemen yang tidak dapat diuji, oleh karena itu skor gabungan tidak boleh
digunakan di sini karena akan menyiratkan bahwa pasien lebih tidak sehat daripada
yang sebenarnya. Setiap elemen yang tidak dapat diuji harus ditandai sebagai NT,
karena “tidak dapat diuji”.

2.2 Etiologi

Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan


penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :

1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh
yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah
dalam mempertahankan suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah
mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak
teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat
mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh
Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.

Berkurangnya sirkulasi cairan tubuh. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar
maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah
maupun luka bakar yang luas.

Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka


traumatic, tetapi dengan pengecualian cardiac tamponade dan pneumothorax,
akibat dari shock yang paling umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-
luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).

Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya


ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular
oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga
kematian cell, kegagalan organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan
mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya peredaran yang tidak cukup bisa
cepat diketahui dengan memasang alat penerima chemosensitive dan pressure-
sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi
mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk
pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh
hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang
menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah (peripheral vascular)
dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah sekitar cutaneous,
splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock
tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian
kapiler, tachycardia yang relatip dan kegelisahan.

2. E : Ensefalitis

Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin


melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.

3. M : Metabolik

Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum

Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini,


hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin,
penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu pasien DM, dan penyebab
lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM berupa
hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang
berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarism

Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu
gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak
keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual. gejala ini timbul bila kadar
glukosa darah turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang
terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga
gejala neurologi. Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental
menurun, hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-
kejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah
turun mendekati 20% mg.

Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi
gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar
glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah
mengalami stadium gangguan otak karena terdapat gangguan kesadaran.

Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia


dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut
dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya
meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya untuk pemeriksaan glukosa darah.
Bila dengan pemberian suntik bolus dekstrosa pasien yang semula tidak sadar
kemudian menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai
dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten
dengan hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar
glukosa plasma meningkat.

Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian


dapat terjadi karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam
keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan otak.
4. E : Elektrolit

Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat
disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau
kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan
renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor
kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam


karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam
(pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120
x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah,
muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

5. N : Neoplasma

Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat
pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai
pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan tak
disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal
dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut.
Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan
kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma,
40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di


daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.

6. I : Intoksikasi

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara


menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi
menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran
dan gangguan isi (kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang
dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.

Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan


penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan
manajemen penderita. Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat
ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik atau metabolik. Pada koma
akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak
langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada
pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena
kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya
aktivitas membran neuronal atau multifaktor. Diagnosis banding dapat
ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf
kranial dan respons motorik terhadap stimuli.

7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat
mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada
pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali untuk memastikan ada ventilasi
cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus diperiksa dengan
melakukan rabaan untuk mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat
emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa secara
sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan
secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah tensi pneumothorax, pneumothorax
terbuka, massive haemothorax, flail segment dan cardiac tamponade. Tensi
pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14
untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus
melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris
mid-clavicular dibagian yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara
dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi stabilisasi terhadap pasien
untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk melakukan intervensi yang
lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah haemothorax yang
lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan
lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat
dibawah). Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat
ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke
perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum
metransportasi pasien.

8. E : Epilepsi

Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.

2.3 Nilai Skala GCS (Glasgow Coma Scale)


Poin penilaian dialokasikan untuk respon dalam setiap komponen. Jumlah
titik-titik ini menunjukkan tingkat keparahan penurunan kesadaran. Rata GCS
terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 15. Keparahan cedera otak dapat
diklasifikasikan menurut skor GCS.

a) Cedera otak parah - skor 3-8


b) Cedera otak sedang - skor 9-12
c) Rata cedera otak ringan dari 13-15

2.2.1. Membuka Mata (E)

Penilaian komponen ini merupakan respon pasien terhadap rangsangan


dengan membuka mata nya. Ada 4 penilaian dalam komponen ini, diantaranya yaitu:

Nilai Keterangan
4 Mata membuka spontan : pasien membuka matanya tanpa rangsangan
eksternal.
3 Membuka mata karena perintah: pasien merespon membuka matanya
terhadap rangsangan verbal.
2 Membuka mata terhadap rangsangan yang menyakitkan: pasien membuka
mata setelah adanya stimulus rasa sakit
1 Tidak membuka mata: Tidak membuka mata meskipun ada rangsangan verbal
maupun nyeri yang diberikan.

Catatan:

a. Jika pasien sedang tidur dan memerlukan rangsangan verbal untuk


membangunkan pasien dan pasien mampu mempertahankan membuka mata
selama seluruh penilaian, pasien ini memiliki nilai (4)
b. Jika pasien sedang tidur dan membutuhkan rangsangan verbal untuk bangun
dan kemudian tidur kembali atau menjadi mengantuk dan diperlukan sering
rangsangan verbal untuk tetap terjaga, maka pasien ini memiliki nilai (3)
c. Jika pasien tidak dapat membuka mata mereka karena cedera atau edema,
mereka mencetak gol sebagai (1). Perawat harus menjelaskan pada pasien
'kemajuan catatan mengapa pasien tidak dapat membuka mata mereka.
d. Pasien dengan membuka mata spontan mungkin tidak menunjukkan bahwa
komponen kesadaran pasien 4EG utuh yang berada dalam keadaan vegetasi
permanen memiliki membuka mata spontan tetapi mereka tidak menyadari
lingkungan sekitar dan mereka tidak fokus.
e. Bicara dengan pasien pada kedua telinga untuk mendapatkan respon terhadap
rangsangan verbal (dalam kasus pasien tuli di satu sisi).

2.2.2. Respon Verbal Terbaik (V)

Komponen penilaian ini adalah untuk menilai respon verbal dari pasien
dengan mengajukan tiga pertanyaan orientasi. Tiga pertanyaan tersebut adalah
waktu, tempat, dan orang (nama). Ada 5 nilai dalam komponen ini diantaranya:

Nilai Keterangan
5 Berorientasi/ Orientated : Pasien mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
waktu, tempat, dan orang dengan benar. Beberapa pasien yang menjawab
semua pertanyaan dengan benar tiga, namun, selama percakapan lanjut,
perawat dapat menemukan pasien tidak benar-benar koheren. Karena pasien
mampu menjawab semua tiga pertanyaan dengan benar maka dia masih
mencetak sebagai berorientasi
4 Bingung/ Confused (Disorientasi): Pasien tidak mampu menjawab satu atau
lebih dari tiga pertanyaan orientasi (waktu, tempat, dan orang) dengan benar.
Beberapa pasien tidak dapat menjawab semua tiga pertanyaan orientasi benar
tapi percakapan mereka koheren. Mereka masih memiliki nilai (4).
3 Kata-kata yang tidak tepat/ Inappropriate words : Pasien melakukan
pengucapan secara acak atau menjawab pertanyaan namun tidak sesuai
dengan pertanyaan/ menyimpang dari pertanyaan dan tidak ada umpan balik
pembicaraan yang berkelanjutan.
2 Suara tidak bermakna/ Incomprehensible sounds: Pasien mengerang (tidak
ada kata-kata) dengan atau tanpa adanya rangsangan dari luar.
1 Tidak ada respon verbal/ No verbal response: Pasien tidak membuat suara
bahkan ketika ada rangsangan yang menyakitkan diterapkan.

Catatan:

a. Jika pasien memiliki trakeostomi, intubasi, atau afasia, bahkan jika mereka
dapat menulis atau berjabat dan nob / nya kepalanya untuk pertanyaan
orientasi benar, dia hanya akan mencetak (1) karena dia tidak membuat
"verbal" tanggapan . Perawat harus menjelaskan berlangsung pasien
perhatikan bagaimana respon pasien ini untuk pertanyaan orientasi.
b. Ketika meminta tempat, dimulai dengan negara, provinsi, kota, dan kemudian
membangun. Jangan mengajukan pertanyaan spesifik.
c. Tanyakan pasien tahun berjalan dan bulan atau musim. Jangan tanya tanggal
atau hari .

2.2.3. Respon Motorik Terbaik (M)

Komponen ini sedang menguji respon motorik terbaik pasien terhadap


rangsangan lisan atau menyakitkan. Respon motorik terbaik paling sedikit
dipengaruhi oleh trauma. Komponen ini di GCS adalah indikator yang paling akurat
dalam memprediksi hasil-hasil pasien. Ada enam nilai dalam komponen ini,
diantaranya adalah sebagai berikut:

Nilai Keterangan
6 Mematuhi perintah/ Obeys commands: Pasien mampu melakukan tugas-tugas
sederhana seperti bertanya "menunjukkan ibu jari Anda", atau "menunjukkan
dua jari". Jangan meminta pasien untuk "pegangan jari-jari saya". Ini mungkin
refleks.
Untuk pasien lumpuh yang tidak dapat menggerakkan anggota mereka,
perawat dapat meminta pasien untuk tersenyum, julurkan lidah mereka, atau
menunjukkan gigi mereka.
5 Melokalisir nyeri/ Localizing pain: menjangkau dan menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri .
4 Penarikan terhadap nyeri/ Withdrawal from pain: menghindar atau menarik
tubuh untuk menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri
3 Abnormal fleksi/ Abnormal flexion to pain (decortication): salah satu tangan
atau keduanya menekuk saat diberi rangsang nyeri
2 Abnormal ekstensi/ Abnormal extension to pain (decerebration): salah satu
tangan atau keduanya bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi
rangsang nyeri
1 Tidak ada respon/ No motor response: Pasien tidak menunjukkan dan gerakan
anggota tubuh ketika rasa sakit pusat diterapkan.

2.2.4 Rangsangan Yang Menyakitkan

Rangsangan yang menyakitkan dapat diklasifikasikan ke dalam nyeri perifer


dan nyeri sentral. Nyeri perifer biasanya diuji dengan memberikan rasa sakit pada
jari-jari pasien dan jari kaki. Respon pada nyeri perifer dapat dibagi menjadi (9)
refleks spinal. Jangan memberikan tekanan di dasar kuku karena dapat merusak
jaringan lunak di bawah kuku. Memberikan tekanan dengan pena ditempatkan pada
aspek lateral dua jari antara kedua dan ketiga sendi phalangeal.

Rangsangan sentral yang menyakitkan diuji untuk menilai integritas sentral


yang lebih tinggi dari otak seperti batang otak dan korteks serebral. Hal ini
diaplikasikan ke daerah sentral yang tidak menimbulkan refleks seperti tekanan pada
otot trapezium (saraf kranial XI ) atau tekanan pada sudut rahang (saraf kranial V).

Menggosok sternum juga diklasifikasikan sebagai stimulus sentral yang


menyakitkan, hal tersebut sebisa mungkin dihindari. Menggosok ulang sternum dapat
meninggalkan memar pada daerah sternum pasien. Memar ini bisa disalahartikan
sebagai abuse atau penyiksaan ke pasien.

i. Adopsi Skor Reaktivitas Pupil (GCS-P)


Menurut Prof. Teasdale Kemampuan untuk melakukan penilaian awal penting
untuk penanganan pasien cedera serta bermanfaat untuk membantu memandu
perawatan pasien selanjutnya. Pada tahun 2018 sebuah makalah baru diterbitkan yang
menyerukan penerapan skor GCS-P. GCS-P dinilai dari 1 hingga 15 dan dihitung
dengan mengurangi skor reaktivitas pupil (PRS) dari GCS yang dihitung.

Berikut adalah contoh kasusnya:


Wanita berusia 37 tahun dengan trauma subarachnoid hemorrhage (SAH).
Saat datang ke UGD, dia tidak membuka matanya, dia mengerang, dan
menunjukkan fleksi abnormal pada anggota badannya hingga nyeri. Pada
pemeriksaan pupilnya, keduanya difiksasi dan dilatasi.

GCS-nya adalah 6. GCS-P-nya adalah 6-2 = 4.

Menurut data yang dikumpulkan dari uji coba CRASH dan IMPACT yang
digunakan untuk mendapatkan skor tersebut, GCS 6 membawa mortalitas 6
bulan sebesar 28,82%. Namun, pasien dengan GCS 6 dan pupil tetap bilateral
(GCS-P = 4) memiliki mortalitas 6 bulan sebesar 42,94% 5. Penambahan
pemeriksaan pupil tampaknya memungkinkan dokter untuk memperkirakan
hasil yang lebih baik daripada GCS saja dan dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah di samping tempat tidur.

Skor mortalitas vs GCS dikelompokkan berdasarkan reaktivitas pupil menggunakan


data CRASH dan IMPACT
Tabel skor GCS-P yang dihitung dan mortalitas dan hasil yang sesuai

2.4 Penerapan Skala Koma Glasgow pada Pediatri

Glasgow Coma Scale dapat digunakan pada anak-anak di atas 5 tahun tanpa
modifikasi. Anak-anak dan bayi yang lebih kecil tidak dapat memberikan tanggapan
verbal yang diperlukan praktisi untuk menggunakan skala guna menilai orientasi
mereka atau mematuhi perintah untuk mengevaluasi respons motorik mereka. Sejak
Skala Koma Glasgow Pediatric awalnya dijelaskan di Adelaide, ada beberapa
modifikasi tanpa satu pun yang diterima secara universal. Versi di bawah ini berasal
dari James dan Jaringan Penelitian Terapan Perawatan Darurat Pediatrik

Anak-anak kurang dari 2 tahun (pra-verbal) / Anak-anak di atas 2 tahun (verbal)

a. Respon mata terbaik

Score Keterangan
4 Mata terbuka secara spontan
3 Mata terbuka untuk suara
2 Membuka mata karena nyeri
1 Tidak ada lubang mata
b. Respon verbal terbaik

Score Keterangan
5 Coos and babbles / 5 Orientated: berbicara mengoceh seperti biasa
4 Mudah tersinggung / menangis lemah / Bingung
3 Menangis sebagai respons terhadap rasa sakit / Kata-kata yang tidak
bisa dimengerti
2 Erangan/ merintih sebagai respons terhadap rasa sakit/ Suara yang
tidak bisa dimengerti
1 Tidak ada respon

c. Respon motorik terbaik

Score Keterangan
6 Bergerak secara spontan dan sengaja / Menaati perintah
5 Menarik diri untuk disentuh / Melokalisasi rasa sakit
4 Penarikan nyeri
3 Fleksi abnormal hingga nyeri
2 Perpanjangan nyeri yang abnormal
1 Tidak ada respons motor

2.5 Pemeriksaan pada Pasien

Derajat kesadaran ditentukan oleh banyaknya neuron penggalak atau neuron


pengemban kewaspadaan yang aktif dan didukung oleh proses biokimia untuk
menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut. Apabila terjadi gangguan sehingga
kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat
terjadi karena neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (disebut
koma bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya
untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik). `
Koma bihemisferik antara lain dapat disebabkan oleh hipoglikemia,
hiperglikemia, uremia, koma hepatikum, hiponatremia, dan sebagainya. Koma
diensefalik antara lain dapat disebabkan oleh: strok, trauma kapitis, tumor
intracranial, meningitis, dan sebagainya. Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan
komponen GCS, misalnya: pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan
Endothracheal Tube/ETT). Pada kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi
keterangan tambahan, misalnya: E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT)

2.6 Cara Meningkatkan GCS

Penurunan GCS dapat terjadi karena cedera yang terjadi pada kepala. Untuk
meningkatkan nilai GCS dibutuhkan beberapa tindakan seperti:

1. Pemberian Obat

Obat diberikan untuk mencegah kerusakan pada organ otak setelah terjadi
kecelakaan. Obat yang diberikan dapat berupa:

a. Obat Diuretik
Digunakan untuk mengurangi jumlah cairan dalam lapisan tissur dan
meningkatkan pengeluaran urin. Obat diuretik diberikan untuk seseorang
dengan cedera kepala untuk mengurangi tekanan yang terjadi dalam otak.
b. Obat Anti Kejang Seseorang yang mengalami cedera kepala ringan sampai
berat mungkin mengalami kejang selama minggu pertama setelah
kecelakaan. Obat anti kejang mungkin diberikan untuk menghidari resiko
kerusakan lebih buruk pada otak yang diakibatkan karena kejang.
2. Operasi
Operasi darurat mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan
tambahan pada jaringan otak.
3. Rehabilitasi
Kebanyakan orang yang mengalami kecelakaan otak mungkin akan
membutuhkan rehabilitasi. Pasien perlu belajar kembali hal-hal dasar
seperti berjalan dan berbicara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melakukan aktifitas harian.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Kesadaran

Pemeriksaan kesadaran dibagi menjadi 2, yaitu:

3.1.1 Pemeriksaan Kualitatif

a. Komposmentis : kesadaran penuh (normal)


b. Apatis : kesadaran sedikit menurun, acuh tak acuh
c. Somnolen / letargi / obtundasi : keadaan mengantuk, dapat pulih jika
dirangsang, dan pasien mudah dibangunkan,mampu memberi jawaban verbal
dan menghindari rasa nyeri.
d. Sopor/Stupor : keadaan mengantuk yang mendalam,pasien dapat dibangunkan
jika dirangsang dengan kuat,namun kesadarannya segera menurun lagi.
e. Koma ringan/Semi-koma : tidak dapan respon verbal,reflek pupil
baik.Gerakan timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.Pasien tidak
dapat dibangunkan.
f. Koma/GCS 1 1 1 : Sama sekali tidak terdapat respon membuka
mata,bicara,maupun gerakan.

3.1.2 Pemeriksaan Kuantitatif

a. Membuka Mata

Score Keterangan
4 Spontan
3 Membuka mata dengan rangsang suara (menyuruh pasien membuka
mata)
2 Membuka mata dengan rangsang nyeri tekan pada supraorbita / kuku
jari
1 Dengan rangsang nyeri tidak membuka mata

b. Respon Verbal / Bicara

Score Keterangan
5 Baik, dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu siapa ia,
dimana ia berada, dan kapan
4 Dapat bicara dalam kalimat tetapi terdapat disorientasi waktu dan
tempat
3 Dapat mengucapkan kata-kata, tetapi ltidak berupa kalimat dan tidak
tepat.
2 Mengerang, tidak ada kata-kata
1 Tidak ada respon dengan rangsang nyeri

c. Respon Motorik / Gerakan

Score Keterangan
6 Menuruti perintah
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Dapat menghindar dari rangsang nyeri
3 Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan fleksi
2 Dengan gerakan nyeri terdapat gerakan ekstensi
1 Tidak terdapat respon dengn rangsang nyeri
3.2 Perbandingan Full Outline of Unresponsiveness Score (FOUR) dengan
Glasgow Coma Scale

Penilaian kesadaran penting dilakukan pada pasien anak dengan sakit kritis
untuk memperkirakan prognosis. Modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) banyak
digunakan untuk menilai kesadaran tetapi memiliki keterbatasan terutama pada pasien
yang diintubasi. Terdapat skor alternatif baru yaitu Full Outline of UnResponsiveness
score (FOUR score) yang dapat digunakan untuk menilai kesadaran pasien
terintubasi.

Peenentuan prognosis pada saat perawatan di Unit Perawatan Intensif


merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Dengan mengetahui prediksi prognosis
maka penanganan menjadi lebih optimal dan motivasi untuk menangani secara
maksimal lebih tinggi. Selama ini telah dikenal sistem skor yang sudah dipergunakan
secara luas yaitu Glasgow Coma Scale (GCS) atau modifikasi GCS untuk anak
namun memiliki keterbatasan. Keterbatasan GCS adalah komponen verbal pasien
yang berada dalam keadaan koma dan terintubasi tidak dapat dinilai. Penelitian
menunjukkan sekitar 20%-48% pasien yang menggunakan GCS sebagai alat untuk
menilai kesadaran, menjadi kurang berguna karena mereka diintubasi. Selain itu,
GCS hanya menilai orientasi, yang dengan mudah menjadi abnormal pada pasien
yang mengalami agitasi dan delirium. Skor GCS tidak mempunyai indikator klinis
untuk refleks batang otak yang abnormal, perubahan pola napas, serta tidak mampu
mendeteksi perubahan minimal dari pemeriksaan neurologis.

Dengan keterbatasan tersebut maka diperlukan suatu alternatif lain yang dapat
menggantikan GCS dengan menambahkan beberapa kelemahan komponen pada
GCS. Dilaporkan FOUR score dapat memberikan lebih banyak informasi
dibandingkan dengan GCS dengan penilaian empat komponen yaitu: penilaian refleks
batang otak, penilaian mata, respon motorik dengan spektrum luas, dan adanya pola
napas abnormal serta usaha napas, dengan skala penilaian 0-4 untuk masing-masing
komponen.
Skor FOUR diciptakan untuk memenuhi kebutuhan akan skala penilaian
tanda-tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada pasien dengan
penurunan kesadaran. Skala ini mengabaikan disorientasi atau delirium pada
penilaian verbal, namun memberikan kemampuan penilaian yang baik untuk
pergerakan mata, refleks batang otak, dan usaha napas pada pasien dengan ventilator.
Kelebihan lain dari FOUR score adalah tetap dapat digunakan pada pasien dengan
gangguan metabolik akut, syok, atau kerusakan otak nonstruktural lain karena dapat
mendeteksi perubahan kesadaran lebih dini. Dengan rentang skala penilaian yang
sama di tiap komponen yakni 0-4, FOUR score juga memiliki keunggulan lain
dibandingkan GCS karena menjadi lebih mudah diingat. Dengan memperhatikan hal-
hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan FOUR
score dengan GCS dalam menentukan prognosis pasien yang dirawat di Unit
Perawatan Intensif Anak.

Cara penilaian FOUR score dan GCS

FOUR score GCS Score


Respon mata Respon mata
(4) kelopak mata terbuka atau pernah (4) terbuka spontan
terbuka dan mengikuti arah atau berkedip (3) mata terbuka terhadap rangsang
oleh perintah verbal
(3) kelopak mata terbuka namun tidak (2) mata terbuka terhadap rangsang nyeri
mengikuti arah (1) mata tidak terbuka
(2) kelopak mata tertutup namun terbuka
jika mendengar suara keras
(1) kelopak mata tertutup namun terbuka
oleh rangsang nyeri
(0) jika kelopak tetap tertutup dengan
rangsang nyeri

Respon motorik Respon motoric


(4) ibu jari terangkat, atau mengepal, atau (6) gerak spontan dan bertujuan
tanda “damai” (peace sign) (5) melokalisasi rangsang nyeri
(3) melokalisasi nyeri (4) menghindari rangsang nyeri dengan
(2) memberi respon fleksi pada rangsang cara fleksi
nyeri (3) fleksi abnormal terhadap rangsang
(1) respon ekstensi nyeri (postur dekortikasi)
(0) tidak ada respon terhadap nyeri atau (2) ekstensi abnormal (postur
status mioklonus umum deserebrasi)
(1) tidak ada respon motoric

Refleks batang otak. Respon verbal


(4) terdapat refleks pupil dan kornea (5) sesuai usia, terorientasi, mengikuti
(3) salah satu pupil melebar terus obyek, senyum sosial
menerus (4) kata-kata tidak sesuai
(2) tidak ada refleks pupil atau kornea (3) menangis
(1) tidak ada refleks pupil dan kornea (2) suara yang tidak dapat dimengerti,
(0) tidak ada refleks pupil, kornea, atau mengorok
batuk (1) tidak ada respon verbal

Respirasi
(4) pola nafas regular, tidak terintubasi
(3) pola cheyne-stokes, tidak terintubasi
(2) pola nafas iregular, tidak terintubasi
(1) nafas dengan kecepatan di atas
ventilator, diintubasi
(0) apnea atau pernafasan dengan
kecepatanventilator.

Skala koma yang ideal seharusnya linear (memiliki bobot yang sama bagi
setiap komponen), reliabel (mengukur yang seharusnya diukur), valid (meng hasilkan
nilai yang sama pada pemeriksaan berulang), dan mudah digunakan (memiliki
instruksi yang simpel tanpa memerlukan alat bantu atau kartu). Selain itu skala koma
harus dapat memprediksi luaran walaupun angka kematian di ruang rawat intensif
dapat dipengaruhi dengan withdrawal bantuan hidup.

Penggunaan FOUR score memiliki kelebihan untuk pasien ruang rawat


intensif dalam setiap hal tersebut. Skor FOUR dibuat untuk memenuhi kebutuhan
skala penilaian tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada pasien
dengan penurunan kesadaran. Penelitian yang dilakukan selama ini menunjukkan
tidak adanya perbedaan nilai total dari pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat,
residen, ataupun dokter baik untuk FOUR score maupun GCS.
3.3 Penilaian Standar Glasgow Coma Scale (GCS)

Ketika GCS pertama kali diperkenalkan, fokusnya adalah pada


menggambarkan komponennya. Dalam rekening oleh Teasdale dan Jennett (1974),
dan Teasdale (1975), sedikit yang dikatakan tentang pendekatan praktis untuk menilai
dan menetapkan temuan. Memang, ada keinginan untuk menghindari muncul untuk
mencoba untuk memaksakan sebuah "jaket lurus", dengan harapan bahwa staf
berpengalaman akan menggunakan keterampilan mereka untuk menerapkan skala
dengan cara yang paling cocok dengan keadaan klinis.

Mencerminkan ini, langkah-langkah komponen dalam setiap respon yang


ditetapkan dalam hal "khas" fitur, yang pengamatan dicocokkan subyektif.
Fleksibilitas ini mungkin awalnya membantu dengan penerimaan, tetapi
melakukannya pada biaya interpretasi subjektif dan penggunaan konsisten. Untuk
mengatasi ini, rekomendasi baru ditetapkan pendekatan standar untuk pemeriksaan,
menerapkan satu set terstruktur kriteria yang ditetapkan untuk mengalokasikan
peringkat.

Ada empat tahapan dalam penilaian: " Memeriksa; " Mengamati;"


Merangsang; dan " Menilai.

1. Periksa: Sebuah pemeriksaan awal diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-


faktor yang mungkin mengganggu penilaian. Hambatan mungkin ada sebelum
episode kerusakan intrakranial akut sebagai akibat dari pengobatan dan
gangguan yang ada dari luka atau defisit tidak berhubungan dengan disfungsi
otak difus akut. Gangguan meliputi:
a. Sebelumnya memiliki keterbatasan seperti perbedaan bahasa dan budaya,
defisit neurologis intelektual, gangguan pendengaran dan bicara
hambatan;
b. Pengaruh perawatan saat ini, seperti intervensi fisik termasuk intubasi atau
trakeostomi, atau perawatan farmakologis termasuk sedasi;
c. Efek cedera atau lesi termasuk orbital / tengkorak patah tulang, disfagia
dan hemiplegia dan kerusakan sumsum tulang belakang.
2. Mengamati: Observasi berarti penilai harus mencari bukti perilaku spontan di
masing-masing dari tiga domain dari skala dan kemudian dalam menanggapi
rangsangan.
3. Merangsang: Stimulasi diterapkan dengan meningkatnya intensitas
sampai respon diperoleh, dengan cut-off point atas untuk menetapkan
kurangnya respon. Stimulus pendengaran harus digunakan pertama
untuk menilai respon pasien untuk berbicara atau berteriak
permintaan. Jika ini tidak menghasilkan respon terhadap instruksi
tertentu, stimulus berikutnya adalah fisik.

Ada perbedaan pandangan tentang metode yang tepat untuk


digunakan ketika menerapkan stimulus fisik (Waterhouse, 2009); perlunya
standarisasi disorot oleh temuan baru-baru ini bahwa setidaknya tujuh teknik
yang berbeda saat ini digunakan (Reith et al, 2014). Rekomendasi adalah
tekanan pada ujung jari dan pada otot trapezius atau kedudukan
supraorbital (Teasdale et al, 1975). Ini sering disebut masing-masing
"perifer" dan "pusat" tapi perlu dicatat bahwa ini menunjuk lokasi
pada tubuh, bukan sistem saraf perifer atau sentral.Urutan yang tepat dalam
praktek adalah pertama stimulus perifer untuk menilai membuka mata, diikuti
– jika diperlukan - oleh stimulus pusat untuk informasi tambahan tentang
respon motorik.

Kuku adalah area yang dianjurkan untuk menstimulus perifer. Tekanan


pada sisi jari telah diusulkan sebagai alternatif untuk tempat tidur kuku karena
kekhawatiran bahwa kekuatan yang tidak semestinya dapat mengakibatkan
kerusakan (Waterhouse, 2009; Palmer dan Knight, 2006). Namun, kasus
kerusakan kuku sangat langka dan ada kurangnya bukti bahwa tanggapan
terhadap area yang berbeda adalah sama. Menerapkan tekanan ke bagian
distal dari kuku (Gambar 2a) dan memvariasikan jari yang digunakan harus
meminimalkan potensi bahaya.

Stimulasi sentral pertama kali diterapkan oleh mencubit otot trapezius


di leher untuk menentukan apakah ini mengarah ke gerakan melokalkan
(Gambar 2b). Jika hal ini tidak terjadi, langkah berikutnya adalah untuk
menerapkan tekanan ke kedudukan supraorbital (Gambar 2c). Ini terletak
dengan merasakan sepanjang tepi bawah tepi atas orbit sampai alur dirasakan.
Situs ini tidak boleh digunakan jika pasien memiliki fraktur di daerah ini.

Tekanan balik sudut rahang (juga disebut tekanan proses sebagai


retromandibular atau styloid) sulit untuk menerapkan secara akurat dan,
karena itu, tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin. Stimulasi dengan
menggosok buku-buku jari pada sternum sangat tidak dianjurkan; dapat
menyebabkan memar dan tanggapan dapat sulit untuk menafsirkan (Shah,
1999)

Identifikasi respon motorik terbaik dilakukan dengan membandingkan


gerakan masing-masing lengan. Ketika tanggapan dari kanan dan kiri berbeda,
yang lebih baik dari dua diperhitungkan; yang lebih buruk adalah indikasi dari
lokasi kerusakan otak fokal. Kadang-kadang respon pasien berubah selama
pemeriksaan - biasanya meningkat jika dibandingkan dengan kinerja awal
(Edwards, 2001). Ketika ini diamati, itu adalah tingkat tertinggi kinerja yang
diambil sebagai respon motorik terbaik. Pengamat harus memenuhi dia /
dirinya sendiri bahwa mereka telah mendorong tingkat tertinggi tanggap
dicapai untuk pasien mereka. Jika ada perbedaan dalam respon motorik
terhadap rangsangan pusat atau perifer, mantan mengambil prioritas. Ada,
dalam prakteknya, kurangnya informasi tentang kinerja relatif dari metode
yang berbeda dari stimulus dan ini akan menjadi topik yang berguna untuk
penelitian.
4. Menilai : Peringkat dilakukan terhadap kriteria yang ditetapkan dalam
standar, terstruktur urutan; pertama, apakah temuan pasien memenuhi kriteria
untuk langkah atas untuk setiap mode perilaku diukur dalam GCS dianggap.
Jika bertemu, rating yang tepat dialokasikan; jika tidak, langkah selanjutnya
dianggap dalam turun berurutan sampai tidak adanya respon didirikan.
Kriteria dan penilaian untuk setiap langkah dari setiap mode perilaku yang
ditetapkan dalam Gambar 3.

Jika pemeriksaan awal mengidentifikasi bahwa respon terhadap modus perilaku tidak
dapat secara sah dinilai, peringkat tersebut diklasifikasikan sebagai "Tidak diuji" dan
dicatat sebagai "NT".

Peringkat A pasien dapat dilambangkan dengan skor angka atau sesuai; meskipun ini
memungkinkan untuk komunikasi yang cepat, itu juga membawa risiko
memperkenalkan variabilitas melalui kesalahan dalam penomoran dan bukan
merupakan pengganti untuk melaporkan tanggapan pasien secara penuh.

Gambar 3 meringkas urutan dalam penilaian dan alokasi peringkat di grafik yang
dapat ditampilkan sebagai poster,flashcard saku atau bantuan lain untuk berlatih.
3.4 SOP Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

PEMERIKSAAN GLASGOW’S COMA SCALE (GCS)

STANDARD
OPERSIONAL
PROSEDUR
Pemeriksaan tingkat kesadaran klien dengan
PENGERTIAN
menggunakan Skala Koma Glasgow
TUJUAN Mendapatkan data obyektif
1.    Pasien baru
KEBIJAKAN
2.    Evaluasi perkembangan kondisi pasien
PETUGAS Perawat
PERALATAN Alat tulis
A.   Tahap Pra Interaksi
1.    Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2.    Mencuci tangan
3.    Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

B.   Tahap Orientasi


1.    Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2.    Menjelaskan tujuan  dan prosedur tindakan pada
PROSEDUR keluarga/pasien
PELAKSANAAN
3.    Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
C.   Tahap Kerja
1.    Mengatur posisi pasien: supinasi
2.    Menempatkan diri di sebelah kanan pasien, bila mungkin
3.    GCS (Glasgow Coma Scale)
4.    Memeriksa reflex membuka mata dengan benar
5.    Memeriksa reflex verbal dengan benar
6.    Memeriksa reflex motorik dengan benar
7.    Menilai hasil pemeriksaan*

D.   Tahap Terminasi


1.    Melakukan evaluasi tindakan
2.    Berpamitan dengan klien
3.    Membereskan alat-alat
4.     Mencuci tangan
5.    Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
PEMERIKSAAN FISIK (GCS)

Skala Koma Glasgow

Membuka Mata
     Spontan                                      4
     Dengan perintah                         3
     Dengan rangsang nyeri              2
     Tidak berespons                         1
 
Respon Verbal
     Berorientasi                                 5
     Bicara membingungkan              4
     Kata-kata tidak tepat                   3
     Suara tidak dapat dimengerti      2
     Tidak berespons                          1
 
Respon Motorik
     Dengan perintah                          6
     Melokalisasi nyeri                       5
     Menarik area yang nyeri             4
     Fleksi abnormal                          3
     Ekstensi                                      2
     Tidak berespons                         1
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara
obyektif derajat kesadaran seseorang. GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian:
respons membuka mata (eye opening), respons motorik terbaik (best motor response),
dan respons verbal terbaik (best verbal response).

4.2 Saran

GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif
derajat kesadaran seseorang. Sebaiknya pemeriksaan GCS dilakukan di awal
pemeriksaan kesadaran pada klien.


DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka

Teasdale G, Jennett B. Assessment of coma and impaired consciousness. A practical


scale. Lancet. 1974 Jul 13;2(7872):81-4. [PubMed]

Teasdale G, Murray G, Parker L, Jennett B. Adding up the Glasgow Coma Score.


Acta Neurochir Suppl (Wien). 1979;28(1):13-6. [PubMed]

Teasdale GM, Drake CG, Hunt W, Kassell N, Sano K, Pertuiset B, De Villiers JC. A
universal subarachnoid hemorrhage scale: report of a committee of the World
Federation of Neurosurgical Societies. J. Neurol. Neurosurg. Psychiatry. 1988
Nov;51(11):1457. [PMC free article] [PubMed]

Teasdale G, Maas A, Lecky F, Manley G, Stocchetti N, Murray G. The Glasgow


Coma Scale at 40 years: standing the test of time. Lancet Neurol. 2014
Aug;13(8):844-54. [PubMed]

Grinnon ST, Miller K, Marler JR, Lu Y, Stout A, Odenkirchen J, Kunitz S. National


Institute of Neurological Disorders and Stroke Common Data Element Project
- approach and methods. Clin Trials. 2012 Jun;9(3):322-9. [PMC free article]
[PubMed]

Borgialli DA, Mahajan P, Hoyle JD, Powell EC, Nadel FM, Tunik MG, Foerster A,
Dong L, Miskin M, Dayan PS, Holmes JF, Kuppermann N., Pediatric
Emergency Care Applied Research Network (PECARN). Performance of the
Pediatric Glasgow Coma Scale Score in the Evaluation of Children With
Blunt Head Trauma. Acad Emerg Med. 2016 Aug;23(8):878-84. [PubMed]

Reilly PL, Simpson DA, Sprod R, Thomas L. Assessing the conscious level in infants
and young children: a paediatric version of the Glasgow Coma Scale. Childs
Nerv Syst. 1988 Feb;4(1):30-3. [PubMed]
James HE. Neurologic evaluation and support in the child with an acute brain insult.
Pediatr Ann. 1986 Jan;15(1):16-22. [PubMed]

Reith FCM, Lingsma HF, Gabbe BJ, Lecky FE, Roberts I, Maas AIR. Differential
effects of the Glasgow Coma Scale Score and its Components: An analysis of
54,069 patients with traumatic brain injury. Injury. 2017 Sep;48(9):1932-
1943. [PubMed]

Gennarelli TA, Champion HR, Copes WS, Sacco WJ. Comparison of mortality,
morbidity, and severity of 59,713 head injured patients with 114,447 patients
with extracranial injuries. J Trauma. 1994 Dec;37(6):962-8. [PubMed]

Steyerberg EW, Mushkudiani N, Perel P, Butcher I, Lu J, McHugh GS, Murray GD,


Marmarou A, Roberts I, Habbema JD, Maas AI. Predicting outcome after
traumatic brain injury: development and international validation of prognostic
scores based on admission characteristics. PLoS Med. 2008 Aug
05;5(8):e165; discussion e165. [PMC free article] [PubMed]

MRC CRASH Trial Collaborators. Perel P, Arango M, Clayton T, Edwards P,


Komolafe E, Poccock S, Roberts I, Shakur H, Steyerberg E, Yutthakasemsunt
S. Predicting outcome after traumatic brain injury: practical prognostic
models based on large cohort of international patients. BMJ. 2008 Feb
23;336(7641):425-9. [PMC free article] [PubMed]

Brennan PM, Murray GD, Teasdale GM. Simplifying the use of prognostic
information in traumatic brain injury. Part 1: The GCS-Pupils score: an
extended index of clinical severity. J. Neurosurg. 2018 Jun;128(6):1612-1620.
[PubMed]

Reith FC, Van den Brande R, Synnot A, Gruen R, Maas AI. The reliability of the
Glasgow Coma Scale: a systematic review. Intensive Care Med. 2016
Jan;42(1):3-15. [PubMed]
Haukoos JS, Gill MR, Rabon RE, Gravitz CS, Green SM. Validation of the
Simplified Motor Score for the prediction of brain injury outcomes after
trauma. Ann Emerg Med. 2007 Jul;50(1):18-24. [PubMed]

Teasdale GM, Stocchetti N, Maas AI, Murray GD. Predicting Mortality in Critically
Ill Patients. Crit. Care Med. 2015 Oct;43(10):e471-2. [PubMed]

Murray GD, Brennan PM, Teasdale GM. Simplifying the use of prognostic
information in traumatic brain injury. Part 2: Graphical presentation of
probabilities. J. Neurosurg. 2018 Jun;128(6):1621-1634. [PubMed]

Ghelichkhani P, Esmaeili M, Hosseini M, Seylani K. Glasgow Coma Scale and


FOUR Score in Predicting the Mortality of Trauma Patients; a Diagnostic
Accuracy Study. Emerg (Tehran). 2018;6(1):e42. [PMC free article]
[PubMed]

Indriyani,Diyan.2013.”Aplikasi Konsep dan Teori Keperawatan Maternitas


Postpartum Dengan Kematian Janin”.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

Adeleye, Amos O. dkk, 2012, “Physicians’ knowledge of the Glasgow Coma Scale in
a Nigerian university hospital: is the simple GCS still too complex?”. Original
Research Article, Volume 3, Article 28,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3297815/pdf/fneur-03-
00028.pdf, 28 November 2015

Anesh Analg, 2006, “Individual Effect-Site Concentrations of Propofol are Similar at


Loss of Consciousness and at Awakening”, NIH Public Access. Volume 100,
No. 1, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1343509/pdf/nihms5904.pdf,
28 November 2015
Dewi, Rismala, dkk. 2011. “Perbandingan FOUR score dengan GCS dalam
menentukan prognosis”. Sari Pediatri, Volume 13, No. 3.
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/13-3-10.pdf, 29 November 2015

Fishcer, Michael. 2010. “Inter-rater reliability of the Full Outline of


UnResponsiveness score and the Glasgow Coma Scale in critically ill
patients: a prospective observational study” Critical Care. Volume 14, No.2.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2887186/pdf/cc8963.pdf, 28
November 2015

Practice, Nursing. 2014. “Forty years on: updating the Glasgow Coma Scale” Nursing
Times. Volume 110, No. 42.
http://www.nursingtimes.net/Journals/2014/10/10/n/p/l/141015Forty-years-
on-updating-the-Glasgow-coma-scale.pdf, 30 November 2015

Anda mungkin juga menyukai