Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Penilaian Tingkat Kesadaran dengan Pemeriksaan Pupil, Gerakan

Bola Mata, dan Respons terhadap Nyeri


Desyana Martino (102015023)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Email: desyana.2015fk023@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Di Indonesia, kecelakaan lalu lintas yang terjadi banyak sekali dengan kasus trauma pada kepala.
Dalam hal ini diakibatkan dari dari 64% pengendara bermotor yang mengenakan helm, ternyata 33%
diantaranya mengenakan helm dengan tidak sesuai. Oleh karena itu agar dapat mengantisipasi
kejadian kecelakaan tersebut maka, perlu diketahui cara pemeriksaan pada kasus trauma di kepala
tersebut. Cara pemeriksaannya ialah dengan memeriksa pupil mata, gerakan bola mata, pernapasan,
dan respons terhadap nyeri. Dari hasil cara pemeriksaan ini nantinya akan mendapatkan nilai tingkat
kesadaran dimana tingkat kesadaran ini akan dipakai untuk melakukan rencana tindakan selanjut.
Penilaian tingkatan kesadaran ini dengan Skala Koma Glasgow/ Glasgow Coma Scale (GCS).
Penilaian GCS ini memiliki nilai tertinggi pada total dengan 15, yaitu E4V6M5 dan angka terendah 3,
yaitu E1V1M1. GCS ini kemudian dibagi lagi menjadi 3 kelompok dalam jarak penilaian, pertama
cedera kepala ringan, yaitu GCS 13-15. Kedua, cedera kepala sedang, yaitu GCS 9-12. Dan
yang terakhir ialah cedera kepala berat, yaitu GCS 1-8.
Kata Kunci: Skala Koma Glasgow, Indonesia, Trauma Kepala, Neurologi

Abstract

In Indonesia, having traffic accident are usual,but the thing is that there’re really many from head
trauma. It’s because from 64% motor rider that use helm, 33% did not use the helm as the should
ones. Then, for anticipate it, we must know how to do the procedures for the head trauma injury. That
are pupil, eye movement, respiration, and motoric response to pain. From this, we can know the level
consciousness of the person. We use this based on Glasgow Coma Scale (GCS). The highest is 15,
that is E4V6M5, and the lowest is 3, that is E1V1M1. GCS are divided into three, first, mild head
trauma injury, that is GCS 13-15. Second, moderate head trauma injury, that is GCS 9-12. And third,
severe head trauma injury, that is GCS 1-8.

Keywords: Glasgow Coma Scale, Indonesia, Head Injury, Neurology

1
Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering terjadi kecelakaan lalu lintas. Dan setiap
pada kecelakaan yang terjadi, berdasarkan data yang didapat dari Unit Gawat Darurat (UGD)
selama satu bulan di Yogyakarta, 64% merupakan pengendara motor dimana 33% dari hal
tersebut diakibatkan dari trauma kepala. Hal ini dikarenakan para pengendara motor tersebut
tidak memakai helm / pelindung kepala dengan seharusnya. Perlu juga diketahui bahwa
hanya 89% pengendara bermotor mengenakan helm dan 55% diantaranya mengenakan helm
dengan tidak baik, salah satunya ialah tidak memakai sabuk pengaman dari helm tersebut.1
Oleh karena itu, perlu dipelajari apa saja yang harus diperiksa saat trauma pada kepala terjadi.

Pemeriksaan Trauma Kepala

Secara klinis, pada trauma kepala perlu adanya pemeriksaan diantaranya ialah riwayat trauma
langsung pada kepala atau deselerasi maupun lainnya, pupil, gerakan bola mata, respons
terhadap nyeri, pernapasan, yang nantinya akan dinilai secara kuantitatif menjadi tingkat
kesadaran, yang ditentukan oleh Skala Koma Glaslow / Glaslow Coma Scale (GCS).2,3

Riwayat Trauma

Riwayat trauma merupakan apa yang menyebabkan terjadinya trauma tersebut. Hal ini dibagi
menjadi berbagai macam, diantaranya ialah pukulan langsung atau tidak langsung, tabrakan,
peluru, dan sebagainya.2,4,5

Pukulan langsung dibagi menjadi dua, yaitu coup injury dan contrecoup injury. Coup injury
merupakan kerusakan otak yang terletak berada pada lokasi pukulan diterima. Salah satu
contohnya ialah pada saat orang berdiri, terkena pukulan pada bagian frontal, maka akan
terjadi luka/trauma pada bagian frontal dibawah pukulan tersebut diterima. Sedangkan
contrecoup injury (dari bahasa Prancis, contre: berlawanan, coup: pukulan) yang kerusakan
otak terletak berlawanan dengan lokasi pukulan diterima. Salah satu contohnya ialah orang
yang jatuh. Hal ini sebenarnya terjadi akibat distorsi pada tulang tengkorak dan rotasi pada
kepala atau juga akibat dari pukulan yang menyebabkan tulang pada cranii bengkok dan
melukai daerah lainnya pada kepala. Perlu diingat bahwa kedua dari ini dapat terjadi salah
satu maupun bersamaan.2,4,5

2
Gambar 1. Mekanisme Coup Injury dan Contrecoup Injury.4

Pukulan tidak langsung merupakan trauma terjadi akibat adanya fleksi, ekstensi, atau rotasi
leher (deselerasi) yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak. Salah satu contohnya
ialah rotasi hebat menyebabkan trauma robekan didalam susbtansi alba pada otak dan batang
otak.2,4,5

Jenis Trauma Kepala

Setelah mengetahui riwayat trauma, tentu harus tau jenis-jenis trauma tersebut. Secara garis
besar terbagi menjadi dua, yaitu trauma kepala terbuka dan trauma kepala tertutup. Trauma
kepala terbuka merupakan kerusakan otak yang terjadi bila tengkorak otak masuk ke dalam
jaringan otak dan melukai/menyobek duramater sehingga Liquid Cerebrospinal (LCS)
merembes. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan saraf dan jaringan pada otak.3-5

Trauma kepala tertutup merupakan kerusakan otak tanpa terjadi adanya fraktur pada
tengkorak yang menyebabkan trauma kepala terbuka. Pada trauma ini akan menyebabkan
diantaranya yaitu kondisi komosio (geger otak), kondisi kontusio, epidural hematoma,
subdural hematoma, dan intracranial hematoma.3-5 Penjelasan mengenai epidural, subdural,
dan intercranial hematoma akan dibahas setelah Skala Koma Glaslow / GCS.

Skala Koma Glaslow (GCS)

Skala Koma Glaslow / Glaslow Coma Scale (GCS) merupakan cara dalam menentukan
tingkat kesadaran seseorang. GCS ini sering dipakai pada orang yang terkena trauma kepala.
GCS ini terdiri dari tiga penilaian, yaitu penilaian terhadap membuka mata, respons verbal,
Dan respons motorik. Setiap dari hal tersebut memiliki nilai-nilai penilaian masing-masing
yang akan dijumlahkan semua. Total dari ketiga hal tersebut ialah tingkat kesadaran dari
orang yang akan diperiksa tersebut. 2,6

3
Gambar 2. Tabel Penilaian Skala Koma Glasgow,2

Dalam tabel diatas dapat terlihat GCS pada sadar penuh merupakan 15 dan koma dalam ialah
3. Sehingga dari ini dapat disimpulkan bahwa nilai tertinggi dengan sadar penuh yaitu GCS=
15 dapat ditulis sebagai E4M6V5, dan jika dalam 3 ialah E1M1V1.2,6,7

Tingkat kesadaran berdasarkan penilaian diatas tersebut pada trauma kepala dibagi menjadi 3.
Cedera kepala ringan, yaitu GCS 13-15. Cedera kepala sedang, yaitu GCS 9-12. Dan cedera
kepala berat, yaitu GCS 1-8.2,6,7 Berikut adalah tingkat responsivitas tingkat kesadaran.3

Gambar 3. Responsivitas Tingkat Kesadaran.3

4
Respirasi / Pernapasan

Gambar 4. Pola Pernapasan.8

Pada gambar 4 menunjukkan banyak macam pola pernapasan. Pola ini dilihat dari frekuensi,
irama, kedalaman dari pola pernapasan tersebut. Pola pernapasan yang normal ialah sama rata
baik dalam tarik napas maupun hembusan napas.Chyne-strokes merupakan pola pernapasan
yang dapat menaik tiba-tiba (hyperapnea) dan kemudian akan turun dalam berada pada
apnea. Biasanya terdapat pada orang yang mengalami trauma di otak, disfungsi hemisfer
bilateral.6,8

Hyperventilation merupakan pola pernapasan yang sebenarnya sama seperti pola pernapasan
yang normal namun dalam waktu yang lebih cepat, sehingga sering dikenal dengan
overbreathing. Biasanya hal ini terjadi akibat tekanan interkranial yang bertambah tinggi
maupun akibat trauma pukulan langsung yaitu akibat leso mesensefalon dan pons.6,8

Biot’s respiration merupakan pernapasan yang tidak teratur dan pola pernapasan tersebut
kecil. Ataxic respiration merupakan pola pernapasan irregular yang semrawut, menandakan
adanya indikasi trauma pada otak atau pendarahan pada medulla oblongata. Agonal gasps
merupakan pola pernapasan dengan jarak antara pernapasan yang jauh, hal ini sering
ditemukan pada pasien yang sudah dalam keadaan kritis dan tanpa detak nadi, pola
pernapasan ini sebenarnya tidak termasuk dari pola pernapasan.6,8

5
Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan pada mata terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan pupil dan pemeriksaan
pergerakan mata. Pemeriksaan pupil terdiri dari bentuk dan ukuran pupil serta reflex pupil
terhadap cahaya. Sedangkan pemeriksaan pergerakan bola mata terdiri dari gerakan
monokuler, binokuer atas perintah, binokuler mengikuti objek, dan doll’s eye manuever.3,10

Pupil mata memiliki ukuran antara 3 – 4 mm. Pupil dapat mengembang dan menguncup
akibat aktivitas M. dilatator dengan M. sfingter pupilae. Tidak semua orang memiliki pupil
dengan ukuran yang sama, dapat terjadi perbedaan sekitar 1 mm. Sehingga pupil yang
anisokor belum tentu merupakan suatu tanda klinis.3,10

Gerakan bola mata pada orang yang koma dapat diperiksa dengan tes kalori dan tes doll’s eye
manuever dimana pada tes kalori mengikuti arah irigrasi kalori dan pada doll’s eye manuever
berlawanan dengan arah rotasi menunjukkan bahwa batang otak baik.3,10

Perjalanan dan Distribusi Saraf Kranial Oculomotor (III)

Perjalanan dan distribusi saraf kranial III penting untuk dibahas dikarenakan saraf kranial III
ini mempersarafi otot-otot yang berperan penting dalam nilai tingkat kesadaran. Terutama
pada salah sau fungsinya dalam mengakomodasikan lensa, membuka menutup mata. Dan
pergerakan bola mata yang hamper semua kecuali pada saraf kranial IV dan VI.10,11

Gambar 5. Perjalanan Saraf Kranial III, IV, VI.11

6
Saraf kranial III ini awalnya berasal dari mesensefalon dan pons (batang otak) ke medial arah
cerebral pedunculus dan lalu ke lateral sinus cavernous. Saraf ini kemudian masuk ke orbital
melalui Fissura Orbital Superior dan kemudian bercabang menjadi dua, yaitu divisi saraf III
superior yang nantinya mempersarafi M. rectus superior dan M. levator palpebrae superioris
dana divisi saraf III inferior yang nantinya mempersarafi M. rectus medial, M. rectus inferior,
dan M. oblique inferior.10,11

Respons Motorik terhadap Nyeri

Pemeriksaan ini menunujukkan apakah adanya respon motorik jika diberi rasa nyeri. Dalam
hal ini apakah menghindar / menjauhi rangsangan nyeri atau tidak adanya gerakan sama
sekali. Pemeriksaan ini menunjukkan apakah fungsi dari spinothalamuscortical dan tractus
corticospinalis dalam keadaan normal. Salah satunya ialah dekortikasi (fleksi abnormal) yang
merupakan lesi thalamus atau massa yang menekan thalamus dan deseberasi (ekstensi
abnormal) yang merupakan lesi midbrain.3,10

Ringkasan

Pada saat orang mengalami trauma kepala, tentu diperlukan adanya pemeriksaan agar dapat
segera ditolong sesuai dengan yang seharusnya. Dalam menentukan hal ini, yaitu dengan
melakukan pendekatan pada menilai tingkat kesadaran dalam Skala Koma Glasgow (GCS).
Untuk mendapatkan hasil GCS ini diperlukan adanya pemeriksaan terhadap pupil mata,
pergerakan bola mata, pernapasan, serta respons terhadap nyeri. Nilai tertinggi dalam GCS
ini ialah 15, yaitu E4M6V5 dan terendah yaitu 3, E1M1V1. Tingkat kesadaran berdasarkan
penilaian tersebut pada trauma kepala dibagi menjadi 3, diantaranya cedera kepala ringan,
yaitu GCS 13-15, cedera kepala sedang, yaitu GCS 9-12, dan cedera kepala berat, yaitu GCS
1-8.

Daftar Pustaka

1. Conrad P, Bradshaw YS, Lasmudin R, Kasniyah N, Costello C. Helmets, injuries and


cultural definitions: Motorcycle injury in urban Indonesia. Elsevier. Feb 26;
28(2):193-200
2. Grace AP, Borley NR, editors. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Indonesia:
Erlangga; 2006. h. 91-3
3. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta:
Salemba Medika; 2008. h. 269-97

7
4. Biswas G. Review of forensic medicine and toxicology. 2nd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher. Ltd; 2012. p. 208-22
5. Kaufman DM. Clinical neurology for psychiatrist. 6th ed. New York: Elesevier; 2007.
p. 537-8
6. Hidayat AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika; 2008. h. 70-5
7. Ginsberg L. Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2007. h. 117
8. Pollak AN, Elling B, Smith M. Nency’s emergency care in the streets. 7 th ed.
America: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 2012. p. 870
9. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, et al.Ilmu
bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta: Gramedia; 2010. h. 182-3
10. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore: Clinically oriented anatomy. 7th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. p. 508-656
11. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas of human anatomy jilid 3. 23th ed. Munich:
Elsevier; 2010. p. 300-1

Anda mungkin juga menyukai