Anda di halaman 1dari 8

Lembar Tugas Mandiri

Saraf Jiwa (PBL Ke-2)


Semester 4/2024/FKUI 2021
Kenzi Naufaldi Muhammad
2106705890 – KD-18

Klasifikasi Traumatic Brain Injury (Diagnosis Banding)

A. Pendahuluan
Pemicu kedua modul Saraf Jiwa menceritakan seorang laki-laki usia 19
tahun bernama Tn. M diantar ke rumah sakit seusai mengalami
kecelakaan motor 3 jam sebelumnya. Saat awal ditemukan, pasien
masih bisa menjawab pertanyaan temannya, lalu pasien menjadi
semakin tidak bisa dibangunkan. Saat masih bisa berkomunikasi, pasien
mengeluh sakit kepala dan sempat muntah dua kali. Menurut temannya
yang mengantar, pasien sempat minum alcohol sebelum terjadi
kecelakaan. Pemeriksaan fisik tanda vital menunjukkan tidak terjadi
syok (renjatan) dan tidak ada perdarahan aktif. GCS E2M5V2 (total nilai
GCS 9), pupil diameter 3mm/3mm reaktif bilateral, keempat ekstremitas
masih aktif bergerak. Hasil CT scan otak tidak ada kelainan di
intrakranial. Pasien kemudian dirawat beberapa hari di ICU. Pada hari
ke-7 perawatan, pasien mulai buka mata spontan, ada siklus bangun
tidur, dan cenderung gelisah pada dini hari. Pasien berteriak ingin
pulang, sering mencabut infus, dan pernah menendang perawat yang
akan memberikan obat ketika pasien gelisah. Kondisi pasien lebih
tenang setelah diberikan rapid tranquilizer. Oleh karena perubahan
kondisi ini, pasien menjalani pemeriksaan MRI otak yang menunjukkan
gambaran diffuse axonal injury pada lobus frontal-temporal bilateral.
Hasil laboratorium elektrolit, gula darah, fungsi ginjal, dan darah
lengkap dalam batas normal. Pada LTM ini, saya akan menjelaskan

1
klasifikasi cedera otak traumatik (traumatic brain injury) alias diagnosis
banding cedera otak traumatik.

B. Isi
Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) adalah kondisi struktur
kepala yang mengalami benturan berupa tekanan mekanik eksternal
pada kranium dan komponen intrakranial sehingga menimbulkan
gangguan disertai kerusakan sementara atau permanen fungsi otak.
Cedera otak traumatik menjadi penyebab utama kematian dan
morbiditas atau kecacatan dalam neurologi yang memengaruhi jutaan
orang secara global pada semua usia. Penyakit nondegeneratif dan
nonkongenital ini diklasifikasikan berdasarkan mekanisme (penyebab)
dan derajat keparahan.1,3,4,5 Klasifikasinya terdapat di bawah ini:
1. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme atau Penyebab
Cedera otak traumatik dibagi berdasarkan mekanisme atau
penyebabnya.1,5 Adapun jenisnya ialah sebagai berikut:
a. Cedera Otak Traumatik Tertutup
Cedera otak traumatik tertutup terjadi karena kecelakaan,
terjatuh, pukulan maupun benturan lantai atau permukaan keras
yang mengenai kepala. Pada kondisi ini, tulang tengkorak tidak
tertembus dan lapisan terluar otak (duramater) tetap utuh, tetapi
sering disertai retak pada tulang tengkorak pasien.1,5
b. Cedera Otak Traumatik Terbuka
Cedera otak traumatik terbuka terjadi karena serangan benda
tajam, seperti senjata tajam, peluru, dan lainnya sehingga
menimbulkan luka tembus pada kepala. Pada kondisi ini, tulang
tengkorak hingga duramater tertembus oleh peluru ataupun
benda tajam lainnya sehingga menimbulkan cedera pada otak.1,5
2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Keparahan
Cedera otak traumatik juga dibagi berdasarkan derajat
keparahannya menggunakan skala, yakni Glasgow Coma Scale

2
(GCS). GCS adalah salah satu penilaian fisiologis dan indicator
penentu tingkat keparahan cedera kepala. GCS bersifat universal
sehingga memiliki keseragaman dalam penilaian cedera otak
traumatik. GCS menggunakan poin untuk menilai respon dari pasien
meliputi penilaian terhadap respon membuka mata, kemampuan
berbicara, dan pergerakan anggota tubuh. GCS dilakukan untuk
pasien dewasa.1,3,5,6 Penjelasan lebih lengkap komponen GCS
terdapat di bawah ini:
a. Respons Mata (Eye Opening Response)
Komponen pertama GCS menilai kemampuan pasien untuk
membuka mata sebagai respons terhadap rangsangan secara
spontan.6 Penilaian GCS yang diberikan ialah sebagai berikut:
• Nilai 4, yakni pasien bisa membuka mata secara spontan.
• Nilai 3, yakni pasien bisa membuka mata sebagai respons
terhadap perintah verbal.
• Nilai 2, yakni pasien membuka mata sebagai respons
terhadap rangsangan nyeri atau paksaan.
• Nilai 1, yakni pasien tidak bisa membuka mata sama sekali
terhadap rangsangan apapun.
b. Respons Verbal (Verbal Response)
Komponen ini mengevaluasi respons pasien dalam memberikan
respon verbal atau kata-kata terhadap rangsangan.6 Penilaian
GCS yang diberikan ialah sebagai berikut:
• Nilai 5 (oriented), yakni pasien sadar dan merespons
pertanyaan dengan benar.
• Nilai 4 disebut (confused), yakni pasien bingung dan
disorientasi (tidak mengenali waktu atau tempat
keberadaannya saat itu, bahkan terkadang tidak mengenali
identitas pribadi), tetapi masih bisa menjawab pertanyaan.
• Nilai 3 (words), yakni pasien memberikan respons tidak
sesuai dengan instruksi atau pertanyaan.

3
• Nilai 2 (sounds), yakni pasien hanya mengeluarkan suara
yang tidak bisa dipahami.
• Nilai 1 (no response), yakni pasien tidak memberikan
respons verbal terhadap rangsangan apapun.
c. Respons Motorik (Motor Response)
Komponen terakhir GCS menilai gerakan fisik pasien terhadap
rangsangan.6 Penilaian GCS yang diberikan ialah sebagai berikut:
• Nilai 6 (obeys commands), yakni pasien bisa melakukan
gerakan sesuai perintah.
• Nilai 5 (moves to localized pain), yakni pasien bisa
mengarahkan gerakan ke sumber rangsangan nyeri.
• Nilai 4 (flexion or withdrawal from paintful stimuli), yakni
terjadi fleksi alias pasien menarik atau menghindari
rangsangan nyeri.
• Nilai 3 (abnormal flexion), yakkni pasien menunjukkan
gerakan fleksi sebagai respons terhadap rangsangan.
• Nilai 2 (abnormal extension), yakni pasien menunjukkan
gerakan ekstensi sebagai respons terhadap rangsangan.
• Nilai 1 (no response), yakni pasien tidak memberikan
respons motorik terhadap rangsangan apapun.
GCS memiliki rentang nilai 3—15 dengan klasifikasinya di bawah ini:
a. Cedera Otak Traumatik Ringan
Pasien menunjukkan cedera otak traumatik ringan (gegar otak)
jika memiliki GCS dengan nilai total 14—15.1,2,3,5
b. Cedera Otak Traumatik Sedang
Pasien menunjukkan cedera otak traumatik sedang jika memiliki
GCS dengan nilai total 9—13.2,3,5
c. Cedera Otak Traumatik Berat
Pasien menunjukkan cedera otak traumatik berat jika memiliki
GCS dengan nilai total 3—8. Contohnya adalah diffuse axonal
injury (DAI) karena akson robek dan terkoyak saat otak berotasi

4
atau bergeser ketika cedera. Cedera ini bisa menyebabkan koma
dan mayoritas pasien dengan kasus ini tidak pernah sadar
kembali karena milyaran saraf yang terdistribusi di berbagai area
otak sehingga kerusakannya sering bersifat fatal. Kerusakannya
sering bersifat mikroskopis karena ukuran saraf sangat kecil
sehingga ada kemungkinan tidak terlihat jika menggunakan CT
Scan atau MRI. 2,3,5,7

Pada kasus cedera otak traumatik anak, penanganan


kegawatdaruratan dilakukan dengan sistem triase di IGD.
Penentuan sistem triase IGD menggunakan sistem skoring Pediatric
Trauma Score (PTS). PTS adalah penilaian fisiologis untuk
menentukan derajat keparahan cedera otak traumatik anak.
Penilaian PTS memiliki 6 paramater dengan nilai maksimal +12 dan
minimal -6. Skor yang semakin tinggi mengurangi risiko mortalitas.
Adapun kategorinya adalah ringan (nilai total 11—12), sedang (nilai
total 9—10), berat (nilai total 7—8), dan serius (nilai total < 6). Jika
nilai PTS kurang dari 8, pasien harus dibawa ke penanganan lebih
lanjut karena berisiko tinggi terjadi mortalitas. Penegakkan
diagnosis cedera otak traumatik dilakukan dengan pemeriksaan fisik
umum serta neurologis, tes pencitraan dengan CT Scan atau MRI,
dan sejumlah tes tambahan, seperti rontgen atau laboratorium.
Pada kasus DAI, penegakkan diagnosis dilakukan dengan evaluasi
klinis, tes pencitraan (CT atau MRI), dan elektroensefalogram.1,3,5,7

C. Penutup
Cedera otak traumatik dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
atau penyebab dan derajat keparahan. Berdasarkan mekanisme atau
penyebab, cedera otak traumatik terdiri dari dua jenis, yakni cedera
otak traumatik tertutup dan cedera otak traumatik terbuka. Klasifikasi
cedera otak traumatik berdasarkan keparahannya dapat ditentukan
dengan GCS (pasien dewasa) dan PTS (pasien anak). Klasifikasi cedera

5
otak traumatik dengan GCS terdiri dari cedera otak traumatik ringan
(nilai total 14—15), cedera otak traumatik sedang (nilai total 9—13),
dan cedera otak traumatik berat (nilai total 3–8). Klasifikasi cedera otak
traumatik anak dengan PTS terdiri dari cedera otak traumatik anak
ringan (nilai total 11—12), cedera otak traumatik anak sedang (nilai
total 9—10), cedera otak traumatik anak berat (nilai total 7—8), dan
cedera otak traumatik anak serius (nilai total < 6). Pasien dengan nilai
PTS kurang dari 8 wajib ditangani lebih lanjut. Berdasarkan pemicu, Tn.
M tergolong moderately severe karena beliau mengalami DAI yang
notabenenya termasuk cedera otak traumatik berat, sedangkan beliau
tersadar kembali pada hari ke-7 perawatan dan memiliki nilai GCS 9.

6
Referensi
1. Yudha IG. Cedera otak traumatik: gejala, penyebab, dan penanganan
[Internet]. Jakarta: Ciputra Hospital; unknown date [updated 2024 Jan
15; cited 2024 Feb 21]. Available from:
https://ciputrahospital.com/cedera-otak-traumatik-gejala-penyebab-
dan-penanganan/
2. Siahaya N, Huwae LB, Angkejaya OW, Bension JB, Tuamelly J.
Prevalensi kasus cedera kepala berdasarkan klasifikasi derajat
keparahannya pada pasien rawat inap di rsud dr. m. haulussy Ambon
pada tahun 2018. Molluca Medica [Internet]. 2020 Oct [cited 2024 Feb
21];12(2):14-22. Available from:
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamedica/article/download/
2500/2373/
3. Taufi SM, Saragih SG, Natalia D. Hubungan antara pediatric trauma
score dan mortalitas pada pasien cedera kepala di rsud dr. abdul aziz
kota Singkawang. Jurnal Kesehatan Khatulistiwa [Internet]. 2019 Jul
[cited 2024 Feb 21];5(2B):882-91. Available from:
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/download/38009/75676
584315
4. Kastilong M, Subrata IH, Tangkudung G, Khosama H. Rasio neutrophil
limfosit dan luaran cedera kepala. Jurnal Sinaps [Internet]. 2018 [cited
2024 Feb 21];1(2):20-8. Available from:
https://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=898371
&val=14124&title=RASIO%20NEUTROFIL%20LIMFOSIT%20DAN%20
LUARAN%20CEDERA%20KEPALA%20NEUTROPHYL%20LYMPHOCYTE
%20RATIO%20AND%20THE%20OUTCOME%20OF%20TRAUMATIC%
20BRAIN%20INJURY
5. Widjaja H. Cedera otak traumatik: penyebab, gejala, dan
pengobatannya [Internet]. Kabupaten Tangerang: Siloam Hospitals;
unknown date [updated 2023 Nov 7; cited 2024 Feb 21]. Available
from: https://www.siloamhospitals.com/informasi-

7
siloam/artikel/mengenal-cedera-otak-
traumatik#mcetoc_1h59hh2sjb4rC
6. Tim medis siloam hospitals. Mengenal glasgow coma scale (gcs) – cara
dan nilainya [Internet]. Kabupaten Tangerang: Siloam Hospitals;
unknown date [updated 2024 Feb 1; cited 2024 Feb 22]. Available from:
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-
glasgow-coma-scale
7. Tim medis siloam hospitals. Memahami diffuse axonal injury –
penyebab dan gejalanya [Internet]. Kabupaten Tangerang: Siloam
Hospitals; unknown date [updated 2023 Oct 255; cited 2024 Feb 22].
Available from: https://www.siloamhospitals.com/informasi-
siloam/artikel/apa-itu-diffuse-axonal-injury

Anda mungkin juga menyukai