Anda di halaman 1dari 17

Lembar Tugas Mandiri

Saraf Jiwa (PBL Ke-1)


Semester 4/2024/FKUI 2021
Kenzi Naufaldi Muhammad
2106705890 – KD-18

Diagnosis Banding Radikulopati Lumbal dan Gangguan


Kecemasan

A. Pendahuluan
Pemicu pertama modul Saraf Jiwa menceritakan seorang perempuan
usia 30 tahun bernama Ny.D dan bekerja sebagai ibu rumah tangga
datang ke poli umum dengan keluhan nyeri di pinggang yang menjalar
ke tungkai kanan hingga ke telapak kaki. Keluhan yang beliau rasakan
bersifat hilang timbul sejak dua bulan lalu saat pasien menggendong
anak keduanya. Pasien sudah memeriksakan keluhan tersebut ke poli
umum dan diberi parasetamol, tetapi keluhan hanya membaik sesaat,
lalu kambuh kembali saat beraktivitas. Sejak satu minggu terakhir, nyeri
dirasakan memberat dan cenderung menetap sehingga pasien
mengalami kesulitan beraktivitas. Beliau juga tidak dapat tidur karena
pinggangnya terasa sakit setiap kali berubah posisi di tempat tidurnya.
Selain itu, beliau tidak bisa tidur karena memikirkan nyeri yang tak
kunjung menghilang. Diri beliau merasa khawatir tidak akan sembuh
dan tidak bisa menunaikan peran sebagai ibu rumah tangga seperti
sedia kala. Berdasarkan pemeriksaan fisik, diperoleh tanda vital dan
status generalis dalam batas normal. Selain itu, didapatkan nyeri
radikuler dengan Numerical-Rating Scale (NRS) berskor 5. Berdasarkan
pemeriksaan neurologis, ditemukan refleks patella dan achilles kanan
menurun. Didapatkan pula hipoestesi di tungkai bawah sisi dalam
hingga telapak kaki kanan. Ada penurunan kekuatan motorik dorsofleksi
ibu jari kaki kanan. Namun, tidak ada saddle anesthesia, gangguan

1
berkemih, dan defekasi. Pada LTM ini, saya akan menjelaskan diagnosis
banding radikulopati lumbal dan gangguan kecemasan.

B. Isi
Radikulopati lumbal adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sindrom nyeri yang diakibatkan oleh kompresi atau
iritasi radiks (akar) saraf punggung bawah, yakni akibat herniasi cakram
maupun spondylosis. Cedera akut atau penyebab sekunder dari
degenerasi tulang belakang kronis dapat menyebabkan herniasi
cakram. Herniasi ini mengaktivasi serat nyeri dari jaringan di sekitarnya
seperti ligamen, pembuluh darah, dan duramater. Spondylosis
menyebabkan penyempitan kanal tulang belakang, foramen saraf, atau
resesus lateral. Penyempitan kanal ini paling umum disebabkan oleh
artritis degeneratif pada lumbal. Etiologi yang berpotensi terjadi antara
lain peradangan, infeksi, trauma, penyakit pembuluh darah, dan
neoplasma. Kompresi akut atau kronis dari akar saraf tulang belakang
ini menyebabkan iskemia, peradangan, atau edema. Erosi diskus
intervertebralis, sendi intervertebralis, dan sendi zygapophyseal
merusak radiks saraf tulang belakang. Osteofit atau herniasi di
sepanjang area yang rusak bisa memengaruhi secara langsung pada
sumsum tulang belakang dan radiks saraf tulang belakang di bawahnya.
Jika degenerasi cukup parah, bisa menimbulkan ketidaksejajaran tulang
belakang. Misalignment atau kondisi penyimpangan sumbu degeneratif
ini disebut spondylolisthesis. Area terawan terhadap cedera adalah L4-
L5 dan L5-S1. Level-level ini bertanggung jawab terhadap mayoritas
pergerakan tulang belakang lumbal. Kira-kira 90% radikulopati
lumbosacral tekan terjadi pada salah satu dari level ini.1
1. Diagnosis Banding Radikulopati Lumbal
Nyeri pada punggung bawah adalah keluhan tersering pada pasien
dengan radikulopati lumbal. Awitan gejala pada pasien dengan
radikulopati lumbal sering mendadak, terkadang hilang sendiri.

2
Lokasi nyeri yang dirasakan bergantung pada dermatoma atau
miotoma yang terkena. Nyeri skiatika, sering digambarkan sebagai
nyeri pada punggung dan menjalar ke kaki, terasa sebagai rasa nyeri
tajam, tumpul, terbakar, ditusuk-tusuk, atau berdenyut-denyut.
Nyeri juga sering dideskripsikan pasien sebagai nyeri setrum atau
nyeri menembak dan menjalar dari bokong ke kaki. Distribusi dari
penjalaran nyeri pada dermatoma bisa membantu memprediksi
lokasi lesi. Ketika ada paresthesia, distribusi dermatoma yang
terkena bisa diprediksi secara lebih spesifik sehingga karakteristik
nyeri pada pasien perlu digali dengan detail. Radikulopati pada
radiks L1-L3 memiliki karakteristik nyeri pada bagian anterior dari
paha dan tidak menyebar hingga bagian bawah lutut. Radikulopati
segmen ini terjadi pada sekitar 5% pasien. Riwayat penyakit dahulu
yang perlu diketahui adalah riwayat operasi pada punggung, riwayat
trauma pada punggung, riwayat malignansi, riwayat penyakit
metabolik, dan riwayat penyakit lain terkait. Riwayat abnormalitas
atau nyeri punggung bawah pada keluarga bisa ditanyakan untuk
menambah informasi bagi pemeriksa seputar faktor risiko.
Kebiasaan berolahraga, hobi, atau aktivitas lain seperti menari,
angkat besi, dan olahraga berat (melibatkan pergerakan punggung
dan beban kepada punggung yang besar) bisa membantu
mengidentifikasi faktor risiko. Riwayat nutrisi termasuk pengukuran
indeks massa tubuh juga perlu diketahui karena obesitas berpotensi
menjadi faktor risiko radikulopati lumbal. Beberapa riwayat
pekerjaan terkait faktor risiko radikulopati lumbal ialah supir, kuli
panggul, buruh dengan aktivitas fisik berat, dan pekerja kantoran
dengan durasi duduk panjang. Tanda bahaya yang perlu diwaspadai
adalah nyeri dada, demam, penurunan berat badan yang tak bisa
dijelaskan, keringat malam, disfungsi usus atau kandung kemih,
tanda-tanda malignansi atau riwayat malignansi sebelumnya,
komorbid yang signifikan, deficit neurologis atau perburukan secara

3
serial, ataksia gait, saddle anesthesia, serta usia saat awitan di
bawah 20 tahun atau di atas 55 tahun. Tanda tersebut menunjukkan
secara implisit kondisi yang lebih serius dan membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut, yakni pemeriksaan tumor atau infeksi
tulang belakang. Diagnosis banding radikulopati lumbal terdapat di
bawah ini:
a. Hernia nucleus pulposus lumbal
Hernia nucleus pulposus lumbal adalah perpindahan lokal dari
diskus di luar batas anatomis ruang intervertebralis yang
menyebabkan nyeri, kelemahan atau mati rasa, dan/atau
kesemutan pada distribusi myotomal atau dermatomal.
Degenerasi diskus biasanya berhubungan dengan herniasi
diskus. Pada lansia, fibrokondrosit diskus mengalami penuaan
dan penurunan produksi proteoglikan yang menyebabkan
dehidrasi dan kolaps diskus, meningkatkan ketegangan pada
anulus fibrosus, serta mengakibatkan robekan fisura sehingga
terjadi herniasi nucleus pulpsus. Oleh karena itu, ketika stressor
mekanis berulang terjadi pada diskus lalu akan menimbulkan
gejala bertahap yang cenderung kronik. Di sisi lain, kelebihan
beban aksial menerapkan gaya biomekanik yang besar pada
diskus yang sehat sehingga terjadi ekstrusi bahan diskus melalui
anulus fibrosus yang gagal. Cedera tersebut biasanya
menimbulkan gejala akut yang lebih parah. Adapun penyebab
lain yang kurang umum adalah gangguan jaringan ikat dan
kelainan bawaan seperti pedikel pendek. Gejala khas HNP lumbal
adalah nyeri punggung bawah dan nyeri radikuler, serta deficit
sensorimotor. Pasien HNP biasanya mengeluhkan adanya nyeri
punggung bawah lokal yang meningkat di bawah tekanan dan
beban aksial. Jadi, duduk lama dan berdiri tegak biasanya lebih
melemahkan daripada tetap dalam posisi berbaring. Diskus
herniasi medial sering menyebabkan lumbago predominan tanpa

4
nyeri radikuler. Herniasi diskus lateral, bagaimanapun, bisa
menyebabkan nyeri radikuler tanpa nyeri punggung bawah.
Gejala khas nyeri radikuler adalah radiasi nyeri punggung bawah
sepanjang dermatoma saraf perifer. Bentuk paling umumnya
adalah skiatik yang mengacu pada nyeri yang menyebar dari
tulang belakang paha atas dan betis, serta ke kaki. Batuk dan
bersin biasanya menyebabkan peningkatan sensasi nyeri. Tanda
Lasegue positif didapatkan pada sekitar 95% dari seluruh pasien
yang mengidap HNP. Dengan keparahan progresif kompresi akar
saraf, gangguan refleks, gangguan sensorik (hipoestesia,
hyperalgesia), dan kelemahan motoric bisa terjadi. Abnormalitas
sensorik dan defisit motorik ditemukan pada mayoritas pasien
HNP. Penegakkan diagnosisnya dilakukan melalui anamnesis
(berupa pertanyaan terkait keluhan antara lain nyeri radikuler,
nyeri punggung bawah, abnormalitas sensorik pada distribusi
radiks saraf lumbosakral, kelemahan pada distribusi radiks saraf
lumbosakral, keterbatasan fleksi trunkus, eksaserbasi nyeri
dengan mengejan, peningkatan nyeri saat duduk, riwayat
inkontinensia urin atau feses, saddle anesthesia, malignansi,
infeksi sistemik, imunosupresi, dan penggunaan obat penting);
pemeriksaan fisik (tes Laseque dan Patrick), dan pemeriksaan
penunjang (radiografi dan MRI).2

5
b. Stenosis spinal lumbal
Stenosis spinal lumbal atau lumbar spinal stenosis menjadi salah
satu penyebab patologis tersering dari nyeri punggung bawah
pada populasi lansia. Stenosis spinal lumbal merupakan jenis
stenosis spinal yang paling sering dijumpai, diikuti oleh stenosis
spinal cervical. Kondisi ini ditandai dengan adanya penyempitan
pada bagian kanalis spinalis yang menimbulkan tekanan pada
medulla spinalis dan radiks saraf. Stenosis spinal lumbal bisa
terjadi pada tiga area, yakni kanalis sentralis, resesus lateralis,
dan foramen neuralis. LSS bisa berupa abnormalitas kongenital
atau abnormalitas yang didapat. Penyebab LSS bisa berupa
pembesaran osteofit, atritis degeneratif, hipertrofi ligamentum
flavum, serta herniasi diskus. Mayoritas kasus ini adalah
degeneratif karena perubahan tulang belakang seiring dengan
pertambahan usia. Hal ini menyebabkan perubahan struktur
diskus, ligamentum flavum, dan sendi facet sehingga terjadi
penyempitan ruang di sekitar struktur neurovascular dari tulang
belakang. Kasus LSS degeneratif bersifat progresif yang bisa
berlangsung selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala
apapun. Gejalanya bervariasi yang notabenenya bisa berupa
kombinasi gejala nyeri punggung saat istriahat, nyeri radicular
ekstremitas bawah, ataupun klaudikasio neurogenik. Keluhan
nyeri biasanya memburuk dengan gerakan ekstensi lumbal,
tetapi akan membaik saat dengan duduk atau gerakan fleksi
lumbal. Hal ini bisa berisiko kifosis pada pasien LSS. Penegakkan
diagnosis melibatkan kombinasi temuan klinis dan radiologis
melalui pemeriksaan computed tomography (CT) ataupun MRI.
Faktor risikonya adalah usia, obesitas, merokok, stenosis spinalis
kongenital, dan pekerjaan yang melibatkan tekanan berulang
terhadap medulla spinalis.3

6
c. Sindrom cauda equina
Sindrom cauda equina adalah kondisi penekanan pada
sekumpulan saraf-saraf di bagian bawah saraf tulang belakang
(cauda equina). Cauda equina berfungsi untuk menghubungkan
otak dan organ tubuh bagian bawah, seperti tungkai bawah dan
organ panggul sehingga proses pengiriman dan penerimaan
sinyal sensorik dan motorik antara keduanya bisa berjalan
normal. Sindrom ini merupakan komplikasi dari suatu kondisi
yang menyebabkan saraf di bagian bawah tulang belakang
mengalami peradangan atau terjepit. Kondisi yang
menyebabkan ini adalah HNP, cedera tulang belakang bagian
bawah, infeksi, kelainan bawaan, tumor tulang belakang,
perdarahan, malformasi arteri vena, stenosis spinal, komplikasi
ankylosing spondylitis, dan komplikasi pascaoperasi tulang
belakang. Gejala klinis pertama sindrom cauda equina adalah
nyeri punggung bawah berupa nyeri hebat pada punggung
bawah, kelemahan otot tungkai bawah, mati rasa pada pangkal
paha, skiatika, dan penurunan refleks pada organ tubuh bagian
bawah. Gejala klinis kedua adalah gangguan pencernaan berupa
mati rasa pada anus, sembelit, inkontinensia tinja, dan sulit

7
menahan Hasrat BAB. Gejala klinis ketiga adalah gangguan di
kandung kemih berupa inkontinensia urin, retensi urin (tidak bisa
BAK), sulit mengontrol hasrat BAK, dan penurunan sensasi BAK.
Penegakkan diagnosis dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik (berupa instruksi duduk, berjalan, dan berdiri
dengan kedua tumit atau jari-jari kaki diangkat, mengangkat kaki
dengan posis terbaring, lalu membungkukkan badan ke depan,
samping, dan belakang) untuk menguji kekuatan,
keseimbangan, koordinasi, dan refleks tungkai bawah pasien,
dan pemeriksaan penunjang (berupa mielografi (menggunakan
prosedur rontgen dan suntikan cairan kontras untuk memeriksa
tekanan di sumsum atau saraf tulang belakang), CT scan dan
MRI (untuk melihat gambaran saraf tulang belakang secara lebih
jelas dari berbagai sudut), serta elektromiografi (untuk merekam
dan mengevaluasi aktivitas listrik pada sel saraf dan otot)).1,2,4

2. Diagnosis Banding Gangguan Kecemasan


Kecemasan atau anxiety adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang dirasakan oleh seseorang, disertai dengan
respon otonom dan sering bersumber dari hal yang tidak diketahui
oleh individu. Kecemasan bersifat normal jika kecemasan tersebut
bisa mendukung perilaku adaptif seseorang untuk mempersiapkan
menghadapi apa yang ditakutinya. Namun, kecemasan bersifat
abnormal jika direspon secara berlebihan. Gangguan kecemasan

8
alias anxiety disorder adalah salah satu gangguan psikiatri yang
paling sering terjadi di masyarakat umum dan ditemukan di segala
rentang usia. Gangguan kecemasan bisa dimulai sejak masa remaja
(sekitar usia 12–18 tahun) dan masalah ini menjadi masalah yang
sering dialami oleh orang-orang seusia mereka. Penyebab utamanya
adalah pikiran negatif yang kemunculannya tidak disadari. Penyebab
lainnya adalah media sosial karena penggunaannya bisa
memengaruhi kepercayaan diri yang menyebabkan pengabaian diri,
menghindari orang lain, terisolasi secara sosial dan lainnya. Pada
usia tersebut, remaja sering merasa cemas terutama terhadap
sesuatu yang belum pernah mereka alami karena berbagai hal,
seperti minim pengalaman, kesulitan mengambil keputusan,
mengatasi masalah, ketegangan emosional, dan coping mechanism
masih belum terbentuk sempurna. Gangguan kecemasan bisa
terjadi karena dua faktor, yakni internal dan eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari sikap dan ciri kepribadian
individu, seperti jenis kelamin, usia, kurang pemahaman, dan
menguasai materi. Jenis kelamin memengaruhi terjadinya gangguan
kecemasan karena laki-laki dan perempuan memiliki tingkat
kecemasan yang berbeda. Laki-laki cenderung lebih rasional, aktif,
dominan, dan tidak menonjolkan perasaan, sedang perempuan lebih
peka, mudah tersinggung, dan menunjukkan perasaannya. Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan, seperti
tuntutan pekerjaan, tugas akhir akademik, hubungan manusia
dengan lingkungan, tingkat kecerdasaan, serta orang tua dan
keluarga. Gejala gangguan kecemasan terdiri dari dua jenis, yakni
gejala fisik dan gejala psikologis. Gejala gangguan kecemasan yang
bersifat fisik adalah pusing, kelelahan, palpitasi, nyeri otot disertai
ketegangan, gemetaran, mulut kering, keringat berlebihan, sesak
napas, sakit perut, mual, sakit kepala, dan insomnia. Adapun gejala
yang bersifat psikologis adalah kegelisahan, rasa takut, sulit

9
berkonsentrasi, sifat lekas marah, terus-menerus merasa ‘di tepi’,
menghindari situasi tertentu, dan mengisolasi diri sendiri.
Penegakkan diagnosisnya bisa dilakukan dengan pemeriksaan fisik
(tanda vital) dan wawancara psikiatri.5 Diagnosis banding gangguan
kecemasan terdapat di bawah ini:
a. Serangan panik
Serangan panik atau panic attack adalah suatu gelombang
ketakutan dan kecemasan intens yang biasanya dicirikan oleh
ketidakterdugaan serta intensitasnya yang bisa melemahkan dan
melumpuhkan kondisi seseorang. Gangguan ini bisa terjadi
secara tiba-tiba, bahkan muncul tanpa pemicu yang jelas dan
tanpa peringatan apapun (meskipun sedang bersantai ataupun
tidur). Serangan panik bisa terjadi dalam situasi tertentu yang
merupakan pemicu peningkatan stress, seperti berbicara di
depan umum, naik pesawat, mendengar suara bising, dan
lainnya. Biasanya, situasi pemicunya adalah situasi di mana
seseorang merasa terancam, tetapi tidak dapat melarikan diri
dari kondisi tersebut. Gejalanya adalah jantung berdebar, sesak
napas, keringat berlebihan, gemetar, mual atau sakit perut,
pusing disertai goyah, mati rasa, merasa tidak nyata atau
terlepas dari lingkungan, derealisasi dan/atau depersonalisasi,
perasaan tersedak, merasa takut mati, serta kehilangan kendali.6

10
b. Fobia
Fobia adalah rasa takut berlebihan terhadap sebuah situasi,
objek, atau tempat yang pada umumnya tidak membahayakan.
Mayoritas penderita fobia menyadari bahwa rasa takutnya terlalu
berlebihan, tetapi mereka masih belum bisa mengendalikannya.
Penderita fobia sering membatasi hidup mereka dengan
menghindari segala hal yang mereka takuti. Pada kasus yang
lebih parah, fobia bisa membuat seseorang kesulitan menjalani
aktivas sehari-hari. Fobia terdiri dari dua jenis, yakni fobia
spesifik (simple phobia) dan fobia kompleks. Fobia spesifik
adalah kondisi ketika seseorang merasa takut berlebihan
terhadap objek, binatang, situasi, lingkungan, atau aktivitas
spesifik dan biasanya berkembang sejak masa kanak-kanak,
tetapi bisa membaik seiring bertambahnya usia. Contohnya
adalah acrophobia (ketinggian), aerophobia (terbang),
arachnophobia (laba-laba), amaxophobia (mengemudi atau
menggunakan kendaraan), aquaphobia (air), claustrophobia
(segala yang sempit dan tertutup secara nyata), coulrophobia
(badut), cynophobia (anjing), dentophobia (dokter gigi),
entomophobia (serangga), genophobia (hubungan seks),
hemophobia (darah), nyctophobia (kegelapan), trypanophobia
(jarum suntik), dan trypophobia (pola berlubang). Fobia
kompleks adalah jenis fobia yang umumnya berkembang pada
usia dewasa dan sering dikaitkan dengan ketakutan terhadap
situasi atau kondisi tertentu. Contohnya adalah agoraphobia
(situasi atau tempat yang membuat sesorang merasa
terperangkap, panik, malu, atau tidak berdaya) dan fobia sosial
(saat berada di lingkungan sosial, termasuk berbicara di depan
umum). Beberapa faktor yang diduga berpotensi meningkatkan
risiko fobia adalah faktor genetik (riwayat keluarga dan beberapa
orang memang dilahirkan dengan kecenderungan lebih cemas

11
daripada orang lain), pengalaman traumatis, dan kejadian
menakutkan secara berulang. Beberapa gejala umum pada
penderita fobia antara lain takut atau panik berlebihan, merasa
terancam, depersonalisasi, derealisasi, jantung berdebar, pucat,
tubuh gemetar, menggigil, berkeringat, atau merasa panas.
Adapun gejala fobia yang umum terjadi pada anak-anak adalah
menangis, tantrum, terdiam, dan enggan berpisah. Penegakkan
diagnosisnya dilakukan melalui evaluasi kondisi psikologis dan
wawancara medis dengan pasien. Dokter juga akan menganalisis
gejala pasien berdasarkan Criteria listed in the Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).7,8 Adapun
kriteria DSM-5 untuk fobia spesifik terdapat di bawah ini:
• Memiliki rasa takut berlebihan terhadap suatu objek atau
situasi tertentu.
• Rasa takut dan cemas muncul dengan segera setelah
terpapar oleh objek atau situasi tertentu.
• Ketakutan atau kecemasan tersebut tidak sebanding dengan
bahaya actual yang ditimbulkan oleh objek atau situasi
tertentu.
• Objek atau situasi fobia secara aktif dihindari atau dihadapi
dengan rasa takut atau cemas yang intens.
• Kondisi cemas, takut, dan menghindar menyebabkan
gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari.
• Gejala fobia berlangsung secara terus menerus, biasanya
terjadi selama minimal 6 bulan.

12
c. Gangguan obsesi kompulsif
Gangguan obsesi kompulsif alias obsessive compulsive disorder
(OCD) adalah bentuk masalah kesehatan mental yang membuat
pengidapnya memiliki pemikiran dan dorongan tertentu yang
tidak bisa dikontrol langsung oleh penderita secara berulang
(obsesi) serta munculnya perilaku (paksaan) kompulsif. OCD bisa
diderita oleh siapapun, mulai dari mulai dari anak-anak hingga
orang dewasa. Beberapa hal yang mungkin berpotensi menjadi
pemicunya adalah biologi (perubahan kimia alami tubuh atau
fungsi otak), genetika (kemungkinan memiliki komponen
genetik, tetapi gen spesifik belum bisa teridentifikasi), dan
dipelajari (dari pengamatan secara bertahap dan dipelajari dari
waktu ke waktu, kemungkinan pengidapnya tanpa sadar
mengamati sekaligus mempelajari perilaku kompulsif dari
anggota keluarganya). Beberapa faktor risiko munculnya OCD
adalah riwayat keluarga (pengaruh genetika), gangguan di otak
(area dengan aktivitas berlebih di otaknya ataupun gangguan
neurotransmitter (senyawa kimia) di otak, seperti kekurangan
norepinefrin dan serotonin), pengalaman hidup yang traumatis
(diintimidasi, dilecehkan, atau diabaikan, bahkan peristiwa
penting (melahirkan atau berkabung)), kepribadian (rapi, teliti,
metodis dengan standar pribadi tinggi), gangguan kesehatan
mental lainnya (gangguan kecemasan, depresi, penyalahgunaan
zat, emosi), lingkungan yang tidak suportif alias toxic (diejek
atau dipandang sebelah mata karena kekurangannya). Gejala
OCD yang muncul pada pengidapnya dibagi berdasarkan
aspeknya, yakni OCD obsesif (pikiran berulang sehingga cemas)
dan OCD kompulsif (perilaku berulang untuk mengurangi
cemas). Mayoritas pengidap OCD memiliki gejala pada dua aspek
sekaligus meskipun ada juga yang hanya memiliki salah satu
aspeknya. Gejala OCD bisa bersifat hilang timbul, mereda seiring

13
berjalannya waktu, atau justru memburuk. Contoh tindakan
obsesif pada gejala OCD obsesif adalah merasa takut secara
berlebihan terhadap kontaminasi mikroorganisme, kesulitan
dalam menghadapi kepastian, berperilaku agresif, dan memiliki
keinginan untuk menata barang atau benda tertentu secara
presisi. Contoh tindakan kompulsif pada gejala OCD kompulsif
adalah mencuci tangan berulang-ulang dan secara berlebihan,
mengatur barang atau benda secara simetris, memeriksa pintu
yang sudah dikunci berulang kali, mengulang kata-kata tertentu
saat sedang berbicara dengan pelan, dan menghitung suatu hal
untuk memastikannya berada pada pola tertentu. Diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi
psikologis, dan analisis berdasarkan kriteria diagnostik DSM-5.7,8

C. Penutup
Gejala hernia nucleus pulposus lumbal adalah nyeri punggung bawah
dan nyeri radikuler, kelemahan pada distribusi radiks saraf lumbosakral,
keterbatasan fleksi trunkus, serta deficit sensorimotor. Gejala stenosis
spinal bervariasi yang notabenenya bisa berupa kombinasi gejala nyeri
punggung saat istriahat, nyeri radicular ekstremitas bawah, ataupun
klaudikasio neurogenik. Gejala sindrom cauda equina adalah nyeri

14
punggung bawah, gangguan pencernaan, dan gangguan di kandung
kemih. Gejala panic attack adalah jantung berdebar, sesak napas,
keringat berlebihan, gemetar, mual atau sakit perut, pusing disertai
goyah, mati rasa, merasa tidak nyata atau terlepas dari lingkungan,
derealisasi dan/atau depersonalisasi, perasaan tersedak, merasa takut
mati, serta kehilangan kendali. Gejala fobia antara lain takut atau panik
berlebihan, merasa terancam, depersonalisasi, derealisasi, jantung
berdebar, pucat, tubuh gemetar, menggigil, berkeringat, atau merasa
panas. Gejala OCD obsesif adalah merasa takut secara berlebihan
terhadap kontaminasi mikroorganisme, kesulitan dalam menghadapi
kepastian, berperilaku agresif, dan memiliki keinginan untuk menata
barang atau benda tertentu secara presisi. Adapun gejala OCD
kompulsif adalah mencuci tangan berulang-ulang dan secara
berlebihan, mengatur barang atau benda secara simetris, memeriksa
pintu yang sudah dikunci berulang kali, mengulang kata-kata tertentu
saat sedang berbicara dengan pelan, dan menghitung suatu hal untuk
memastikannya berada pada pola tertentu.

15
Referensi
1. Napitupulu CA, Ismunandar H, Himayani R. Radikulopati lumbal. Medula
[Internet]. 2023 Jul [cited 2024 Feb 14];1(5):832-8. Available from:
https://journalofmedula.com/index.php/medula/article/download/793/
622/4549
2. Rusmayanti MY, Kurniawan SN. Hnp lumbalis. Journal of Pain Headache
and Vertigo [Internet]. 2023 Mar 1 [cited 2024 Feb 14];4:7-11.
Available from:
https://jphv.ub.ac.id/index.php/jphv/article/download/248/46/772
3. Mandua KG, Moningka AZ. Lumbar spinal stenosis: pendekatan
tatalaksana bedah. Intisari Sains Medis [Internet]. 2022 Aug 18 [cited
2024 Feb 14];13(2):470-4. Available from:
https://www.isainsmedis.id/index.php/ism/article/download/1448/105
7
4. Tim medis siloam hospitals. Sindrom cauda equina – penyebab, gejala,
dan cara mengobatinya [Internet]. Indonesia: Siloam Hospitals;
unknown date [updated 2023 Nov 7; cited 2024 Feb 15]. Available
from: https://www.siloamhospitals.com/informasi-
siloam/artikel/mengenal-sindrom-cauda-equina
5. A DM, Rosyidawati NH, Sudraajt AA, Khairunnisa NH, Rahmawati BD,
Khatimah WH, et al. Anxiety of final semester students: mini review.
Ahmad Dahlan Medical Journal [Internet]. 2021 Nov 29 [cited 2024 Feb
15];2(2):85-92. Available from:
http://journal2.uad.ac.id/index.php/admj/article/download/5432/3082
6. Hersa RC. Mengenal panic attack, gejala, penyebab & cara
mengatasinya [Internet]. Indonesia: Siloam Hospitals; unknown date
[updated 2024 Jan 24; cited 2024 Feb 15]. Available from:
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/alami-panic-
attack-harus-bagaimana
7. Tim medis siloam hospitals. Apa itu fobia? ini jenis, penyebab, gejala,
& cara penanganannya [Internet]. Indonesia: Siloam Hospitals;

16
unknown date [updated 2023 Dec 1; cited 2024 Feb 15]. Available from:
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-
fobia
8. Siloam hospitals medical team. Apa itu ocd? mengenal penyebab,
gejala, & pengobatannya [Internet]. Indonesia: Siloam Hospitals;
unknown date [updated 2023 Sep 27; cited 2024 Feb 15]. Available
from: https://www.siloamhospitals.com/en/informasi-
siloam/artikel/apa-itu-obsessive-compulsive-disorder

17

Anda mungkin juga menyukai