Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ELIKA MARDIANA

NIM : A2R17008
KELAS : SARJANA KEPERAWATAN 7A

TINGKAT KESADARAN
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Untuk mengukur tingkat kesadaran maka
digunakanlah suatu cara pemeriksaan yakni dengan standar Glasgow Coma Scale (GCS). Dengan
demikian, kondisi tingkat kesadaran seseorang tidak selalu berada dalam kondisi normal.

Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)


GCS adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien dengan cara
menilai respon pasien terhadap rangsang yang diberikan oleh pemeriksa. Teori GCS pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dengan Jennett yang bertujuan untuk mengukur dan
merekam tingkat keadaan seseorang. 
Pada pemeriksaan GCS, respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu:
 Reaksi membuka mata (eye)
 Pembicaraan (verbal)
 Gerakan (motorik)
Hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1-6
tergantung respon yang diberikan. Ketiga jenis respon tersebut kemudian dinilai dan dicatat pada
grafik yang sesuai dan skor keseluruhan dibuat dengan menjumlahkan nilai ketiganya. Namun pada
praktiknya, terdapat perbedaan antara hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan pemeriksaan
GCS pada bayi. Sebab, orang dewasa dan bayi memberikan bentuk respon yang berbeda pada saat
mereka menerima rangsangan.
Nilai tingkat kesadaran GCS orang dewasa
Berikut nilai acuan dalam penilaian GCS pada orang dewasa:
1. Eye (respon membuka mata)
 (4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa dirangsan
 (3) : dengan rangsang suara, ddilakukan dengan menyuruh pasien untuk membuka mata)
 (2) : dengan memberikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari
 (1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
2. Verbal (respon verbal atau ucapan)
 (5) : orientasi baik, bicaranya jelas
 (4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang), disorientasi tempat dan waktu
 (3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas
 (2) : suara tanpa arti (mengerang
 (1) : tidak ada respon
3. Motorik (gerakan)
 (6) : mengikuti perintah pemeriksa
 (5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri
 (4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri
 (3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya menekuk saat diberi rangsang nyeri
 (2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya bergerak lurus (ekstensi) di sisi
tubuh saat diberi rangsang nyeri
 (1) : tidak ada respon

Nilai tingkat kesadaran GCS pada bayi dan anak


Berikut nilai acuan dalam penilaian GCS pada bayi/anak:
1. Eye (respon membuka mata)
 (4) : spontan
 (3) : membuka mata saat diperintah atau mendengar suara
 (2) : membuka mata saat ada rangsangan nyeri
 (1) : tidak ada respon
2. Verbal (respon verbal)
 (5) : berbicara mengoceh seperti biasa
 (4) : menangis lemah
 (3) : menangis karena diberi rangsangan nyeri
 (2) : merintih karena diberi rangsangan nyeri
 (1) : tidak ada respon
3. Motorik (gerakan)
 (6) : bergerak spontan
 (5) : menarik anggota gerak karena sentuhan
 (4) : menarik anggota gerak karena rangsangan nyeri
 (3) : fleksi abnormal
 (2) : ekstensi abnormal
 (1) : tidak ada respon

Cara menghitung nilai GCS dan intrepretasi hasilnya


Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E-V-M dan
selanjutnya nilai GCS tersebut dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi atau GCS normal adalah 15
yaitu E4V5M6 , sedangkan yang terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Berikut beberapa penilaian GCS dan interpretasinya terhadap tingkat kesadaran :
 Nilai GCS (15-14) : Composmentis
 Nilai GCS (13-12) : Apatis
 Nilai GCS (11-10) : Delirium
 Nilai GCS (9-7) : Somnolen
 Nilai GCS (6-5) : Sopor
 Nilai GCS (4) : Semi-coma
 Nilai GCS (3) : Coma
Beberapa kondisi yang membuat seseorang menurun tingkat kesadarannya, seperti stroke,
stroke ringan, cedera kepala, pendarahan otak, dan lain-lain.
Seorang tenaga kesehatan harus dapat mengukur nilai GCS dengan benar, tepat, dan cepat
karena penilaian ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan dan keperawatan untuk melakukan
penilaian awal dan berkelanjutan, membandingkan efektifitas perawatan yang diberikan, serta
menentukan prognosis pasien.
Oleh karena itu maka tingkat kesadaran ini dibedakan menjadi beberapa tingkat yaitu :
 Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya
maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan
pemeriksa dengan baik.
 Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
 Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun
yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
 Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali.
 Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
 Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap
pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya
sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
 Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap
pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

CARA MEMONITOR TEKANAN INTRA KRANIAL


Ruangan kranial merupakan struktur yang kaku dengan total volume yangtetap, meliputi
otak (80%), darah (12%), dan CSS (8%). Tengkorak dankanalis vertebralis membentuk
perlindungan yang kuat terhadap otak,medulla spinalis, cairan serebrospinal (LCS), dan darah.
Semua kompartemen intrakranial ini tidak dapat dimampatkan, hal inidikarenakan volume
intrakranial adalah sangat konstan (Hukum Monro-Kellie).
Penambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapatterjadi jika terdapat penekanan
(kompresi) pada kompartemen yang lain.Satu-satunya bagian yang memilik kapasitas dalam
mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi
perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atassudah maksimal maka
terdapat kecenderungan terjadinya peningkatanvolume pada kompartemen (seperti pada massa di
otak) akanmenyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (ICP/TIK).
Peningkatan tekanan intra kranial (TIK) akan menurunkan perfusiserebral dan menyebabkan
komplikasi iskemia sekunder. Selain mempengaruhi Cerebral Perfusion Pressure (CPP),
peningkatan tekananintra kranial dapat menyebabkan terjadinya herniasi. Meskipum batasanyang
pasti tidak ditemukan, tetapi peningkatan TIK > 30 mmHg berkaitandengan peningkatan resiko
herniasi trantentorial atau herniasi batang otak.Maka monitoring dengan pengukuran dan
penanganan TIK adalah halyang penting. Banyak Faktor yang dapat mempengaruhi tekanan
intrakranial diantaranya : peningkatan volume jaringan didalammnya, peningkatan aliran darah ke
otak, kelaiana dari aliran cairan, dan penambahan efek massa.

Anatomi dan fisiologi Cerebral


Pelayanan anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi bedahsaraf membutuhkan
pemahaman dasar tentang fisiologi sistem saraf pusat(SSP). Agen anestesi memiliki efek pada
metabolisme cerebral, alirandarah, dinamik cairan serebro spinal (CSS) serta tekanan dan
volumeintracranial yang sering ditemukan. Pada beberapa kondisi, perubahantersebut tidak tampak,
sedangkan pada orang lain dapat bermanfaat.
Kebanyakan trauma operasi bedah saraf dan morbiditas terkaitinjuri traumatik otak berasal
dari peningkatan ICP/TIK. Dengan demikian,secara singkat garis besar mekanisme fisiologi normal
adalah menjagakeseimbangan antara tekanan dan volume di dalam sakus dura. Hal ini berguna
dalam memperbaiki pemahaman akan konsep yang mendasaritentang pemantauan tekanan di
didalam kepala (ICP/TIK). peningkatan aliran darah ke otak, kelainan dari aliran cairan, dan
penambahan efek massa.
Disamping pengetahuan tentang tekanan intra kranial, pemahaman tentang bagaimana cara
mengatasinyapun sangat perlu untuk diketahui.Oleh karena itu pada tulisan ini akan membahas
tentang pengukuran tekanan intra cranial, efek peningkatan dan managemennya, serta keperluan
pengelolaan dalam anestesi.
Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi jika terdapat penekanan
(kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu-satunya bagian yang memilik kapasitas dalam
mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi
perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atassudah maksimal maka
terdapat kecenderungan terjadinya peningkatanvolume pada kompartemen (seperti pada massa di
otak) akanmenyebabkan peningkatan tekanan intracranial (ICP/TIK).
PEMERIKSAAN MENINGAL-SIGN
Persiapan Alat
 Tidak ada alat khusus yang digunakan

Pelaksanaan
KAKU KUDUK
Pasien dalam posisi terlentang. Posisikan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan
tangan lain di atas dada. Lakukan fleksi pada leher pasien ke arah dada secara pasif. Apabila
terdapat tahanan sehingga dagu tidak menempel pada dada, maka kaku kuduk dinyatakan positif.
Pemeriksaan kaku kuduk dapat memberikan hasil positif pada kasus selain meningitis, seperti
pada tetanus, tumor korda spinalis, peningkatan tekanan intrakranial, bahkan stroke. Pemeriksaan
ini memiliki sensitivitas yang rendah tetapi spesifisitasnya tinggi.

TANDA BRUDZINSKI I
Pasien dalam posisi terlentang. Posisikan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan
tangan lain di atas dada. Kemudian, fleksikan kepala pasien ke arah dada secara pasif. Apabila
kedua tungkai bawah fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut saat kepala difleksikan, maka tanda
Brudzinski I dinyatakan positif.

TANDA BRUDZINSKI II
Pasien dalam posisi terlentang. Tungkai kiri dalam keadaan lurus. Kemudian, fleksikan
tungkai kanan secara pasif pada sendi panggul. Apabila diikuti oleh fleksi tungkai kiri, tanda
Brudzinski II dinyatakan positif.

TANDA KERNING
Pasien dalam posisi terlentang. Fleksikan tungkai bawah pada sendi panggul hingga 90
derajat (tegak lurus). Kemudian, ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan
normal, sendi lutut dapat diekstensikan hingga sebesar 135˚. Apabila saat ekstensi sendi lutut
terdapat hambatan dan menyebabkan nyeri, tanda Kernig dinyatakan positif.

PALPASI,PERKUSI REFLEK TENDON


Tingkat reflek
Peringkat Deskripsi
4+ Hiperaktif(dengan klonus)
3+ Lebih cepat dari rata-rata,tidak perlu diangap abnormal
2+ Rata-rata,normal
1+ Berkurang, normal rendah
0 Tidak ada respon

Persiapan Alat
 Palu Refleks
Pelaksanaan
Refleks Fisiologis
Refleks Ektremitas Atas
Refleks Bisep
a) Pasienduduk di lantai
b) Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan
pemeriksa
Refleks Trisep
a) Pasien duduk dengan rileks
b) Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c) Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
Refleks Brakhio Radialis
a) Posisi Pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
b) Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu refleks
Refleks Periosteum Radialis
a) Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan
b) Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis
Refleks Periosteum ulnaris
a) Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasi
b) Ketukan pada periosteum os. Ulnaris
Refleks Ekstremitas Bawah
RefleksPatela
a) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b) Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat
c) Tanganpemeriksamemegangpahapasien
d) Ketuk tendo patela dengan palu refleks menggunakan tangan yang lain

Anda mungkin juga menyukai