Anda di halaman 1dari 36

Nama : Rohan Sabloak

Kelas : Gamma 2018

NIM : 04011381823207

1. Anatomi dan Fisiologi Ekstremitas Bawah

2. Pemeriksaan Fisik, Neurologis, Radiologis, dan ENMG pada Ekstremitas Bawah

Tingkat Kesadaran
Berikut adalah tujuh tingkat kesadaran dan nilai GCS yang mewakilinya.
1. Kompos mentis, merupakan kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini,
respon pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga
dapa menjawab pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk kompos
mentis adalah 15-14.
2. Apastis, merupakan kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan
terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.
3. Delirium, merupakan kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang  disertai
dengan kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan
siklus tidur, merasa gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga
meronta-ronta. Nilai GCS adalah 11-10.
4. Somnolen, merupakan kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih
bisa dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan
tersebut berhenti, maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS
untuk somnolen adalah 9-7.
5. Sopor, merupakan kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat
dibangunkan melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri.
Meskipun begitu pasien tidak dapat bangun dengan sempurna dan tidak
mampu memberikan respons verbal dengan baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan, merupakan kondisi penurunan kesadaran di
mana pasien tidak dapat memberikan renspons pada rangsangan verbal dan
bahkan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui
mata maka masih akan terlihat refleks kornea dan pulpil yang baik. Pada

1
kondisi ini respons terhadap rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau hanya
sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.
7. Koma, merupakan kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam.
Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spondan dan tidak muncul
juga respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.

Cara Mengukur Nilai GCS


Metode GCS adalah metode untuk menilai tingkat kesadaran yang sudah ada sejak
tahun 1974. Metode ini diperkenalkan oleh Graham Teasdale dan Bryan Jennett.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa cara mengukut tingkat kesadaran
adalah dengan cara memeriksa tiga aspek yaitu mata, respons verbal, dan gerakan
tubuh. Cara mengukur nilai GCS pada orang dewasa tentunya berbeda dengan cara
mengukur nilai GCS pada bayi.
Berikut adalah nilai GCS yang dinilai berdasarkan respons yang diberikan pasien
dewasa maupun bayi atau anak-anak!
Mengukur tingkat kesadaran orang dewasa
1. Mata
- Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.
- Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan
membuka mata.
- Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
- Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.
2. Respons verbal
- Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
- Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta
mengalami disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
- Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi
- Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.
- Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali
3. Gerakan tubuh
- Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan.
- Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan nyeri.

2
- Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus
ketika diberi rangsangan nyeri.
- Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika
diberikan rangsangan nyeri.
- Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan melurus (abnormal extension) ketika
diberikan rasa nyeri.
- Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.
Nilai dari ketiga aspek pemeriksaan di atas kemudian digabungkan untuk mendapatkan nilai
GCS. Contohnya jika pada pemeriksaan mata pasien mendapatkan nilai 4, pemeriksaan
respons verbal mendapatkan nilai 5, dan pemeriksaan gerak tubuh mendapatkan nilai 6, maka
totalnya adalah 15, yang artinya pasien berada dalam kondisi kompos mentis atau tingkat
kesadaran tertinggi.
Sedangkan jika pada pemeriksaan mata pasien mendapat nilai 1, pada pemeriksaan
respons verbal mendapatkan nilai 1, dan pada pemeriksaan gerak tubuh mendapat
nilai 1, maka totalnya adalah tiga. Nilai GCS mewakili kondisi tingkat kesadaran
terendah yang artinya pasien sedang mengalami koma.

Pemeriksaan Neurologis dan Penunjang

I. Tinel Foot Test


Cara: perkusi nervus tibia posterior yang terletak pada pergelangan kaki bagian
medial dan kaki dalam posisi dorsofleksi
Interpretasi: tinel test positif bila didapatkan rasa kesemutan tajam, paresthesia, atau
seperti tersengat listrik dalam 5-10 detik

3
The examiner taps over the medial ankle behind the medial malleolus.

II. Tes Dorsoflexi Eversi


Kaki berada pada posisi dorsoflexi dan eversi selama 5 – 10 detik sehingga terjadi
pemanjangan pada sendi metatarsophalangeal (MTP), apabila positif akan terasa
nyeri pada bagian tumit.

III. Triple Compression Test

Cara Melakukan Triple Compression Test :


1. Fleksi plantar pada pergelangan kaki
2. Inversi tumit dan kaki
3. Kompresi pada nervus tibialis posterior pada Malleolus medial

Intepretasi :

Positif bila didapatkan nyeri atau kesemutan atau paresthesia

IV. Tes Sensorik


Cara: memberikan rangsangan sentuhan ringan, atau dengan menggunakan tusukan
peniti, yang mana pasien akan merasakan hyperalgesia atau hypoesthesia pada area
nervus plantar medial dan pada area nervus plantar lateral
Interpretasi: apabila positif akan terasa nyeri

Pemeriksaan penunjang

1. Electromyography (EMG)

4
EMG adalah prosedur diagnostik untuk mengevaluasi kondisi kesehatan otot dan sel saraf
yang mengontrolnya. Sel saraf dikenal sebagai motor neuron. Motor neuron mentransmisikan
sinyal elektrik yang menyebabkan otot untuk berkontraksi dan relaksasi. EMG
menerjemahkan sinyal ini menjadi grafik atau angka, membantu dokter dalam diagnosis.
Dokter biasanya akan melakukan EMG ketika sesorang menunjukkan gejala kelainan otot
atau saraf. Gejala ini meliputi kesemutan, baal, atau kelemahan yang tidak dapat dijelaskan
pada ekstremitas. Hasil EMG dapat membantu dokter mendiagnosis kelainan otot, kelainan
saraf, dan kelainan yang mempengaruhi hubungan antara saraf dan otot.
Beberapa dokter mungkin mengetahui electromyography sebagai pemeriksaan
elektrodiagnostik.
Indikasi
Dokter mungkin melakukan pemeriksaan EMG jika mengalami gejala yang mengindikasikan
kelainan otot atau saraf. Beberapa gejala yang menjadi indikasi EMG meliputi:
 tingling (kesemutan)
 numbness (baal)
 kelemahan otot
 nyeri otot atau kram
 paralysis
 kedutan otot involuntar
Hasil EMG dapat membantu dokter menentukan etiologi gejala:
 penyakit otot, seperti distrofi muskular
 kelainan yang mempengaruhi kemampuan motor neuron untuk menyampaikan sinyal
elektrik menuju otot, seperti myasthenia gravis
 radiculopathies
 penyakit saraf tepi yang mempengaruhi saraf diluar otak dan medulla spinalis, seperti
carpal tunnel syndrome
 kelainan saraf, seperti amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
Persiapan
Pastikan memberitahu dokter tentang pengobatan. Penting juga tanyakan riwayat penyakit
darah, pacu jantung atau defibrillator impan. Hal ini karena kontraindikasi dari pemasangan
EMG
Jika dilakukan EMG, harus mengikuti beberapa hal:
 Hindari merokok setidaknya 3 jam sebelum prosedur.

5
 Mandi untuk menghilangkan minyak dari kulit. Jangan diberi lotion atau krim setelah
mandi.
 Menggunakan pakaian yang nyaman yang tidak mengobstruksi area yang akan
dievaluasi. Mungkin akan diganti gaun RS sebelum prosedur dilakukan.
Tatacara pemeriksaan:

Pasien disuruh berbaring atau duduk. Dokter mungkin akan meminta pasien merubah posisi
selama prosedur.
Terdapat 2 komponen tes EMG: nerve conduction study dan needle EMG. Nerve conduction
study adalah bagian pertama prosdur. Meletakkan sensor kecil yang disebut elektroda
permukaan pada kulit untuk menilai kemampuan motor neuron dalam menyampaikan sinyal
elektrik. Bagian kedua dari prosedur EMG, dikenal sebagai needle EMG, juga menggunakan
sensor untuk mengevaluasi sinyal elektrik. Sensor ini disebut elektroda jarum, dan langsung
ditancapkan ke jaringan otot untuk mengevaluasi aktivitas otot ketika istirahat dan kontraksi.
Nerve conduction study dilakukan pertama kali. Selama prosedur ini, dokter memasangkan
elektroda pada permukaan kulit, biasanya area yang bergejala. Elektroda ini akan
mengevaluasi seberapa baik motor neuron berkomunikasi dengan otot. Ketika tes selesai,
elektroda akan dilepas dari kulit.
Setelah nerve conduction study, dokter akan melakukan needle EMG. Dokter akan
membersihkan area bergejala dengan antiseptik. Kemudian, menggunakan jarum untuk
memasukkan elektroda menuju jaringan otot. Pasien akan merasa kurang nyaman atau nyeri
ketika jarum dimasukkan.

6
Elektroda jarum akan mengevaluasi aktivitas elektrik otot ketika berkontraksi dan ketika
istirahat. Elektroda ini akan dilepas setelah tes berakhir.
Selama 2 bagian EMG, elektroda akan menyampaikan sinyal elektrik kecil menuju saraf.
Komputer akan menerjemahkan sinyal menjadi grafik atau nilai yang dapat diinterpretasi.
Keseluruhan prosedur memakan waktu 30-60 menit.
Komplikasi
EMG adalah pemeriksaan yang berisiko rendah. Akan tetapi, mungkin pasien akan
mengalami nyeri pada tempat yang dites. Nyeri akan bertahan hingga beberapa hari dan bisa
diredakan dengan OAINS, seperti ibuprofen.
Pada kasus yang jarang, mungkin pasien akan merasakan kesemutan, memar, dan bengkak
pada tempat insersi jarum. Pastikan beritahu dokter jika ada pembengkakan atau nyeri
bertambah buruk.
Interpretasi hasil
Your doctor may review the results with you right after the procedure. However, if another
healthcare provider ordered the EMG, then you may not know the results until you attend a
follow-up appointment with your doctor.
Dokter akan melihat hasil setelah prosedur selesai. Jika EMG menunjukkan adanya aktivitas
elektrik pada saat otot relaksasi, mungkin etiologi:
 kelainan otot
 kelainan yang mempengaruhi NMJ
 inflamasi yang disebabkan trauma
Jika EMG menunjukkan abnormalitas aktivitas elektrik ketika otot berkontraksi,
kemungkinan ada herniated disc atau kelainan saraf, seperti ALS atau CTS.
Tergantung dari hasil, dokter akan memberitahu tes tambahan atau terapi yang mungkin
dibutuhkan.

Nerve conduction velocity (NCV)


Prinsip Kerja
Nerve conduction velocity digunakan untuk menilai kerusakan & disfungsi saraf. Juga
dikenal sebagai nerve conduction study, prosedur yang mengukur seberapa cepat sinyal
elektrik bergerak menuju saraf perifer.

7
Saraf perifer terletak di luar otak dan medulla spinalis. Saraf perifer membantu
menggerakkan otot dan sensorik. Saraf yang sehat menyampaikan sinyal elektrik lebih cepat
dan dengan kekuatan yang lebih besar dari saraf yang rusak.
Tes NCV membantu dokter untuk membedakan antara kerusakan serat saraf dan kerusakan
selubung myelin, penutup yang menyelubungi saraf. Juga dapat memberitahu dokter
perbedaan antara kelainan saraf dan kondisi dimana kerusakan saraf telah mempengaruhi
otot.
Membuat perbedaan penting untuk diagnosis yang tepat dan menentukan terapi.
Indikasi
Tes NCV dapat digunakan untuk mendiagnosis beberapa penyakit muskular dan
neuromuskular, meliputi:
 Guillain-Barre syndrome
 carpal tunnel syndrome
 penyakit Charcot-Marie-Tooth (CMT)
 penyakit herniated disk
 chronic inflammatory polyneuropathy dan neuropathy
 masalah nervus schiatic
 trauma saraf tepi
Jika dokter menduga adanya penjepitan saraf, maka direkomendasikan tes NCV.
Tes EMG sering dilakukan bersamaan dengan tes NCV. EMG merekam sinyal elektrik yang
bergerak menuju otot. EMG membantu mendeteksi adanya, lokasi, dan penyebaran berbagai
penyakit yang mungkin merusak otot dan saraf.
Persiapan
When scheduling this test, your doctor will ask about conditions, medications, or behaviors
that might affect the results. These include:
Ketika dilakukan tes ini, dokter akan menanyakan beberapa tentang kondisi, pengobatan, atau
perilaku yang mungkin mempengaruhi hasil. Hal ini meliputi:
 penggunaan alkohol
 penggunaan pengobatan neurologi, seperti muscle relaxants, opioid, atau pengobatan
psikotropika
 diabetes
 hypothyroidism
 penyakit sistemik

8
Hal ini penting untuk diketahui dokter jika menggunakan pacu jantung. Elektrode pada tes
NCV mungkin mempengaruhi impuls elektronik dari alat pacu jantung.
Menghentikan penggunaan lotion atau minyak pada kulit beberapa hari sebelum tes. Krim
dapat mencegah elektroda melekat dengan baik pada kulit. Puasa biasanya tidak perlu, tapi
mungkin akan diminta untuk menghindari kopi.
Tatacara pemeriksaan
NCV bisa bervariasi, tapi terdapat proses yang umum:
1. Pasien diminta melepaskan barang besi, seperti perhiasan, yang dapat mempengaruhi
prosedur.
2. Pasien diminta melepaskan baju dan pasang gaun.
3. Pasien akan duduk atau berbaring untuk tes ini.
4. Dokter akan menentukan saraf mana yang dites.
5. Dokter akan meletakkan 2 elektroda pada kulit, 1 yang merangsang saraf dan 1 yang
merekam rangsangan. Biasanya menggunakan jelly atau pasta untuk membantu
elektroda melekat pada kulit.
6. Saraf akan dirangsang dengan ringan dan kejutan listrik sekejap dari elektroda
stimulasi. Stimulasi saraf medianus dan merekam stimulus dengan elektroda di dekat
pergelangan tangan.
Tes ini memakan waktu 20-30 menit. Sensasi mungkin kurang nyaman, tapi tidak
menyakitkan.
Dokter mungkin akan melakukan tes pada lebih dari 1 lokasi. Biasanya digunakan untuk
memeriksa kerusakan saraf ulnaris, dimana menginervasi tangan dan kaki. Penambahan
stimlasi ketiga dari 2 biasanya meningkatkan sensitivitas tes hingga 80-96%.
Dokter umum dan spesialis yang melakukan tes akan memberitahu kapan atau jika tes akan
dilakukan lagi.
Interpretasi hasil

9
1 keuntungan tes NCV adalah dipertimbangkan sebagai pengkuran objektif dari kesehatan
saraf, dibanding dengan keluhan subjektif dari nyeri. NCV biasanya 50-60 m/s
dipertimbangkan sebagai rentang nilai normal.
Bagaimanapun, hasil apapun harus diperiksa dengan informasi lain. Dokter akan
membandingkan hasil tes dengan standar, normalisasi, conduction velocity. Tidak ada standar
umum. Hasil akan terpengaruh oleh usia, tubuh apa yang diperiksa, jenis kelamin, atau
bahkan dimana tempat tinggal.
Velocity diluar nilai normal mengindikasikan adanya kerusakan saraf. Bagaimanapun, tidak
mengindikasikan secara pasti apa yang menyebabkan kerusakan saraf. Kondisi yang terkait
saraf, seperti:
 carpal tunnel syndrome
 traumatic median nerve damage
 acute inflammatory polyneuropathy
 chronic inflammatory polyneuropathy
 diabetic neuropathy
 drug-induced median nerve palsy
 Guillain-Barré syndrome
 Charcot-Marie-Tooth (CMT) disease
 herniated disk disease
 masalah sciatic nerve
 saraf terjepit
 trauma saraf tepi
 kerusakan obat sitostatika
Diagnosis akan dipengaruhi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Tidak ada satupun jalur penyembuhan dari kerusakan saraf. Terapi bervariasi tergantung
kondisi spesifik, dan kerusakan saraf.

INTERPRETASI NCV

Sinyal elektrik disampaikan sepanjang axon yang disebut potensial aksi. Pada nerve
conduction studies, potensial aksi dihasilkan oleh stimulasi elektrik untuk menilai bagaimana
axon merespon.

10
Terdapat 2 bagian utama nerve conduction study: sensorik dan motorik. Perekaman dari
nervus sensorik memberikan sensory nerve action potential (SNAP), dan rekaman dari otot
menghasilkan compound muscle action potential (CMAP).

Pengukuran ini memberikan informasi tentang kedua komponen motorik dan sensorik dari
sistem saraf tepi. Mereka juga memberitahu kerusakan akson atau selubung myelin yang
lebih rusak. Myelin membantu potensial aksi untuk bergerak lebih cepat, dan jika ada
masalah myelin (myelinopati), conduction velocity akan menurun lebih jauh. Misalnya
masalahnya pada axon (axonopati), serat yang tetap intak akan mengkonduksikan sinyal pada
kecepatan normal, tapi lebih sedikit serat, dimana menyebabkan sinyal lebih lemah dan
penurunan amplitudo.

Istilah lain yang mungkin ditemukan dalam laporan EMG atau NCS meliputi:

11
12
 Amplitudo: sinyal elektrik direpresentasikan sebagai gelombang, dan amplitudo
adalah tingginya
 Latency: penanda waktu, jadi terpengaruh oleh proses demyelinisasi.

 Conduction Velocity (CV): menggambarkan kecepatan dimana impuls elektrik


berjalan sepanjang saraf.
 Durasi: Menjelaskan lebar gelombang elektrik

13
 Conduction Block: Hilangnya sinyal menyebrangi regio anatomi seperti pada
pergelangan tangan. Hal ini menyarankan adanya jebakan saraf, seperti pada CTS.
 F reflex: Gelombang F seperti electrical echo, dimana impuls berjalan naik menuju
tulang belakang dan kemudian kembali lagi menuju serat yang sama. Memberikan
konduksi sepnjang nervus motorik.
H reflex: Gelombang H adalah electrical equivalent refleks kaki. Impuls
berjalan menuju medulla spinalis melalui nervus sensorik, kemudian berjalan
sepanjang nervus motorik

2. Radiologi
- X-ray: fraktur, osteosit, deformitas
- MRI: tendosinovitis, menilai jaringan lunak, dapat cukup membantu yang
berhubungan dengan kasus soft-tissue masses dan space-occupying lesion
lainnya pada tarsal tunnel. Sebagai tambahan, MRI berguna dalam menilai
suatu flexor tenosynovitis dan unossified subtalar jointcoalitions.
- USG: vaskularisasi
3. Laboratorium
- Gula darah dan Hba1c
- Kadar B12
- Laju Endap Darah (LED)
- Darah rutin
4. Histologi
- Paska operasi massa
Dihubungkan dengan neuroma pada kebanyakan kasus di masyarakat, jaringan
saraf merupakan yang paling intak dari perineural sheath. Hasil ini merupakan
hasil dari chronic nerve compression dan irritation, yang dapat menyebabkan
pembengkakan pada saraf. Proliferasi dari jaringan fibrous menimbulkan
kompresi pada saraf, walaupun dapat menimbulkan dekompresi dan jaringan
fibrous tersebut harus dihilangkan. Kista ganglion dapat menyebabkan peripheral
neuropathies seperti biasanya, tetapi ketika dikombinasikan hal itu bukanlah suatu
etiologi yang sering. Sumber dan penyebab dari kista ganglion tetap tidak dapat
dijelaskan, satu teori mengatakan bahwa fibrillar degeneration dari kolagen
dengan akumulasi dari intraselular dan extraselular mucin. Jika dilakukan
14
tindakan operasi maka lesi ini harus dihilangkan secara in toto karena dapat
menimbulkan nervedecompression.

3. Tarsal Tunnel Syndrome


Definisi
Tarsal tunnel syndrome atau Sindrom terowongan tarsal adalah neuropati
kompresif pada tungkai karena terjebaknya/ terjadi penekanan nervus posterior tarsal
pada terowongan tarsal. Terowongan tarsal mencakup banyak struktur penting, yaitu
tendon tibialis posterior, fleksor digitorum longus (FDL), dan otot fleksor halusis longus
(FHL). Arteri tibialis posterior dan vena, serta saraf tibialis posterior (L4-S3). Dari
medial ke lateral, mereka adalah tendon posterior tibialis, tendon FDL, arteri dan vena
tibialis posterior, saraf tibialis posterior, dan tendon FHL.

Diagnosis Banding
a. Plantar fascilitis
b. Tendinitis
c. Radikulopati S1
d. Deep vein thrombosis
e. Arthritis gout

Etiologi

a) Ekstrinsik : Sepatu yang tidak pas, trauma, kelainan anatomi (tarsal coalition, valgus
atau varus hindfoot), jaringan parut pasca operasi, penyakit sistemik, edema
ekstremitas inferior, dan artropati inflamasi sistemik.
b) Intrinsik :tendinopati, tenosinovitis, fibrosis perineural, osteofit, retinakulum
hipertrofik, dan lesi efek massa-ruang (pembesaran atau varises, kista ganglion,

15
lipoma, neoplasma, dan neuroma). Insufisiensi arteri dapat menyebabkan iskemia
saraf.

Epidemiologi

Kasus sindrom terowongan tarsal relatif jarang dan hanya ditemukan 1 dari
200.000 orang. 20-40% kasus idiopatik dan 10% kasus akibat arthrosis, tendosinovitis,
dan arthritis. Insiden tertinggi terjadi pada wanita daripada pada pria dan dapat dilihat
pada usia berapa pun.

Patofisiologi
Penyebab TTS adalah kompresi saraf tibialis posterior atau salah satu dari dua
cabangnya, saraf plantar lateral atau medial, didalam terowongan tarsal. Ini dapat timbul
atas dasar idiopatik atau post-traumatic. Pasien sering (17% hingga 43%) memiliki
riwayat trauma sebelumnya, misalnya, fraktur di dekat pergelangan kaki atau keseleo
pergelangan kaki dengan cedera ligamen medial. Arthrosis, tenosynovitis, dan
rheumatoid arthritis juga dikatakan menyebabkan sebanyak 10% dari semua kasus.
Tumor seperti schwannoma saraf tibialis pada tingkat terowongan tarsal (gambar 1a dan
1b) jarang terjadi, seperti halnya ganglia (hingga 8%); pembuluh yang berbelit-belit lebih
sering dideskripsikan (hingga 17%).
Sindrom terowongan tarsal dianggap sebagai entrapment neuropathy,
didefinisikan sebagai entrapment TN di tingkat pergelangan kaki. Sindrom ini telah
dikaitkan dengan etiologi traumatis dan inflamasi, namun faktor-faktor penyebab lesi
pada terowongan tarsal:
a. Space-occupying lesions
Fleksor retinaculum memiliki kemampuan terbatas untuk meregang, sehingga
lesi yang yang terjadipada terowongan tarsal menyebabkan tekanan yang meningkat,
yang akhirnya akan menyebabkan kompresi pada saraf di dalam terowongan, yang
menghasilkan gejala klinis. Lesi spesifik termasuk: ganglion (Gbr. 4), lipoma,
saraftumor, eksostosis, talocalcanealbar, otot aksesori (abductor hallucis atau floror
digitorum longus) atau varises. Lesi yang pada terowongan tarsal adalah etiologi TTS
yang tidak biasa, namun demikian memberikan hasil terbaik setelah operasi.

16
b. Deformitaspada kaki
Varus dan valgus heel adalah penyebab TTS yang dapat diidentifikasi.
Kegagalan dukungan lengkung longitudinal statis dan dinamis dapat mengakibatkan
cedera traksi pada TN, menghasilkan kondisi klinis bernama 'triad nyeri tumit', yang
melibatkan plantar fasciitis, disfungsi tendon tibialis posterior dan sindrom saluran
tarsal.
c. Lesitraumatik

Faktor Risiko
a) Faktor Intrinsik
Adapun Faktor intrinsik meliputi: osteofit, hipertrofi retinaculum, tendonopathy,
space occupaying lesion seperti pembesaran vena, ganglia, lipoma, tumor dan
neuroma. Perdarahan sekunder akibat trauma dapat menyebabkan perlengketan dan
fibrosis peri-neural. insufisiensi arteri dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan
menimbulkan gejala sensorik. Terowongan fibro-osseus memiliki beberapa septa
fibrosa yang dalam yang menyatu dengan periosteum disekitarnya. Dan berkas
neurovaskular sering melekat pada septa tersebut, sehingga hal ini menyebabkan
terjadinya traksi ringan pada pergerakan kaki.
b) Faktor Ekstrinsik
Penyebab ekstrinsik meliputi: trauma langsung, penggunaan kaki secara konstriktif,
varus atau valgus hindfoot, edema pada ekstremitas bawah (kehamilan, kongesti
vena), systemic inflammatory arthropathy, diabetes and skar bekas operasi.
Sindroma jebakan pada cabang pertama dari N. plantar lateral (N. Baxter) yang
diperparah dengan cara berjalan dengan posisi kaki supinasi.

17
Klasifikasi

a) Anterior Tarsal Tunnel Syndrome


Anterior TTS disebabkan oleh kompresi atau penekanan nervus peroneal profunda
saat melewati bagian bawah fascia superficial pergelangan kaki. Umumnya
disebabkan karena adanya trauma pada bagian dorsum kaki. Selain itu, gerakan
plantar flexi juga dapat menyebabkan anterior TTS. Contohnya saat mengikat tali
sepatu, squat, bending forward. Sindrom ini juga berkaitan dengan hipertrofi
musculus extensor halluces brevis
b) Posterior Tarsal Tunnel Syndrome
Posterior TTS dikarenakan adanya kompresi atau penekanan pada nervus tibialis
posterior saat melewati tarsal tunnel posterior. Umumnya disebabkan karena
trauma pergelangan kaki, termasuk fraktur dan dislokasi. Thrombophlebitis yang
mempengaruhi arteri tibialis posterior juga berperan dalam terbentuknya posterior
TTS, serta pemakaian high heels dengan strap yang ketat dapat memicu hal
tersebut.
Manifestasi Klinis
Manifestasi awal dan paling khas dari tarsal tunnel syndrome (TTS) adalah
iritasi saraf perifer yaitu, paresthesia atau sensasi terbakar di daerah yang dipersarafi
oleh N. tibialis cabang distal. Hal ini juga dapat mengenai N. Plantar media dan N.
Plantar Lateral serta cabang dari calcaneus, yang berfungsi dalam innervasi sensorik
ke area tumit. Jika hanya mengenai salah satu N.plantaris, maka disebut dengan tarsal
tunnel syndrome distal.
Berjalan atau berdiri yang terlalu lama sering memperburuk gejala.
Dysesthesia sering timbul pada malam hari sehingga dapat mengganggu tidur pasien.
Gejala juga dapat diperburuk oleh eversi paksa dan dorsofleksi pada kaki. Nyeri juga
dapat menjalar ke paha, namun hal ini jarang terjadi. Jika gambaran klinis didominasi
oleh rasa nyeri dari iritasi saraf tanpa disertai oleh adanya defisit neurologis konsisten,
maka hal ini termasuk dalam bentuk "algetic" dari tarsal tunnel syndrome.
Seiring dengan meningkatnya derajat kerusakan saraf, defisit neurologis yang
secara konsisten juga akan terdeteksi jauh setelah munculnya fenomenasi iritasi
subyektif. Derajat hilangnya sensorik harus dibatasi berdasarkan wilayah saraf yang
terkena. Kelemahan merupakan fenomena akhir yang ditemukan, awalnya di area

18
abduktor dan diikuti pada area fleksor kaki, dan selanjutnya akan ditemukan atrofi
otot. Gangguan trofik seperti kurang berkeringat juga merupakan manifestasi akhir.
Tatalaksana

Tatalaksana Konservatif
1) Istirahat yang cukup
2) Pengobatan menggunakan NSAID, Antidepresan, antikejang, Vit. B6
3) Pemberian Lidocaine topical atau fentanyl patches untuk meredakan nyeri
4) Custom orthotics
- Heel Lift

- Medial arch support

- Medial heel wedge


- Heel seat
5) Bracing/ taping
- Ankle brace/ stirrup brace untuk mengatasi ankle instability

6) Physical therapy
- Iontophoresis

19
- Intreferential Curren Therapy

- Stretching
- Strengthening
7) Injeksi steroid local, anastesi untuk mengurangi nyeri
Tatalaksana Operatif
Ditujukan pada pasien-pasien yang gagal dalam terapi konservatif setidaknya 6
bulan
1) Dekompresi saraf: open/ endoscopic release of retinaculum, eksisi massa
2) Perbaikan terkait deformitas yang dialami
Edukasi dan Pencegahan

Edukasi
Bagi pasien yang sudah pernah mengalami TTS lebih baik untuk tidak terlalu
beraktivitas terlalu berat karena penanganan TTS berulang lebih kompleks dan
akan lebih mengganggu pasien
Pencegahan
1) Pemanasan sebelum melakukan aktivitas
2) Melatih fleksibilitas dan kekuatan otot tungkaih bawah
3) Mencegah work out atau aktivitas secara berlebih
4) Menggunakan footwear yang sesuai
Komplikasi

a. Kerusakaan kulit, termasuk ulserasi akibat hilangnya sensasi peraba pada


telapak kaki.
20
b. Perubahan cara berjalan dan gangguan keseimbangan dalam berjalan.
c. Nyeri punggung bawah atau nyeri sendi pada ekstrimitas bawah.
Prognosis

Prognosis tarsal tunnel syndrome bervariasi. Pada pasien dengan etiologi yang
dapat diidentifikasi karena efek massa yang didiagnosis pada awal perjalanan
penyakit, responsnya umumnya baik. Pasien tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi dan yang tidak menanggapi terapi konservatif umumnya tidak
melakukan intervensi bedah dengan baik. Tanda Tinel positif adalah prediktor
kuat untuk pembedahan.

SKDI

3A. Bukan gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis, dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

ANALISIS MASALAH

1. Tn. Rizki, 20 tahun, berobat ke poliklinik saraf karena nyeri pada tumit dan
telapak kaki kanan. Sejak 3 minggu yang lalu, dengan karakteristik yang tajam
dan kadang seperti ditusuk, nyeri hilang timbul, memberat saat berjalan atau
berdiri lama, dan berkurang saat istirahat. Nyeri tidak menjalar, intensitas nyeri
ringan sampai sedang, sehingga aktivitas penderita kerap terganggu. Terdapat
gangguan sensibilitas berupa rasa baal pada tumit dan telapak kaki kanan.
a) Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap diagnosis pada kasus?
Jawab:

Tarsal Tunnel Syndrome  dapat saja terjadi pada semua usia, akan tetapi

21
prevalensinya menunjukkan lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan
laki-laki dan dapat terjadi pada semua usia.

b) Bagaimana anatomi tumit dan telapak kaki?


Jawab:

c) Bagaimana fisiologi sistem sensorineural pada tumit dan telapak kaki?


Jawab:

d) Apa saja organ yang mungkin terganggu pada kasus?


Jawab:

e) Bagaimana mekanisme rasa baal pada tumit dan telapak kaki kanan? Bagaimana
hubungannya dengan nyeri pada kasus?
Jawab:
Tekanan berulang dan lama pada N. tibialis posterior atau cabangnya → peningkatan
tekanan intravesikuler → gangguan mikrovaskuler → keterlambatan konduksi saraf
→ rasa baal pada tumit dan telapak kaki kanan.

f) Apa saja etiologi dari nyeri pada kasus?


Jawab:

g) Bagaimana klasifikasi nyeri?


Jawab:

h) Mengapa nyeri hilang timbul dan memberat saat berjalan atau berdiri lama?
Jawab:
Nyeri pada kasus terjadi hilang timbul dan bertambah berat saat melakukan
aktivitas dikarenakan pada saat berjalan atau berdiri dalam waktu lama akan
memberikan tekanan pada kaki, akibatnya suatu struktur yang ada di daerah tumit
(terowongan tarsal) yang di bentuk oleh fleksor retinakulum akan menebal seingga
menekan isi dari terowongan tersebut (salah satunya adalah N. tibialis posterior dan
A. tibialis posterior) hal inilah yang menyebabkan nyeri bertambah berat. Sedangkan

22
pada saat istirahat nyeri akan menghilang, hal ini dapat terjadi karena fleksor
retinakulum yang membentuk terowongan tarsal akan relaksasi dan menyebabkan
struktur tersebut tidak mengalami penebalan sehingga tidak menekan isi dari
terowongan tarsal.

i) Mengapa nyeri dirasakan pada tumit dan telapak kaki kanan sejak 3 minggu yang
lalu?
Jawab:

j) Mengapa nyeri tidak menjalar?


Jawab:
Karena sesuai dengan inervasi dari nervus tibialis. Saraf yang mempersarafi di
bagian plantar (telapak kaki) yaitu nervus plantaris lateralis, nervus plantaris medialis
dan pada tumit yaitu medial calcaneal branches. Saraf-saraf tersebut berasal dari
percabangan nervus tibialis. Apabila nervus tibialis mengalami gangguan, maka saraf
yang ada di telapak kaki dan tumit akan ikut terganggu. Sedangkan saraf yang
bertanggung jawab di bagian dorsum pedis (punggung kaki) yaitu nervus fibularis
communis, sehingga bagian dorsum pedis tidak ikut terganggu.

Gambar:……

23
2. Riwayat pekerjaan sebagai atlet lompat jauh sejak usia 16 tahun. Riwayat jatuh /
terkilir tidak ada. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat tumor atau benjolan
tidak ada. Penyakit ini dialami untuk pertama kalinya.

a) Bagaimana hubungan pekerjaan dan pola hidup dengan penyakit pasien pada kasus?

Jawab:
Profesi sebagai atlit lompat jauh memungkinan sering menggunakan kaki
kanannya sebagai tumpuan saat melakukan lompat jauh. Selain itu, atlit terkadang
melakukan exercise atau pemanasan yang berlebihan atau yang biasa disebut dengan
hiperpronasi dan dapat mennyebabkan tekanan berulang-ulang di saraf. Hal ini lah
yang lama kelamaan bisa menimbulkan Tarsal Tunnel Syndrome.

Hal ini disebabkan pergelangan kaki dimasukkan ke dalam eversi, inversi, dan
plantar fleksi pada kecepatan tinggi. Contoh olahraga yang dapat menyebabkan TTS
termasuk bola basket, trek, sepak bola, lacrosse, papan luncur salju, dan bola voli.
Partisipasi dalam olahraga ini harus dilakukan dengan hati-hati karena tingginya
risiko mengembangkan TTS.

b) Apa makna klinis dari riwayat jatuh/terkilir tidak ada, riwayat kencing manis tidak ada,
riwayat tumor atau benjolan tidak ada dan penyakit ini dialami untuk pertama kalinya?

Jawab:
Untuk menyingkirkan diagnosis banding pada kasus. Karena dengan adanya
riwayat jatuh/terkilir dapat menyebabkan trauma sehingga dapat menyebabkan
kompresi neuropati. Informasi tidak adanya riwayat jatuh atau terkilir dapat
digunakan untuk menyingkirkan suspek etiologinya berupa trauma atau adanya
fraktur pada tulang yang juga dapat menyebabkan penekanan pada saraf nervus
tibialis posterior di dalam terowongan tarsal.
Anamnesis riwayat kencing manis ditunjukan untuk menyingkirkan diagnosa
dari neuropati diabetic dimana kerusakan saraf diakibatkan kadar gula darah yang
masuk ke saraf dan mengalami metabolisme poliol dapat menyebabkan kerusakan
saraf. Biasanya neuropati diabetic akan menunjukan pembengkakan yang disebabkan
transudasi dari pembuluh darah ke jaringan intertisial.

24
Anamnesis mengenai riwayat tumor atau benjolan untuk menyingkirkan
etiologi keluhan yang dialami bukan disebabkan oleh penekanan saraf dari massa
tumor atau benjolan.

3. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, radiologis dan ENMG


a) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada kasus?

Jawab:
Data Pada
Pemeriksaan Normal Interpretasi
Kasus
Nilai GCS (15-14) : Compos mentis
Nilai GCS (13-12) : Apatis
Nilai GCS (11-10) : Delirium
Compos
GCS Nilai GCS (9-7) : Somnolen 15
Mentis
Nilai GCS (6-5) : Sopor
Nilai GCS (4) : semi-coma
Nilai GCS (3) : Coma

Berdasarkan
AHA:
Elevated

Tekanan
120/80
Darah

Berdasarkan
JNC 7:
Prehipertensi

Nadi 60-100x/menit 80x/menit Normal

Respirasi 16-24x/menit 22x/menit Normal

Suhu 36,2-37,20C 36,8oC Normal

25
b) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan neurologis pada kasus?

Jawab:
Hasil Normal Interpretasi
Tarsal Tinel (+) kanan Negatif Abnormal

Tes dorsoversi eversi kanan (+) Negatif Abnormal

Triple Compression Test kanan (+) Negatif Abnormal

Uji raba halus dan uji nyeri pada telapak


kanan: Eshtesia Normal
Abnormal
Hipoesthesi pada tumit hingga telapak (tidak hipoesthesi)
kaki

c) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan rontgen pedis kanan pada kasus?

Jawab:
Pemeriksaan
Nilai Normal Skenario Interpretasi
Penunjang

Normal
(Tarsal Tunnel
Syndrome pada
kasus tidak
dipengaruhi oleh
Rontgen pedis - fraktur tulang,
tumor atau edema
pada jaringan
sekitar)
Gambar:
Hasil rontgen pedis kanan Tn. Rizki
(20 tahun)

d) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan ENMG pada kasus?

Jawab:
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi
Motor Right Tibial Nerve --- Ankle
Latency Abnormal
Nerve 6.5 ms < 4,5 ms
(Memanjang)
Conduction
Amplitude Abnormal
3.0 mV > 3,5 mV
(Menurun)
Conduction 35,5 m/s > 40 m/s Abnormal

26
Velocity (Melambat)
Right Tibial Nerve --- Poplitea fossa
Latency Abnormal
7.0 ms < 4,5 ms
(Memanjang)
Amplitude Abnormal
2.7 mV > 3,5 mV
(Menurun)
Conduction Abnormal
35,5 m/s > 40 m/s
Velocity (Melambat)
Left Tibial Nerve --- Ankle
Latency 3.8 ms < 4,5 ms Normal
Amplitude 10.0 mV > 3,5 mV Normal
Conduction
47 m/s >40 m/s Normal
Velocity
Left Tibial Nerve --- Poplitea fossa
Latency 4.2 ms < 4,5 ms Normal
Amplitude 8.2 mV > 3,5 mV Normal
Conduction
47 m/s >40 m/s Normal
Velocity
Right Sural Nerve --- Lower Leg
Latency 3.2 ms <3,5 ms Normal
Amplitude 26 µV >10 µV Normal
Conduction
Sensoric 41 m/s >40 m/s Normal
Velocity
Nerve
Left Sural Nerve --- Lower Leg
Conduction Latency 2,8 ms <3,5 ms Normal
Amplitude 30 µV >10 µV Normal
Conduction
44 m/s >40 m/s Normal
Velocity

e) Jika terdapat abnormalitas, bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan


pada kasus?

Jawab:
Pemeriksaan Neurologis
 Tarsal tinel (+) kanan
Gerakan repetitive pada pergelangan kaki mengakibatkan penebalan flexor
retinaculum yang mengompresi N. Tibialis posterior. Saat dilakukan tapping pada
nervus tibialis posterior ke medial malleolus akan timbul rasa nyeri pada sisi
medial pergelangan kaki hingga tumit.
 Tes dorsoversi eversi kanan (+)

27
Adanya gerakan repetitive pada region pedis menyebabkan peningkatan
tekanan pada tarsal tunnel. Saat dilakukan dorso fleksi dan eversi pada kaki kanan
akan timbul rasa nyeri. Tes dinyatakan positif apabila gejala tarsal tunnel
syndrome muncul.
 Triple compression test kanan (+)
Adanya gerakan repetitive pada region pedis menyebabkan peningkatan
tekanan pada tarsal tunnel. Saat dilakukan triple compression test pada kaki kanan
akan timbul rasa nyeri. Tes dinyatakan positif apabila gejala tarsal tunnel
syndrome muncul
 Pemeriksaan sensorik dengan uji raba halus dan uji nyeri pada telapak kanan
didapatkan hipoesthesi pada tumit hinga pada telapak kaki.
Adanya kompresi pada N. tibialis posterior akan terjadi gangguan pada
serabut aferen (serabut C) dan menimbulkan hipoesthesi pada tumit hingga
telapak kaki.

Pemeriksaan ENMG
 Latency memanjang
Latency memanjang akibat dari adanya demielinisasi pada saraf. Myelin
berfungsi sebagai konduktor untuk menghantarkan listrik pada saraf. Apabila
mengalami demielinisasi, maka waktu yang dibutuhkan dalam menghantarkan
impuls dari potensial istirahat sampai depolarisasi akan lebih panjang. Saraf yang
mengalami kerusakan pada myelin, latensi distalnya akan memanjang sehingga
akan terbaca di pemeriksaan ENMG, latency diatas nilai normal.
 Amplitude menurun
Amplitude menurun akibat dari kerusakan pada akson. Apabila akson
mengalami gangguan, maka kekuatan pada impuls untuk mencapai potensial aksi
akan menurun sehinngga akan terbaca di pemeriksaan ENMG, amplitude
dibawah nilai normal
 Conduction velocity melambat
Conduction velocity melambat akibat dari adanya demielinisasi pada
saraf. Semakin tebal myelin, maka semakin cepat hantaran impuls. Apabila ada
demielinisasi, maka hantaran impuls akan berkurang kecepatan dalam

28
mengantarkan impuls sehinngga akan terbaca di pemeriksaan ENMG, conduction
velocity dibawah nilai normal.

f) Bagaimana prosedur pemeriksaan neurologis pada kasus?

Jawab:
 Tarsal Tinel Sign
Peralatan yang digunakan hanya hammer medic ataupun tangan
terapis. Pada tinel sign dilakukan dengan cara perkusi nervus tibia posterior
yang terletak pada pergelangan kaki bagian medial dan kaki dalam posisi
dorsofleksi. Tinel sign positif jika terdapat nyeri atau rasa kesemutan pada
telapak kaki dalam waktu 5-10 detik.
Tarsal tunnel syndrome terjadi bila syaraf tibial posterior yang terletak
pada pergelangan kaki terjebak atau tertekan, faktor yang membuat syaraf
tersebut tertekan adalah gerakan overpronation (menggerakan rotasi kaki
kedalam). Tetapi terkadang tarsal tunel syndrome terjadi oleh karena kasus
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, tenosinovitis dan lain-lainnya.

Gambar 1. Pemeriksaan Tinel Sign


 Tes Dorsofleksi Eversi
Pada pemeriksaan dorsofleksi eversion test kaki berada pada posisi
dorsofleksi dan eversi ditahan selama 5-10 detik sehingga terjadi pemanjang
pada metatarsophalangeal sendi (MTP), apabila postifi akan terasa nyeri pada
bagian tumit.

29
Gambar 2. Pemeriksaan Tes Dorsoversi

Gambar 3. Arah Tes Dorsoversi


 Triple Compression Test
Maksimalkan plantarflex pergelangan kaki pasien, bawa kaki dan tumit
ke dalam inversi maksimal dan tekan saraf tibialis posterior posterior ke
medial malleolus dengan jari pemeriksa. Kompresi ini diterapkan selama 30
detik. tes ini positif jika pasien mengeluh mati rasa.

Gambar 4. Prosedur Triple Compression Test

 Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan dilakukan dengan cara memberikan rangsangan sentuhan
ringan, atau dengan menggunakan tusukan peniti, yang mana pasien akan
merasakan hyperalgesia atau hypoesthesia pada area nervus plantar medial dan
pada area nervus plantar lateral. Interpretasi positif apabila terasa nyeri.

30
Gambar 4. Prosedur Triple Compression Test

g) Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada kasus?

Jawab:
 Valleix phenomenon
Cara: Radiasi nyeri dan paresthesia ke proksimal sepanjang neuroaksis pada perkusi
pada titik di tempat cedera.
Interpretasi: apabila positif akan terasa nyeri.

 Tes turks/tes tourniquet


Cara: dengan meletakkan toumiquet pada tungkai (diatas malleolus) dan diberikan
tekanan sehingga menyebabkan stasis vena. Dilakukan selama 1 menit.
Interpretasi: positif bila muncul nyeri atau paresthesia pada tumit.

31
 Radiologi
- X-ray: fraktur, osteosit, deformitas
- MRI: tendosinovitis, menilai jaringan lunak, dapat cukup membantu yang
berhubungan dengan kasus soft-tissue masses dan space-occupying lesion lainnya
pada tarsal tunnel. Sebagai tambahan, MRI berguna dalam menilai suatu flexor
tenosynovitis dan unossified subtalar jointcoalitions.
- USG: vaskularisasi
 Laboratorium
- Gula darah dan Hba1c
- Kadar B12
- Laju Endap Darah (LED)
- Darah rutin
 Histologi
Pasca operasi massa, dihubungkan dengan neuroma pada kebanyakan kasus di
masyarakat, jaringan saraf merupakan yang paling intak dari perineural sheath. Hasil
ini merupakan hasil dari chronic nerve compression dan irritation, yang dapat
menyebabkan pembengkakan pada saraf. Proliferasi dari jaringan fibrous
menimbulkan kompresi pada saraf, walaupun dapat menimbulkan dekompresi dan
jaringan fibrous tersebut harus dihilangkan. Kista ganglion dapat menyebabkan
peripheral neuropathies seperti biasanya, tetapi ketika dikombinasikan hal itu
bukanlah suatu etiologi yang sering. Sumber dan penyebab dari kista ganglion tetap
tidak dapat dijelaskan, satu teori mengatakan bahwa fibrillar degeneration dari
kolagen dengan akumulasi dari intraselular dan extraselular mucin. Jika dilakukan
32
tindakan operasi maka lesi ini harus dihilangkan secara in toto karena dapat
menimbulkan nerve decompression.
 Pemeriksaan ENMG (EMG)
Electromyography (EMG) adalah prosedur diagnostik untuk menilai kesehatan otot
dan sel saraf yang mengendalikan mereka (motor neuron). Hasil EMG dapat
mengungkapkan disfungsi saraf, disfungsi otot atau masalah dengan transmisi sinyal
dari saraf ke otot. Neuron motorik mengirimkan sinyal listrik yang menyebabkan otot
berkontraksi. EMG menggunakan perangkat kecil yang disebut elektroda untuk
menerjemahkan sinyal-sinyal ini ke dalam grafik, suara atau nilai numerik. Selama
tes, satu atau lebih jarum kecil (juga disebut elektroda) dimasukkan melalui kulit ke
dalam otot. Aktivitas listrik yang diambil oleh elektroda kemudian ditampilkan pada
osiloskop (monitor yang menampilkan aktivitas listrik dalam bentuk gelombang).
Audio-amplifier digunakan sehingga aktivitas dapat didengar. EMG mengukur
aktivitas listrik otot selama istirahat, kontraksi ringan dan kontraksi kuat. Jaringan
otot biasanya tidak menghasilkan sinyal listrik selama istirahat. Ketika elektroda
dimasukkan, periode aktivitas singkat dapat dilihat pada osiloskop, tetapi setelah itu,
tidak ada sinyal yang muncul. Setelah elektroda dimasukkan, pasien diminta untuk
mengontraksikan otot, misalnya dengan mengangkat atau menekuk kaki Anda.
Potensi aksi (ukuran dan bentuk gelombang) yang tercipta pada osiloskop
memberikan informasi tentang kemampuan otot untuk merespons ketika saraf
dirangsang. Ketika otot berkontraksi lebih kuat, serat otot semakin banyak diaktifkan,
menghasilkan potensi aksi.
Pemeriksaan ini juga dapat disertai dengan adanya penurunan amplitude dari fungsi
motorik atau hilangnya respons dari otot-otot yang diperiksa. Awalnya pada
pemeriksaan sensibilitas bagian medial dan/atau lateral plantar di mana aksi potensial
akan terpengaruhi dengan pemanjangan dari masa laten, lambatnya velocity, dan
penurunan amplitude. Pemeriksaan ulang dari EMG seharusnya dilakukan dalam
waktu 6 bulan setelah tindakan operasi yang biasanya memberikan hasil yang baik
setelah penderita menjalani tindakan dekompresi.
EMG dilakukan jika ada tanda dan gejala:
- Tigling (kesemutan)
- Mati rasa
- Kelemahan otot

33
- Nyeri otot atau kram
- Jenis nyeri tungkai tertentu
Hasil EMG seringkali diperlukan untuk membantu mendiagnosis atau
mengesampingkan sejumlah kondisi seperti:
- Gangguan otot, seperti distrofi otot atau polymyositis
- Penyakit yang mempengaruhi koneksi antara saraf dan otot, seperti myasthenia
gravis
- Gangguan saraf di luar sumsum tulang belakang (saraf perifer), seperti sindrom
terowongan karpal atau neuropati perifer
- Gangguan yang mempengaruhi motor neuron di otak atau sumsum tulang
belakang, seperti sclerosis lateral amyotrophic atau polio
- Gangguan yang memengaruhi akar saraf, seperti cakram hernia di tulang
belakang
Prosedur pemeriksaan:
- Pasien diminta untuk melepaskan pakaian, perhiasan, jepit rambut, kacamata, alat
bantu dengar, atau benda logam lainnya yang dapat mengganggu prosedur.
- Pasien dalam posisi duduk atau berbaring
- Dokter akan menemukan otot yang akan dipelajari.
- Kulit akan dibersihkan dengan larutan antiseptik. Selanjutnya, jarum halus dan
steril akan dimasukkan ke dalam otot. Elektroda ground akan ditempatkan di
bawah lengan atau kaki Anda.
- Lima atau lebih insersi jarum mungkin diperlukan untuk pengujian. Anda
mungkin mengalami sedikit sakit dengan pemasangan elektroda, tetapi biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit.

4. Tarsal Tunnel Syndrome


a) Bagaimana algoritma penegakan diagnosis pada kasus?
Jawab:

b) Bagaimana diagnosis banding pada kasus?


Jawab:

c) Apa diagnosis kerja pada kasus?


Jawab:
34
d) Bagaimana etiologi penyakit pada kasus?
Jawab:

e) Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?


Jawab:

f) Bagaimana faktor risiko penyakit pada kasus?


Jawab:

g) Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus?


Jawab:

h) Bagaimana manifestasi klinis penyakit pada kasus?


Jawab:

i) Bagaimana tata laksana penyakit pada kasus (farmako dan non farmako termasuk
rehabilitasinya)?
Jawab:

j) Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus?


Jawab:

k) Bagaimana prognosis dan SNPPDI/SKDI penyakit pada kasus?


Jawab:

l) Bagaimana pencegahan dan edukasi pada kasus?


Jawab:

DAFTAR PUSTAKA

35
Bickey, L. S., 2003. Bates Guide To Physical Examination & History Taking Edisi Ke-
delapan. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Guyton AC, Hall JE. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Penerjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: EGC.

Kiel, John, Kimberly Kaiser. 2019. Tarsal Tunnel Syndrome. University of Kentucky. Stat
Pearls Publishing LLC. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513273/

Kolegium Ilmu Penyakit Dalam, 2017. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Pertama penyunt. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam.

Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.

Snell, R. 2015. Anatomi Klinis Snell Berdasarkan Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius.

Way, LW. 2002. Curret Surgical Diagnosis and Treatment Tenth Edition.
California:Prentice-Hall International Inc.

36

Anda mungkin juga menyukai