Anda di halaman 1dari 27

Muhammad Yusuf, M,Sc

TUGAS PATOLOGI
“RESPON TUBUH TERHADAP TANTANGAN IMUNOLOGI”

OLEH

NAMA : ADE CAKRA MANDALA PUTRA


NIM : B1A118022
KELAS : 11
PINDAHAN KELAS : 9

FAKULTAS FARMASI TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFRMATIKA


UNIVERSITAS MEGAEZKY
MAKASSAR
2019
A. Definisi Sistem Imunologi atau Imunitas
Imonologi atau Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama
penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun.
Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap
bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
B. Jenis-jenis Sistem Imun
a. Sel-Sel Imun Non Spesifik
Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Disebut non-spesifik,
karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Kornponen-Kornponen Sistem Imun Non-Spesifik Terdiri Atas :
1. Pertahanan fisis dan mekanis.
Pertahanan Fisis terdiri atas kulit, selaput lendir, dan silia saluran nafas,
sedang pertahanan mekanis terdiri dari batuk, dan bersin. Kulit yang
rusak misainya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh
karena asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi.
2. Pertahanan biokimia.
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit,
kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang
berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik dalam cairan
lambung, lisosim dalarfi keringat, ludah, air mata, dan air susu dapat
melindungi tubuh terhadap kuman gram positif dengan jalan
menghancurkan dinding kuman tersebut. Air susu ibu mengandung pula
laktoferitin dan asam neurominik yang mempunyai sifat antibakterial
terhadap E.coli dan stafilokok.
3. Pertahanan humoral.
 Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi
bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi (Gambar 3).
Kejadian-kejadian tersebut di atas adalah fungsi sistem imun
nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh respons imun
spesifik.
 Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel
manusia yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons
terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus
dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang telah terserang
virus tersebut. Di samping itu, interferon dapat pula
mengaktifkan natural killer cel-sel NK untuk membunuh virus
dan sel neoplasma.
 C-Reactive'Protein (CRP)
CRP dibentuk tubuh pada keadaan infeksi. Perannya ialah
sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.
4. Pertahanan selular.
 Fagosit
 Meskipun berbagai set dalam tubuh dapat melakukan fagositosis,
set utama yang berperan pada pertahanan non-spesifik adalah set
mononuklear (monosit dan makrofag) serta set polimorfonuklear
seperti neutrofil. Kedua golongan set tersebut berasal dari set
hemopoietik yang sama.

Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman akan dapat


mencegah timbuInya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam
beberapa tingkat yaitu: kemotaksis, menangkap, membunuh, dan
mencerna.

 Natural Killer Cell (sel NK)


Sel NK adalah sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun
spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut
juga sel non B non T atau sel populasi ketiga atau null cell. Sel
NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel
neopiasma. Interferon mempercepat pematangan dan
meningkatkan efek sitolitik sel NK.
b. Sistem Imun Spesifik
Berbeda dengan sistem imun non-spesifik, sistem imun spesifilk
mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Apaila ada benda asing yang pertama kali timbul dan belum ada
respon imunnya maka sistem imun akan membuat antibodi sebagai respon
dari benda asing tersebut. Sehingga ketika benda yang sama lagi masuk
maka sudah tersedia respon imun atau antibodi yang sama. Oleh karena itu
sistem tersebut disebut spesifik.
Sistem imun spesifilk dapat bekeria sendiri untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja
sama yang baik antara antibodi,
Sistem Imun Spesifilk Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B
atau sel B. Sel B tersebut berasal dari set asal multipoten. Pada unggas
set asal tersebut berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut
Bursa Fabricius yang letaknya dekat kloaka. Bila sel B dirangsang benda
asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat
ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah
mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan netralisasi
toksin.
Sistern Imun Spesifik Selular
Yang berperan dalam sistem imun spesifilk selular adalah limfosit T atau
sel T. Sel tersebut juga berasal daril sel asal yang sama seperti sel B,
tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus.
Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel yang
mempunyai fungsi yang berlainan.
Fungsi sel T umumnya ialah :
i. memproduksi antibody
ii. mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
iii. mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
iv. mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
Sel T terdiri atas beberapa subset sel sebagai berikut :
a) Sel Th (T helper)
Sel Th dibagi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menolong sel B dalam
memproduksi antibodi. Untuk memproduksi antibodi, kebanyakan
antigen (T dependent antigen) harus dikenal terlebih dahulu, baik
oleh sel T maupun sel B. Sel Th (Th1) berpengaruh atas sel Tc dalam
mengenal sel yang terkena infeksi virus, jaringan cangkok alogenik
dan sel kanker. Istilah sel T inducer dipakai untuk menunjukkan
aktivitas sel Th yang mengaktifkan subset sel T lainnya. Sel Th juga
melepas limfokin; limfokin asal Th1 mengaktifkan makrofag, sedang
limfokin asal sel Th2 mengaktifkan sel B/sel plasma yang
membentuk antibodi.
b) Sel Ts (T supresor)
Sel Ts menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B. Menurut
fungsinya, sel Ts dapat dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen
tertentu dan sel Ts non-spesifik.
c) Sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity)
Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel
inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam
fungsinya, memerlukan rangsangan dari sel Thl.
d) Sel Tc (cytotoxic)
Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogpnik,
sel sasaran yang mengandung virus dan sel kanker.
Sel Th dan Tc disebut juga sel T regulator sedang sel Tdh dan sel Tc
disebut sel efektor. Dalam fungsinya, sel Tc memerlukan rangsangan
dari sel Th.
Jenis Sistem Imun Menurut Sifatnya
1) Sistem Kekebalan Alami
Kekebalan (imunitas) terhadap suatu penyakit yang dimiliki tubuh
tanpa perlakuan tertentu ini dinamakan kekebalan alami/kekebalan
perolehan (aquired immune). Contoh kekebalan alami yaitu kebalnya
bayi terhadap beberapa penyakit setelah menyusu pada hari pertama. Di
dalam air susu ibu tersebut terkandung kolostrum yang kaya antibodi
dan mineral. Kekebalan bayi ini bertahan beberapa hari sampai
beberapa minggu.
2) Sistem Kekebalan Buatan
Kekebalan buatan adalah suatu bentuk kekebalan tubuh yang sengaja
dibuat atau ditumbuhkan melalui pemberian vaksin. Vaksin adalah bibit
penyakit (kuman/antigen) yang telah dilemahkan. Proses pemberian
vaksin dalam tubuh disebut vaksinasi. Cara lain untuk menumbuhkan
kekebalan pada tubuh adalah dengan menyuntikkan serum. Serum
adalah plasma darah yang telah mengandung antibodi untuk melawan
antigen. Langkah untuk membuat tubuh menjadi kebal (imun) baik
dengan vaksinasi maupun pemberian serum disebut dengan imunisasi,
yaitu imunisasi alamiah dan imunisasi buatan (artifisial).
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu tertentu,
sehingga permberian vaksin harus diulang lagi setelah beberapa lama.
Hal ini dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh semakin
berkurang sehingga imunitas tubuh juga menurun. Beberapa jenis
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain cacar,
tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus, polio, tifus, campak,
dan demam kuning. Vaksin untuk penyakit tersebut biasanya
diproduksi dalam skala besar sehingga harganya dapat terjangkau oleh
masyarakat.
Secara garis besar, vaksin dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu:
 Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG), polio jenis sabin, dan
campak. Vaksin ini terbuat dari mikroorganisme yang telah
dilemahkan
 Vaksin pertusis dan polio jenis salk. Vaksin ini berasal dari
mikroorganisme yang telah dimatikan.
 Vaksin tetanus toksoid dan difteri. Vaksin ini berasal dari toksin
(racun) mikrooganisme yang telah dilemahkan/diencerkan
konsentrasinya.
 Vaksin hepatitis B. Vaksin ini terbuat dari protein
mikroorganisme
C. Cara Kerja Sistem Imun dalam Tubuh
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan
oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja
dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan
virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika
sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan
flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah
dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

D. Manfaat Sistem Imun


 Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan &
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit,
jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
 Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan.
 Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Sasaran utama: bakteri
patogen & virus Leukosit merupakan sel imun utama (disamping sel
plasma, makrofag, & sel mast)
E. Respons Imun
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons
imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel
makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi
secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme
pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen non-
adaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan
yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai
macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas
berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan
khusus untuk antigen tertentu.
Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen
adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan
khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap
antigen jenis lain.

PENYAKIT-PENYAKIT IMUNOLOGI YAITU :


1. X-linked Agammaglobulinemia
a. Definisi
X-linked agammaglobulinemia (XLA) adalah kelainan system kekebalan tubuh
bawaan (genetic) yang mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
Orang-orang yang menderita XLA berkemungkinan mengalami infeksi pada
telinga bagian dalam, sinus, saluran pernapasan, aliran darah dan organ
internal.
XLA umumnya menyerang laki-laki, meskipun demikian gangguan system
kekebalan tubuh bawaan ini juga berisiko terjadi pada perempuan. Diagnosis
XLA sering didapati pada saat bayi atau anak usia dini setelah mereka
mengalami infeksi berulang. Kadang-kadang, penyakit tidak terdeteksi hingga
dewasa.

b. Gejala

Oleh karena kadar sel B yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali membuat

sistem imun penderita sangat rendah sehingga penderita dengan mudah terjangkit

penyakit terutama yang disebabkan oleh bakteri atau parasit. Bayi dengan defisiensi

sel B menderita otitis media rekuren, bronkitis, septikemi, pneumonia, artritis,

meningitis dan dermatitis. Selain itu, bayi dengan penyakit ini memiliki fisik yang

lebih kecil dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sehat karena bayi tersebut

mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dari berbagai penyakit infeksi

yang dideritanya. Kelenjar getah bening, tonsil dan jaringan limfoid lainnya juga

sangat kecil atau bahkan tidak ada.

c. Klasifikasi Penyakit

Pada awalnya penamaan imunodefisiensi melekat pada nama penemu, tempat kasus
ditemukan, pola imunoglobulin, atau dugaan patomekanisme. Karenanya dapat terjadi
ada dua penamaan pada penyakit defisiensi yang sama, dan sering menimbulkan
kerancuan. Karenanya International Union of Immunological Societies (IUIS, dahulu
WHO Expert Committee) membuat nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan
sekunder seperti pada tabel berikut.

Nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan sekunder IUIS 2003

Kelompok dan Inherita Kelompok dan Inherita


Penyakit nsi Penyakit nsi
A. Defisiensi 1. Teleangiektasis-ataksia AR
predominan antibodi 2. Anomali DiGeorge
XL 3. Defisiensi CD4 primer ?
1. XL 4. Defisiensi CD7 primer
Kelompok dan Inherita Kelompok dan Inherita
Penyakit nsi Penyakit nsi
agamaglobulinemia AR 5. Defisiensi IL-2
2. AR 6. Defisiensi sitokin
agamaglobulinemia multipel
3. Sindrom hiper IgM 7. Defisiensi signal
4. XL XL transduksi
5. Defek AID
6. Defek CD40 D. Defek fungsi fagosit
7. Defek AR lainnya
8. Delesi gen Ig rantai AR 1. Penyakit granulomatosa
berat kronik
9. Mutasi defisiensi AR 2. XL
rantai κ 3. AR
10. Defisiensi selektif AR 1. Defisiensi phox
kelas IgG p22
11. Defisiensi selektif IgA AR 2. Defisiensi phox XL
12. Defisiensi antibodi P47
dengan kadar Igs ? 3. Defisiensi phox AR
normal atau meningkat P57
13. Imunodefisiensi Variabel 4. Defek adesi
variasi umum leukosit 1
14. Hipogamaglobulinemi ? 5. Defek adesi
a transien pada bayi leukosit 2
6. Defisiensi
neutrofil G6PD
Variabel AR

? AR

XL
B. Imunodefisiensi 1. Defisiensi AR
kombinasi mieloperoksidase
2. Defisiensi granul AR
1. T-B+ SCID sekunder
2. X-linked (defisiensi XL 3. Sindrom Schwachman AR
γc) 4. Neutropenia kongenital AR
1. Resesif AR berat (Kostmann)
autosomal 5. Neutropenia siklik
(defisiensi (defek elastase)
Jak3) 6. Defek leukosit AR
3. T-B+ SCID mikobakterial
4. Defisiensi RAG-1/2
5. Defisiensi ADA AR Defisiensi IFN-γR1 atau
6. Disgenesis retikular R2 AR
7. Defek artemis
Kelompok dan Inherita Kelompok dan Inherita
Penyakit nsi Penyakit nsi
8. T-B+ SCID AR Defisiensi IFN-γR1 AR
9. Sindrom Omenn
10. Defisiensi IL-2Rα AR Defisiensi IL-12Rβ1 AD
11. Defisiensi fosforilase
purin nukleosida AR Defisiensi IL-12p40 AR
12. Defisiensi MHC kelas
II Defisiensi STAT1 AR
13. Defisiensi MHC kelas
I disebabkan oleh AR E. Imunodefisiensi AD
defek TAP-2 terkait kelainan
14. Defisiensi CD3γ atau AR
CD3ε limfoproliferatif
15. Defisiensi CD8 (defek AR
ZAP-70) 1. Defisiensi Fas
2. Defisiensi ligan Fas AD
3. Defisiensi FLICA atau
AR caspase 8
4. Tidak diketahui
AR (defisiensi caspase 3)

AR

AR

d. Patofisiologi (cara penanganan)

Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya maka
pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya pengobatan
tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.

Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi kebutuhan


gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan
oksigen, serta melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap
defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit, plasma
beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik.
Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai
dengan kondisi klinis.
Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa memang
bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara lain
adalah faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG),
produk biologik (timosin), komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik
seperti inosipleks dan levamisol.

Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi imun,
terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi,
pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati
dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.

2. Severe Combined Immunodeficiency

a. Devinisi

Severe combined immunodeficiency (SCID) (Swiss-type agammaglobulinemia) adalah

penyakit genetik yang diwariskan baik melalui hubungan-seksual atau sifat resesif autosom yang

menyebabkan berbagai kerusakan molekul defects. Lebih dari 50% kasus disebabkan oleh cacat

genetik pada kromosom X. SCID lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan

(rasio 3:1). Kasus SCID lainnya disebabkan oleh gen resesif kromosom lain; satu-setengah dari

pasien ini memiliki kekurangan genetik adenosin deaminase atau fosforilase nukleosida purin.

Kekurangan enzim degradasi purin ini merupakan hasil akumulasi metabolit yang bersifat racun

terhadap sel-sel induk limfoid. Pasien-pasien ini mempunyai jumlah limfosit perifer yang rendah,

defisiensi imunoglobulin, dan kurangnya imunitas selular.

b. Gejalah

Gejala penyakit ini dimulai beberapa minggu pertama kehidupan dan mencakup infeksi

bakteri, virus dan jamur. Candidiasis local dan sistemik umum terjadi. Granuloma cutaneous

mungkin juga terjadi. Bayi juga berisiko lethal graft-versus-host disease (GVHD) jika diberikan

tranfusi dengan produk darah nonirradiated. Tingkat keparahan gangguan immunology ini

diberikan terapi seperti transplantasi sumsum tulang dan terapi penggantian gen therapy. Terapi

gen terbukti berhasil, tapi terbatas pada individu dengan defisiensi adenosin deaminase.
Diagnosis dini dan ketersediaan donor yang cocok untuk transplantasi sumsum tulang tetap

menjadi faktor paling penting dalam harapan prognosis untuk pasien dengan gangguan ini.

c. Klasifikasi

d. Patofisiologi Severe Combined Immunodeficiency Disease (SCID)


SCID disebabkan oleh adanya mutasi yang menyerang lebih dari 15 gen yang
diketahui. Mutasi ini mengakibatkan terganggunya perkembangan dan fungsi limfosit, serta
menghalangi diferensiasi dan proliferasi sel T dan, dalam beberapa jenis, sel B dan sel NK.
Produksi antibodi sangat terganggu bahkan ketika sel B dewasa yang hadir, karena
kurangnya bantuan T-sel. Sel NK yang menjadi komponen kekebalan bawaan pun ikut
terpengaruh. SCID dapat dideteksi pada bayi baru lahir sebelum timbulnya infeksi, dengan
satu contoh didokumentasikan dengan baik oleh pemutaran lingkaran eksisi T-sel reseptor.
SCID dapat secara luas diklasifikasikan menjadi 2 kelompok : SCID dengan sel B
(70% dari pasien dengan SCID) dan SCID tanpa sel B. Di luar pengelompokan dasar ini,
SCID dapat dikategorikan sesuai dengan profil limfosit fenotipe yang mencakup baik status
sel B (B + atau B-) dan status NK-sel (NK + atau NK-) selain statusnya T-sel (T, karena
selalu ada kekurangan-sel T dalam SCID).
Kondisi genetik yang paling umum bertanggung jawab untuk SCID adalah mutasi dari
rantai γ umum interleukin yang (IL) reseptor bersama oleh reseptor untuk IL-2, IL-4, IL-7,
IL-9, IL-15, dan IL -21 (T B + NK-). [7] Protein ini dikodekan pada kromosom X; Oleh
karena itu, varian ini SCID adalah X-linked (dan kadang-kadang disebut sebagai X-linked
SCID [XL-SCID]). Pasien-pasien ini menyumbang sekitar 50% dari semua pasien dengan
SCID.
Dalam SCID X-linked, hilangnya IL-2 reseptor fungsi (IL-2R) menyebabkan
hilangnya sinyal proliferasi limfosit. Hilangnya fungsi IL-4R mengarah ketidakmampuan sel
B ke switch kelas. Hilangnya fungsi IL-7R mengarah pada hilangnya sinyal antiapoptotic,
yang mengakibatkan hilangnya seleksi T-sel di thymus. Hilangnya fungsi IL-7R juga
berhubungan dengan hilangnya reseptor sel T (TCR) penataan ulang. Hilangnya fungsi IL-
15R mengarah ke ablasi pembangunan NK-cell.
JAK3 adalah protein kinase tirosin (PTK) yang berasosiasi dengan rantai γ umum dari
reseptor IL. Kekurangan ini hasil protein di manifestasi klinis yang sama dengan XL-SCID.
ADA adalah enzim yang memecah purin. Ketika itu tidak ada, deoxyadenosine
trifosfat (dATP) membangun dan menghambat enzim yang diperlukan untuk proliferasi
limfosit. Hal ini menyebabkan B-, T, dan defisiensi NK-cell.
Defisiensi ZAP-70, mutasi terjadi dalam gen yang kinase tirosin ini, yang penting
dalam signaling sel T dan sangat penting dalam seleksi positif dan negatif dari sel T di
timus. Selektif sel CD8 + T dan berlimpahnya nonfunctioning sel CD4 + T terjadi. ZAP-70
tampaknya diperlukan dalam pemilihan sel CD8 + T dan diperlukan untuk T sel fungsi-
maka CD4 nonfunctioning + sel.
Disgenesis retikular adalah varian langka SCID yang timbul dari kurangnya
pengembangan sel induk yang sesuai dan ditandai dengan agranulositosis selain kurangnya
kedua sel B dan sel T dalam sistem kekebalan tubuh adaptif. Mutasi pada mitokondria
adenilat kinase 2 telah terungkap pada pasien dengan reticular disgenesis.
Beberapa kekurangan dari CD3 kompleks (CD3γ, ε, δ, dan ζ) berhubungan dengan
SCID. Omenn sindrom hasil dari mutasi yang merusak fungsi Ig dan TCR gen rekombinase.
Ini termasuk Artemis mutasi dan kekurangan RAG1 dan RAG2.
Purin nukleotida fosforilase (PNP) defisiensi dan defisiensi IL-2 yang cukup parah di
alam harus diklasifikasikan sebagai SCID, dan cacat lainnya diidentifikasi setiap tahun. [26]
Cacat molekuler yang tepat yang terlibat dalam IL-2 kekurangan produksi tidak diketahui,
tetapi cacat ini sering dikaitkan dengan cacat produksi sitokin lainnya.
Ini adalah bentuk paling umum dan terbaik ditandai dari SCID, tetapi tidak semua

dari kondisi genetik menyebabkan SCID telah dikarakterisasi. Bayi dengan SCID

biasanya hadir dengan infeksi yang sekunder kurangnya fungsi T-cell (misalnya,

Pneumocystis jiroveci (carinii) pneumonia [PCP], kandidiasis sistemik, infeksi herpes

umum, kegagalan parah tumbuh sekunder untuk usus infeksi atau diare). Penyakit graft

versus host (GVHD) dari produk darah nonirradiated merupakan penyebab penting dari

pasien morbidity. Banyak SCID memiliki thymuses atrofi dihuni oleh beberapa limfosit

dan penurunan atau sel darah Hassall absen. Jaringan limfoid perifer biasanya tidak ada

atau sangat menurun. Dalam beberapa keadaan, buruk berfungsi diaktifkan oligoclonal

limfosit berkembang, mungkin karena peningkatan stimulasi antigen yang mungkin

terjadi karena kegagalan kliring antigen appropriately. Human phosphoglucomutase 3

mutasi menyebabkan gangguan imunodefisiensi berat bawaan terkait dengan displasia

skeletal.

3. Diabetes Tipe 1
Diabetes melitus, penyakit gula atau kencig manis adalah suatu gangguang konis yang
bercirikan hperglikemia (glukosa-darah terlampau meningkat) dan khususnya menyangkut
metablisme hidrattarang (glukosa) didalam tubuh. Tetpi metabolisme lemak dan protein juga
terganggu (Lat-diabetes=penerusan,melitus=manis madu).
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memungkingkan glukosa
masuk kedalam sel untuk dimetabolisir (dibakar) dan demikian dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
a. Gejala diabetes yaitu
 Poliuria (banyak berkemih)
 Polidipsia (banyak minum)
 Polifagia (banyak makan)
Disamping naiknya kadar gula darah diabetes bercirikan adanya “gula” dalam kemih yaitu
 Banyak berkemih karena glukosa yang dieksresikan meningkat
banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus,
 kehilangan energi
 Turunnya berat badan
 serta rasa letih
Penanganan Diabetes yaitu
 Diet pangkal penanganan diabetes adalah makan dengan bijaksana. Semua
pasien harus mengawali diet dengan membatasi kalori terlebih-lebih pada
pasien dengan overweigt.
 Gerak badan. Bila terdapat resistensi insulin, gerak badan secara teratur (jalan
kaki) atau bersepeda,olahraga dapat menguranginya. Hasilnya insulin dapat
dipergunakan secara berlebih baik oleh sel tubuh dan dosisnya pada umumnya
dapat diturunkan
 Berhenti merokok karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk
penyerapannya glukosa oleh sel.

4. Ataxia Teleangiectasia

a. Definisi

Ataxia Teleangiectasia, adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan

pada genetik manusia. Penyakit ini cukup jarang, terjadi pada 1 dari 40.000-

100.000 manusia.

b. Gejala
 Kesulitan dalam mengendalikan gerakan otot (ataxia), biasa dijumpai sebelum

usia 5tahun. Gejalanya: sulit berjalan, bermasalah dengan keseimbangan tubuh,

koordinasi tangan, gerakan gerakan tidak terkontrol, dll. Biasanya penderita akan

menggunakan kursi roda dan memerlukan asisten.

 Gangguan berbicara, akibat kelemahan otot otot mulut dan sekitarnya.

 terdapat tanda tanda teleangiectasia, yaitu bercak pada kulit akibat pelebaran

pembuluh darah

 Mudah terkena penyakit infeksi akibat daya tahan tubuh yang rendah, dan

memiliki resiko yang tinggi untuk terkena kanker.

c. Klasifikasi Ataksia
Untuk beberapa orang dewasa yang mengembangkan ataxia sporadis, tidak ada khusus
yang diperoleh atau penyebab genetik dapat ditemukan. Hal ini dikenal sebagai sporadis
ataxia degeneratif, yang dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk beberapa sistem
atrofi (MSA), gangguan yang progresif, degeneratif.
*) Ataxias turun-temurun
Beberapa jenis ataxia dan beberapa kondisi yang menyebabkan ataxia adalah turun-
temurun. Jika Anda memiliki salah satu dari kondisi ini, Anda dilahirkan dengan cacat
gen tertentu yang membuat protein abnormal. Protein abnormal menghambat kemampuan
sel-sel saraf, terutama di serebelum dan sumsum, berfungsi dengan baik dan
menyebabkan mereka untuk merosot dari waktu ke waktu. Sebagai penyakit berlangsung,
koordinasi masalah memburuk.

d. Pengobatan

Belum terdapat pengobatan paripurna untuk ataxia telangiectasia.

Fisioterapi dan latihan fisik dapat membantu meningkatkan kemampuan


gerakan tubuh.

5. Rheumatoid Arthritis
a. Definisi
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit yang dicirikan radang pada membran

synovial. Perempuan 3x lebih mudah terjangkiti daripada laki-laki, dan 80% penderita RA mulai

menunjukkan gejala penyakit tersebut pada usia 35-50 tahun. Penelitian epidemiologi

menunjukkan bahwa kejadian penyakit tersebut berkurang pada usia lebih muda karena faktor-

faktor yang belum diketahui.


b. Gejala
Ada beberapa keluhan pada sendi yang dirasakan oleh penderita, antara
lain:
 Nyeri sendi
 Sendi bengkak
 Sendi kemerahan, terasa hangat atau kaku (terutama pada pagi
hari atau setelah lama tidak digerakkan)
Keluhan pada sendi ini biasanya berawal dari sendi di kaki, sehingga dapat
menimbulkan keluhan:
 Nyeri pada pergelangan kaki saat berjalan di tanjakan.
 Nyeri pada tumit dan tulang kering saat berjalan di atas tanah yang
tidak rata.
 Perubahan bentuk telapak kaki sehingga sulit memakai sepatu, serta
bentuk jari kuku dan kuku kaki.
c. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

d. Patofisiologi
Cara terbaik untuk mengobati rheumatoid arthritis adalah dengan
menggunakan obat-obatan, terapi, olahraga, serta edukasi guna menghindari
aktivitas fisik yang dapat memicu nyeri sendi,
Obat NSAID, seperti naproxen dan ibuprofen dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri dan bengkak jika rematik Anda kambuh. Dokter juga dapat
memberikan obat disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs). Obat ini
dapat memperlambat perkembangan RA dan menyelamatkan sendi dan
jaringan lain dari kerusakan permanen. DMARD yang sering diberikan oleh
dokter
yaitu methotrexate (trexall), leflunomide (Arava), hydroxychloroquine(plaque
nil) dan sulfasalazine (Azulfidine).
Jika diperlukan, dokter mungkin akan menganjurkan Anda untuk
melakukan terapi fisik dan olahraga khusus guna mengurangi gejala rematik.

6. Wiskott-Aldrich Syndrome
a. Definisi

Wiskott-Aldrich syndrome (WAS) adalah gangguan rantai-X yang ditandai oleh limfosit

dan platelet yang rusak karena permukaan sel glikoprotein yang terbagi berubah. Tanda klinis

klasik adalah microcytic trombositopenia, severe eczema, dan infeksi piogenik dan oportunistik.

Temuan imunologi dari WAS adalah hasil dari kedua T-sel cacat dan tingkat imunoglobulin

abnormal. T-Sel memiliki penampilan abnormal yang unik karena cacat cytoskeletal. Selain itu,

T-sel juga cacat dalam fungsi, dan malfungsi ini menjadi semakin buruk.

b. Gejalah
pertama dari WS biasanya petechiae dan memar, akibat trombositopenia (jumlah
trombosit yang rendah). Mimisan spontan dan diare berdarah yang umum. Eksim berkembang
dalam bulan pertama kehidupan. Infeksi bakteri berulang dikembangkan oleh tiga bulan.
Splenomegali bukan merupakan temuan biasa. Mayoritas WS anak-anak mengembangkan
setidaknya satu gangguan autoimun, dan keganasan (terutama limfoma dan leukemia)
berkembang pada sampai dengan sepertiga dari pasien.
c. Klasifikasi
Jin et al. (2004) menggunakan tingkat keparahan angka: [12]

 -trombositopenia intermiten
 trombositopenia dan trombosit kecil (mikrotrombositopenia)
 mikrotrombositopenia plus eksim yang biasanya responsif atau infeksi saluran
pernapasan atas sesekali
 microthrombocytopenia plus terapi eksim tetapi infeksi berat atau infeksi saluran napas
yang membutuhkan antibiotic
 mikrotrombositopenia plus infeksi eksim dan jalan napas yang membutuhkan antibiotic
 microthrombocytopenia plus eksim terus menerus membutuhkan terapi dan / atau infeksi
parah atau yang mengancam jiwa
 mikrotrombositopenia plus penyakit autoimun atau keganasan

d. Patofisiologi
Dalam sindrom Wiskott-Aldrich, trombosit yang kecil dan tidak berfungsi dengan baik.
Trombost ini di hapus oleh Limpa, yang menyebabkan jumlah trombosit rendah.
Sindrom ini disebabkan oleh cacat (mutasi) pada gen khusus yang disebut gen WS yang biasanya
kode untuk protein bernama Wiskott-Aldrich Syndrome Protein (WASP). Protein ini penting
adalah komponen sel yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi (limfosit). Protein
yang sama juga berfungsi dalam sel yang membantu mencegah perdarahan (trombosit). Sebuah
bentuk yang kurang parah dari penyakit ini, terkait-X trombositopenia mempengaruhi terutama
trombosit.

7. Granulomatosa Kronis
a. Definisi
Penyakit granulomatosa kronis (CGD) adalah kelainan warisan (genetik) pada sistem kekebalan tubuh, yang
terjadi ketika sejenis sel darah putih (fagosit) yang biasanya membantu tubuh melawan infeksi tidak bekerja
dengan semestinya. Akibatnya, fagosit tidak dapat melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan jamur.

Orang dengan penyakit granulomatosa kronis seringkali terserang pneumonia, infeksi paru-paru, infeksi kulit,
infeksi kelenjar getah bening, infeksi liver, radang pencernaan atau infeksi lainnya. Mereka lebih berisiko
mengembangkan sekelompok sel darah putih (massa) di daerah yang terinfeksi (granuloma). Kebanyakan orang
didiagnosis dengan CGD pada masa kanak-kanak, tetapi pada beberapa orang kondisi ini mungkin tidak
terdiagnosis hingga dewasa.

b. Gejala
 Pembengkakan kelenjar getah bening di leher;
 Infeksi kulit sering, yang sulit diobati:
 Abses;
 Bisul;
 Diare persisten;
 Nyeri pada tulang;
 Nyeri sendi.
c. Klasifikasi

 Granuloma hati
Granuloma yang muncul di organ hati bisa disebabkan oleh penyakit yang menyerang sistem organ lain
pada tubuh Anda. Dokter akan mencari tahu penyakit sistemik apa yang Anda miliki hingga menyebabkan
berkembangnya granuloma hati (hepatic granuloma). Evaluasi terhadap gejala klinis, penampilan dan
lokasi granuloma bisa membantu dokter dalam menentukan diagnosis.
 Granulomatous dermatitis
Kondisi ini merupakan gangguan kulit yang langka dan kemunculannya memiliki pola penyebaran tertentu
di permukaan kulit. Munculnya granulomatous dermatitis terkait juga dengan kondisi lain, seperti penyakit
autoimun dan berkembangnya sel ganas di dalam tubuh atau kanker.

d. Ptofisiologi (vara penanganan


Obat pada pasien dengan penyakit granulomatosa kronis
Untuk pengobatan penyakit granulomatosa kronis dapat ditugaskan:

 Antibiotik – digunakan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi;


 Interferon gamma – Ini mengurangi kemungkinan infeksi, tapi tidak efektif dengan adanya infeksi aktif.
Transplantasi sumsum tulang
Salah satu pilihan terbaik untuk pengobatan penyakit granulomatosa kronis adalah transplantasi sumsum tulang, dalam
banyak kasus, hal itu memungkinkan Anda untuk sepenuhnya pulih dari penyakit.
Operasi
Intervensi bedah mungkin diperlukan untuk menghilangkan abses.

Vaksin
Hindari beberapa vaksin virus hidup. Anda harus berbicara dengan dokter Anda, sebelum vaksinasi.

Pencegahan penyakit granulomatosa kronis


CGD adalah penyakit yang diturunkan. Tidak ada langkah-langkah pencegahan, memungkinkan untuk mengurangi risiko
kelahiran dengan penyakit. Dalam beberapa kasus, mungkin konseling genetik berguna, untuk menentukan adanya gen
yang rusak. Diagnosis awal penyakit granulomatosa kronis adalah penting. Hal ini akan memungkinkan pengobatan dini,
dan lebih awal pencarian donor untuk transplantasi sumsum tulang.

8. Lupus
a. Devinisi
Lupus juga merupakan penyakit yang terkait dengan kekebalan tubuh manusia dan
memiliki istilah medis systemic lupus erythematosus atau disingkat SLE. Penyebab
terjadinya lupus hingga saat ini masih belum diketahui pasti.Beberapa gejala lupus yang
bisa terjadi, antara lain rambut mengalami kerontokan, stroke, kejang, persendian terasa
kaku dan nyeri, letih, serta sensitif terhadap cahaya matahari. Selain itu, masih ada

b. Gejala
Beberapa gejala lupus yang mungkin dialami seperti di bawah ini.
 Lapisan jantung atau paru-paru mengalami peradangan dan menyebabkan dada terasa
sakit.
 Organ dalam tubuh seperti ginjal akan ikut terpengaruh.
 Muncul ruam di sekitar pipi yang berbentuk seperti kupu-kupu.
 Munculnya fenomena Raynaud atau perubahan warna jari-jari tangan atau kaki saat
terpapar cuaca dingin.
 Timbul kondisi gangguan darah seperti jumlah trombosit dan sel darah putih di bawah
normal.

c. Patofisiologo (cara penanganan)


 Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Nyeri sendi atau otot merupakan salah satu
gejala utama SLE. Dokter akan meresepkan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAIDs) untuk mengurangi gejala ini seperti ibuprofen dan diclofenac. Meski
demikian, penderita SLE sebaiknya waspada terhadap efek samping OAINS seperti
perdarahan lambung, masalah pada ginjal, dan peningkatan risiko penyakit jantung.
Untuk mencegah efek samping perdarahan lambung, dokter dapat memberikan obat
tambahan untuk melindungi lambung.
 Kortikosteroid. Kortikosteroid dapat mengurangi peradangan dengan cepat dan efektif.
Obat ini biasanya diberikan oleh dokter jika penderita SLE mengalami gejala yang
parah atau sedang aktif. Pada tahap awal. obat ini akan diberikan dalam dosis tinggi.
Dosis akan diturunkan secara bertahap seiring membaiknya kondisi penderita

9. AUTOIMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AHA)


a. Devinisi
Peyakit AHA meerupakan penyakit anemia yang heterogen dengan ciri-ciri adanya proses
hemolitik yang berkaitan dengan auto-antibodi anti-eritrosit dalam serumnya. Beberapa antibodi
tersebut ada yang dapat menganglutinasi dan ada yang melisis eritrosit dengan bantuan
komplemen.
b. Gejala
Gejala dan penyebab auto imun hemolitik
Penyakit AHA belum jelas penyebabnya, tetapi diduga adanya faktor luar(obat/virus) yang
berpengaruh dengan mengubah struktur antigen eritrosit hingga dikenal sebagai asing oleh
sistem imun.
Diagnosis
Ditegakkan dengan uji reaksi antiglobulin positif dengan uji Coombs, sedang morfologi eritrosit
pada AHA termasuk sferosit. Disamping uji uji tersebut masih diperlukan pengujian reaksi
aglutinasi pada suhu yangberbeda.
c. Patofisiologi ( cara penanganan)
Terapi dengan pemberian steroid pada AHA jenis panas sangat berguna, namun dapat pula
digunakan obat-obatan imunosupresif lain apabila usaha pertama gagal. Pada AHA jenis dingin
terapi spesifik tidak diperlukan bagi jenis karena infeksi, sedang jenis idiopatik dapat diobati
dengan sitostatika. Pada jenis penyakit dengan hemoglobunirua paroksiamal dapat dicoba
dengan transfusi darah yang dipanaskan sampai 37®C lebih dahulu

1. Sindrom Sjogren
Sindrom Sjogren adalah penyakit sistem kekebalan tubuh yang keliru menyerang jaringan yang
sehat dan menyebabkan peradangan. Penyakit ini lebih sering diderita oleh wanita dibandingkan
pria, namun penyebab terjadinya sindrom Sjogren masih belum diketahui. Kondisi ini bisa
terjadi sendiri, tapi bisa juga muncul bersama dengan penyakit sistem kekebalan tubuh lainnya,
seperti lupus dan rheumatoid arthritis.
Di bawah ini adalah beberapa gejala sindrom Sjogren:
 Kelenjar yang terdapat di dalam mulut tidak memproduksi air liur yang cukup sehingga
membuat mulut terasa kering.
 Mata terasa perih dan teriritasi.
 Kelenjar parotid yaitu salah satu kelenjar air liur, mengalami pembengkakan.
 Kurangnya produksi air mata oleh kelenjar yang ada di dalam mata membuat mata terasa
kering.
 Sariawan.
 Kesehatan gigi dan gusi yang terganggu.
Penanganan atau cara menghindari terjadinya penyakit sindrom sjogren
yaitu :
 Rajin minum air
 Menghindari makanan dan minuman yang engandung gula
 Menjaga kebersiha mulut,terutama dengan menyikat gigi seca rutin
 Menggnakan pencuci mulut antbakteri
 Menggunakan pelemb bibir untuk menjaga agar bibir tetap kering
 Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi beralkohol
 Menghindari obat-obatan yang dapat memicu keringnya mulut.

10. Sindrom Sjogren


a. Devinisi
Sindrom Sjogren adalah penyakit sistem kekebalan tubuh yang keliru menyerang jaringan yang
sehat dan menyebabkan peradangan. Penyakit ini lebih sering diderita oleh wanita dibandingkan
pria, namun penyebab terjadinya sindrom Sjogren masih belum diketahui. Kondisi ini bisa
terjadi sendiri, tapi bisa juga muncul bersama dengan penyakit sistem kekebalan tubuh lainnya,
seperti lupus dan rheumatoid arthritis.

b. Gejala
Di bawah ini adalah beberapa gejala sindrom Sjogren:
 Kelenjar yang terdapat di dalam mulut tidak memproduksi air liur yang cukup sehingga
membuat mulut terasa kering.
 Mata terasa perih dan teriritasi.
 Kelenjar parotid yaitu salah satu kelenjar air liur, mengalami pembengkakan.
 Kurangnya produksi air mata oleh kelenjar yang ada di dalam mata membuat mata terasa
kering.
 Sariawan.
 Kesehatan gigi dan gusi yang terganggu.
c. Patofisiologi (cara penanganan
Penanganan atau cara menghindari terjadinya penyakit sindrom sjogren
yaitu :
 Rajin minum air
 Menghindari makanan dan minuman yang engandung gula
 Menjaga kebersiha mulut,terutama dengan menyikat gigi seca rutin
 Menggnakan pencuci mulut antbakteri
 Menggunakan pelemb bibir untuk menjaga agar bibir tetap kering
 Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi beralkohol
 Menghindari obat-obatan yang dapat memicu keringnya mulut.

Anda mungkin juga menyukai