Anda di halaman 1dari 11

417 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL 11 NOMOR 2 DESEMBER 2013

KEBIASAAN CUCI TANGAN, KONDISI FASILITAS CUCI TANGAN


DAN KEBERADAAN E. COLI PADA TANGAN PENJAMAH MAKANAN
DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KERJA
PUSKESMAS OEBOBO KUPANG TAHUN 2012

KUSMIYATI, ENNI R. SINAGA, WANTI

Abstract
Food is needed for our body as energy source. Food also as source of food borne
diseases if it is untreatment well. Here, food handler is important to keep the food
higyene. This research aim is to describe the hand washing habit, hand washing facility
and the present of E. coli at the food handler’s hands in Oebobo Primary Health Center.
This discriptive research use cros sectional study with 50 restorants as samples, and 50
food handler, also 50 hand washing facility as unit sample. This research find only 30%
food handler washed their hands more than 10 time a day, and almost always using
soap when they did it. Many food handlers wash their hands incorrectly. Many restorant
just have 1 hand washing facility, 62% the location separate between staf and
consumen, only 58% with run water. This research also find there is E. coli at 16% food
handlers’s hand.

Key words: Hand washing, facility, E. coli, food handler

PENGANTAR Dalam upaya penyehatan


Makanan sangat dibutuhkan oleh makanan, ada empat faktor yang
tubuh sebagai sumber energi. Namun harus diperhatikan yaitu makanan,
jika tidak dikelola dengan baik maka peralatan, tempat dan manusia.
makanan dapat menimbulkan Faktor manusia memegang peranan
penyakit yang dikenal dengan yang sangat besar karena manusia
penyakit bawaan makanan. Penyakit merupakan tenaga yang mengelola
bawaan makanan dapat disebabkan semua kegiatan pengelolaan
karena makanan yang terkontaminasi. makanan. Kebersihan tangan sangat
WHO menyatakan bahwa penyakit penting bagi setiap orang terutama
yang berkaitan dengan makanan yang bagi penjamah makanan. Untuk
terkontaminasi merupakan salah satu menjaga kebersihan tangan hal yang
masalah kesehatan di negara paling utama harus dilakukan adalah
berkembang (BPOM, 2003). cuci tangan. Menurut WHO, salah satu
Kontaminasi pada makanan dapat prinsip yang harus dilakukan untuk
berupa pencemaran mikroorganisme, keamanan makanan adalah mencuci
fisik, kimia dan radioaktif. Lebih dari tangan sesering mungkin. Namun
90% terjadinya penyakit pada demikian pada umumnya ada
manusia yang berkaitan dengan keengganan untuk mencuci tangan
makanan, disebabkan oleh sebelum mengerjakan sesuatu karena
kontaminasi mikrobiologi (BPOM, dirasakan memakan waktu (Depkes RI,
2003a). 2006).

*) Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan – Poltekkes Kemenkes Kupang


Kusmiyati, Enni R. Sinaga, Wanti, KEBIASAAN CUCI TANGAN, KONDISI 418
FASILITAS CUCI TANGAN DAN KEBERADAAN E. COLI PADA TANGAN
PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KERJA
PUSKESMAS
OEBOBO KUPANG TAHUN 2012

Organisme yang berasal dari alat maka dapat menyebabkan terjadinya


pencernaan dapat melekat pada gangguan kesehatan konsumennya.
tangan pekerja yang mengunjungi Rumah makan yang ada di wilayah
kamar kecil dan tidak mencuci kerja Puskesmas Oebobo sebanyak 61.
tangannya dengan baik sebelum Dari data tahun 2011 diketahui bahwa
kembali bekerja. Kebiasaan tangan dari 25 yang diperiksa, 20 buah (33%)
dari pekerja mempunyai andil yang tidak memenuhi syarat dan 5 buah
besar dalam peluang melakukan (8%) memenuhi syarat. Dari survei
perpindahan kontaminan dari pendahuluan diketahui bahwa belum
manusia ke makanan (BPOM, 2003c). semua penjamah makanan pernah
Pencucian tangan meskipun mengikuti kursus penjamah makanan.
merupakan kegiatan ringan dan Kondisi ini bisa saja menyebabkan
sering disepelekan, terbukti cukup kurangnya pemahaman penjamah
efektif dalam upaya mencegah dalam pengelolaan makanan
kontaminasi pada makanan termasuk tentang perlunya praktek
(Purnawijayanti, 2004). Hasil cuci tangan sebelum maupun sesudah
penelitian sebelumnya terhadap mengolah makanan sehingga dapat
penjamah makanan pada rumah sakit menyebabkan kebersihan tangan
di Jakarta menunjukkan bahwa 100% penjamah kurang terjamin dan
tidak mencuci tangan dengan sabun bahkan terdapat mikroorganisme
sebelum mengolah makanan pada tangan penjamah tersebut. Jika
(Djarismawati, 2004). seorang penjamah makanan yang
Kontaminasi makanan oleh E.coli tangannya mengandung kontaminan
dapat berasal dari karyawan menangani makanan maka tidak
pengelola makanan atau dari kontak menutup kemungkinan dapat
dengan air yang mengandung memindahkan kontaminan yang ada
buangan manusia (BPOM, 2003). di tangan ke dalam makanan yang
Bakteri E.coli merupakan bakteri dikelolanya.
indikator sanitasi dimana keberadaan Penelitian ini bertujuan
bakteri ini merupakan indikasi adanya mengetahui kebiasaan cuci tangan,
kontaminasi tinja. E.coli juga dapat fasilitas cuci tangan dan keberadaan
menjadi indikator adanya patogen E.coli pada tangan penjamah
enterik yang mungkin terdapat pada makanan pada rumah makan di
feses. Selain itu beberapa strain E.coli wilayah puskesmas Oebobo Kupang
juga bersifat patogen dan dapat tahun 2012. Penelitian ini diharapkan
menyebabkan berbagai penyakit. dapat menjadi masukan bagi
Salah satu tempat pengelolaan pengelola rumah makan dalam
makanan untuk umum adalah rumah mengelola rumah makan dan menjadi
makan. Jika pengelolaan rumah masukan bagi instansi terkait
makan tidak dilakukan dengan baik khususnya Dinas Kesehatan dan
419 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL 11 NOMOR 2 DESEMBER 2013

Puskesmas dalam melakukan frekuensi dan prosentase kemudian


pembinaan dan pengawasan terhadap dianalisis secara deskriptif.
rumah makan dalam upaya
penerapan higiene dan sanitasi
makanan terutama berkaitan dengan
kebiasaan cuci tangan penjamah
makanan. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Gambaran Umum


Penelitian ini merupakan Puskesmas Oebobo terletak di
penelitian deskriptif dengan Kecamatan Oebobo Kota Kupang.
rancangan studi cross sectional. Wilayah kerja Puskesmas Oebobo
Penelitian ini dilaksanakan pada mencakup sebagian dari kelurahan
rumah makan di wilayah kerja yang ada di Kecamatan Oebobo yang
Puskesmas Oebobo tahun 2012. meliputi 3 (tiga) kelurahan yaitu
Sampel adalah 50 rumah makan di Kelurahan Oebobo, Kelurahan Fatululi
Wilayah Puskesmas Oebobo. Unit dan Kelurahan Oetete. Responden
analisisnya adalah penyaji makanan, dalam penelitian ini sebanyak 50
untuk 1 rumah makan diambil 1 orang orang yang terdiri dari laki-laki 29
secara random dan selanjutnya orang (58%), dan perempuan 21
disebut sebagai responden serta orang (42%). Berdasarkan pendidikan
fasilitas tempat cuci tangan yang ada maka terdapat 1 orang (2%) tidak
di 50 rumah makan yang menjadi sekolah, 14 orang SD (28%), 8 orang
sampel penelitian. SMP (16%), 24 orang SMA/SMK (48%)
Variabel dalam penelitian ini yaitu dan hanya 3 orang yang PT (6%).
kebiasaan cuci tangan, fasilitas cuci Seluruh penjamah makanan dalam
tangan dan keberadaan bakteri E.coli penelitian ini belum memiliki sertifikat
pada tangan penjamah makanan. kursus higiene sanitasi makanan.
Data tentang frekuensi dan waktu
mencuci tangan diperoleh dengan Kebiasaan Cuci Tangan
cara wawancara sedangkan cara Penjamah makanan dalam sehari
mencuci tangan diperoleh dengan bervariasi frekuensi cuci tangannya,
cara observasi. Kondisi fasilitas cuci dimana 17 responden (34%)
tangan diperoleh dengan cara mengatakan tidak pasti berapa kali
observasi di rumah makan. cuci tangan dalam sehari, 15
Sedangkan keberadaan bakteri E.coli responden (30%) mengatakan >10
pada tangan penjamah dilakukan kali cuci tangan dalam sehari. Hanya
melalui dengan pemeriksaan di 6 responden (12%) yang mengatakan
laboratorium. Data yang diperoleh cuci tangan 1-3 kali sehari, seperti
disajikan dalam bentuk tabel distribusi ditunjukkan dalam Tabel 1.

*) Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan – Poltekkes Kemenkes Kupang


Kusmiyati, Enni R. Sinaga, Wanti, KEBIASAAN CUCI TANGAN, KONDISI 420
FASILITAS CUCI TANGAN DAN KEBERADAAN E. COLI PADA TANGAN
PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KERJA
PUSKESMAS
OEBOBO KUPANG TAHUN 2012

Tabel 1. Frekuensi Cuci Tangan Penjamah Makanan pada Rumah Makan di


Wilayah Kerja Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2012

Frekuensi Jumlah Prosentase (%)


1-3 6 12
4-6 7 14
7-9 5 10
>10 15 30
Tidak pasti 17 34

Hasil tersebut menunjukkan dijaga maka peluang


kebiasaan cuci tangan pada penjamah mengkontaminasi makanan menjadi
cukup baik. Hasil penelitian ini lebih besar. Arisman (2009)
berbeda dengan penelitian mengatakan bahwa tangan perlu
sebelumnya di Jakarta menemukan dicuci karena ribuan jasad renik baik
bahwa sebagian besar responden flora normal maupun cemaran
tidak mencuci tangannya saat hendak menempel di tempat tersebut dan
menjamah makanan (Djarismawati, mudah sekali berpindah ke makanan
2004). Berdasarkan pengamatan di yang disentuh. Pencucian yang benar
lapangan, banyak penyaji makanan telah terbukti berhasil mereduksi
yang sekaligus bertindak sebagai angka kejadian kontaminasi dan KLB.
pengolah makanan seringkali juga Penelitian ini juga menemukan
menyentuh bahan makanan mentah bahwa sebagian besar penjamah
ataupun peralatan lain yang masih makanan (98%) selalu cuci tangan
kotor. Kondisi ini membuat tangan setelah dari kamar kecil, 82% selalu
responden harus lebih sering dicuci cuci tangan sebelum mulai kerja, 84%
dibandingkan jika penjamah hanya selalu cuci tangan setelah memegang
menyajikan makanan saja. Karena benda kotor, seperti ditunjukkan
penyaji makanan berperan ganda dalam Tabel 2.
maka jika kebersihan tangan tidak

Tabel 2. Waktu Cuci Tangan Penjamah Makanan pada Rumah Makan di Wilayah
Kerja Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2012

Waktu Cuci Keterangan Jumlah Prosentase


Tangan (%)
Satelah dari - Selalu 49 98
kamar kecil - Kadang- 1 2
kadang 0 0
- Jarang
Jumlah 50 100
421 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL 11 NOMOR 2 DESEMBER 2013

Sebelum mulai - Selalu 41 82


kerja - Kadang- 8 16
kadang 1 2
- Jarang
Jumlah 50 100
Setelah - Selalu 42 84
memegang - Kadang- 8 16
benda kotor kadang 0 0
- Jarang
Jumlah 50 100

Meskipun pada 3 kondisi tersebut saat cuci tangan baik ketika keluar
penjamah makanan sudah baik, dari kamar kecil, sebelum kerja
namun menurut Loken (1995) dalam maupun setelah memegang benda
Purnawijayanti (2004) bahwa cuci kotor.
tangan tidak hanya dilakukan pada 3 Dalam hal cara mencuci tangan,
kondisi tersebut namun pada kondisi secara umum responden sudah
yang lain juga. Waktu cuci tangan melakukan dengan baik, tetapi ada
seharusnya disesuaikan dengan beberapa hal yang masih kurang yaitu
kebutuhan. Pada prinsipnya hanya 58% menggunakan air
pencucian tangan dilakukan setiap mengalir, dan hanya 68% responden
saat setelah tangan menyentuh menggosok dengan memutar ujung
benda-benda yang dapat menjadi jari-jari tangan kanan di telapak
sumber kontaminan atau cemaran. tangan kiri dan sebaliknya, seperti
Penjamah makanan pada penelitian nampak dalam Tabel 3.
ini umumnya memakai sabun pada

Tabel 3. Cara Mencuci Tangan Penjamah Makanan pada Rumah Makan di


Wilayah Kerja Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2012

Cara Mencuci Tangan Ya % Tida %


k
Membasuh tangan dengan air mengalir 29 58 21 42
Meratakan sabun pada telapak tangan 48 96 2 4
Menggosok punggung tangan dan sela- 40 80 10 20
sela jari tangan kiri dan kanan
Menggosok kedua telapak tangan dan 34 68 16 32
sela-sela jari
Menggosok dengan memutar ujung jari- 16 32 34 68
jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
Menggosok pergelangan tangan kiri 46 92 4 8
dengan menggunakan tangan kanan
dan sebaliknya
Membilas kedua tangan dengan air 50 100 0 0

*) Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan – Poltekkes Kemenkes Kupang


Kusmiyati, Enni R. Sinaga, Wanti, KEBIASAAN CUCI TANGAN, KONDISI 422
FASILITAS CUCI TANGAN DAN KEBERADAAN E. COLI PADA TANGAN
PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KERJA
PUSKESMAS
OEBOBO KUPANG TAHUN 2012

Mengeringkan dengan tisu/kain lap 49 98 1 2

Tabel di atas menunjukkan masih tidak menggosok sela-sela jari ini


ada responden mencuci tangan dapat menyebabkan kotoran yang
secara tidak sempurna. Depkes RI tersembunyi di sela-sela jari tidak
mengatakan bahwa sumber hilang walaupun sudah mencuci
pencemaran makanan salah satunya tangan. Sebagian besar mereka
karena ketidaktahuan. Pengetahuan mengeringkan tangan dengan tisu
merupakan salah satu faktor dari atau membiarkan kering sendiri. Ada
serangkaian perilaku yaitu beberapa responden yang
pengetahuan, sikap dan perilaku menggunakan lap tangan untuk
(Depkes RI, 2006). Ketidaktahuan mengeringkan tangan setelah cuci
dapat terjadi karena: dari asalnya tangan. Hal ini bertujuan baik namun
tidak tahu, belum dipahami dalam jika lap yang digunakan ini tidak
penggunaannya, dan tidak disadari bersih dan digunakan berulang-ulang
bahayanya. Hasil wawancara maka dapat menimbulkan
menunjukkan bahwa seluruh kontaminasi pada tangan yang sudah
responden belum pernah mengikuti dicuci, sehingga tangan yang sudah
kursus/belum memiliki sertifikat. Hal dicuci menjadi kotor.
ini menyebabkan minimnya Kebersihan tangan sangat penting
pengetahuan para responden. bagi setiap orang terutama bagi
Penelitian juga menemukan penjamah penjamah makanan. Pada umumnya
mencuci tangan ada yang tidak ada keengganan untuk mencuci
menggunakan air mengalir karena tangan sebelum mengerjakan sesuatu
tidak tersedia fasilitas. Walaupun karena dirasakan memakan waktu,
tidak menggunakan air mengalir apalagi letaknya cukup jauh.
namun pada umumnya penjamah Penjamah makanan dalam penelitian
menggunakan gayung untuk ini belum semuanya menyadari
menyiram tangannya saat cuci tangan. pentingnya mencuci tangan.
Kaitannya dengan menggosok Kebiasaan mencuci tangan sangat
punggung tangan dan sela-sela jari penting karena sangat membantu
tangan kiri dan kanan pada saat cuci dalam mencegah penularan bakteri
tangan, hanya 80% penjamah yang dari tangan kepada makanan atau
melakukannya. Penjamah yang mencegah terjadinya kontaminasi
menggosok kedua telapak tangan dan makanan karena tangan penjamah
sela-sela jari hanya sebanyak 68%. makanan (Depkes RI, 2006).
Sebagian dari mereka hanya
menggosok bagian telapak tangan Fasilitas Cuci Tangan
saja, sebagian lagi menggosok Jumlah tempat cuci tangan pada
telapak dan punggung tangan tanpa rumah makan di wilayah kerja
menggosok sela-sela jari. Kebiasaan Puskesmas Oebobo dapat dilihat pada
423 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL 11 NOMOR 2 DESEMBER 2013

tabel 4. Tabel ini menunjukkan bahwa buah dan hanya 2% yang memiliki
sebagian besar rumah makan (68%) tempat cuci tangan > 3 buah.
memiliki tempat cuci tangan hanya 1

Tabel 4. Jumlah Tempat Cuci Tangan pada Rumah Makan di Wilayah Kerja
Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2012

Jumlah Tempat Cuci Jumlah Prosentase


Tangan (%)
1 34 68
2 11 20
3 4 8
>3 1 2
Jumlah 50 100

Penelitian ini hampir sama dengan dirasa sangat perlu menyediakan


penelitian Supraptini (2005) di Bali fasilitas cuci tangan yang terpisah.
yaitu 72% rumah makan mempunyai Fasilitas yang diperlukan untuk
tempat cuci tangan untuk pengunjung pencucian tangan yang memadai
yang sebagian besar berupa wastafel adalah bak cuci tangan yang
yang dilengkapi dengan sabun, hanya dilengkapi dengan saluran
saja dalam penelitian ini hanya pembuangan tertutup, kran air panas,
sebagian saja yang fasilitas cuci sabun dan handuk kertas/tisu atau
tangan berupa wastafel. Kepmenkes mesin pengering. Bak air untuk
1098 tahun 2003 mensyaratkan pencucian tangan harus terpisah dari
bahwa rumah makan harus memiliki bak pencucian peralatan dan bak
tempat cuci tangan yang terpisah untuk preparasi makanan. Jumlah
dengan pengunjung dan jumlahnya fasilitas cuci tangan disesuaikan
harus sesuai dengan jumlah karyawan. dengan jumlah karyawan. Satu bak
Rumah makan yang tempat cuci pencucian tangan disediakan
tangannya bergabung antara maksimal untuk 10 orang karyawan
karyawan dan pengunjung dapat (Purnawijayanti, 2004).
menyebabkan keengganan cuci Kondisi tempat cuci tangan pada
tangan karena merasa tidak nyaman penelitian ini yaitu 38% rumah makan
dan seringkali lebih kotor dan kurang memiliki tempat cuci tangan yang
privasinya. Demikian halnya jika tidak terpisah antara karyawan
tempat cuci tangan hanya tersedia dengan pengunjung, 42% rumah
untuk karyawan maka pengunjung makan tempat cuci tangannya tidak
juga malas untuk menggunakan dilengkapi dengan air mengalir, dan
tempat cuci tangan tersebut sehingga sebagian besar dilengkapi sabun,
seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi Tempat Cuci Tangan pada Rumah Makan di Wilayah Kerja
Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2012

*) Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan – Poltekkes Kemenkes Kupang


Kusmiyati, Enni R. Sinaga, Wanti, KEBIASAAN CUCI TANGAN, KONDISI 424
FASILITAS CUCI TANGAN DAN KEBERADAAN E. COLI PADA TANGAN
PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KERJA
PUSKESMAS
OEBOBO KUPANG TAHUN 2012

Kondisi Ya % Tidak %
Terpisah dengan 31 62 19 38
pengunjung
Air Mengalir 29 58 21 42
Sabun 45 90 5 10
Pengering / Tisu 46 92 4 8

Kombinasi antara aktivitas bakteri yang berbahaya dari orang


peyiraman air dan penyabunan satu ke orang yang lain.
tangan sangat penting yaitu sebagai Mengeringkan tangan dengan cara
pembersih, penggosokan dan aliran mengebas-ngebas tangan menjadi
air akan menghanyutkan partikel solusi terbaik ketika tidak tersedia
kotoran yang banyak mengandung pengering atau tisu sekali pakai.
mikroba (Purnawijayanti, 2004).
Sabun yang tersedia kebanyakan Keberadaan Bakteri E. Coli
berupa sabun cair dalam botol. Penelitian ini menemukan bahwa
Kondisi ini lebih baik dibandingkan sebanyak 8 penjamah makanan (16%)
jika sabun yang tersedia berupa pada tangannya terdapat bakteri E.
batangan. Gaman dan Sherrington Coli sedangkan sisanya yaitu 42 orang
(1994) mengatakan bahwa sabun (34%) pada tangannya tidak terdapat
dalam dispenser (botol) lebih higienis E. Coli. Keberadaan bakteri E. coli
daripada sabun batangan, karena mengindikasikan adanya pencemaran
menjamin peluang yang lebih kecil dari kotoran manusia. Tangan yang
terjadi kontaminasi dari orang yang kotor atau terkontaminasi dapat
satu ke orang yang lain melalui sabun memindahkan bakteri dan virus
yang dipakai bersama-sama. patogen dari tubuh, feses atau
Tidak semua rumah makan sumber lain ke makanan
tersedia tisu sebagai alat pengering (Purnawijayanti, 2004). Responden
tangan, ada beberapa yang yang tangannya mengandung E.coli
mengggunakan handuk kecil/lap kain. tersebut 3 diantaranya ketika mencuci
Kondisi ini seringkali dapat tangan tidak menggunakan air
memperburuk keadaan yaitu tangan mengalir yang dikarenakan tidak
bisa menjadi kotor ulang karena kain tersedia fasilitas air mengalir. Tidak
lap yang kemungkinan sudah kotor. tersedianya air mengalir ini dapat
Pengering udara panas, kertas tisu mempengaruhi tingkat kebersihan
atau tisu gulungan (yang dapat tangan yang dicuci. Namun demikian
terbagi menjadi bagian yang bersih 2 penjamah makanan lain yang
untuk tiap perorangan) lebih higienis tangannya mengandung E. coli
daripada handuk/lap biasa, karena ternyata bekerja pada rumah makan
mengurangi risiko perpindahan dengan fasilitas cuci tangan yang
425 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL 11 NOMOR 2 DESEMBER 2013

memadai dan mempunyai kebiasaan dan baik (Depkes RI, 2006). Salah
yang baik dalam mencuci tangan. satu langkah yang harus dilakukan
Keberadaan bakteri E.coli ini dapat dalam upaya pemeliharaan sanitasi
disebabkan karena faktor lain antara makanan adalah penggunaan alat
lain air yang digunakan. Kualitas air pengambil makanan (Purnawijayanti,
yang digunakan untuk cuci tangan 2004). Sentuhan tangan merupakan
jika tidak memenuhi syarat juga dapat penyebab yang paling umum
menjadi sumber kontaminasi pada terjadinya pencemaran makanan.
tangan. Tangan yang sudah dicuci Mikroorganisme yang melekat pada
dengan sabun, jika dibilas dengan air tangan akan berpindah ke dalam
yang mengandung bakteri maka makanan dan akan berkembang biak
dapat menyebabkan tangan tersebut dalam makanan terutama dalam
kembali terkontaminasi bakteri. Pada makanan jadi. Depkes RI (2006) juga
Kepmenkes 1098 Tahun 2003 juga menyebutkan bahwa pencegahan
disyaratkan bahwa pada rumah pencemaran makanan dilakukan pada
makan harus tersedia air bersih yang setiap tahapan pengelolaan makanan,
memenuhi syarat dan jumlahnya salah satunya adalah tahap penyajian
cukup. makanan. Dalam penyajian perlu
Kebiasaan mencuci tangan sangat diperhatikan tangan penyaji tidak
membantu dalam mencegah boleh kontak langsung dengan
penularan bakteri dari tangan ke makanan yang disajikan.
makanan (Depkes RI, 2006). Untuk Walaupun dari hasil penelitian
mencegah kontaminasi makanan dari diketahui bahwa sebagian besar
tangan penjamah yang kurang bersih responden pada tangannya tidak
maka sebaiknya penjamah makanan terdapat bakteri E. coli, namun kondisi
khususnya penyaji makanan tidak ini bukan berarti bahwa orang
memegang makanan yang siap tersebut tidak dapat menularkan
disajikan dengan menggunakan penyakit. Penjamah makanan
tangan secara langsung melainkan tersebut tetap perlu memperhatikan
menggunakan penjepit/sendok. Hal kebersihan tangannya karena ada
ini sangat penting karena pada bakteri patogen lain yang bukan
penyajian ini merupakan tahap berasal dari usus manusia atau
terakhir dalam pengelolaan makanan bakteri non intestinal yang dapat
sebelum dikonsumsi. Prinsip ditularkan melalui makanan dan
penyajian makanan salah satunya dipengaruhi oleh personal higiene.
adalah prinsip handling, dimana Kebiasaan cuci tangan harus selalu
setiap penanganan makanan maupun dilakukan sesering mungkin oleh
alat makan tidak kontak langsung penjamah makanan bukan hanya
dengan anggota tubuh terutama pada saat hendak mulai kerja, namun
tangan dan bibir. Hal ini bertujuan setiap saat ketika tangan kotor atau
mencegah pencemaran dari tubuh setelah menyentuh benda-benda
dan memberikan penampilan sopan kotor. Pekerja diharuskan memelihara

*) Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan – Poltekkes Kemenkes Kupang


Kusmiyati, Enni R. Sinaga, Wanti, KEBIASAAN CUCI TANGAN, KONDISI 426
FASILITAS CUCI TANGAN DAN KEBERADAAN E. COLI PADA TANGAN
PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KERJA
PUSKESMAS
OEBOBO KUPANG TAHUN 2012

kebersihan tangannya dengan cara tangannya tidak ditemukan


tidak menggunakannya untuk bakteri E. coli.
membersihkan mulut, hidung dan
bagian tubuh lain yang tidak saniter. SARAN
Jika itu terjadi maka segera tangan 1. Kepada Dinas Kesehatan dan
perlu dibersihkan kembali dengan Puskesmas agar meningkatkan
menggunakan air bersih dan sabun pengawasan terhadap rumah
(BPOM, 2003b). makan yang ada di wilayah
Mengingat pentingnya cuci tangan kerjanya dan memberikan
bagi penjamah makanan maka sangat sosialisasi atau penyuluhan
perlu adanya sosialisasi tentang cara tentang higiene perseorangan
cuci tangan yang benar pada terhadap penjamah makanan.
penjamah makanan karena 2. Kepada pengelola rumah makan
berdasarkan wawancara diketahui a. Agar lebih memperhatikan
bahwa semua penjamah yang menjadi fasilitas cuci tangan, terpisah
responden ini belum pernah dengan pengunjung dan
mengikuti kursus higiene sanitasi kondisinya lebih memadai
makanan. sesuai dengan persyaratan
kesehatan
KESIMPULAN
b. Mengikutsertakan penjamah
1. Responden yang melakukan cuci makanan dalam kursus
tangan >10 kali dalam sehari higiene dan sanitasi makanan.
sebanyak 30%, penjamah
c. Memberikan motivasi kepada
makanan pada umumnya
karyawan agar membiasakan
memakai sabun pada saat cuci
diri cuci tangan dengan sabun
tangan baik ketika keluar dari
dan sesering mungkin.
kamar kecil, sebelum kerja
3. Kepada peneliti lain agar
maupun setelah memegang
melanjutkan penelitian dengan
benda kotor serta sebagian besar
memperhatikan faktor-faktor lain
responden melakukan cuci tangan
yang terkait dengan kebiasaan
dengan cara yang tidak sempurna.
cuci tangan dan meneliti kualitas
2. Sebagian besar rumah makan
air yang digunakan untuk cuci
memiliki 1 tempat cuci tangan,
tangan.
62% fasilitas cuci tangan terpisah
antara karyawan dan pengunjung,
hanya 58% tempat cuci tangan DAFTAR PUSTAKA
dilengkapi air mengalir. Arisman (2009) Buku ajar ilmu gizi :
3. Sebanyak 8 orang penjamah (16%) keracunan makanan. Jakarta.
tangannya ditemukan bakteri E. EGC.
coli dan 42 orang penjamah (84%)
427 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL 11 NOMOR 2 DESEMBER 2013

BPOM (2003) Mikroba patogen. Djarismawati SB. Sugiharti (2004)


Jakarta. Direktorat Surveilan Pengetahuan dan perilaku
dan Penyuluhan Keamanan penjamah tentang sanitasi
Pangan, Deputi Bidang pengolahan makanan pada
Pengawasan Keamanan Pangan instalasi gizi Rumah Sakit di
dan Bahan Berbahaya. Jakarta. Media Litbang Kes.
2004: XIV, 3.
BPOM (2003a) Keamanan pangan.
Jakarta. Direktorat Surveilan Gaman PM, Sherrington KB (1994)
dan Penyuluhan Keamanan Ilmu pangan pengantar ilmu
Pangan, Deputi Bidang pangan nutrisi dan mikrobiologi.
Pengawasan Keamanan Pangan Yogyakarta. Gadjah Mada
dan Bahan Berbahaya. University Press.
BPOM (2003b) Higiene dan sanitasi Keputusan Menteri Kesehatan
pengolahan pangan. Jakarta. Republik Indonesia No:
Direktorat Surveilan dan 1098/Menkes/SK/VII/ 2003
Penyuluhan Keamanan Pangan, tentang persyaratan hygiene
Deputi Bidang Pengawasan sanitasi rumah makan dan
Keamanan Pangan dan Bahan restoran. Jakarta. Depkes RI.
Berbahaya. 2004.
Depkes RI (2006) Kumpulan modul Purnawijayanti HA (2004) Sanitasi
kursus higiene sanitasi higiene dan keselamatan kerja
makanan dan minuman. Jakarta. dalam pengolahan makanan.
Depkes RI. Yogyakarta. Kanisius. 2001.
Djaja IM (2008) Kontaminasi E.coli dari Supraptini D (2005) Sanitasi makanan
tiga jenis tempat pengelolaan di daerah obyek wisata Bali
makanan (TPM) di Jakarta tahun 2003, Jurnal Ekologi
Selatan Tahun 2003, Makara Kesehatan, 2005: 4, 3: 296-307.
Kesehatan. 2008: 12, 1: 36-41.

*) Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan – Poltekkes Kemenkes Kupang

Anda mungkin juga menyukai