Anda di halaman 1dari 2

KASUS PERPAJAKAN 2: ETIKA PERPAJAKAN

KASUS 1
Ardian memiliki usaha percetakan, warung makan, dan rumah kost, dengan peredaran usaha di atas
20 miliar setahun dari semua usaha yang dimiliki. Dari hasil usaha tersebut, Ardian membeli beberapa
properti untuk disewakan maupun dijual lagi. Ardian mendanai kegiatan usahanya dengan modal
sendiri sehingga Ardian tidak merasa perlu untuk membuat pencatatan keuangan dan pembukuan.

Pada tahun 2013, Pemkot Depok menetapkan Ardian sebagai pengusaha restoran yang atas usahanya
tersebut harus memungut pajak restoran. Karena tidak dapat menghindar dari kewajiban membayar
pajak daerah dan kewajiban memiliki NPWP, mulai tahun 2013 Ardian memiliki NPWP dan mulai
memenuhi kewajiban pajaknya.

Untuk memenuhi kewajiban pajak daerah, Ardian menyerahkan kepada konsultan pajak yang
berafiliasi dengan petugas pajak Dispenda dan juga KPP. Pada tahun 2015, Ardian membayar jasa
konsultan sebesar 10 juta dan pajak sebesar 30 juta. Ardian menyerahkan semua catatan penerimaan
dan pengeluaran uang dari usahanya kepada konsultan pajak.

Ardian memiliki lebih dari 10 karyawan dan lima diantaranya diberikan gaji di atas PTKP, tetapi tidak
pernah dilakukan pemotongan pajak. Untuk menarik pelanggan, Ardian memasang iklan di depan
usahanya, tetapi karena ukurannya tidak terlalu besar, maka Ardian tidak membayar pajak atas
pemasangan iklan tersebut.

Ardian tidak paham masalah perpajakan, tetapi pada saat diminta tanda tangan SPT pajak tahun 2015,
Ardian sebenarnya tahu bahwa nilai penjualan yang dicantumkan dalam SPT tersebut jauh lebih kecil
dibandingkan dengan omset penjualan yang terjadi. Demikian juga kekayaan yang dicantumkan dalam
SPT pajak, dimana nilainya juga tidak menunjukkan seluruh kekayaan yang dimiliki Ardian. Ardian
merasa aman pajaknya tidak bermasalah karena Ardian selama ini tidak pernah diperiksa. Ardian juga
yakin dengan kemampuan konsultan pajaknya.

Pada tahun 2016, Ardian mendengar tentang tax amnesty dan mendiskusikan dengan konsultan
pajaknya apakah perlu melakukan tax amnesty. Ardian disarankan untuk mengikuti tax amnesty agar
dapat menghapus ketidakpatuhan pajak di tahun-tahun sebelumnya dan konsultannya menyarankan
untuk melaporkan satu properti dan deposito yang dimiliki. Ardian membayar uang tebusan tax
amnesty dengan menggunakan dasar nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) properti yang dimiliki dan nilai
deposito. Namun, sebenarnya masih ada sepuluh tanah dan bangunan yang belum dilaporkan dalam
tax amnesty tersebut.

Pertanyaan Diskusi:
a. Menurut Anda, apa yang dilakukan Ardian etis? Apabila tidak etis, berikan pendapat Anda tentang
pelanggaran pajak yang dilakukan oleh Ardian serta potensi sanksi atas pelanggaran tersebut!
b. Apakah konsultan pajak yang menyelesaikan administrasi pajak Ardian dapat dikenakan sanksi?
c. Berikan saran apa yang seharusnya dilakukan oleh Ardian terkait dengan pemenuhan kewajiban
pajak yang seharusnya!
KASUS 2
PT BJT merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan tekstil. PT BJT telah menyampaikan
SPT Tahunan PPh Badan 2013 dengan tepat waktu. Namun, pada tahun 2015, PT BJT mengalami
pemeriksaan pajak atas PPh Badan tahun pajak 2013 tersebut. Dalam menyelesaikan proses
pemeriksaan, PT BJT dibantu oleh konsultan pajak. PT BJT menunjuk DEF Tax Advisory untuk
mendampingi staf pajaknya dalam proses pemeriksaan.

Roni merupakan Direktur Perpajakan PT BJT. Pada saat proses pemeriksaan berlangsung, Roni
memperoleh informasi bahwa terdapat komunikasi intensif antara konsultan DEF Tax Advisory dengan
ketua tim pemeriksaan yang terjadi di luar sepengetahuan PT BJT.

Setelah proses pemeriksaan selesai, KPP menerbitkan SKPKB PPh Badan untuk tahun pajak 2013 pada
tanggal 13 Juni 2015. Karena PT BJT tidak setuju dengan kekurangan pajak dalam SKPKB, PT BJT
mengajukan keberatan pada tanggal 25 Juli 2015. Pada saat itu, keberatan diajukan oleh Roni, Direktur
Perpajakan PT BJT. Namun, keberatannya tidak disetujui berdasarkan Surat Keputusan Keberatan
tanggal 11 Januari 2016.

Karena keberatannya tidak disetujui, PT BJT mengajukan banding ke Pengadilan Pajak pada tanggal 31
Maret 2016 dengan menyampaikan Surat Banding. PT BJT menggunakan jasa DEF Tax Advisory untuk
membuat Surat Banding, Surat Bantahan, ataupun memberikan pendapat maupun tanggapan terkait
dengan banding tersebut. Kuasa hukum PT BJT adalah Manajer Pajak PT BJT sendiri, yaitu Pak
Suleman, yang baru direkrut oleh PT BJT saat ingin mengajukan banding.

Proses pengadilan berlangsung cukup cepat sehingga Putusan Pengadilan Pajak keluar pada tanggal 1
Oktober 2016. Dua bulan setelah Putusan Pengadilan Pajak tersebut keluar, diketahui bahwa salah
satu Hakim yang menangani PT BJT mempunyai saham pada PT BJT secara tidak langsung sebesar 25%,
sedangkan Pengadilan Pajak sudah memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya banding PT BJT
sebelum diketahui kepemilikan Hakim pada PT BJT tersebut.

Pertanyaan Diskusi:
a. Jika Anda berada di posisi Roni sebagai Direktur Perpajakan PT BJT, apa yang akan Anda lakukan?
b. Risiko pelanggaran etika apa saja yang mungkin dilakukan oleh DEF Tax Advisory dengan adanya
komunikasi intensif dengan ketua tim pemeriksaan?
c. Bagaimana konsekuensi pada Hakim dan juga pada putusan Pengadilan Pajak setelah diketahui
bahwa Hakim memiliki kepemilikan pada PT BJT?

Anda mungkin juga menyukai