Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A) Latar Belakang
Pembentukan konstitusi suatu negara merupakan pencerminan pelaksanaan prinsip
negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam hal ini, konstitusi merupakan hukum
tertinggi yang ada dalam suatu negara atau the supreme law of the land. Dengan kata
lain, dalam negara hukum yang cenderung memiliki pengaturan hierarki hukum seperti
Indonesia, terjadi penerapan supremasi konstitusi. Terkait hal ini Jimly Asshiddiqie
menyatakan bahwa dalam perspektif supremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin
tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang
mencerminkan hukum yang tertinggi, bahkan dalam republik yang menganut sistem
presidensial murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat disebut kepala negara.

Perkembangan sejarah konstitusi diawali pada abad awal dimana pemahaman konstitusi
pada masa itu hanya merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan
semata-mata dan belum diletakkan dalam suatu ketidakpastian konseptual dalam
kesepakatan dasar para anggota MPR serta terjadinya pergeseran paradigma dari
demokratisasi kepada sistem pemerintahan. Akibatnya terdapat inkoherensi,
inkonsistensi di antara asas-asas, kaidah-kaidah, aturan-aturan dalam amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 yang menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya secara
efektif.

Konstitusi di Republik Indonesia sendiri sudah mengalami beberapa kali perubahan.


Perjalanan sejarah mencatat ada empat Undang-Undang Dasar yang pernah digunakan
yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Konstitusi RIS 1949, Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950, dan UUD 1945 amandemen.

Dalam konteks kesejarahan di Indonesia, keberadaan konstitusi (Hukum Dasar)


dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial), artinya bahwa
konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan
pemerintahan yang akan mengatur mereka. Adanya konstitusi inilah sebagai embrio
lahirnya negara, sehingga keberadaanya sebagai hukum negara. Negara yang diatur oleh
hukum melahirkan konsepsi tentang Negera Hukum.

B) Rumusan Masalah

1. Apa pengertian konstitusi ?

2. Bagaimana perkembangan konstitusi di Indonesia?

3. Apa pentingnya konstitusi bagi negara ?

4. Bagaimana implementasi konstitusi pada masa kini ?


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Konstitusi

Kata konstitusi secara literal berasal dari bahasa Prancis “constituir”, yang berarti
membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan dengan
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi
juga bisa berarati peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan negara.

Menurut Sri Soemantri, konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan
negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Sedangkan menurut E.C.W Wade,
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.

Berdasar atas beberapa pengertian tersebut di atas bisa dikatakan bahwa konstitusi
memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan
untuk berdirinya sebuah negara.

Nilai-nilai fundamental dari konstitusi tersebut di Indonesia termuat dalam Pembukaan


dan Pasal 1 UUD NRI 1945, yang keberadaannya menjadi asas utama dalam Hukum Tata
Negara Indonesia, yaitu Asas Pancasila, Asas Negara Kesatuan, Asas Negara Kedaulatan
dan Demokrasi, Asas Negara Hukum, Asas Permisahan Kekuasaan dan Cheek and
Balance, serta Asas Negara Kesejahteraan, sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD
RI 1945 sebagai tujuan negara.

Konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara yangmengatur penyelenggaraan


kekuasaan negara dan sebagai jaminan atas hak-hak warga negara, konstitusi memuat
beberapa ketentuan pokok sebagai berikut: organisasi negara, hak-hak asasi manusia
dan kewajibannya, prosedur mengubah konstitusi, konstitusi yang juga dapat dipahami
sebagai bagian dari social contract (kontrak sosial) yang memuat aturan main dalam
berbangsa dan bernegara, menurut Sovernin Lohman harus memuat unsur-unsur sebagai
berikut: konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial),
Konstitusi sebagai piagam yangmenjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara
sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat
pemerintahannya, Konstitusi sebagai “forma regimenis” yaitu kerangka bangunan
pemerintahan.

2. Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Konfigursi politik tertentu akan mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan suatu


bangsa, begitu juga di Indonesia yang telah mengalami perkembangan politik pada
beberapa periode tentu akan mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan Indonesia.
Perkembangan ketatanegaraan tersebut juga sejalan dengan perkembangan dan
perubahan konstitusi di Indonesia seperti diuraikan dalam pembehasan berikut ini:

a. Periode 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949, masa berlaku Undang-Undang Dasar


1945.
Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara Republik Indonesia, konstitusi atau
Undang-Undang Dasar yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan
BPUPKI, kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Pada masa ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan secara murni dan konsekuen,
sistem ketatanegaraan berubah-ubah, terutama pada saat dikeluarkannya maklumat
Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi bahwa Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi tugas legislatif dan
menetapkan GBHN bersama Presiden, KNIP bersama Presiden menetapkan Undang-
Undang, dan dalam menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan pekerja yang
bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat ( Titik Triwulan Tutik, 2006 : 67).

b. Periode 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950 yaitu Undang-Undang Dasar Republik


Indonesia Serikat (RIS).
Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945 menjadi Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara
Kesatuan menjadi negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa
negara yang semula berdiri sendiri-sendiri kemudian mengadakan ikatan kerja sama
secara efektif, atau dengan kata lain negara serikat adalah negara yang tersusun jamak
terdiri dari negara-negara bagian. Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan
presidensial berubah menjadi parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan
pemerintah berada di tangan Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-
sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS
ini juga belum dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum
dibentuk sesuai amanat UUD RIS.

c. Periode 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959, masa berlaku Undang-Undang Dasar Sementara
Tahun 1950 (UUDS 1950).
Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena isi konstitusi
tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak politik rakyat
Indonesia melainkan rekayasa dari pihak Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan
tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri
menjadi negara Republik Indonesia, kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan
menggunakan UUD sementara 1950. Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara
Kesatuan, yakni negara yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara
sebagaimana halnya bentuk negara serikat. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan
penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17 Agustua 1945, serta didalamnya juga
menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh
Indonesia. Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer, karena
tugas-tugas ekskutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri-Menteri baik secara bersama-
sama maupun sendiri-sendiri kepada DPR. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan
pemerintahan tidak dapat diganggu gugat karena kepala negara dianggap tidak pernah
melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak representatif maka Presiden
berhak membubarkan DPR (Dasril Radjab, 2005 : 202).
d. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999, masa berlaku Undang-Undang
Dasar 1945.
Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit Prsiden tanggal 5
Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan ketatanegaraan dekrit presiden diperbolehkan
karena negara dalam keadaan bahaya oleh karena itu Presiden/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan bangsa dan negara
yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah
sistem ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya sebagai kepala negara
selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan, dibantu Menteri-Menteri
kabinet yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sistem pemerintahan yang
sebelumnya parlementer berubah menjadi sistem presidensial. Dalam praktek ternyata
UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun 1966. Lembaga-lembaga negara
yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional,
akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian meletuslah Gerakan 30
September 1966 sebagai gerakan anti Pancasila yang dipelopori oleh PKI, walaupun
kemudian dapat dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional terjadi pada periode
ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang semula didasari oleh Surat Perintah
Sebelas Maret 1966 kemudian dilaksanakan pemilihan umum yang kedua pada tahun
1972.
Babak baru pemerintah orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan sudah berdasar
konstitusi, pemilihan umun dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pembangunan nasional
berjalan dengan baik, namun disisi lain terjadi kediktaktoran yang luar biasa dengan
alasan demi terselenggaranya stabilatasnasional dan pembangunan ekonomni, sehingga
sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik. Keberadaan
partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi terkesan mandul, tidak
ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan kehendaknya, walaupun pilar
kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan yudikatif sudah ada tapi perannya tidak
sepenuhnya, kemauan politik menghendaki kekuatan negara berada ditangan satu orang
yaitu Presiden, sehingga menimbulkan demontrasi besar pada tahun 1998 dengan
tuntutan reformasi, yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional.
e. Periode 19 Oktober 1999 - 10 Agustus 2002, masa berlaku pelaksanaan perubahan
Undang-Undang Dasar 1945
Pada periode ini UUD 1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali, sehingga
mempengaruhi proses kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan
perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskah
resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya
ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua , ketiga dan keempat, sehingga
menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa
dan bernegara.

f. Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku Undang-Undang Dasar
1945 Amandemen.
Setelah mengalami perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945 merupakan dasar
Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan berdemokrasi
lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara hati-hati, tidak
tergesa-gesa, serta dengan menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang
dilakukan BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan
masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang.
Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami perubahan.
Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga
legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan
lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut mempunyai peranan yang
lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua
periode saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah
terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan
disegala bidang dapat dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala
daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai
pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara
demokrtis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat. Jaminan terhadap
hak-hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945,
sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai politik tidak dibelenggu
seperti masa sebelumnya, ada kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan
berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.

3. Pentingnya Konstitusi Dalam Suatu Negara

Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara merupakan suatu hal
yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara.
Hampir tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusinya. Hal ini menunjukan betapa
urgenya konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan negara ibarat dua sisi
mata uang yang satu samalain tidak terpisahkan.

Konstitusi menjadi sesuatu yang urgen dalam tatanan kehidupan ketatanegaraan suatu
negara dikarenakan konstitusi merupakan sekumpulan aturan yang mengatur organisasi
negara, serta hubungan antara negara dan warga negara sehingga saling menyesuaikan
diri dan saling berkerjasama. Menurut A. Hamid S. Attamimi, konstitusi dalam negara
sangat penting sebagai pemberi “pegangan” dan pemberi batas, sekaligus dipakai
sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.

Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut,


Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam dua (2)
bagian, yakni membagi kekuasaan dalam negara, dan membatasi kekuasaan
pemerintahan atau penguasa dalam negera. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi
mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai
organisasi kekuasaan, maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan
asas yang menetapkan bagaimama kekuasaan dibagi diantara beberapa lembaga
kenegaraan, seperti antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk
menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencangkup hak-hak asasi, seperti
hak untuk hidup, kesejahteraan hidup dan hak kebebasan. Mengingat pentingnya
konstitusi dalam suatu negara ini, Struycken dalam bukunya “Het Staatscrecht van Het
Koninkrijk der Nederlander” sebagaimana yang dikutip oleh Tim ICCE UIN Jakarta,
menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan
dokumen formal yang berisikan: hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau,
tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan.

4. Implementasi Konstitusi Masa Kini

Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia, keberadaan Konstitusi telah


mengalami beberapa kali perubahan, mulai dari pemberlakuan UUD 1945 ke-1, Konstitusi
RIS 1949, UUDS 1950, pemberlakuan UUD 1945 ke-2 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
dan UUDNRI 1945 hasil amandemen. Menggunakan teori Legal System dari Lawrens M.
Friedmann, dalam melihat Hukum sebagai sistem yang meliputi, legal subtance (isi
hukum), legal structure (institusi hukum) dan legal culture (budaya hukum), keberadaan
Konstitusi dapat dianalisis sebagai berikut.

Setelah diamandemen, sebagai contoh Pasal 33 UUDN RI 1945 terdapat ayat (4) yang
menegaskan bahwa, perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional. Menurut Suteki, Pasal 33 ayat (4) UUDNRI 1945 makna
keadilan sosial di Indonesia telah diintroduksi prinsip-prinsip baru dengan sistem
perekonomial liberal, bukan lagi komunal. Sedangkan menurut M. Darin Arif Mu’allifin,
liberalisasi perekonomian di Indonesia pada era globalisasi ini melahirkan Neo
Kolonialisme, sehingga dapat diketahui Transnasional Corporation, seperi IMF, ADB World
Bank dan lain-lain menguasai perekonomian di Indonesia, maka terjadilah bentuk
penjajahan ketiga yaitu Politik Ekonomi Liberal, setelah Cultur Stelsel atau tanam paksa
dan Verplichte Leverancie atau pajak tanah.
Dilihat dari struktur/institusi penegak hukum, keberadaan Konstitusi di Indonesia semakin
lengkap setelah amandemen, seperti lahirnya Lembaga Baru yaitu Mahkamah Konstitusi,
Komisi Pemberantas Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Ombushman dan lain-lain.
Tantangan yang dihadapi adalah seringnya terjadi masalah penyalah gunaan wewenang
atau melampaui batas kewenangan dari aparatur penegak hukum tersebut. Dilihat dari
budaya hukum masyarakat, dapat dinyatakan bahwa masyarakat belum mempunyai
kesadaran hukum yang memadai, terlihat masih banyak terjadi perbuatan
melanggar/melawan hukum baik oleh Pejabat maupun Rakyat. Konstitusi berisi tentang
janji, setiap janji harus ditaati dan dipertanggung jawabkan.

Konstitusi mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan ketatanegaraan, dalam


ilmu manajemen, Konstitusi sebagai sistem berisi tentang: Law Planning, Law Organizing,
Law Actuating maupun Law Controlling, sehingga keberadaan Konstitusi sebagai sarana
untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara. Begitu fundamentalnya konstitusi
tersebut, maka bila terjadi masalah yang bersifat sistemik, maka perlu dilaksanakan,
reformasi konstitusi, reformasi institusi maupun reformasi kultural, salah satunya melalui
kegiatan pembelajaran di sekolah, yang merupakan ikhtiar mewujudkan makna Lagu
Indonesia Raya, karya WR. Supratman.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dengan demikian seperti yang telah dipaparkan diatas, konstitusi di Indonesia selalu
mengalami perubahan, yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945, kemudian disusul
UUD RIS pada tahun 1949 merupakan konstitusi kedua yang mengakibatkan bentuk
Negara Kesatuan berubah menjadi Negara Serikat. UUDS 1950 merupakan konstitusi
yang ketiga, walaupun kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi
sistem pemerintahannya adalah Parlementer sampai dikeluarannya Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945 yang berlaku hingga reformasi yang
menghantarkan amandemen UUD 1945 ke empat kali dan berlaku sampai sekarang.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kehidupan ketatanegaraan bergeser ke arah


individualisme, materialisme dan liberalisme menyimpang dari Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Gagasan amandemen ulang untuk menata kembali dan
menyempurnakan, sehingga diharapkan mampu menciptakan sistem ketatanegaraan
yang demokrasi yang berakar pada budaya dan karakter bangsa serta sistem
pemerintahan yang mampu merefleksikan ideologi Pancasila sehingga pokok pikiran yang
terkandung dalam empat Alinea dalam pembukaan dapar diimplementasikan secara
nyata dalam pasal-pasal Undang Undang Dasar 1945.
DAFTAR REFERENSI

Asshiddiqie Jimly, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press,


Jakarta.

Huda, Ni`matul, Hukum Tata Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Mu’allifin, M. Darin Arif, “Neo-Kolonialisme (Analisis Sejarah dan Gerakan


Neo-Kolonialisme)”, dalam Ahkam Jurnal Hukum Islam, Volume 13,
Nomor 02 November 2011, STAIN Tulungagung.

Anda mungkin juga menyukai