Anda di halaman 1dari 12

104 HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017

EKSPLOITASI PEREMPUAN DI MEDIA MASSA PERSPEKTIF


ALQURAN
Oleh:
Ahmad Hamdani
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perumahan Citra Kencana No. D5, Jln. Legoso Raya
Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Banten, email:
ahmad.hamdani13@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak

Dewasa ini, perempuan masih dianggap sebagai manusia kelas dua (the second human)
yang berada di bawah superioritas kaum laki-laki. Kondisi tersebut tergambar pada prak-
tik di media massa. Kecanggihan sains dan teknologi, menjadikan perempuan sebagai ob-
jek paling ampuh terutama dalam meraup keuntungan yang melimpah. Hal ini tercermin
dengan adanya 45 bias gender yang ada di media massa dari pelbagai macam sektor, mu-
lai dari perawatan tubuh, minuman, bumbu dapur, obat, hingga otomotif. Karakter media
massa seperti ini memunculkan pertanyaan besar dalam konteks sosial-masyarakat, bah-
kan kemudian membentuk kesimpulan bahwa ternyata perempuan identik dengan per-
ilaku yang negatif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana datanya diambil
dari observasi dan studi kepustakaan. Analisis teks yang digunakan bersifat kualitatif,
yaitu merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dipahami.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengkaji dan memberikan interpretasi dalam menja-
barkan kemelut gender terhadap eksploitasi perempuan di media massa dengan bersum-
ber pada pemahaman Alquran.

Kata Kunci: Perempuan, Alquran, Eksploitasi, dan Media Massa.

Abstract

Today, women are still considered lower than men. These condition are reflected in the
mass media. Women are become objects by sophisticated of science and technology. This
is reflected by the presence of 45 existing bias of gender from various in the mass media.
It start from body care, beverages, herbs, drugs, and automotive. The problem bring big
questions up in the context of social-community, even it formed the conculsion that women
are identic with negative behavior. Approch of this research is qualitative, the data was
taken from observation and study of library. The analysis of the text used by qualitative
with a process of simplification of the data into a form that is easy to understand. The
purpouse of this paper is to examine and provide interpretation in describing gender
crisis against the exploitation of women in the mass media with the understanding on
Quranic literalism.

Keyword: Women, Quran, Exploitation, and Mass Media.

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017 105

A. Pendahuluan bermula dari yang merendahkan, sampai


dengan yang memberikan penghargaan
Tatanan kehidupan umat manusia
sekaligus memberikan peranan yang besar
yang didominasi oleh kaum laki-laki
dalam kehidupan bermasyarakat (Quraish
sudah menjadi akar sejarah yang panjang.
Shihab, 2011: 32). Praktik di media
Perempuan ditempatkan sebagai manusia
massa misalnya, semakin canggih sains
kelas dua (the second human) yang berada
dan teknologi, menjadikan perempuan
di bawah superioritas kaum laki-laki. Hal
sebagai objek paling ampuh terutama
ini tergambar pada kondisi Arab periode
dalam meraup keuntungan yang melimpah
sebelum Islam, yang dikenal sebagai zaman
(Munafaroh, 2015: 130). Media massa di
jahiliyah (masa ketidakpedulian). Menurut
Indonesia akhir-akhir ini, tanpa terkecuali
Bahtar (2006: 275), perempuan saat itu
media elektronik maupun media cetak,
hidup dalam ketaklukan dan keburukan.
seakan berlomba-lomba mendapatkan
Lahirnya anak perempuan dipandang
sosok perempuan yang memiliki fisik;
sebagai suatu yang tidak terhormat dan
cantik dan seksi. Sayangnya strategi
pembunuhan bayi perempuan dapat
seperti ini seringkali menggunakan tanda
ditemukan di mana-mana, terutama pada
atau bahasa yang menyentuh bias gender
suku Kinda, Rabi’a, dan Tamim. Alasan
dalam masyarakat. Bias gender tersebut
mengubur bayi hidup-hidup adalah untuk
menyangkut penggunaan figur perempuan
melepaskan orang tua dari beban ekonomi,
sebagai objek tanda (sign object) dan bukan
dan membebaskan suku dari rasa malu yang
sebagai subjek tanda (sign subject). Karakter
dapat ditimbulkan dari anak perempuan
media massa seperti ini memunculkan
nantinya apabila mereka tertangkap
pertanyaan besar dalam konteks sosial-
sebagai tawanan dalam perang antar suku
masyarakat, bahkan kemudian membentuk
atau jatuh kepelacuran. Alquran merekam
kesimpulan bahwa ternyata perempuan
perilaku jahiliyah tersebut dalam QS. At-
identik dengan perilaku yang negatif.
Takwir (81): 8-9.
Rendra (2006: 29) menyebutkan, ada
Terlepas dari kasus di atas, sekitar 45 bias gender di media massa
berbicara tentang perempuan, selalu saja dari pelbagai macam sektor, mulai dari
ada celah yang menarik untuk dilihat. perawatan tubuh, minuman, bumbu dapur,
Sebab dari zaman dahulu hingga kini, obat, hingga otomotif. Menurut Rahmat
ceritanya tidak akan ada habisnya. Banyak (dalam Bahtar, 2006: 276), pada masyarakat
aspek yang menyangkut mitra laki-laki kapitalis, perempuan telah menjadi alat
tersebut yang didiskusikan dan beraneka komoditi yang diperjualbelikan, mereka
ragam pula pendapat para pakar, mulai dijadikan sumber tenaga kerja yang murah
dari filosof sampai ulama. Aneka pendapat dan dieksploitasi untuk menjual barang.
yang tidak jarang bertolak belakang, Beberapa jenis industri mutakhir seperti

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


106 HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017

mode, kosmetik, dan hiburan hampir data kedalam bentuk yang mudah dipaha-
semuanya memanfaatkan perempuan. mi dan dibaca.

Berangkat dari pemaparan di Penelitian ini dilakukan selama dua


atas, menarik untuk dikaji lebih mendalam bulan, dimana data primer diambil dari
tentang keterlibatan perempuan di media observasi dan data sekunder diperoleh
massa. Oleh karena itu, tulisan sederhana dari studi kepustakaan. Data-data yang
ini akan mencoba memberikan interpretasi diperoleh melalui observasi dan studi ke-
dalam menjabarkan kemelut gender pustakaan kemudian di-cross-check dan di-
terhadap eksploitasi perempuan di media gunakan seoptimal mungkin untuk kepent-
massa, dengan mengajukan bebarapa ingan analisis dan dilihat relevansinya
peranyaan, yaitu: Bagaimanakah Alquran dengan kepetingan dan tujuan penulisan
memandang perempuan? Bagaimanakah karya ini.
pandangan Islam terhadap eksploitasi C. Menelisik Perempuan dalam Alqu-
perempuan di media massa? Selanjutnya, ran Prespektif Gender
bagaimanakah menata ‘wajah’ perempuan?
Ketiga pertanyaan ini akan memberikan Sejarah dunia mencatat betapa per-
jawaban atas fenomena eksploitasi empuan seringkali diperlakukan secara
perempuan di media massa, dengan nista. Pada banyak peradaban besar, per-
harapan akan tercipta pemahaman bijak empuan dianggap sebagai “setengah ma-
yang bernapaskan ideologi kesetaraan nusia“, manusia “kelas dua”, “makhluk
gender. Semoga dengan hadirnya tulisan pelengkap”, dan sebagainya, yang hak dan
ini, menjadi acuan para pemangku kewajiban bahkan keberadaannya di dunia
kebijakan untuk membangun relasi baik ditentukan oleh laki-laki.
antara perempuan dan aktivitasnya di media
Tradisi Arab Jahiliyah mengha-
massa, sebagaimana yang diharapkan: tidak
lalkan dibunuhnya seorang bayi karena
lagi mengekspolitasi perempuan.
ia terlahir sebagai perempuan, misalnya.
B. Metodologi Penelitian dan Tujuan Pada acara pernikahan, para tamu mem-
beri ucapan kepada mempelai “bi al-hanâ
Penelitian ini adalah penelitian kual-
wa al-banîn” (selamat, semoga memper-
itatif, dimana datanya dinyatakan dalam
oleh keturunan laki-laki). Setelah menikah,
keadaan sewajarnya atau sebagaimana
perempuan menjadi hak penuh suami dan
adanya, dengan meneraparkan cara kerja
keluarganya. Ketika suaminya meninggal,
yang bersifat sistemik, terarah, dan dapat
ia tidak bisa menjadi pewaris melainkan
dipertanggungjawabkan, sehingga tidak
benda yang diwariskan (Quraish Shihab,
kehilangan sifat ilmiahnya. Analisis teks
1996: 296).
yang digunakan adalah bersifat kualitatif,
yaitu merupakan proses penyederhanaan Selain itu, peristiwa yang terja-

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017 107

di pada bangsa India dalam aturan Manu, martabatnya. Oleh karena itu, menurut Zai-
menambah daftar panjang dikriminasi tunah (2015: 38-39), Alquran sebagai kitab
terhadap perempuan. Mereka hanyalah suci dan agen pembaharuan, mengajarkan
sebagai pelayan bagi suami dan ayahn- doktrin persamaan manusia, termasuk ke-
ya. Perempuan tidak memiliki kebebasan setaraan gender dan menghapus semua
untuk menggunakan hartanya, bahkan ti- perbedaan yang diakibatkan oleh jenis ke-
dak berhak memiliki, sebab semua yang lamin, ras, warna, suku, dan bangsa. Ajaran
dimilikinya kembali pada suami, ayah, ini merupakan gambaran bahwa Alquran
atau anak laki-lakinya. Kemudian apabi- mengangkat martabat perempuan untuk
la suaminya meninggal, maka ia akan di- mendapatkan hak-haknya yang setara den-
bakar hidup-hidup dan dikubur bersama gan laki-laki. Alquran menghapus semua
suaminya. Aturan Hamurabi pun demikian, tradisi dan praktik keji peradaban pra-Is-
menganggap perempuan seperti binatang, lam, dan tradisi Barat yang senantiasa ber-
tidak memilki hak untuk memilki dan tidak laku tidak adil terhadap perempuan.
pula menggunakan harta. Demikian juga
Pendapat tersebut senada dengan
kedudukan perempuan bagi bangsa Yunani
ungkapan Said Aqil (2006: 244), bahwa
dan Romawi, tidak berhak memerintah atau
di dalam Alquran penyebutan perempuan
melarang. Statusnya tidak lebih barang
(An-nisa) dipergunakan 57 kali, sama den-
dagangan, tidak berhak mewarisi, tidak
gan kata rajul atau rijal atau al-unsta yang
berhak memiliki dan menggunakan harta.
berpasangan dangan adz-dzakar. Perim-
Lain halnya bagi kaum Yahudi dan Nasra-
bangan penyebutan ini selintas mengindi-
ni, perempuan dianggap sebagai pangkal
kasikan bahwa antara kedua jenis kelamin
kejahatan, sumber kekerasan, dan sumber
tersebut, sungguhpun memiliki perbedaan,
kesalahan serta dosa. Perempuan dianggap
tetapi diperlakukan dan diperhatikan secara
najis, khususnya pada saat haidh, dan ba-
berimbang dan adil oleh. Hal ini terekam
rang siapa yang menyentuhnya, maka ia
dalam firman Allah Swt. QS. At-Taubah
akan menjadi najis selama tujuh hari (Mu-
[9]: 71.
hammad Albar, 1998: 1-2).

Ilustrasi yang memilukan di atas


menggambarkan kepada kita betapa per- Ayat di atas menyebutkan dengan
empuan pada banyak peradaban adalah jelas laki-laki dan perempuan secara ber-
makhluk yang sangat hina, tidak berar- dampingan, “orang-orang yang beriman
ti apa-apa, serta sangat rendah harkat dan baik laki-laki maupun perempuan”. Hal ini,

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


108 HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017

menurut Nasarudin Umar (2000: 35), mer- harus taat kepada Allah Swt. dan Rasul-
upakan tanda Alquran dalam memberikan Nya dalam setiap perintah dan larangannya
pandangan optimis terhadap kedudukan baik secara terang-terangan maupun secara
dan keberadaan perempuan. Semua ayat tersembunyi”.
yang membicarakan tentang Adam dan
Ayat di atas juga mengisyaratkan
pasangannya, sampai ke luar bumi, selalu
betapa penilaian Tuhan terhadap manusia
menekankan kedua belah pihak, laki-laki
tidaklah dilihat dari sisi fisik-material, akan
dan perempuan. Ungkapan Nasaruddin ini,
tetapi pada aspek kualitas ketakwaannya
mengisyaratkan bahwa dalam pandangan
dan sekaligus menghapus adanya diskrim-
Alquran, laki-laki dan perempuan memiliki
inasi yang sudah demikian membudaya
hak yang sama untuk meningkatkan kual-
pada era sebelum atau setalah datangnya
itas dirinya, serta kewajiban yang sama
Islam. Hal ini tertuang dalam buku Argu-
untuk melakukan aktivitas, baik dalam
men Kesetaraan Gender Perspektif Alqu-
wilayah domestik maupun publik (amar
ran (Nasaruddin, 2001: 248-263), yang
ma’ruf nahi munkar).
mengemukakan bahwa laki-laki dan per-
Quraish Shihab dalam tafsirnya empuan dalam pandangan Alquran memi-
(2012: 163), menjelaskan maksud ayat di liki posisi dan peran yang sama. Laki-laki
atas adalah sebagian dari mereka saling dan perempuan sama-sama sebagai hamba
membantu dan saling mendukung dengan Allah (QS. Al-Dzâriyât (51): 56); sama-sa-
sebagian yang lain. Maksudnya, menyatu ma sebagai khalifah (QS. Al-An’âm (6):
hati mereka serta senasib sepenanggungan 165); sama-sama menerima perjanjian
sehingga mereka menjadi penolong bagi primordial Tuhan (QS. Al-A’râf (7): 172);
sebagian yang lain dalam segala urusan sama-sama terlibat secara aktif dalam dra-
mereka. Muhammad Nawawi dalam ma kosmis (QS. Al-Baqarah (2): 35); dan
tafsirnya (2011: 652), mempertegas sama-sama berpotensi meraih prestasi (QS.
ungkapan tersebut dengan syarat “mereka Al-Nahl (16): 197).
Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324
HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017 109

Alquran telah membicarakan ten- itas yang kemudian dikonstruksi secara


tang perempuan dalam pelbagai ayatnya. sosial dengan membentuk kesadaran palsu.
Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai
Salah satu aktivitas kaum kapitalis
sisi kehidupan. Ada yang berbicara tentang
dalam mencari pembeli atau pasar bagi pro-
hak dan kewajiban. Ada pula yang men-
duknya adalah propaganda media massa,
guraikan tentang keistimewaan tokoh-to-
seperti pada iklan. Tujuan dihadirkannya
koh perempuan dalam sejarah agama atau
iklan adalah membangun suatu image ten-
kemanusiaan. Seperti dapat dilihat secara
tang produk yang bersangkutan. Oleh kare-
umum menunjukkan kepada hak-hak per-
na itu, iklan selalu memberikan gambaran
empuan, terdapat dalam (QS. An-Nisa (4):
tentang image yang akan ditimbulkan jika
32) (Quraish Shihab, 1994: 272).
dikonsumsi (Sarup, 2003: 286). Bahkan
Dari uraian di atas dapat diambil dalam buku Konstruksi Sosial Media Mas-
kesimpulan bahwa, walaupun perempuan sa dikatakan bahwa iklan memiliki sifat
secara biologis berbeda, dalam pandangan dan kecenderungan yang mendekati logi-
Alquran adalah manusia yang sama, baik ka pembohong, tetapi jarang dapat diban-
dari segi asal kejadian maupun statusnya. tah karena umumnya masuk akal (Burhan,
Keduanya memiliki hak dan kewajiban 2008: 115). Ironisnya, iklan seringkali me-
yang sama pada peringkat etika religius, manfaatkan perempuan sebagai catch-at-
serta kewajiban yang sejajar pada peringkat tention pada berbagai produk. Perempuan
fungsional. Kesejajaran dan kemitraan an- dianggap sebagai ‘sesuatu’ yang emosion-
tara laki-laki dan perempuan demikianlah al, mudah dipengaruhi dan glamour.
sesungguhnya perlu dicapai, termasuk kai-
Bahkan dalam konteks femininitas
tannya dengan pelibatan perempuan dalam
dan seksualitas perempuan dalam iklan, tu-
media massa.
buh perempuan dikonstruksi untuk menye-
D. Pandangan Islam terhadap Eksploi- suaikan dengan selera “pasar” (Aquari-
tasi Perempuan di Media Massa ni, 2004: 58). Perempuan yang dipasang
sebagai objek sekaligus target iklan ini,
Sistem industri merupakan bagian
merupakan gambaran peran perempuan di
penting dari ideologi kapitalisme lanjut da-
media massa yang mengalami bias gender,
lam menciptakan budaya konsumtivisme,
dimana perempuan masih berada dibawah
sebuah budaya yang menampung minat,
bayang-bayang dominasi laki-laki. Di
hasrat dan kebutuhan masyarakat. Menurut
sinilah tergambar jelas bahwa kapitalisme
Aniendya (2016: 2), konsumtivisme ber-
dan iklan memiliki hubungan yang akrab.
makna sebagai sebuah budaya yang di
dalamnya terdapat berbagai bentuk citra, Pada akhirnya, dilema penggunaan
ilusi, mimpi, hal-hal artifisial, dan kedang- fitur tubuh perempuan kerapkali menim-
kalan yang dikemas dalam wujud komod- bulkan konflik. Bisnis periklanan tampakn-

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


110 HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017

ya akan terus-menerus berhadapan dengan memberikan pesan agar perempuan diper-


segala macam bentuk kritik apabila ek- lakukan secara manusiawi dan baik, seperti
splorasi dan eksploitasi perempuan hanya dalam QS. An-Nisa [4]: 19.
sebatas peran seksualnya, tanpa peduli per-
Ayat di atas, secara tegas member-
an-peran produktif perempuan sebagai sub-
ikan pesan bahwa perepuan harus diper-
yek. Produk apa pun diluar seks, kini secara
lakukan dengan baik. Menurut Quraish
‘ajaib’ dapat diseksualitaskan. Fenomena
Sihab (2012: 460), kata ta’dhuluhunna
ini mengindikasikan bahwa ekonomi kini
terambil dari kata ‘adhl. Kata ‘adhl yang
telah dikuasai oleh semacam libidonom-
diterjemahkan di atas dengan menyusahkan
ics (nemein= mendistribusikan + libido=
pada mulanya berarti menahan. Karena itu,
energi nafsu), yakni pendistribusian hawa
kata ini dapat diartikan menghalangi, yak-
nafsu. Berkembang dan mengakarnya bu-
ni menghalangi perempuan menikah atau
daya patriarki membuat perempuan telah
melakukan hal-hal yang mengakibatkan
lama dihegemoni. Perkawinan antara kap-
mereka mendapat kesulitan, membiarkan-
italisme dan patriarki membuahkan suatu
nya terkantung-kantung, atau kesulitan
simbol baru yang semakin mengorbankan
apapun. Secara lebih spesifik, Al-Maraghi
perempuan. Komoditas sendiri dalam dun-
(1993: 181-182), mengungkapkan bah-
ia kapitalisme merupakan penciptaan ilusi
wa melalui ayat di atas, Allah Swt. telah
dan manipulasi sebagai cara mendominasi
melarang memberlakukan tradisi jahili-
selera masyarakat yakni dengan penggu-
yah. Karena pada masa itu, mereka mer-
naan sensualitas melalui fitur tubuh perem-
endahkan derajat kaum perempuan dan
puan.
menganggapnya sebagai barang dagangan.
Kondisi ini apabila terus dibiarkan Sampai kemudian Allah Swt. mengharam-
akan melanggengkan budaya eksploitasi kan perbuatan seperti itu.
terhadap perempuan di media massa. Ya-
Selain itu, ayat tersebut memberikan
koma dalam (Marwah, 1995: 162), mem-
isyarat bahwa hendaknya perempuan
buat pernyataan menarik dan artikulatif,
diperlakukan secara manusiawi dan adil.
bahwa media massa jika tidak berubah ha-
Implikasi dari ayat tersebut mengisyaratkan
luan, akan menjadi dasar bagi tumbuhnya
bahwa nilai mereka bukan terletak pada
hasil apa saja yang telah diperoleh perem-
penampilan fisiknya, melainkan pada
puan dalam perjuangan mereka untuk kes-
kata-kata, gagasan, dan kebajikan mereka,
amaan hak dan martabat, perdamaian, serta
bukan pajangan yang harus dinikmati laki-
pembangunan. Padahal, Allah Swt. telah

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017 111

laki, dan bukan pula budak laki-laki yang selama mereka dapat memelihara
harus selalu tunduk pada kemauan dan agamanya, serta dapat pula menghindari
menyesuaikan diri dengan selera laki-laki dampak-dampak negatif dari pekerjaan
dan juga bukan alat komoditi masyarakat tersebut terhadap diri dan lingkungannya.
kapitalis. Dengan kata lain, menurut
Berangkat dari pemahaman di atas,
pandangan Islam “kecantikan batiniah jauh
jelas bahwa eksploitasi terhadap perempuan
lebih berharga daripada kecantikan fisik”.
di media massa merupakan sebuah kesalahan
Begitupun dengan pekerjaan yang harus segera diluruskan karena tidak
perempuan di media massa. Pada sesuai dengan prinsip Islam. Perempuan
hakikatnya tidak ada larangan, bahkan yang dieksploitasi seringkali tidak sadar
dalam pandangan agama merupakan bahkan praktiknya sering mendatangkan
sebuah keniscayaan (QS. Al-Mulk (67): mudarat. Jadi, secara implisit QS. Al-Mulk
2) dan Allah Swt. menjanjikan keduanya (67): 2 dan QS. Al-Nahl (16): 97 di atas,
dengan penghidupan yang baik (hayatan memberikan amanat untuk memposisikan
thayyibah ) (QS. Al-Nahl (16): 97). Hal ini perempuan sebagaimana mestinya; sebagai
senada dengan ungkapan Quraish Shihab hamba Allah Swt. yang memiliki hak dan
(1994: 275), bahwa Islam membenarkan kewajiban yang sama pada peringkat etika
perempuan aktif dalam pelbagai aktivitas. religius, serta kewajiban yang sejajar pada
Perempuan boleh bekerja dalam pelbagai peringkat fungsional.
bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya,
Ayat-ayat tersebut juga menjadi le-
baik secara mendiri atau bersama orang
gitimasi bahwa ajaran Islam tidak diskrimi-
lain, dengan lembaga perintah atau swasta,
natif, melainkan justru mengedepankan es-
selama pekerjaan tersebut dilakukannya
ensi dan perjuangan perempuan. Perempuan
dalam suasana terhormat, sopan, serta

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


112 HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017

tidak lagi sekadar dilihat sebagai obyek, yang lain, deretan perempuan muslim
pelayan suami atau keluarganya, tetapi maupun nonmuslim yang juga menjadi
juga manusia independen dalam pengertian pemimpin kelas dunia seperti Ratu Balqis,
yang paling dasar. Islam memuliakan per- Ratu Inggris, hingga bunda Theresa dan
empuan dengan melihat sebagai makhluk Benazir Butho.
yang utuh, dengan martabat yang agung,
Banyaknya manuskrip sejarah
dan dengan dimensi yang tak terhing-
menjadi saksi atas mereka, menggambarkan
ga. Perempuan tidak sekadar dinilai dari
betapa perempuan sebagai salah satu elemen
keindahan tubuhnya, kemolekan parasnya,
masyarakat memiliki potensi sekaligus telah
dan kesupelan pergaulannya. Namun, juga
terbukti mampu memberikan yang terbaik.
dilihat sebagai manusia yang memiliki hak
Apa yang telah ditunjukan Aisyah istri
seperti pria, memiliki tugas-tugas kemanu-
Rasullah saw., Maryam ibunda Isa A.s., dan
siaan, tanggung jawab pribadi dan sosial.
Ummul Mukminin Khadijah r.a, kiranya
Mereka mempunyai otak untuk berpikir,
dapat menjadi semangat mengembalikan
nurani untuk mengambil keputusan, dan
eksistensi perempuan sebagai makhluk
tangan untuk bekerja serta berkarya.
yang berhak mendapatkan persamaan di
ranah publik.

E. Menata Wajah Perempuan: Membu- Tentu saja, tidak begitu mudah


mikan Kesetaraan Gender untuk mengatakan bahwa media massa
Melacak kiprah perempuan dalam menjadi penyebab utama tersubordinasinya
sketsa sejarah, maka akan ditemukan perempuan dalam masyarakat. Termasuk
beberapa sosok yang mampu membuktikan harapan balik bahwa di tangan medialah
bahwa perempuan mampu mengemban ketimpangan peran perempuan
tugas yang tidak mudah. Keterlibatannya terselesaikan. Sebab, kondisi yang terjadi
dalam pelbagai momentum menjadi catatan adalah sebagai akibat dari mengakarnya
cinta dalam perjuangan yang dibalut stigma perilaku kultural patriarki dalam
kelembutan. struktur sosial, ekonomi, dan politik
Aisyah istri Rasullah saw., Maryam masyarakat. Sementara media massa
ibunda Isa A.s., Ummul Mukminin adalah bagian dari struktur tersebut dalam
Khadijah r.a, hingga para putri-putri masyarakat (Priyo, 1999: 257-258).
Mukmin seperti Fatimah binti Rasulullah Oleh karena itu, perlu
Saw. dan Asma binti Abu Bakar. Beberapa dilakukan upaya terus menerus untuk
dari mereka bahkan sudah diabadikan menyosialisasikan kesetaraan gender,
dalam Hadis Rasulullah saw. sebagai para bahwa perempuan sejajar dengan laki-laki,
perempuan penghuni syurga. Dalam sketsa terutama untuk kalangan media massa.

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017 113

Sebab, dalam skala sempit, persoalan Selain itu, menurut Linda (2014:
perempuan prespektif gender dan media 86), untuk membangun karakter perempuan
massa adalah pada status perempuan yang yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, dan
dilecehkan melalui media massa, serta mampu memenuhi tugasnya dan menjawab
kualitas perspektif gender dalam media tantangan zaman seperti yang diinginkan
itu sendiri terhadap isu-isu perempuan. oleh semangat nilai Islam secara umum.
Jika orang-orang media massa paham Perlu dilakukan rekonstruksi perempuan
akan kesetaraan gender, maka hal itu akan melalui delapan karakter, di antaranya:
mempermudah pelaksanaan sosialisasi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
kesetaraan gender. Maha Esa (salim al-‘aqîdah wa salim
al-‘ibâdah), berakhlak mulia (matin al-
Beberapa solusi yang bisa
khuluq), cerdas dan progresif (mutsaqaf
dilakukan dalam rangka menata ulang
al-fikr), sehat rohani dan jasmani (qawiy
wajah perempuan di media massa sebagai
al-jism), mandiri (qadîr ‘ala al- kasb),
berikut: (1) Perlu melakukan upaya terus
profesiaonal (mujâhid li nafsih), memiliki
menerus penafsiran ulang terhadap teks-
manajemen diri yang baik (hârits ‘alâ
teks keagamaan yang berkaitan dengan
waqtih wa munazham fi syu’unih), serta
relasi gender. (2) Memperbanyak juru/
berdaya guna (nâfi’ li ghayrih).
penyuluh agama perempuan. (3) Penerbitan
buku dan pemanfaatan media massa yang Untuk melakukan rekonstruksi
berwawasan gender. (4) Peninjauan produk perempuan, tentu bukan perkara mudah,
hukum serta kebijakan lainnya yang tidak diperlukan kerjasama semua pihak
memberikan jaminan serta perlindungan secara konsisten dan progresif. Misalnya
bagi perempuan. (5) Kerjasama antar melalui kolaborasi aktif program
lembaga atau membangun jejaring kerja Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
(Depag, 2003: 47). Perlindungan Anak dengan Kementerian
Agama, atau penguatan melalui Peraturan
Untuk melakukan pelbagai upaya di
Daerah yang berlaku.
atas strategi yang bisa digunakan adalah
pengarusutmaan gender (PUG) atau Ketika beberapa cara di atas bisa
mainstreaming gender. Melalui PUG berarti direalisasikan dengan baik, diharapkan
menjadikan kepentingan dan pengalaman tidak saja perempuan bisa memiliki karakter
laki-laki dan perempuan menjadi dimensi yang unggul, sehingga bisa memosisikan
integral dalam perancanaan, pelaksanaan, dirinya menjadi insan yang setara dengan
pemantauan dan penelitian/penilaian laki-laki, tetapi juga media massa tidak lagi
kebijakan-kbijakan dalam program menjadikan perempuan sebagai objek yang
pembangunan dan upaya-upaya untuk bisa diperlalukan sesuka hati. Sehingga,
mencapai relasi yang penuh dengan peran. relasi antara perempuan dan media massa

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


114 HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017

dikemudian hari bisa terjalin sebagaimana menyosialisasikan kesetaraan gender,


yang diharapkan: tidak lagi mengekspliotasi terutama pada insan media massa. Selain
perempuan. itu, perempuan juga perlu meningkatkan
kapasitasnya, memilki karakter yang
F. Penutup
unggul, dan pemahamannya terhadap isu
Berdasarkan pemaparan di atas, gender harus baik. Sehingga, diperlukan
setelah menelaah ayat-ayat Alquran dan kerjasama semua pihak, agar relasi antara
Hadis serta mengkajinya, maka dapat disi- perempuan dan media massa bisa terjalin
mpulkan bahwa eksploitasi perempuan di dengan baik.
media massa dewasa ini merupakan bias
gender yang perlu disikapi dengan serius.
Hal ini sebagaimana Alquran jelaskan, bah- Daftar Pustaka
wa perempuan memiliki hak dan kewajiban
A. Sumber Buku
yang sama pada peringkat etika religius,
serta kewajiban yang sejajar pada pering- Albar, Muhammad. 1998. Wanita Karir
dalam Timbangan Islam: Kodrat
kat fungsional. Kesejajaran dan kemitraan Kewanitaan, Emansipasi dan
antara laki-laki dan perempuan demikian- Pelecehan Seksual. Jakarta:
lah sesungguhnya perlu dicapai, termasuk Pustaka Azzam.
kaitannya dengan pemanfaatan perempuan Al-Maroghi, Ahmad Musthofa. 1946.
dalam media massa. Tafsir Al-Maroghi. Kairo – Mesir:
Musthofa Al-Babi Al-Halabi.
Eksploitasi perempuan melalui
penggunaan sensualitas fitur tubuh Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2012.
Kementrian Agama RI. Jakarta:
perempuan yang tengah mendominasi
Direktorat Jendral Bimbingan
selera masyarakat dewasa ini, telah Masyarakat Islam.
dimanfaatkan dengan tidak mengindahkan
Aniendya. 2016. Komodifikasi Fitur Tubuh
hakikat relasi gender. Walaupun Islam Perempuan dalam Iklan Produk
memberi keleluasaan perempuan aktif Makanan. Surabaya: UKP Sura-
dalam pelbagai aktivitas termasuk bekerja baya.
dalam pelbagai bidang, poin pentingnya Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial
pekerjaan tersebut harus sesuai dengan Media Massa: Kekuatan Pen-
garuh Media Massa, Iklan Televi-
prinsip yang diajarkan Islam. Eksploitasi si, dan Keputusan Konsumen ser-
perempuan di media massa sesungguhnya ta Kritik terhadap Peter L. Berger
merupakan bentuk diskriminasi dan telah dan Thomas Luckman. Jakarta:
Kencana.
menyalahi prinsip Islam.
Depag RI. 2005. Bagaimana Mengatasi
Oleh karena itu, perlu Kesenjangan Gender. Jakarta:
dilakukan usaha terus-menerus untuk Depag-Sekretariat Jenderal.

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324


HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gebder dan Anak, 12 (2), 2017 115

Ibrahim, Marwah Daud. 1995. Teknolo- Perempuan: Menuju Kesetaraan


gi Emansipasi dan Transendensi Gender dalam penafsiran. Jakarta:
Wacana Peradaban dengan Visi Kencana.
Islam. Cet.I. Bandung: Mizan.
Umar, Nasarudin. 2001. Argumen Kese-
Linda. 2014. ”Rekonstruksi Perempuan taraan Gender Perspektif Alqu-
Menembus Kemelut Kesetaraan ran. Jakarta: Paramadina.
Gender” dalam Al-Qur’an Kitab
Ramah Gender. Serang: LPTQ ---------------------. 2000. Bias Jender da-
Prov. Banten. lam Penafsiran Kitab Suci. Jakar-
ta: Fikahati Aneska.
Rahmat, Jalaluddin. 1994. Islam Aktual.
Cet. VI. Bandung: Mizan Widyatama, Rendra. 2006. Bias Gender
dalam Iklan Televisi. Bintaro: PT.
Shihab, M. Quraish. 1996. Membumikan al- Agromedia Pustaka.
Qur’a: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. B. Sumber Jurnal dan Publikasi Ilmiah
Cet.VII. Bandung: Mizan.
HM, Bahtar. 2006. “Eksploitasi Wanita di
----------------------. 2011. Perempuan. Cet. Media Massa (Perspektif Teori
VII. Jakarta: Lentera Hati. Sosial dan Komunikasi Islam)”.
Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 3. Sep-
----------------------. 2012. Tafsir Al-Misbah
tember.
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Cet. V. Volume 2. Jakarta: Munafaroh. 2015. “Dilema Pembangunan
Lentera Hati, 2009. Berwawasan Gender: Antara
Pemberdayaan dan Eksploitasi
----------------------. 2012. Tafsir Al-Misbah
Perempuan” dalam Jurnal Harkat.
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Cet. V. Volume 5. Jakarta: Vol. 11, No. 2, Oktober. Jakarta:
Lentera Hati, 2009. PSGA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Siroj, Said Aqil. 2006. Tasawuf sebagai
Kritik Sosial. Bandung: Mizan. Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2004.
“Putih, Femininitas dan
Soemandoyo, Priyo. 1999. Wacana Gender Seksualitas Perempuan dalam
dan Layar Televisi. LP3Y dan Iklan Kita” dalam Jurnal
Ford Foundation. Perempuan 37. Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan.
Subhan, Zaitunah. 2015. Al-Qur’an dan

Copyright @ 2017|HARKAT|ISSN 1412-2324

Anda mungkin juga menyukai