Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang

masih perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di Indonesia. Di Indonesia

Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi. Penyebab terjadinya pre-eklampsia

hingga saat ini belum diketahui. Ada banyak spekulasi mengenai penyebab

terjadi pre-eklampsia sehingga disebut sebagai disease of theories ini, dimana

penyakit ini masih sulit untuk ditanggulangi.6

Preeklampsia berat diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang

disebabkan karena kehamilan. Preeklampsia berat ditandai oleh adanya

hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Pre-eklampsia berat

pada ibu hamil tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor risiko yang

dapat mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat seperti: usia ibu, paritas, usia

kehamilan, jumlah janin, jumlah kunjungan ANC dan riwayat hipertensi.6

Proteinuria dan hipertensi adalah manifestasi klinis yang dominan pada

preeklampsia karena ginjal menjadi target penyakit pada beberapa organ seperti

kegagalan ginjal, kerusakan pada organ hati, dan terjadinya perdarahan

intracranial. Keterlibatan hepar pada preeklampsia-eklampsia adalah hal yang

serius dan disertai dengan keterlibatan organ lain terutama ginjal dan otak,

1
bersama dengan hemolisis dan trombositopenia. Keadaan ini yang disebut

sindrom hemolisis elevated liver enzymes low platelet (HELLP).3

Berdasarkan Laporan Rutin Program Kesehatan Ibu Dinas Kesehatan

Provinsi Tahun 2012, penyebab kematian ibu di Indonesia masih didominasi

oleh Perdarahan (32%) dan Hipertensi dalam Kehamilan (25%), diikuti oleh

infeksi (5%), partus lama (5%), dan abortus (1%). Selain penyebab obstetrik,

kematian ibu juga disebabkan oleh penyebab lain-lain (non obstetrik) sebesar

32% (Kemenkes RI, 2012). Menurut WHO terdapat sekitar 585.000 ibu

meninggal per tahun saat hamil atau bersalin dan 58,1% diantaranya dikarenakan

oleh pre eklampsia dan eklampsia.3

Di Indonesia, pada tahun 2010 hipertensi pada ibu hamil adalah 21,5%,

pada tahun 2011 hipertensi pada ibu hamil adalah 24,7%, pada tahun 2012 ada

26,9% sedangkan pada tahun 2013 adalah 27,1%. Pada data tersebut sejak tahun

2010 hingga 2013 terjadi peningkatan kejadian hipertensi pada kehamilan, ini

menandakan resiko terjadinya preeklampsia meningkat.6

Diagnosis dini dan penanganan yang Adekuat dapat mencegah

perkembangan buruk kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak.

Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas

penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif

dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia Berat (PEB)

2.1 Definisi Preeklampsia Berat (PEB)

Preeklamsia berat (PEB) adalah preeklamsia dengan tekanan darah

>160/110mmHg pada usia kehamilan >20 minggu disertai tes celup urin yang

menunjukkan proteinuria >+2 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan

hasil >5 g/24 jam.4,7

2.2 Epidemiologi Preeklampsia Berat (PEB)

Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi. Penyebab terjadinya pre-

eklampsia hingga saat ini belum diketahui. Ada banyak spekulasi mengenai

penyebab terjadi pre-eklampsia sehingga disebut sebagai disease of theories

ini,dimana penyakit ini masih sulit untuk ditanggulangi. Menurut WHO terdapat

sekitar 585.000 ibu meninggal per tahun saat hamil atau bersalin dan 58,1%

diantaranya dikarenakan oleh pre eklampsia dan eklampsia.3

Di Indonesia, pada tahun 2010 hipertensi pada ibu hamil adalah 21,5%,

pada tahun 2011 hipertensi pada ibu hamil adalah 24,7%, pada tahun 2012 ada

26,9% sedangkan pada tahun 2013 adalah 27,1%.11 Pada data tersebut sejak

tahun 2010 hingga 2013 terjadi peningkatan kejadian hipertensi pada kehamilan,

ini menandakan resiko terjadinya preeklampsia meningkat.3

Tiga kelainan sistem target maternal yang sering terjadi bersamaan pada

kasus preeklampsia dan eklampsia yaitu kelainan laboratorium berupa hemolisis

3
intravaskuler, peninggian kadar enzim-enzim hepar dan jumlah trombosit yang

rendah. Sindrom HELLP merupakan suatu kondisi pada wanita hamil yang perlu

benar-benar diperhatikan dalam kaitannya dengan proses patologis pada sistem

target maternal dibalik tanda-tanda klasik preeklampsia dan eklampsia. Sindrom

ini juga dihubungkan dengan keadaan penyakit yang berat atau akan

berkembang menjadi lebih berat serta dengan prognosis maternal dan luaran

perinatal yang lebih buruk, walaupun angka-angka kematian maternal perinatal

yang dikemukakan masih sangat bervariasi mengingat perbedaan kriteria

diagnosis yang digunakan serta saat diagnosis ditegakkan.8

Tabel 2.1. Faktor yang berperan pada wanita dengan HELLP Sindrome (ARDS =
sindrome distres pernapasan akut; DIC = koagulopati intravaskuler diseminata)

2.3 Faktor Resiko Preeklamsia Berat (PEB)

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,

termasuk preeklampsia berat, yaitu:7

a. Primigravida, primipaternitas

Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama

kalinya. Preklamsia berat lebih banyak terjadi pada primigravida

daripada multigravida karena pada primigravida pembentukan antibodi

4
penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga

meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang

kedua. Berdasarkan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

dinyatakan bahwa ibu multipara yang menikah lagi mempunyai risiko

lebih besar untuk terjadinya preeklampsia jika dibandingkan dengan

suami yang sebelumnya.

b. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple,

diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar

c. Umur yang ekstrim

Kejadian preeclampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada

kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih

dari 35 tahun. Tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan

usia sehingga pada usia 35 tahun atau lebih terjadi peningkatkan

risiko preeklampsia.

d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan

meningkatkan risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan

preeklampsia berat cenderung memiliki ibu dengan riwayat

preeklampsia pada kehamilannya terdahulu.

e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum

hamil

5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan menggunakan

desain penelitian case control study dikemukakan bahwa pada populasi

yang diselidikinya wanita dengan hipertensi kronik memiliki jumlah

yang lebih banyak untuk mengalami preeklampsia dibandingkan

dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit ini.

f. Obesitas

Pada ibu hamil yang overweight (BMI ≥ 25 kg/m2) dua kali lebih

berisiko mengalami preeklampsia dibandingkan ibu hamil yang

memiliki berat badan normal. Pada ibu hamil yang mengalami

overweight dapat terjadi preeklampsia melalui mekanisme

hiperleptinemia, sindroma metabolik, reaksi inflamasi serta

peningkatan stress oksidatif yang berujung pada kerusakan dan

disfungsi endotel.

2.4 Patofisiologi

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat

mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti

prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi

platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem

saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.

Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

6
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap

kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac

output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis

microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan

obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian

janin dalam rahim.

Gambar 2.1 Patofisiologi Preeklamsia2

Perubahan pada organ-organ :

1) Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada

preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya

berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh

7
larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai

ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak

diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak

pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa

atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini

disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan

kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak

menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi

kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.

Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada

eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan

dikorteks serebri atau didalam retina.

8
4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia

pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan

perdarahan.

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia

sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,

sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena

terjadinya aspirasi pneumonia atau abses paru.

2.5 Pembagian Preeklampsia Berat (PEB)

Preeklampsia berat dapat dibagi menjadi :

a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

b. Preeklampsia berat dengan impending eklampsia

Disebut impending eclampsia bila preeclampsia berat disertai gejala-gejala

subjektif berupa :

• Nyeri kepala hebat

• Gangguan visus : penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.

• Muntah-muntah

9
• Nyeri epigastrium

• Kenaikan progresif tekanan darah.7

2.6 Diagnosis Preeklampsia Berat (PEB)

Diagnosa preeklampsia berat dapat ditegakkan bila ditemukan satu atau

lebih gejala sebagai berikut :7

 Tekanan darah sistolik atau diastolik >160/110 mmHg. Tekanan darah

ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan

telah menjalani tirah baring

 Proteinuria >5 gram/24 jam atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif

 Oliguria, yaitu produksi urin < 500cc/24 jam

 Kenaikan kadar kreatinin plasma >1,2 mg/dl

 Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala

persisten, skotoma, dan pandangan kabur

 Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya

kapsula glisson)

 Edema paru dan sianosis

 Hemolisis mikroangiopatik

 Trombositopenia berat : (trombosit < 100.000 sel/mm3) atau penurunan

trombosit dengan cepat

 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan kadar

enzim ALT dan AST

 Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat

 Sindrom HELLP

10
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk penegakan diagnosa

adalah :

a. Darah rutin

b. Fungsi hati (SGOT/SGPT, bilirubin, protein serum, aspartat

aminotransferase)

c. Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)

d. Rontgen atau CT Scan otak untuk mengetahui sudah terdapat edema atau

tidak.

2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat (PEB)7

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan

preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur:

1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi

medisinalis.

2. Sikap terhadap kehamilannya ialah:

Aktif : manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat

bila keadaan hemodinamika sudah stabil.

2.7.1 Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa

 Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah

sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu

sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah

pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan

oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas,

11
tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan

oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endootel,

penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary

wedge pressure.

Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun

infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.

Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah

cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi

tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.

Cairan yang dapat diberikan dapat berupa :

a. 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan :

<125 cc/jam atau

b. Infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus

Ringer laktat (60-125cc/jam) 500 cc

Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.

Oliguria terjadi bila produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau

<500 cc/24jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam

lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari

asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah

karbohidrat , lemak , dan garam.

 Pemberian obat antikejang

Obat antikejang adalah

 MgSO4

12
 Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang :

- Diazepam

- Fenotoin

Difenihidantion obat antikejang untuk epilepsi telah

banyak dicoba pada penderita eklampsia.

Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam

regimen. Fenotoin sodium mempunya khasiat stabilisasi

membran neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek

antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena.

Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kgbb

dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak

lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian

fenitoin dibeberapa senter dunia masih sedikit.

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif

dibanding fenitoin, berdasar Cochrane Review terhadap enam

uji klinik, yang melibatkan 987 penderita eklampsia. Obat

antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium

sulfat (MgSO47H2O).

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar

asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengen menghambat

transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular

membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium

sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran

13
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion

kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam

darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium

sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk

antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.

Cara pemberian :

Magnesium sulfat regimen

 Loading dose : initial dose

4 gram MgSO4 iv pelan, (40 % dalam 10 cc) selama 15

menit

 Maintenance dose

Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau

diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance

dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam

 Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi

intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 g

(10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.

o Refleks patella (+) kuat

o Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada

tanda-tanda distres napas.

 Magnesium sulfat dihentikan bila :

o Ada tanda-tanda intoksikasi

14
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam

setelah kejang terakhir.

 Dosis terapeutik dan toksis MgSO4

 Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl

 Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl

 Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18mg/dl

 Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mEq/dl

Pemberian Magnesium sulfat dapat menurunkan

risiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari

pemberiannya menimbulkan efek flushes(rasa panas).

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4,

maka diberikan salah satu obat berikut: tiopental sodium,

sodium amobarbital, diasepam, atau fenitoin.

 Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema

paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum

yang dipakai ialah Furosemida. Pemberian diuretikum dapat

merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk

perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,

menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.

 Pemberian antihipertensi

Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan

batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.

15
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah

≥160/110 dan MAP ≥126 mmHg.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal

25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai

<160/105 atau MAP <125. Jenis antihipertensi yang diberikan

sangat bervariasi. Obat yang harus dihindari secara mutlak,

sebagai antihipertensi, ialah pemberian diazokside, ketanserin,

nimodipin, dan magnesium sulfat.

- Antihipertensi lini pertama

Nifedipin

Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum

120 mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan

sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga

hanya boleh diberikan per oral.

- Antihipertensi lini kedua

Sodium nitroprusside: 0,25 µg i.v./kg/menit, infus;

ditingkatkan 0,25 µg i.v./kg/5 menit,

Diazokside: 30-60 mgi.v./5 menit; atau i.v. infus 10

mg/menit/dititrasi.

 Edema paru

Pada preeklamsia berat, dapat terjadi edema paru akibat

kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan

afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel

16
pembuluh darah kapiler paru). Prognosis preeklamsia berat

menjadi buruk bila edema paru disertai dengan oligouria.

 Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak

merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-43 minggu, 2x24

jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

2.7.2 Sikap terhadap kehamilannya

Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan;

maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:

1. Konservatif (ekspetatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan

bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤37

minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan

keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan

pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.

Selama perawatan konservatif; sikap terhadap kehamilannya

ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,

kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu

sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-

lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada

perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medikamentosa dan harus di terminasi. Penderita boleh

17
dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-

tanda preeklampsia ringan.

2. Aktif (aggresive management): berarti kehamilan segera

diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan

medikamentosa.

Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan

di bawah ini:

 Ibu

- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.

Lockwood dan Paidas mengambil batasan umur kehamilan

> 37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur

kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklampsia berat.

- Adanya tanda-tanda/gejala-gejala Impending Eclampsia

- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :

keadaan klinik dan laboratorik memburuk

- Diduga terjadi solusio plasenta

- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau pendarahan.

 Janin

- Adanya tanda-tanda fetal distress

- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.

- Terjadinya olighidramnion.

 Laboratorik

18
- Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya

trombosit dengan cepat

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan

berdasar keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu

atau belum.

Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan

diarahkan pervaginam dengan beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu:

1. Penderita belum inpartu

a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥8

Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat

dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol.

Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II

dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan

dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan

sesar.

b. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada

indikasi untuk persalinan pervaginam atau bila induksi

persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi fetal

distress, atau umur kehamilan <33 minggu.

2. Bila penderita sudah inpartu

a. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

b. Memperpendek kala II

19
c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal

distress dan fetal distress

d. Primigravida direkomendasikan pembedahan caesar

e. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak

dianjurkan anastesia umum.

2.8 Komplikasi7

a. Pada Ibu:

 Sistem Saraf Pusat

Pendarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi

ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular atau retina

detachment dan kebutaan korteks.

 Hematologik
DIC (Koagulopati Intravaskuler Diseminata), trombositopenia dan
hematoma luka operasi.
 Solusio plasenta Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita

hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeclampsia.

 Nekrosis hati

Hal ini disebabkan adanya vasospasme arteriole. Kerusakan sel-sel

hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama

penentuan enzim-enzimnya.

 Kelainan mata

Kehilangan penglihatan sementara, yang berlangsung sampai

seminggu. Perdarahan biasanya terjadi pada retina. Hal ini

merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksi serebri.

20
 Sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes and low

platelet)

Merupakan kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoselular (peningkatan enzim hati SGOT dan SGPT), gejala

subjektif berupa cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium,

hemolisis terjadi akibat kerusakan membrane eritrosit oleh radikal

bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia, agregasi

(adhesi trombosit di dinding vaskular), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom.

 Kelainan Ginjal

Berupa endotelioasis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma

sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lain. Kelainan

yang dapat timbul adalah oligouria, anuria sampai gagal ginjal.

b. Pada Janin

Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth

restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distres napas,

kematian janin intrauterin, kematian neonatal pendarahan

intraventrikular, nercrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.

2.9 Prognosis8

a. Pada Ibu

Morbiditas maternal (ditandai dengan hipertensi berat atau

keterlibatan multi sistem) dan potensi kematian meningkat pada

kehamilan dengan hipertensi. Penampilan pasien dengan preeklamsia

21
adalah secara fisik buruk, dengan hampir dua pertiga dari nulligravida

terjadi hipertensi berat (33%) atau gangguan multi sistem (67%).

Kematian karena preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi kejang pada

eklampsia berkembang, sekitar 5-7% dari pasien ini akan meninggal

dunia. Penyebab kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan

intrakranial, shock, gagal ginjal, pemisahan prematur plasenta, dan

pneumonia aspirasi. Meskipun jumlah trombosit meningkat secara

signifikan setelah postpartum kehamilan normotensif, sekitar ada 2–3

kali lipat meningkat pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada

6–14 hari setelah persalinan. Kebanyakan merekomendasikan evaluasi

yang lengkap 6 minggu sampai 6 bulan.

b. Pada Janin

Preeklamsia lebih lanjut meningkatkan kejadian kelahiran prematur

dan bayi kecil untuk usia kehamilan (OR 14,6). Kematian perinatal

mungkin sekitar 20%. Dengan diagnosis dini, antenatal terapi, dan

perawatan intensif neonatal, namun, kerugian ini dapat dikurangi

menjadi <10%.

2.10 Syndrome HELLP4,7

Sindrome HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya

hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia.

 Gejala dan Tanda

- Nyeri epigastrium kuadran kanan atas (karena adanya obtruksi aliran

darah di dalam sinusoid hati yang terbendung oleh timbunan fibrin

22
intravaskuler). Jika tekanan intrahepatik melampaui kemampuan

regang kapsula glisoni dapata mengakibatkan ruptur hati.

- Malaise, mual, muntah

- Ikterus

 Laboratorium

- SGOT >70 mc/L

- Bilirubin 1,2 mg/dL

- LDH 600 mc/L

- Trombosit <150.000/ml

- Teradapat Burr cell atau ekinosit pada apusan darah tepi

Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas

andomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala

preeklampsia, harus dipertimbangkan sindrome HELLP.

 Klasifikasi sindrome HELLP menurut “klasifikasi Mississippi”

- Klas I : Trombosit <50.000/ml, LDH >600 IU/l, AST dan/atau ALT

>40 IU/l

- Klas II : Trombosit 50.000-100.000/ml

- Klas III : Trombosit 100.000-150.000/ml

 Tennesse

- Sindrome HELLP komplit : memenuhi semua kriteria

- Sindrome HELLP inkomplit : hanya memenuhi 1 atau 2 atau 3

 Terapi Medikamentosa

23
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan

melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit

<50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus

diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan

fibrinogen.

Pemberian dexamethasone rescue for HELLP syndrome, pada

antepartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone

(double dose). Jika didapatkan kadar trombosit 100.000-150.000/ml

dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri

epigastrium, maka diberikan deksamethasone 10 mg i.v. tiap 12 jam.

Pada postpartum deksamethasone diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam 2

kali, kemudian diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi

deksamethasone dihentikan bila telah terjadi perbaikan

laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH

serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-

eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit,

bila kadar trombosit <50.000/ml dan antioksidan.

Dexamethasone : merangsang pelepasan trombosit dari sumsum

tulang, mengurangi adhesi trombosit oleh limpa dan RES,

memperbaiki kerusakan endotel.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. UK

2. No. Register : 00-35-62-35

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Tempat tanggal Lahir : Pasuruan, 19-02-1993

5. Umur : 25 tahun

6. Agama : Islam

7. Pendidikan : SMP

8. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

9. Alamat : Mronggian Dandang Nguling, Pasuruan

10. Menikah : 1x (sudah menikah 5 tahun lamanya)

11. Usia Pertama Kali Nikah : 20 tahun

12. Suami :Tn. Y

13. Umur : 25 tahun

14. Pendidikan : SD

15. Pekerjaan : Buruh

16. Tanggal MRS : 23 Febuari 2018

B. Anamnesis

 Diambil dari autoanamnesis : 23 Febuari 2018, 12.15 WIB

 Keluhan Utama : kedua kaki bengkak

25
 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang pada jam 12.15 WIB ke RSUD

Bangil rujukan dari PKM Grati. Pasien merasa hamil 8 bulan mengeluhkan

kedua kaki nya bengkak sejak 1 bulan ini dan nyeri epigastrium (-), pusing

(-), mual muntah (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kenceng-kenceng (-),

darah lendir dijalan lahir (-), keputihan (-), gerak janin (+), dan sebelum ke

RSUD Bangil pasien sempat ke PKM lalu dirujuk ke RSUD Bangil

dengan TD 160/100 mmHg.

 Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-)

 Riwayat keluarga : Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-)

 Riwayat sosial : Pasien sehari-hari tidak bekerja setelah hamil

 Riwayat obat : minum vitamin (asam folat + suplemen penambah darah)

saat hamil

 Riwayat kebiasaan : Riwayat merokok (-), riwayat minum minuman

beralkohol (-)

 Riwayat Obsetri

a. Riwayat Persalinan

No. At-P-I-Ab-E BBL Cara Lahir Penolong L/P Umur H/M

1. Aterm 3600 kg spt Bidan P 5 th H

2. Hamil ini

b. HPHT: 15-07-2017 TP: 22-04-2018

26
c. Riwayat menarche : umur 12 tahun dengan siklus 28 hari, lamanya 7 hari,

banyaknya 3x ganti pembalut/hari

d. Riwayat KB (+) suntik 3 bulan

e. Riwayat ANC : 4 kali di PKM , terakhir bulan Januari 2018

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : cukup

Kesadaran : kompos mentis GCS 456

Tanda Vital

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 98 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,8oC (peraxila)

SpO2 : 100% (dengan O2 NRBM)

TB : 157 cm

BB : 75 kg

IMT : 30,42 kg/m2

Status Generalis

K/L : An -/- Ict -/- Cya -/-, Dysp -/-


Kel. Tiroid dbn
KGB dbn
Thorax : Cardio : s1 s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : ves│ves, rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abdomen : Massa (-) Nyeri (-)
Supel Bising usus (+) dbn

27
TFU: 26 cm DJJ: 136 x/ mnt
His: (-) TBJ: 2015 gram
Leopold I : TFU 3 jari diatas pusat. Teraba bulat, lunak kesan (bokong)
Leopold II : Lateral kanan teraba bagian - bagian kecil kesan
(ekstremitas) lateral kiri teraba keras dan datar kesan
(punggung)
Leopold III : Teraba keras dan bulat kesan (kepala) dan belum masuk
PAP
Leopold IV : Kepala belum masuk PAP
Ekstremitas Edema kaki +/+; Akral hangat +/+
Genetalia Eksterna : Flux (-), Fluor (-), Darah (-)
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT (setelah pemberian SM) : Ø 0 cm, Eff 25 %, Hodge I, Presentasi kepala,

Ketuban (+), Denominator sulit di evaluasi, UPD

kesan dalam batas normal

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit(WBC) 18,28 x103µL 3,70-10,1
Neutrofil 12,1 x103µL 39,3-73,7
Limfosit 3,9 x103µL 18,0-48,3
Monosit 1,0 x103µL 4,40-12,7
Eosinofil 1,2 x103µL 0,600-7,30
Basofil 0,1 x103µL 0,00-1,70
Eritrosit(RBC) 5,594 104µL 4,6-6,2
Hemoglobin(HGB) 16,18 g/dL 13,5-18,0
Hematokrit (HCT) 44,34 % 40-54
MCV 79,26 µm3 81,1-96,0
MCH 28,93 Pg 27,0-31,2
MCHC 36,50 g/dL 31,8-35,4

28
RDW 10,67 % 11,5-14,5
PLT 152 x103µL 155-366
MPV 8,299 Fl 6,90-10,6
FAAL HATI
AST/SGOT 75,97 U/L <31
ALT/SGPT 116,60 U/L <39
Albumin 3,3 g/dL 3,5-5,1
FAAL GINJAL
BUN 18 Mg/dl 7,8-20,23
Kreatinin 0,771 Mg/dl 0,6-1,0
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 138,60 Mmol/L 135-147
Kalium (K) 3,29 Mmol/L 3,5-5
Klorida (Cl) 100,80 Mmol/L 95-105
Kalsium Ion 1,158 Mmol/L 1,16-1,32
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 105 Mmol/L <200
URINALISIS
Urine Lengkap
Glukosa Negatif mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif mg/dL Negatif
Berat Jenis 1,010 1000
Darah Positif 1 Negatif
pH 6,5 5
Protein Positif 4 mg/L Negatif
Urobilinogen Negatif mg/L <=0,2
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif U/L
Sedimen Urine
Eritrosit 17,5 /ul <30,7
Lekosit 19,0 /ul <39,0
Epitel 19,3 /ul <45,6
Warna kuning
Silinder 1,70 /ul <2,40
Bakteri 117,0 /ul <385,8
Keterangan

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium

29
2. USG

Gambar 3.1 USG

3. NST

30
Gambar 3.2 NST

E. Assessment Awal

 G2P1001 Ab000 gr 30-32 mgg T/H + PEB + Partial HELLP Syndrome +

Obesitas + Fetal Bradikardi

F. Penatalaksanaan

PDx: DL, UL, LFT, RFT, GDA, FH, LDH, Albumin, SE, NST

PTx :

 MRS

 Tirah baring ke satu sisi (kiri)

 Perawatan Aktif

 Pro Induksi maturasi paru dengan injeksi Dexamethasone 2x16 mg

selang 12 jam → lanjut pro terminasi SC Cito

 Ivfd RD5% 20 tpm

 Inj. SM full dose:

MgSO4 20% 4gr (20 ml MgSO4) iv pelan selama 20 menit

MgSO4 40% 6 gr (15 ml MgSO4) drip 1 gr/jam habis dalam 6 jam

31
Lanjut maintenance 40% 1 gr/jam s/d 24 jam

 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv ( skin test )

 Po :

o Nifedipin 3x10 mg

o Metyldopa 3x500 mg

 Folley Karteter

PEd: KIE pasien dan keluarga tentang :

 Kondisi pasien (ibu dan bayi)

 Prosedur tindakan medis

 Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan

 Prognosis

PMo : Tanda-tanda impending eklamsia, vital sign, DJJ, His, kemajuan

persalinan, produksi urin, balans cairan/6 jam, reflex patella

G. Laporan Operasi

 Ny.UK/25tahun/24 Febuari 2018/ Pukul 09.30 s/d 10.30

 Diagnosis Pre-Operatif :

G2P1001 Ab000 gr 30-32 mgg T/H + PEB + Partial HELLP Syndrome +

Obesitas + Fetal Bradikardi

 Nama Operasi : SCTP

 Jenis Anestesi : SAB

 Diagnosis Post- Operatif : P2002 Ab000 PP SCTP hari ke 0

32
H. Outcome

Bayi lahir dengan jenis kelamin perempuan pada tanggal 24 Febuari 2018, pukul

09.30 WIB dengan cara perabdominal. Ketuban (+) jernih, Berat bayi 1.525 gr,

panjang 38 cm, dengan apgar score 4-5-5

I. SOAP

Tanggal S O A P
23 kaki Keadaan Umum: baik G2P1001 PDx: Nilai skor pelvik
Febuari bengkak (+) GCS : 4 5 6 Ab000 gr 30- PTx :
2018 ,sakit kepala Vital Sign : TD: 160/100 32 mgg T/H +  Tirah baring ke satu sisi (kiri)
(-), mual(-), mmHg PEB + Partial  Perawatan Aktif
muntah(-), N : 98 x/mnt HELLP  Pro Induksi maturasi paru dengan
nyeri S :36,8oC; Syndrome + injeksi Dexamethasone 2x16 mg
epigastrium( RR Obesitas +
selang 12 jam → lanjut terminasi
-), Fetal
pandangan RR: 20 x/mnt Bradikardi  Injeksi SM full dose
kabur(-), K/L: A/I/C/D -/-/-/-  Inj Ceftriaxone 2x1 gram iv
sesak (-), Thorax: C/P dbn  Po :
kenceng- Abdomen 1. Nifedipin 3x10 mg
kenceng(-) TFU: 26 cm ~ TBJ: 2015 gr 2. Metyldopa 3x500 mg
letak bujur U , DJJ: 136 x/
mnt PEd : KIE pasien dan keluarga
His: (-) tentang :
 Kondisi pasien (ibu dan bayi)
 Prosedur tindakan medis
 Efek samping dan komplikasi
Ekstremitas : edem kaki +/+ dari tindakan yang dilakukan
Genetalia Ekst :Flux (-  Prognosis
),Fluor(-), Darah (-)
VT : Ø 0 cm, Eff 25%, Hodge I, PMo :
Presentasi kepala, Ketuban Tanda-tanda impending eklamsia,
(+), Denominator sulit di vital sign, DJJ, His, kemajuan
evaluasi, UPD kesan dalam persalinan, produksi urin, balans
batas normal. cairan/6 jam, reflex patella

: Ø 0 cm, Eff 25%, Hodge I,


Presentasi kepala, Ketuban
(+), Denominator sulit di
evaluasi, UPD kesan dalam
batas normal.

33
24 kaki Keadaan Umum: baik G2P1001 Pdx : -
Febuari bengkak (+) GCS : 4 5 6 Ab000 gr 30- Ptx :
2018 ,sakit kepala Vital Sign : TD: 130/90 32 mgg T/H +  Po :
(-), mual(-), mmHg PEB + Partial 1. Nifedipin 3x10 mg
muntah(-), N : 88 x/mnt HELLP 2. Metyldopa 3x500 mg
nyeri S :36,3oC; Syndrome +  Usul terminasi dengan SC CITO
epigastrium( RR: 20 x/mnt Obesitas +  Persiapan Operasi :
-), K/L: A/I/C/D -/-/-/- Fetal 1. Injeksi ceftriaxon 1 gram
pandangan Thorax: C/P dbn Bradikardi IV (skin test)
kabur(-), Abdomen 2. Injeksi ranitidin 1 amp iv
sesak (-), 3. Injeksi metoclopramid 1
kenceng- : amp iv
kenceng(-) TFU: 25 cm ~ TBJ: 2015gr  Pasang DC
letak bujur U , DJJ: 112 x/  Sedia darah/SP/daftar OK.
mnt Ptx pos OP:
His: (-) 1. Puasa s/d BU (+) / flatus
(+)
Ekstremitas : edem kaki +/+ 2. Drip SM 40 % 1 gr /jam
Genetalia Ekst : s/d 24 jam post SC
Flux (-),Fluor(-), Darah (-) 3. Drip Oxytosin 20 IU 28
VT : Ø 0 cm, Eff 25%, Hodge tpm S/d 12 jam post SC
I, Presentasi kepala, Ketuban Tx inj :
(+), Denominator sulit di 1. inj ceftriaxone 2x1
evaluasi, UPD kesan dalam 2. inj Ranitidin 3x1
batas normal 3. Inj metoclopramide 3x1
PEd :
KIE pasien dan keluarga tentang :
• Kondisi pasien
• Prosedur tindakan medis
• Efek samping dan
komplikasi dari tindakan
yang dilakukan
• Prognosis
PMo:
Tanda-tanda impending eklamsia,
vital sign, DJJ, His, kemajuan
persalinan, produksi urin, balans
cairan/6 jam, reflex patella
25 Febuari Nyeri pada k/u: cukup P2002 Ab000 Pdx : Cek DL post OP
2018 luka operasi Gcs :456 PP SCTP hari Ptx :
TD : 120/70 ke 1 - Post drip SM maintenance selesai
Th C/P dbn >> aff infus, aff DC
Abd : PO :
TFU 2 jari dibawah pusat , 1. cefadroxil 2x1
kontraksi (+) baik 2. asam mefenamat 3x1
GE : Lochea 3. roborantia 1x1
4. SF tab 1x1
5. Nifedipine 3x10mg
Pmo: obs TTV, keluhan subjective
pasien
Ped : -

34
26 Febuari Kel : - k/u: cukup P2002 Ab000 Pdx : -
2018 Gcs :456 PP SCTP hari Ptx:
TD : 120/80 mmHg ke 2 KRS
Th C/P dbn PO :
Abd : 1. cefadroxil 2x1
TFU 2 jari dibawah pusat , 2. asam mefenamat 3x1
kontraksi (+) baik 3. roborantia 1x1
GE : Lochea 4. SF tab 1x1
5. Nifedipine 3x10mg
Pmo: -
Ped : kontrol ke poli Kandungan
RSUD bangil

35
BAB IV

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini di diagnosa sebagai G2P1001

Ab000 gr 30-32 mgg T/H + PEB + Partial HELLP Syndrome + Obesitas + Fetal

Bradikardi.

Dimana pada anamnesis didapatkan keluhan kedua kaki bengkak sejak 1

bulan ini, nyeri epigastrium (-), pusing (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-

), sesak (-), kenceng-kenceng (-), keluar darah lendir dijalan lahir (-), keputihan

(-), gerak janin (+) dan pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan tekanan

darah yaitu 160/100mmHg. Pasien memiliki tinggi badan 157 cm dengan berat

badan 75 kg (IMT : 30,42 kg/m2). Pasien menyangkal tidak memiliki riwayat

penyakit dahulu maupun riwayat penyakit keluarga seperti hipertensi, diabetes

melitus ataupun asma. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada pada hasil

pemeriksaan darah didapatkan Hb: 16,18 gr/dL, Leukosit : 18.280/uL,

Hematokrit: 44,34%, Trombosit: 152.000/uL, SGOT: 75,97 U/l, SGPT: 116,60

U/L, hasil urin didapatkan proteinuria +4 mg/L.

Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥160

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24

jam. Diagnosis preeklamsia berat apabila ditemukan ditemukan satu atau lebih

gejala berikut: tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik

≥110 mmHg, proteinuria >+2 atau pemeriksaan protein kuantitatif > 5g/24jam,

36
oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24jam, kenaikan kadar kreatinin

plasma >1,2 mg/dl, gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri

kepala, skotoma dan pandangan kabur, nyeri epigastrium atau nyeri pada

kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula glisson), edema paru

dan sianosis, hemolisis mikroangiopatik, trombositopenia berat: <100.000

sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat, gangguan fungsi hepar yaitu

peningkatan SGOT dan SGPT, pertumbuhan janin terhambat, dan sindrom

HELLP.

Sindrom HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau dua dari ketiga

parameter sindrom HELLP. Lebih jauh lagi sindrom HELLP Parsial dapat dibagi

beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit counts (LP),

Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated liver enzymes

(H+EL). Berdasarkan jumlah trombosit penderita sindrom HELLP dibagi dalam

3 kelas, yaitu:kelas I jumlah trombosit ≤50.000/mm3,kelas II jumlah trombosit

>50.000-100.000/mm3, kelas III jumlah trombosit >100.000- 150.000/mm3.

Pada pasien ini didapatkan faktor resiko obesitas dimana dari hasil pemeriksaan

fisik berat badan sebelum hamil 75 kg, tinggi badan 157 cm sehingga didapatkan

IMT 30,42 kg/m2.

Terdapat banyak faktor resiko untukterjadinya preeklampsiaseperti

primigravida, primipaternitas, mola hidatidosa, kehamilanmultiple, diabetes

melitus, umur yang ekstrim,riwayat preeklampsia, penyakit ginjal dan riwayat

hipertensi sebelum hamil atau kehamilan sebelumnya, dan obesitas. Sesuai

dengan tinjauan pustaka diatas, pada pasien ini memiliki faktor resiko yaitu

37
obesitas. Penderita obesitas terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori

dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak. Penimbunan

lemak di sepanjang pembuluh darah mengakibatkan aliran darah menjadi kurang

lancar sehingga berpotensi mengalami penyumbatan darah dan mengakibatkan

suplai oksigen serta zat makanan kedalam tubuh terganggu. Penyempitan dan

sumbatan oleh lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi

agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya, tekanan darah

meningkat.

Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa pemberian MgSO4 20% 4

gram bolus IV, dilanjutkan drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc diberikan

dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga 24 jam setelah

persalinan. Pada pasien ini juga diberikan injeksi Dexametason 2x16 mg selang

12 jam, nifedipin 3x10 mg dan metyldopa 3x500 mg, serta pemasangan kateter

foley. Pada pasien ini direncanankan untuk mempertahankan kehamilan dan

monitoring hasil laboratorium. Pemberian MgSO4 40% 4 gram bolus IV

dilanjutkan drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc 28 tetes/menit bertujuan

untuk mencegah kejang dengan cara kerja menghambat atau menurunkan kadar

asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi

neuromuskular sehingga terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion

magnesium. Pemberian MgSO4 juga dapat menurunkan resiko kematian ibu dan

didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes(rasa panas). Pada

pasien ini diberikan dexamethason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau

betametasone 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam dan diikuti dengan tapering

38
off bertujuan untuk pematangan paru janin, untuk sindrom HELLP sendiri dapat

mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorium. Perbaikan gejala klinik

dapat dilihat dari meningkatnya produksi urin, menurunnya tekanan darah. Pada

pasien ini juga diberikan nifedipin 3x10 mg dan Metyldopa 3x500 mg. Obat ini

bekerja menghambat influx kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin

bersifat lebih selektif sebagai vasodilator dan mempunyai efek depresi jantung

yang lemah jika dibandingkan dengan obat golongan CCB lainnya. Dosis

maksimum nifedipin 120 mg perhari dan tidak boleh diberikan sublingual karena

efek vasodilatasi yang sangat cepat.

Pemasangan kateter foley pada pasien ini bertujuan untuk memantau cairan

yang keluar dari tubuh karena ditakutkan terjadi oliguria (produksi urin <30

cc/jam dalam 2-3jam atau <500 cc/24jam). Ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap

terhadap kehamilan dibagi menjadi 2, yaitu mengakhiri kehamilan atau

diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa (aktif)

atau dengan mempertahankan kehamilan bersamaan dengan pemberian

medikamentosa (konservatif). Pada kasus ini usia kehamilan <37 minggu dengan

keadaan janin buruk disertai adanya parsial HELLP sindrom sehingga diambil

tindakan aktif. Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan

pada ibu maupun janin, seperti pada pasien ini didapatkan adanya tanda-tanda

fetal distress dan adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya

peningkatan enzim liver dan penurunan platelet (trombositopenia). Pada pasien

dengan PEB, pembedahan sesar dapat dilakukan pada pasien yang belum

39
inpartu, jika tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam atau bila induksi

persalinan gagal, terjadi maternal distress, fetal distress, atau umur kehamilan

<33 minggu.

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda

preeklamsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila dalam 24 jam

tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medikamentosa dan harus diterminasi. Walaupun kemajuan pengobatan pada

kasus preeklampsia berat sangat pesat, di rekomendasikan kepada ibu hamil

untuk mencegah terjadinya penyakit ini.

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

preeklampsia, yaitu: istirahat 4 jam/hari selama melakukan aktivitas rutin

terbukti dapat menurunkan risiko preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan

aktivitas, pembatasan konsumsi garam dalam diet makanan sehari-hari,

pemberian aspirin dosis 75 mg atau kurang cukup aman diberikan pada

kelompok risiko tinggi untuk menurunkan risiko preeklampsia, dan pemberian

kalsium elemental 1,5–2 gr/hari.

40
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

kasus Ny. UK mengarah pada preeklampsia berat dengan HELLP Syndrome.

Persalinan dipilih secara SC karena pada kasus ini didapatkan usia kehamilan

<37 minggu dengan bishop score 4 dan keadaan janin yang buruk atau fetal

distress disertai adanya parsial HELLP syndrome sehingga diambil tindakan

aktif.

Preeklampsia masih sering ditemukan pada wanita hamil. Tata laksana yang

cepat dan tepat dapat mencegah komplikasi penyakit serta kematian ibu dan

anak.

B. Saran

1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya

pencegahan preeklampsia pada ibu hamil meliputi menghindari makanan yang

asin dan banyak lemak, mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat

dan menjaga berat badan ideal

2. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya

antenatal care untuk mendeteksi dini preeclampsia agar perencanaan tatalaksana

yang efektif dapat dilakukan

3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang

mengalami preeklampsia untuk menjalani pengobatan yang tepat termasuk

41
melahirkan bayi dengan lebih awal secara normal atau SC untuk mencegah

terjadinya komplikasi dan mortalitas ibu dan anak.

42

Anda mungkin juga menyukai