NEGERI
DI SUSUN OLEH :
Siti Rachmah 196020300111032
Syahrul Ramadan 196020300111036
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2019
BAB I
INDONESIA DI “RUANG” DUNIA MENJELANG 2024
1.3 Kesalahan Asumsi “Apa itu Negara Maju” dan Dampaknya di Tahun 2024
Tesis Acemoglu dan Robinson memiliki minimal tiga kelemahan utama. Pertama,
celah teoritis subjektivitas pemahaman atas institutional drift; kedua, celah basis dasar
ideologis; ketiga, proses terbentuknya negara-negara di dunia yang meiliki basis idelogi
berbeda dipaksakan dipotret berdasarkan cara pandang ideologis tunggal yaitu Libelarisme
pasca Perang Dingin/ Cold War.
1.3.1. Konsep Negara Maju Berdasarkan Liberalisme Pasca Perang Dingin
Pembentukan sejarah masa depan berdasarkan kekuatan Institutional Drift akhirnya
melekat menjadi mentalitas pendudukan massif berideologi Liberalisme. Kemudian
diadaptasi menjadi apa yang saat ini merupakan mesin besar ideologi, yaitu Multi National
Companies dan Elites Power in all of the World Institutions, dalam satu ideologi evolutif
besar “Neo-Liberalism”.
Dasar ideologis Liberalisme yang memang berorientasi gagasan modernisasi berwajah
baru pasca perang dingin, memunculkan model yang memiliki dua cakra penting, yaitu
ekonomi pasar bebas dan politi demokrasi liberal yang perlu diikuti oleh semua negara di
dunia.
Kronologi kesadaran manusia sejak pasca nomaden hingga kunu disandingkan dengan
grafik pertambahan penduduk di dunia. Revolusi kemanusiaan pertama di dunia, yaitu
perubahan dari masa nomaden menjadi masyarakat menetap. Revolusi kemanusiaan yang
kedua di dunia, pada saat mulai menetapnya manusia, aktivitas budidaya tanaman dan hewan
ternak mendorokng kreativitas dari sisi sains, teknologi, seni, bahkan filsafat pada akhirnya.
Revolusi kemanusiaan ketiga terjadi di masa Peradaban Islam. Perkembangan sains dan
teknologi di masa peradaban Islam dapat dikatakan masih mengedepankan keseimbangan
demografis. Revolusi kemanusiaan keempat pada saat mulai bangkit melalui Revolusi
Industri dan Masa Kolonisasu terutama ke Amerika Serikat hari ini.
Perjumpaan Barat dengan Islam telah membuka mata Barat dalam hal ini negara-
negara Eropa waktu itu, berkenaan tingginya peradaban Islam. Interaksi antara Eropa dan
Dunia Islam terutama dalam hal sains-teknologi dan kebudayaan berlangsung sedemikian
rupa sehingga memberi warna bagi Eropa. Salah satu faktor penting mengapa kemudian
Barat makin melejit adalah ketika Revolusi ketiga dan keempat penduduk dunia meningkat
dua kali lipat. Kejutan lainnya adalah dari tahun 1804 sampai tahun 1927, ketika
industrialisasi mendorong munculnya aktivitas modernitas lebih jauh, seperti munculnya
moda transportasi, sistem keuangan.
Era industri akibat Revolusi Industri kemudian memicu penggunaan sumber daya
alam yang luar biasa dan ternyata juga menjadi pemicu kehancuran lingkungan di hampir
seluruh muka bumi. Bencana lingkungan terbesar berdampak luar biasa terhadap umat
manusia.
BAB 2
Kebanyakan manusi modern di Timur yang tertarik kepada kehidupan intelektual dan di
saat yang sama terpengaruh oleh semangat moderis, terlihat mempunyai kekurangtajaman
dan kecenderungan yang berbahaya yaitu mencampurbaurkan hal-hal luhur dengan hal-hal
yang rendah. Kenyataan seperti ini akan menciptakan suatu tumpukan ekletis dari doktrin-
doktrin agama, doktrin-doktrin duniawi, dan “ide-ide” yang tak dapat bertahan lama, suatu
tumpukan yang merupakan alat terampuh untuk menghancurkaan segala sesuatu dari
intelektualitas serta spiritualitas sejati yang masih hidup di timur. Bisa jadi kesalahan-
kesalahan orang-orang timur ini lebih berbahaya daripada yang dilakukan sarjana-sarjana
barat, karena akan menyebabkan lebih besarnya kemungkinan hancurnya spiritualitas di
timur dimana tradisi-tradisi telah dapat dipertahankan dengan lebih baik (Seyyed Hossein
Nasr: Islam and the Plight Modern Man, 1975)
1. Pandangan Dunia Materialisme
Masalah yang sebenarnya ketika kita melihat lebih jauh seperti penguasaan teknologi,
tipu daya globalisasi pada situasi lonjakan penduduk dan krisis lingkungan akibat penjarahan
besar-besaran sumber daya alam, serta peran besar perusahaan multi nasional (MNC) tidak
cukup hanya dilihat secara teknis. Mengapa sepertinya masyarakat Eropa (Kristen) Barat dan
Amerika Utara, serta negara maju lainnya sekan tidak ikhlas negara lain menjadi Makmur.
Fritjof Capra melihat kegaduhan peradaban seperti itu bukan hanya karena massifikasi
revolusi industri dan modernisasi yang sangat luar biasa mengerus habis sumber daya alam
Pusat Masalahny adalah pada cara berfikir yang diawali dari revolusi berfikir Eropa Kristen
Barat, kebudayaan yang menegasikan segala sesuatu selain rasionalisasi, materialisasi,
egoism kelompok (untuk tidak mengatakan rasis) dan kuantifikasi serta mesinisasi manusia.
Semua berakar dari pandangan dunia mekanistik ala deskartes dan prinsip-prinsip etika ala
Newton. Kegagalan pandangan dunia masyarakat Eropa Barat dan Amerika Serikat tersebut
bukannya tanpa simbolisasi. Fransis Fukuyama menjelaskannya sebagai symbol kemenangan
kapitalisme dan demokrasi liberal.
“….. Sebuah consensus luar biasa berkenaan dengan legitimasi demokrasi liberal sebagai
system pemerintahan telah muncul di selluruh dunia selama beberapa tahun terakhir, setelah
iya menaklukan ideologi-ideologi pesaingnya seperti monarki turun temurun, fasisme dan
baru-baru ini komunisme. Lebih dari itu, saya berpendapat bahwa demokrasi liberal
mungkin merupakan titik akhir dari evolusi ideologi ummat manusia, dan bentuk final
pemerintahan manusia, sehingga ia bisa disebut akhir dari sejarah.”
Agar upaya penguatan ideologi Eropanis-Americanis itu tidak dianggap sebagai upaya
pengakuan irrasional diperlukan apa yang disebut Fukuyama Hasrat Hasrat untuk
memperoleh pengakuan sebagai :
“Upaya untuk melakukan….. dengan tepat, dan memproyeksikan ke masa depan, beberapa
cara di mana Hasrat untuk memperoleh pengakuan dimanifestasikan. Seseorang yang taat
beragama, misalnya, mencari pengakuan-pengakuan atas tuhan-tuhan atau praktek-praktek
sacral yang ia lakukan sementara seorang nasionalis menurut pengakuan untuk bahasanya,
kebudayaan atau kelompok etniknya. Kedua bentuk pengakuan itu kurang rasional dibanding
pengakuan universal dari negara liberal karena keduanya berdasarkan pada perbedaan
arbitrer anatara yang sacral dan profan, atau di antara kelompok-kelompok social manusia.
Karena alas an ini, agama nasionalisme dan kompleksitas yang dimiliki manusia, yaitu
kebiasaan-kebiasaan, etika dan adat istiadat, secara tradisional diinternalisasi sebagai
rintangan untuk menegakka institusi-institusi politik. Yang demokratis dan ekonomi pasar
bebas.”
Sebenarnya desain gagasan negara berkemakmuran dan berkesejahteraan yang
dilakukan eropa barat dan amerika serikat serta negara-negara penganut lainnya. Tidaklah
terlalu normative berdasarkan pada gagasab evolusi institusi inklusif yang bebas dari Hasrat
kolonialisme dan penguasaan segala hal, tetapi memang memenganut ideologi besar
neoliberalisme berbasis materialism individual. Saya merasa kurang pas dengan cara pandang
kemakmuran dan kesejahteraan karena diukur berdasarkan kemapanan material, kecukupan
sandang pangan papan, kesejahteraan diri dan keluarga, serta kreatifitas aktivitas bisnis yang
menjamin kebebasan mengakses lading-ladang ekonomi masyarkatnya, bahakn lebih jauh
kebebasan mengakses kebahagiaan tanpa dibatasi moralitas bahkan kaidah-kaidah kebaikan,
apalagi agama.
Mengapa begitu? Cara pandang seperti itu dapat dilacak dari dasar berfikir metodologis dari
nama ilmu ekonomi dikembangkan, yaitu positivism (positive approach), yang
mmengedepankan model: to explain and to predict. Ini termasuk alur berpikir positivistic
(atau daPat dikatakan sebagai penegas atas logika positifisme dalam teori ekonomi) Milton
Friedman (1953/1966), Samuelson, Hutchison dan ekonom-ekonom mutakhir saat
belakangan.
Sebagaimana yang dituliskan dalam fenomenal Friedman yaitu The methodology of
positive economics. Tujuan utama dari positive science adalah mengembangkan teori atau
hipotesis secara empiris, matematis, materialistic, melalui keadaan explanasi validitas dan
makna prediksi mengenai fenomena terobservasi. Pengembangan teori dan hipotesis
Positivistic bagi Friedman tak dapat lepas dari logika ekonomi dasar atau factor-faktor
produksi serta interelsasi antara supply and demand di market berkenaan dengan
kebermanfaatan (utility) dan kegunaan (usefulness) serta kelangkaan (scarcity) berorientasi
padaself-interest behavior dan berujung pada pembentukan pemodelan (abstract model).
Pendekatan positivistic juga berlaku pada management (FW Taylor dengan Principles of
scientific management) maupun Akuntansi (Positive Accounting Theory) yang dilansir secara
formal oleh Watts dan Zimmerman). Baik ekonomi, managemen/bisnis, maupun akuntansi,
positivism merupakan Gerakan materialism empiricism untuk melegitimasi sifat dasar
kemanusiaan barat, yaitu Self-interest.
Mengapa positivisme berorientasi seperti itu? Semuanya berujuk pada orientasi
akarnya, realitas dalah bagian dari proses evolusi dunia ilmu (social) yang tidak dapat
diletakkan ketika memang “Garis Darah” sosiologi ala Darwinisme Sosial menjadi bagian
penting “nilai” Positivisme dari bapak Sosiologi Modern, Aguste Comte(1798-1857)
NATURALISME YUNANI
MATERIALISME
POSITIVISME MARXISME
(AGUSTE COMTE) (KARL MARX)
OBJEKTIVITAS REALITAS SUBJEKTIVITAS REALITAS
SELF INTEREST SOCIAL INTEREST
PRAGMATIS BERPIHAK
2. Modernism
a. Penciptaan
EVOLUSI ATEISTIK Impersonalisme ( kebetulan dan keniscayaan) setiap pencipta ada
denga sendirinya berdasarkan terori evposi Darwinisme. Setiap makhluk berproses menuju
tahapan evolusi. Manusia memiliki kehendak bebas dan Tuhan tidak pernah hadir dalam
realitas maupun Realitasnya sendiri, karena yang hadir dalam realitas adalah materi.
b. Eksistensi
ANTI SPIRITUALITAS Seluruh makhluk diukur berdasarkan kualitas primer (objektif,
kuantitatif, impersonal). Sekunder (warna,rasa, suara, hati, dan lainnya). Tersier (berkedaran
makna, emosi, bai buruk, benar salah, indah jelek dan lainnya).
c. Kehidupan
ANIMISME ILMIAH Orientasi hanya pada Dunia dan Materi
3. Post modernism
a. Peciptaan
EVOLUSI TESTIK Tuhan Akomodasionis, tidak menciptakan secara sepihak, melaikan
mengajak, memberi insirasi makhluk agar menciptakan diri sendiri dengan menanamkan
perasaan yang berkembang secara bertahap terus-menerus. Kualitas pribadi mnjadi puncak
kualitas alam semesta
b. Eksistensi
SPIRITUALITAS EMPIRIS Seluruh makhluk sama kedudukannya. Dunia tersusun dari
benda-benda yang mengandung energi (panenergysm) serta setiap makhluk membentuk
dunia melalui pengalaman (peneksperielisme) kualitas primer (kesadaran, makna, emosi,
kebajikan, baik buruk, benar salah, indah jelek, dan lainnya), sekunder (Warna, rasa, suara,
hati, dan lainnya) kualitas tersier (objective, kuantitatif, impersonal)
c. Kehidupan
ANIMISME BARU Orientasi kehiduoan Dunia Siklik (Kehidupan setelah Kematian
Naturalistik) dan Reinkarnasi.
Titik Puncak
Sains
Titik Nadir
Moral
Islam dengan demikian sebgaimana ditegaskan Nasr maupun Al-Attas di atas jelas
sekali tidak ingin memisahkan segala sesuatu , karena Manusia sebagai ciptaan pastilah suci
sejak awal dan tiak memiliki pemisahan-pemisahan seperti cara pandang barat. Dengan tidak
memisahkan semua hal, maka agama adalah pusat kunci, penyuci aktivitas kemanusiaan
sekaligus penyuci moralitas, akhlak yang baik, Akhlaqul Karimah. Seharusnya Islam yang
benar tidak terjebak pada realitas sekularitas dan materialitas seperti Barat lakukan saat ini,
akan terbebas dari logika kemajuan material dan kehancuran moral, karena Deus
Absconditus. Agama dalam Islam artinya seperti dijelaskan Muhammad Zuhri (Pak Muh)
Pula menerapkan cara gar manusia tetap menemukan Integralitas dirinya, sehingga dalm
kehidupannya selalu ada nilai-nilai ketuhanan.