Anda di halaman 1dari 11

AKUNTANSI MULTI PARADIGMA: 2024 HIJRAH UNTUK

NEGERI

DI SUSUN OLEH :
Siti Rachmah 196020300111032
Syahrul Ramadan 196020300111036

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2019
BAB I
INDONESIA DI “RUANG” DUNIA MENJELANG 2024

1.1 Pengantar untuk Memotret Dunia Kita


Banyak masyarakat di Indonesia yang mengeluhkan soal ketidakbecusan pemerintah
kota/ kabupaten dalam menangani masalah sosial, ekonomi, pendidikan, kesejahteraan
masyarakat, salah urus program, tidak sinkronnya antar dinas, dan korupsi aparat negara
dalam menangani pembangunan. Tidak terjadi kesamaan “karep”/ keinginan antara
masyarakat dan pemerintahan. Ukuran kemakmuran hanya dipandang dari sudut pandang
ekonomi. Pemerintah memandang kota yang baik adalah kota yang modern dimana terdapat
semakin banyak mall menggantikan pasar tradisional, berdirinya hotel mewah bintang tiga
sampai lima, dan pemerintah daerah yang berlomba-lomba membangun kantor yang megah
padahal rakyat sebenarnya tidak peduli mengenai hal tersebut karena bukan itu yang mereka
inginkan.
Menjadi wajar apabila rakyat sepertinya tidak terlalu peduli dengan simbolisasi
keberhasilan pemerintah setempat. Karena menurut mereka banyak yang tidak persis secara
substantif. Mereka tidak peduli dengan kegaduhan ekonomi maupun proyek-proyek miliaran
sampai trilliuan rupiah. Cukuplah pasar tradisional bagi para pedagang untuk dikembangkan
lebih baik daripada mereka harus berpindah ke Mall yang notabene diterpa kesulitan
mahalnya biaya sewa dimana akhirnya dikuasai oleh para pihak yang lebih kuat secara
finansial. Sama halnya seperti kejadian di pantai, para nelayan masih menikmati hidup
sederhana seadanya. Intinya, ada saja alasan pemerintah maupun asosiasi kontraktor d negeri
ini yaitu untuk memenangkan pembawa dompet tebal dan uang berkarung-karung.
Pada masyarakat di pedalaman, mereka masih menikmati standar kemakmuran yang
mungkin berbeda dengan standar modern. Jadi sebenarnya masalah bukan pada “uang” atau
“kualifikasi” atau “peningkatan kemakmuran”. Semua selalu berorientasi bagaimana
memajukan negaranya, membawa masyarakatnya menjadi negara makmur termasuk
Indonesia. Acemoglu dan Robinson menuliskan bahwa negara ingin maju maka negara
bersangkutan perlu merujuk keberhasilan negara maju seperti AS, Kanada, Inggris, Australia,
Korsel, Jepang, dll. Mengapa? Karena mereka adalah negara yang sukses membawa
negaranya melalui Institutional Drift atau perubahan lambat tetapi sangat tegas
mengedapankan pada 2 kekuatan utama, yaitu intitusi ekonomi dan politik inklusif. Institusi
ekonomi dan politik inklusif melindungi kekayaan rakyat, menciptakan area kompetisi yang
adil, mendorong investasi teknologi baru, peningkatan sumber daya manusia sehingga
menciptakan iklim kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

1.2 Apa itu Negara Maju? Apa itu Kemakmuran?


Sebagaimana dipaparkan Acemoglu dan Robinson adalah apa yang disebut dengan
institusi inklusif, baik institusi ekonomi inklusif, maupun institusi politik inklusif. Menurut
mereka sebuah keberhasilan teori tidak harus berpaku pada reproduksi atas rincian sejarah,
tetapi yang dibutuhkan sebenarnya adalah penjelasan penting sekaligus berdasarkan realitas
empiric, sehingga dapat menggambarkan proses historis sekaligus konsisten berbagai faktor
utama pemicu semua proses yang terjadi.
Institusi inklusif, setiap entitas dan elit politiknya saling mendukung, membagi
kekuasaan politik dengan merata secara pluralistik, sehingga menghasilkan sentralisasi politik
yang cukup solid dalam struktur eksekutif, demi menegakkan hukum dan ketertiban yang
merupakan fondasi bagi perlindungan kekayaan rakyat, dan membangun perekonomian yang
inklusif. Diantara negara yang menerapkan institusi ini adalah Nogales dan Arizona dimana
demokrasi sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka. Sebaliknya Meksiko dan China
adalah contoh berlakunya institusi politik dan institusi ekonomi ekstraktif. Dimana kekuasaan
dipusatkan ditangan sekelompok elit politik yang cenderung mempertahankan dan
membangun institusi ekonomi ekstraktif demi keuntungan mereka sendiri, serta
memanfaatkan segala sumber daya yang mereka miliki demi mempertahankan kekuasaan
politik. Institusi politik dan institusi ekonomi ekstraktif bisa saja berhasil mewujudkan
sentralisasi politik dan merangsang pertumbuhan ekonomi, seperti China yang terpusat
kekuasaannya Politbiro Partai Komunis, saat ini sedang pada puncak kekuatan ekonominya.
Namun penerapan ideologi ini dapat diprediksikan akan mengalami kehancuran
seperti yang dialami Rusia, karena dua alasan. Pertama, untuk mempertahankan pertumbuhan
ekonomi diperlukan inovasi, sedangkan inovasi pasti disertai gelombang penghancuran
kreatif yang dalam konteks ekonomi akan menggusur cara-cara lama dan berpotensi
menggoyahkan stabilitas kekuasaan politik. Kedua, para elite penguasa dengan sistem
ekstratif memiliki kemampuan menimbun kekayaan dengan mengorbankan sebagian besar
rakyat menyebabkan kekuasaan banyak diperebutkan dan memicu pertikaian maupun perang
saudara. Akibatnya adalah timbul instabilitas politik, contohnya adalah runtuhnya imperium
Romawi atau peradaban Maya. Institusi ekstraktif dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
dan kemakmuran, namun sistem seperti itu dipastikan rapuh karena perang saudara tak
berkesudahan karena politik yang dibangun hanya menguntungkan dan memperkaya
kelompok elit tertentu.
Sinergi institusi ekstraktif jelas sekali menimbulkan lingkaran setan yang
melestarikan hegemoni institusi-institusi ekstraktif. Sebaliknya, sinergi positif institusi
inklusif akan menciptakan lingkaran kebijakan. Sebenarnya dewasa ini sudah cukup banyak
negara yang memadukan dua institusi tersebut. Hal tersebut karena terjadinya transisi yang
dulunya eksraktif menjadi inklusif. Semua transisi tersebut terjadi karena faktor historis.
Namun tidak semua negara mengalami perubahan institusional yang sama arahnya
disebabkan oleh ‘institutional drift’ yaitu ketika gen-gen yang hidup di dua habitat yang
terisolir akan memiliki karakter yang berlainan.
Menurut Acemoglu dan Robinson, “pertumbuhan ekonomi hanya bisa berlanjut jika
tidak dihambat oleh para kandidat pecundang yang khawatir bakal kehilangan sejumlah hak
istimewanya, serta penguasa yang cemas kekuasaannya akan terkikis”.

1.3 Kesalahan Asumsi “Apa itu Negara Maju” dan Dampaknya di Tahun 2024
Tesis Acemoglu dan Robinson memiliki minimal tiga kelemahan utama. Pertama,
celah teoritis subjektivitas pemahaman atas institutional drift; kedua, celah basis dasar
ideologis; ketiga, proses terbentuknya negara-negara di dunia yang meiliki basis idelogi
berbeda dipaksakan dipotret berdasarkan cara pandang ideologis tunggal yaitu Libelarisme
pasca Perang Dingin/ Cold War.
1.3.1. Konsep Negara Maju Berdasarkan Liberalisme Pasca Perang Dingin
Pembentukan sejarah masa depan berdasarkan kekuatan Institutional Drift akhirnya
melekat menjadi mentalitas pendudukan massif berideologi Liberalisme. Kemudian
diadaptasi menjadi apa yang saat ini merupakan mesin besar ideologi, yaitu Multi National
Companies dan Elites Power in all of the World Institutions, dalam satu ideologi evolutif
besar “Neo-Liberalism”.
Dasar ideologis Liberalisme yang memang berorientasi gagasan modernisasi berwajah
baru pasca perang dingin, memunculkan model yang memiliki dua cakra penting, yaitu
ekonomi pasar bebas dan politi demokrasi liberal yang perlu diikuti oleh semua negara di
dunia.
Kronologi kesadaran manusia sejak pasca nomaden hingga kunu disandingkan dengan
grafik pertambahan penduduk di dunia. Revolusi kemanusiaan pertama di dunia, yaitu
perubahan dari masa nomaden menjadi masyarakat menetap. Revolusi kemanusiaan yang
kedua di dunia, pada saat mulai menetapnya manusia, aktivitas budidaya tanaman dan hewan
ternak mendorokng kreativitas dari sisi sains, teknologi, seni, bahkan filsafat pada akhirnya.
Revolusi kemanusiaan ketiga terjadi di masa Peradaban Islam. Perkembangan sains dan
teknologi di masa peradaban Islam dapat dikatakan masih mengedepankan keseimbangan
demografis. Revolusi kemanusiaan keempat pada saat mulai bangkit melalui Revolusi
Industri dan Masa Kolonisasu terutama ke Amerika Serikat hari ini.
Perjumpaan Barat dengan Islam telah membuka mata Barat dalam hal ini negara-
negara Eropa waktu itu, berkenaan tingginya peradaban Islam. Interaksi antara Eropa dan
Dunia Islam terutama dalam hal sains-teknologi dan kebudayaan berlangsung sedemikian
rupa sehingga memberi warna bagi Eropa. Salah satu faktor penting mengapa kemudian
Barat makin melejit adalah ketika Revolusi ketiga dan keempat penduduk dunia meningkat
dua kali lipat. Kejutan lainnya adalah dari tahun 1804 sampai tahun 1927, ketika
industrialisasi mendorong munculnya aktivitas modernitas lebih jauh, seperti munculnya
moda transportasi, sistem keuangan.
Era industri akibat Revolusi Industri kemudian memicu penggunaan sumber daya
alam yang luar biasa dan ternyata juga menjadi pemicu kehancuran lingkungan di hampir
seluruh muka bumi. Bencana lingkungan terbesar berdampak luar biasa terhadap umat
manusia.

1.3.2. Bisnis Internasional, Globalisasi, dan Washington Consensus


Bisnis menjadi penting bagi Barat saat ini karena bisnislah pusat dari kenyataan
penting mendapatkan suatu kemakmuran dan menjadi ikon penting dunia. Bisnis telah
berubah dari yang memiliki karakter lokal menjadi global. Bisnis telah mengglobal dengan
ikon utamanya yaitu MNC (Multi National Company). MNC adalah perusahaan yang
melakukan upaya untuk membakukan operasi bsinisnya dalam semua bidang dengan tetap
merespon pasar nasional bila perlu. MNC biasanya dapat pula dinamakan perusahaan induk
yang mengendalikan aset-aset entitas di negara-negara lain di luar negara asalnya. MNC
menyebar praktek bisnisnya ke beberapa negara.
Secara umum bisnis internasional terjadi dalam skala global dan salah satunya karena
kecenderungan globalisasi. Definisi globalisasi dapat dilihat dalam lima sudut pandang.
Pertama, globalisasi adalah internasionalisasi. Kedua, globalisasi sebagai liberalisasi. Keriga,
globalisasi sama dengan universalisasi. Keempat, globalisasi merupakan proses waternisasi,
atau lebih jauh lagi sebagai Amerikanisasi atau kolonialisasi. Kelima, globalisasi melihat
teritori tidak lagi terbatasi oleh geografi dan kewilayahan yang jelas.
Bisnis dalam arti luas adalah semua kegiatan, baik dilakuka perseorangan, kelompok
atau institusi resmi dalam memproduksi barang dan atau jasa untuk dipasarkan secara
komersial. Dalam konteks bisnis sebagai aktivitas perusahaan, dapat didefinisikan bahwa
bisnis sebagai perusahaan ata entitas usaha bernilai komersial yang melakukan kegiatan
memproduksi barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Bisnis
internasional merupakan aktifitas bisnis yang jangkuannya tidak berada pada daerah, lokal,
dan negara tertentu, teteapi telah menembus batas-batas wilayaha negara. Bisnis internasional
dilakukan terutama oleh perusahaan individu, pemerintah, dan lembaga internasional (IMF,
WTO, UNCTAD, World Bankd, ADB, IDB, yayasan asing serta LSM Internasional).
Pertumbuhan kegiatan bisnis internasional bertepatan dengan fenomena yang lebih
luas yaitu globalisasi pasar. Globalisasi pasar mengacu pada integrasi ekonomi yang sedang
berlangsung dan semakin banyaknya interdependensi negara diseluruh dunia. Semantara
Internasionalisasi perusahaan mengacu pada kecenderungan perusahaan untuk secara
sistematis meningkatkan internasionalisasi kegiatan bisnis mereka, globalisasi mengacu pada
trend makro ekonomi keterkaitan yang intens antar negara.
Globalisasi pasar menurut Cavuskil memliki beberapa trend. Pertama, pertumbuhan
yang sangat pesat dari perdagangan internasional. Kedua, perdagangan antar negara disertai
dengan arus besar modal, teknologi, dan pengetahuan. Ketiga, pengembangan sistem
keuangan global yang sangat canggih dan mekanisme yang menfasilitasi aliran produk, uang,
teknologi, dan pengetahuan lintas batas. Keempat, globalisasi telah membawa tingkat
kolaborasi yang lebih besar antar negara.
Bisnis internasional memiliki dua orientasi utama yaitu International Trading dan
International Investment. Perdagangan internasional mengacu pada pertukaran produk dan
jasa lintas batas nasional. Sedangkan investasi internasional mengacu pada pengalihan aset ke
negara lain atau akuisisi aset di negara itu. Dua jenis investasi lintas batas yang penting
adalah internasional portofolio investment dan foreign direct investment.

1.4 Perusahaan Multi Nasional Pemain Utama Bisnis Internasional


Globalisasi ditandai dimana MNC-lah kuasa terbesarnya. MNC diibaratkan menjadi
dua metafora yaitu, The Soccer Games dan The Hunger Games. Dalam soccer games pemain
utamanya adalah perusahaan multinasional yang bertanding di International Trading and
Investment. Institusi internasional/ pembuat peraturan adalah WTO, IMF, World Bank, dll.
Sedangkan wasitnya adalah GATT, dan AFTA. Jika dilihat Indonesia tentunya meliki
perusahaan bersekala besar juga, sebut saja PERTAMINA, PGN, BNI, Bank Mandiri, dan
banyak perusahaan lainnya, namun posisi perusahaan-perusahaan tersebut adalah berada pada
liga kecil, dan kalau mau ikut final dan menang mereka harus mengikuti model FIFA. Dan
agar bisa ikut bertanding di kelas dunia mereka harus menjual dirinya kepada pihak asing.

1.5 Korporatokrasi: Kritik atas Keberadaan Perusahaan Multi Nasional


Sesungguhnya istilah korporasi dapat digunakan untuk menunjukkan betapa
perusahaan besar dalam kenyataannya dapat mendikte, bahkan kadang-kadang membeli
pemerintahan untuk meloloskan keinginan mereka. Sebuha pemerintahan yang dikendalikan
oleh korporatokrat (pemilik korporasi besar) boleh juga dinamai sebagai korporatokrasi.
Korporatokrasi bertujuan untuk mengontrol ekonomi dan politik global yang memiliki
7 unsur, yaitu:
1. Korporasi Besar
2. Pemerintah
3. Perbankan Internasional
4. Kekuatan Militer
5. Media Massa
6. Intelektual Pengabdi Kekuasaan
7. Elite Nasional Bermental Inlander
Institusi inklusif dengan demikian tidak baik-baik saja karena dalam ruang
globalisasi, internasionalisasi, aktivitas bisnis lintas negara yang bebas seperti saat ini
tentunya harus dipahami dari bagaimana Indonesia berada didalamnya yaitu apakah kita
mendapatkan konsekuensi logis yang menguatkan kemandirian atau malah membuat kita
menjadi bagian yang terdesain.

BAB 2

MELIHAT DUNIA DARI KACAMATA (KRITIS) ALTERNATIF

Kebanyakan manusi modern di Timur yang tertarik kepada kehidupan intelektual dan di
saat yang sama terpengaruh oleh semangat moderis, terlihat mempunyai kekurangtajaman
dan kecenderungan yang berbahaya yaitu mencampurbaurkan hal-hal luhur dengan hal-hal
yang rendah. Kenyataan seperti ini akan menciptakan suatu tumpukan ekletis dari doktrin-
doktrin agama, doktrin-doktrin duniawi, dan “ide-ide” yang tak dapat bertahan lama, suatu
tumpukan yang merupakan alat terampuh untuk menghancurkaan segala sesuatu dari
intelektualitas serta spiritualitas sejati yang masih hidup di timur. Bisa jadi kesalahan-
kesalahan orang-orang timur ini lebih berbahaya daripada yang dilakukan sarjana-sarjana
barat, karena akan menyebabkan lebih besarnya kemungkinan hancurnya spiritualitas di
timur dimana tradisi-tradisi telah dapat dipertahankan dengan lebih baik (Seyyed Hossein
Nasr: Islam and the Plight Modern Man, 1975)
1. Pandangan Dunia Materialisme
Masalah yang sebenarnya ketika kita melihat lebih jauh seperti penguasaan teknologi,
tipu daya globalisasi pada situasi lonjakan penduduk dan krisis lingkungan akibat penjarahan
besar-besaran sumber daya alam, serta peran besar perusahaan multi nasional (MNC) tidak
cukup hanya dilihat secara teknis. Mengapa sepertinya masyarakat Eropa (Kristen) Barat dan
Amerika Utara, serta negara maju lainnya sekan tidak ikhlas negara lain menjadi Makmur.
Fritjof Capra melihat kegaduhan peradaban seperti itu bukan hanya karena massifikasi
revolusi industri dan modernisasi yang sangat luar biasa mengerus habis sumber daya alam
Pusat Masalahny adalah pada cara berfikir yang diawali dari revolusi berfikir Eropa Kristen
Barat, kebudayaan yang menegasikan segala sesuatu selain rasionalisasi, materialisasi,
egoism kelompok (untuk tidak mengatakan rasis) dan kuantifikasi serta mesinisasi manusia.
Semua berakar dari pandangan dunia mekanistik ala deskartes dan prinsip-prinsip etika ala
Newton. Kegagalan pandangan dunia masyarakat Eropa Barat dan Amerika Serikat tersebut
bukannya tanpa simbolisasi. Fransis Fukuyama menjelaskannya sebagai symbol kemenangan
kapitalisme dan demokrasi liberal.
“….. Sebuah consensus luar biasa berkenaan dengan legitimasi demokrasi liberal sebagai
system pemerintahan telah muncul di selluruh dunia selama beberapa tahun terakhir, setelah
iya menaklukan ideologi-ideologi pesaingnya seperti monarki turun temurun, fasisme dan
baru-baru ini komunisme. Lebih dari itu, saya berpendapat bahwa demokrasi liberal
mungkin merupakan titik akhir dari evolusi ideologi ummat manusia, dan bentuk final
pemerintahan manusia, sehingga ia bisa disebut akhir dari sejarah.”

Agar upaya penguatan ideologi Eropanis-Americanis itu tidak dianggap sebagai upaya
pengakuan irrasional diperlukan apa yang disebut Fukuyama Hasrat Hasrat untuk
memperoleh pengakuan sebagai :
“Upaya untuk melakukan….. dengan tepat, dan memproyeksikan ke masa depan, beberapa
cara di mana Hasrat untuk memperoleh pengakuan dimanifestasikan. Seseorang yang taat
beragama, misalnya, mencari pengakuan-pengakuan atas tuhan-tuhan atau praktek-praktek
sacral yang ia lakukan sementara seorang nasionalis menurut pengakuan untuk bahasanya,
kebudayaan atau kelompok etniknya. Kedua bentuk pengakuan itu kurang rasional dibanding
pengakuan universal dari negara liberal karena keduanya berdasarkan pada perbedaan
arbitrer anatara yang sacral dan profan, atau di antara kelompok-kelompok social manusia.
Karena alas an ini, agama nasionalisme dan kompleksitas yang dimiliki manusia, yaitu
kebiasaan-kebiasaan, etika dan adat istiadat, secara tradisional diinternalisasi sebagai
rintangan untuk menegakka institusi-institusi politik. Yang demokratis dan ekonomi pasar
bebas.”
Sebenarnya desain gagasan negara berkemakmuran dan berkesejahteraan yang
dilakukan eropa barat dan amerika serikat serta negara-negara penganut lainnya. Tidaklah
terlalu normative berdasarkan pada gagasab evolusi institusi inklusif yang bebas dari Hasrat
kolonialisme dan penguasaan segala hal, tetapi memang memenganut ideologi besar
neoliberalisme berbasis materialism individual. Saya merasa kurang pas dengan cara pandang
kemakmuran dan kesejahteraan karena diukur berdasarkan kemapanan material, kecukupan
sandang pangan papan, kesejahteraan diri dan keluarga, serta kreatifitas aktivitas bisnis yang
menjamin kebebasan mengakses lading-ladang ekonomi masyarkatnya, bahakn lebih jauh
kebebasan mengakses kebahagiaan tanpa dibatasi moralitas bahkan kaidah-kaidah kebaikan,
apalagi agama.
Mengapa begitu? Cara pandang seperti itu dapat dilacak dari dasar berfikir metodologis dari
nama ilmu ekonomi dikembangkan, yaitu positivism (positive approach), yang
mmengedepankan model: to explain and to predict. Ini termasuk alur berpikir positivistic
(atau daPat dikatakan sebagai penegas atas logika positifisme dalam teori ekonomi) Milton
Friedman (1953/1966), Samuelson, Hutchison dan ekonom-ekonom mutakhir saat
belakangan.
Sebagaimana yang dituliskan dalam fenomenal Friedman yaitu The methodology of
positive economics. Tujuan utama dari positive science adalah mengembangkan teori atau
hipotesis secara empiris, matematis, materialistic, melalui keadaan explanasi validitas dan
makna prediksi mengenai fenomena terobservasi. Pengembangan teori dan hipotesis
Positivistic bagi Friedman tak dapat lepas dari logika ekonomi dasar atau factor-faktor
produksi serta interelsasi antara supply and demand di market berkenaan dengan
kebermanfaatan (utility) dan kegunaan (usefulness) serta kelangkaan (scarcity) berorientasi
padaself-interest behavior dan berujung pada pembentukan pemodelan (abstract model).
Pendekatan positivistic juga berlaku pada management (FW Taylor dengan Principles of
scientific management) maupun Akuntansi (Positive Accounting Theory) yang dilansir secara
formal oleh Watts dan Zimmerman). Baik ekonomi, managemen/bisnis, maupun akuntansi,
positivism merupakan Gerakan materialism empiricism untuk melegitimasi sifat dasar
kemanusiaan barat, yaitu Self-interest.
Mengapa positivisme berorientasi seperti itu? Semuanya berujuk pada orientasi
akarnya, realitas dalah bagian dari proses evolusi dunia ilmu (social) yang tidak dapat
diletakkan ketika memang “Garis Darah” sosiologi ala Darwinisme Sosial menjadi bagian
penting “nilai” Positivisme dari bapak Sosiologi Modern, Aguste Comte(1798-1857)

Titi temu Materialisme Ilmiah antara Saint-Simon: Comte: Marx

NATURALISME YUNANI

MATERIALISME

CARTESIAN – COGITO ERGO SUM


TUHAN ADA DAN PENSIUN

POSITIVISME MARXISME
(AGUSTE COMTE) (KARL MARX)
OBJEKTIVITAS REALITAS SUBJEKTIVITAS REALITAS
SELF INTEREST SOCIAL INTEREST
PRAGMATIS BERPIHAK

2. Pandagan Dunia Melampaui Materi


Memilih melakukan Gerakan ilmiah untuk kebaikan masyarakat melalui positivism
atau marxisme saja yang Eropa sentris dan berorientasi pada materi semata? Keperiadaan
segala sesuatu memang hanyalah materi, dan aturan puncak materi adalah kemajuan itu
sendiri. Sehingga kita hanya perlu berorientasi pada kemajuan materi an Sich? Maka menjadi
benar Materialism Historis atau Materialisme Postitif sebagai representasi Darwinisme social,
yang percaya realitas adalah suatu tercandara apa adanya dan berasal , berproses dan hilang
di dalam realitas. Sedangkan di luar materialitas atas realitas tidak dimungkinkan ada, karena
memang segala sesuatu yang berada di luar materi hanya ada karena hasil interaksi dan
kompleksitas materi itu sendiri.Energi, Progres, kejadian dan apapun itu tidak ada tanpa
adanya materi. Jadi Jika kita menyetujui hal ini, kita tidak boleh berharap bahwa realitas di
luar realitas, seperti keyakinan atau keimanan islam, iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci
dari langit, Kenabian , Takdir, Hari akhir adalah realitas tanpa realitas alias “hoax”. Sekali
lagi, jadi? Masih ingin menjalankan aktivitas riset dalam koridor tanpa “Ruang Keimanan” di
dalamnya? Atau memang kita telah sangat terinspirasi oleh Deskartes, Tuhan Memang ada,
tetapi Tuhan Pensiun, dan kita adalah Penguasa Semesta yang dapat meng-“apa-apa”-kan
Semesta ini baik materi tanpa ruh?
Perkembangan baru, mencoba keluar dari jebakan positivism dan marxisme kritis,
Misalnya dilakukan oleh Micheal Dua yang memahami ekonomi dalam perspektif yang lebih
meta paradigmatic, menarik semua simpul ekonomi pada ukuran yang sama, yaitu
kesejahteraan dan keadilan masyarakat sebagai puncak kepentingan ekonomi. Micheal Dua
menyimpulkan bahwa bila ekonomi di filsafati, maka yang menjadi pemikiran semua
gerbong ekonomi, baik aliran kapitasi, sosialis, ekonomi sosiat atau ekonomi lingkungan,
adalah dua kata magis, yaitu keadilan dan kesejahteraan. Dua kata magis ini memerlukan apa
yang dinamakannya sebagai Etika Bereekonomi, Berekonomi dengan hati. Sayangnya apa
yang dilakukan oleh Micheal Dua nampaknya masih berputar pada sekularisasi ekonomi dan
juga bukan melakukan perubahan signifikan atas ekonomi yang ada. Yang dilakukan
hanyalah melakukan pembacaan ulang atas dogma-dogma ekonomi yang dominan dan
melihat kembali pada akar pikiran masing-masing dogma. Micheal Dua mencoba menarik
kata kunci di seluruh dogma, keadilan dan kesejahteraan berhati Nurani.
Di sisi lain menurut Griffin (1989), ada 3 ciri pokok pandangan Tuhan dan Agama:
1. Pra modernism
a. Penciptaan
TESTIK  Penciptaan adalah kehendak tuhan dan manusia tunduk pada segala perintahya.
Ketundukan adalah bentuk kesalehan pribadi menuju kehendak ilahi, manusia disebut
Imitatio Dei.
b. Eksistensi
SPIRITUALITAS  Makhluk dicitakan melalui citra Tuhan dan berada dekat puncak rantai
agung kehidupan. Makhluk istimewa yang memiliki kualitas ciptaan lebih sempurna di antara
makhluk Tuhan lainnya.
c. Kehiduoan
ANTI ANIMISME  Orientasi pada Dunia dan Akhirat

2. Modernism
a. Penciptaan
EVOLUSI ATEISTIK  Impersonalisme ( kebetulan dan keniscayaan) setiap pencipta ada
denga sendirinya berdasarkan terori evposi Darwinisme. Setiap makhluk berproses menuju
tahapan evolusi. Manusia memiliki kehendak bebas dan Tuhan tidak pernah hadir dalam
realitas maupun Realitasnya sendiri, karena yang hadir dalam realitas adalah materi.
b. Eksistensi
ANTI SPIRITUALITAS  Seluruh makhluk diukur berdasarkan kualitas primer (objektif,
kuantitatif, impersonal). Sekunder (warna,rasa, suara, hati, dan lainnya). Tersier (berkedaran
makna, emosi, bai buruk, benar salah, indah jelek dan lainnya).
c. Kehidupan
ANIMISME ILMIAH  Orientasi hanya pada Dunia dan Materi
3. Post modernism
a. Peciptaan
EVOLUSI TESTIK  Tuhan Akomodasionis, tidak menciptakan secara sepihak, melaikan
mengajak, memberi insirasi makhluk agar menciptakan diri sendiri dengan menanamkan
perasaan yang berkembang secara bertahap terus-menerus. Kualitas pribadi mnjadi puncak
kualitas alam semesta
b. Eksistensi
SPIRITUALITAS EMPIRIS  Seluruh makhluk sama kedudukannya. Dunia tersusun dari
benda-benda yang mengandung energi (panenergysm) serta setiap makhluk membentuk
dunia melalui pengalaman (peneksperielisme) kualitas primer (kesadaran, makna, emosi,
kebajikan, baik buruk, benar salah, indah jelek, dan lainnya), sekunder (Warna, rasa, suara,
hati, dan lainnya) kualitas tersier (objective, kuantitatif, impersonal)
c. Kehidupan
ANIMISME BARU  Orientasi kehiduoan Dunia Siklik (Kehidupan setelah Kematian
Naturalistik) dan Reinkarnasi.

Spiritualitas memang belum tuntas diselesaikan Posmodernisme. Spiritualitas dalam


kerangka posmodernisme sebenarnya pula hanyalah lanjutan dari sekularisme modern yaitu:
POST-SECULARIZATION.

3. Adakah Titik Temu Materialism Dan Kehancuran Moralitas?


Apakah itu kemudian berdampak pada pola dan gaya hidup keseharian yang bisa kita
toleransi, bila kita menggunakan alat ukur kebangsaan kita sendiri, ya bila pandangan hidup
kebangsaan kita, Pancasila-pun masih dapat kita pakai sebgai alat ukur, salah satunya adalah
Pendidikan yang jelas-jelas kita masih ambigu menerapkan kurikulum Nasional berorientasi
kebaikan religious alih-alih kita sedang berburu kebaikan universal yang dipakai oleh banyak
negara yang dianggap Makmur dan telah memiliki system Pendidikan terbaik secara
internasional.
Negara-negara yang memiliki pola institusi Politik dan Ekonomi baik dan dianggap
mereferensikan kemakmuran memiliki tingkat Pendidikan tinggi, ternyata juga punya
kecenderungan juga sekaligus melegalkan pernikahan sesame jenis, melegalkan penggunaan
mariyuana, tingkat aborsi yang tinggi, bebas untuk tidak beragama, bebas meminum
minuman keras, kejahatan tertinggi dan cyber-crime tertinggi. Kenyataan yang tak dapat
dipungkiri, negara maju yang berorientasi Eropasentris, Barat dengan mengedepankan
liberalisasi, demokrasi, pertumbuhan ekonomi luarbiasa. Dan etika universal jelas sekali
menunjukkan materialisasi kemakmuran di satu sisi. Tetapi, dampaknya dapat kita lihat
bahwa moralitas, egoisme bahkan orientasi materi sekaligus menegasikan religiusitas telah
menunjukkan sisi gelap lainnya, bila dilihat dari kacamata timur, katakanlah Islam, bila kita
ingin merujuk sebagai salah satu peran penting mayoritas kekuatan negeri kita, Indonesia.
Jadi, bila kita ingin memudahkan bacaan, hasil dari kuatnya materialitas dalam sains-
teknologis, ditinggalkannya moralitas, spiritualitas, agama dan bahkan tuhan yang harus Deus
Absconditus, seperti dilakukan barat saat ini:
Peradaban Berbasi Deus Absconditus

Titik Puncak
Sains

AGAMA DAN TUHAN


Peradaban TERSEMBUNYI ?
(Kristen) Barat
(pos) Modern

Titik Nadir
Moral

Islam dengan demikian sebgaimana ditegaskan Nasr maupun Al-Attas di atas jelas
sekali tidak ingin memisahkan segala sesuatu , karena Manusia sebagai ciptaan pastilah suci
sejak awal dan tiak memiliki pemisahan-pemisahan seperti cara pandang barat. Dengan tidak
memisahkan semua hal, maka agama adalah pusat kunci, penyuci aktivitas kemanusiaan
sekaligus penyuci moralitas, akhlak yang baik, Akhlaqul Karimah. Seharusnya Islam yang
benar tidak terjebak pada realitas sekularitas dan materialitas seperti Barat lakukan saat ini,
akan terbebas dari logika kemajuan material dan kehancuran moral, karena Deus
Absconditus. Agama dalam Islam artinya seperti dijelaskan Muhammad Zuhri (Pak Muh)
Pula menerapkan cara gar manusia tetap menemukan Integralitas dirinya, sehingga dalm
kehidupannya selalu ada nilai-nilai ketuhanan.

Anda mungkin juga menyukai