Anda di halaman 1dari 5

Krisis hipertensi

LATAR BELAKANG

1,8 – 28,6% umur lebih dari 20 tahun menderita hipertensi.


Beberapa penulis, bahwa 1 % dari penderita hipertensi akan mengalami krisis hipertensi.
Majalah the Lancet dan WHO menyatakan bahwa kejadian krisis hipertensi akan meningkat dari 0,26%
tahun 2000 menjadi 0,29% tahun 2025.
Untuk mencegah kerusakan organ akibat krisis hipertensi di Indonesia, perlu dilakukan upaya pengenalan
dini dan penatalaksanaan yang disepakati bersama.

DEFINISI :

- adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah, yang mendadak (sistole >180 mmHg dan/atau
diastole >120 mmHg), pada penderita hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera.

keadaan klinik membahayakan karena peningkatan TD secara tiba-tiba dimana TD diastolik mencapai
130 mmHg / > yang disertai gangguan / kerusakan pada target organ.

- Krisis Hipertensi adalah sebuah sindroma klinis yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
mendadak pada pendertia hipertensi:

1. Tekanan darah sistolik (TDS) > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg
2. Dapat disertai komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang sedang dalam proses
(impending) maupun sudah dalam tahap akut progresif.dalam satuan menit / jam maka
komplikasi

Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan berbagai komplikasi.
Bila TD meningkat dengan cepat dapat terjadi kerusakan pada target organ ( mata, otak, jantung, ginjal,
dan pembuluh darah lainnya ) yang dapat mengancam jiwa penderita, maka disebut : kegawat daruratan
hipertensi / Krisis hipertensi.
Bila kondisi ini diobati dengan tepat, cepat, intensif dalam satuan menit / jam maka komplikasi yang
terjadi bisa bersifat reversible.

KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI

Berdasarakan kerusakan organ sasaran dan perbedaan penanganan , klasifikasi krisis hipertensi ada :2.
Atau :
Krisis hipertensi terbagi menjadi 2 keadaan.
1. Hhipertensi emergency yang merupakan peningkatan drastis tekanan darah dengan gejala dan
tanda kerusakan organ target, yang harus segera diturunkan dalam hitungan menit menggunakan
terapi parenteral.
2. Hipertensi urgency di mana peningkatan tekanan darah tanpa kerusakan organ target sehingga
penurunan bisa menggunakan terapi oral agar tercapai dalam hitungan jam.
Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena
baik faktor risiko dan penanggulangannya berbeda.

1
Proses awal terjadinya krisis hipertensi adalah :

dinding endotel yang stres

pelepasan vasokonstriktor humoral

kenaikan mendadak resistensi vaskular sistemik (SVR).
Tekanan yang m↑ kemudian
- mengawali siklus kerusakan endotel,
- aktivasi intravaskular lokal dari pembekuan, nekrosis fibrinoid pembuluh darah kecil dan
pelepasan endotelin (vasokonstriktor) secara berlebihan.

Krisis hipertensi berpengaruh terhadap berbagai sistem organ.


Peningkatan tekanan darah mendadak

dapat menyebabkan :
- hiperperfusi
- m↑kan Cerebral Blood Flow ( aliran darah ke otak),

yang menyebabkan tekanan intrakranial meningkat edema otak.

Selama keadaan darurat hipertensi, - atrium kiri tidak dapat mengimbangi kenaikan akut resistensi
vaskular sistemik. Hal ini menyebabkan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru atau iskemia miokard.
Hipertensi kronis juga menyebabkan perubahan patologis pada arteri kecil ginjal. Selama krisis hipertensi
terjadi kontraksi sfingter pre kapiler vasa aferen, hal ini dapat mengakibatkan iskemia ginjal akut.

Yang tergolong dalam kerusakan target organ yang bersifat progresif di antaranya adalah

1. Sistem sayaraf :

- Hipertensi ensealopati.
- Infark serebral.
- Perdarahan subarachnoid
- Perdarahan intracranial.
- Ombotik CVA / cerebral Vaskular Accident.

2. Sistem Kardiovaskular

- Infark miokard.
- Disfungsi ventrikel kiri akut.
- Edema paru akut
- Diseksio aorta / aorta diseksio akut.
3. Ginjal :
- Gagal ginjal akut.
- Feokhromositomia
- Insufisiensi ginjal.
4. Mata : retinopati
5. Obstetri : eklampsia
6. Sindrom katekolamin yang lain :

2
- Sindrom withdraw obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.

MANIFESTASI KLINIS KRISIS HIPERTENSI

1. Neurogi : sakit kepala, hilang / kabur penglihatan, kejang, deficit neurologis fokal, gangguan
kesadaran.
2. Mata : funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.
3. Kardiovaskuler : nyeri dada, edema paru.
4. Ginjal : azotemia, proteinuria, oliguria.
5. Obstetri : preelampsia dengan gejala : gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, kejang, nyeri
abdomen kwadran atas gagal jantung kongestif, oliguria, gangguan serebrovaskuler / gangguan
kesadaran.

Krisis hipertensi bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut:


- penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi tidak teratur,
- Kehamilan.
- Penggunaan NAPZA.
- Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat, phaeochromocytoma,
penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala serta penderita hipertensi dengan penyakit
parenkim ginjal.

Anamnesis penderita harus dilakukan secara cermat


- mengenai riwayat hipertensi (awal hipertensi, jenis obat anti-hipertensi, keteraturan konsumsi
obat)
- Gangguan organ yang mungkin dialami (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular, dan
organ lain).

Pemeriksaan fisik yang utama dilakukan tentu saja :


- pengukuran tekanan darah yang dilakukan di kedua lengan.
- Denyut nadi juga diukur jangan hanya 1 tempat saja, melainkan di keempat ekstremitas.
- Auskultasi dilakukan untuk mendengar bising jantung, ronki paru dan bruit di pembuluh darah
besar seperti : aorta abdominalis, arteri lienalis dan femoralis.
Pemeriksaan fisik lain dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang terkena berdasarkan
anamnesis seperti pemeriksaan neurologis dan fundoskopi.

Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan disesuaikan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang ditemukan serta ketersediaan fasilitas.
Pemeriksaan laboratorium awal bisa berupa =
- urinalisis,
- Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan EKG dan, foto thorax, CT scan kepala, Ekokardiogram,
ultrasonogram.

Penetapan diagnostic :
Walau biasanya pada krisis hipertensi ditemukan TD ≥ 180/ ≥ 120 mmHg, perlu diperhatikan kecepatan
kenaikan TD tersebut dan derajat gangguan organ target yang terjadi.

3
Penatalaksanaan krisis hipertensi :
- sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai.
- Namun dapat dilaksanakan di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan pendahuluan dengan
pemberian obat anti hipertensi oral.
- Di rumah sakit, pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera
mungkin. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah
sebagai berikut:

 5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (mean arterial blood pressure)
diturunkan 20-25%.
 2 s/d 6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160/100 mmHg.
 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai <140/190 mmHg bila tidak ada gejala iskemia
organ.

Obat-obatan yang digunakan pada hipertensi emergensi :


1. Furosemide 20-40 mg i.v. (1-2 ampul) kalau perlu tiap 6 jam
2. Clonidin (Catapres) IV (150 mcg/ampul)

 Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infus glucosa 5% 500 cc, dan diberikan dengan
mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang
diharapkan tercapai.
 Bila tekanan target darah tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dengan
tablet Clonidin oral sesuai kebutuhan.
 Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahan-lahan oleh karena bahaya
rebound phenomen, dimana tekanan darah naik secara cepat bila obat dihentikan.

2. Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)

 Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan dengan infus 50 mg/jam
selama 20 menit.
 Bila tekanan darah telah turun > 20% di awal, dosis diberikan 30 mg/menit sampai target tercapai
 Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam kemudian diganti
dengan tablet oral.
 Perlu perhatian khusus pada penderita dengan gangguan konduksi jantung dan gagal jantung.

3. Nicardipin (Perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)

 Nicardipin diberikan 10 – 30 mcg/kgBB bolus.


 Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0.5 – 6 mcg/kgBB/menit sampai target tekanan
darah tercapai.

Terapi pada hipertensi urgensi :

1. Captopril 20-25 mg, dapat diulang tiap 6 jam dan dapat diberikan digerus sublingual

2. Clonidine oral, 150 mg dapat diberikan tiap jam sampai 3x

3. Nifedipine oral kalau perlu diulang tiap 3 jam

4
5

Anda mungkin juga menyukai