Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KALA II PERSALINAN

Oleh Kelompok 2:

Fransiska Julia : 1803059 Longoday Ireene N. L : 1803068


Hana Hariska Ita : 1803060 Luciana Renata : 1803069
Herni Widiastuti : 1803061 Maria Apriliani S. D : 1803070
Jatu Kusmarawati : 1803062 Maria Goreti M. D : 1803071
Jhepry Hendro B : 1803063 Mariyana : 1803072
Kenny Chaiyono : 1803064 Menik Pusparany : 1803073
Krisnabela : 1803065 Milka Marnia. T : 1803074
Kristina Angwarmase : 1803066 Narti Fitri : 1803075
Liviana : 1803067 Natanael : 1803076

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat kasih karunia dan
kuasanya sehingga penulis dapat menyusun makalah “Asuhan Keperawatan Kala
II” tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dalam satu dan lain
hal. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah yang penulis susun ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Oktalia Damar P.,S.Kep.,Ns., MAN
selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Aanak dan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini.

Yogyakarta 25 September 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI
A.Konsep Dasar Medis Kala II
1. Definisi ..............................................................................................3
2. Tanda dan Gejala ..............................................................................3
3. Perubahan fisiologis Kala II..............................................................3
4. Asuhan sayang ibu ............................................................................4
5. Upaya meneran ibu ...........................................................................5
6. Mekanisme persalinan ......................................................................7
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian .........................................................................................11
2. Diagnosa ..........................................................................................15
3. Intervensi...........................................................................................16
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan ............................................................................................19
B. Saran......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PEMDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam pada ibu primipara, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0
sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga
dengan kala pengeluaran janin didorong keluar oleh kekuatan his dan
kekuatan mengedan. Dalam kala III atau disebut juga kala urie. Plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya
plasenta sampai 2 jam kemudian.
Kala II persalinan adalah proses pengeluaran buah kehamilan, batasan kala II
dimualai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10cm), dan berakhir
dengan pengeluaran bayi. Tanda dan gejala yang muncul pada Kala II yaitu,
adanya dorongan mengejan, munculnya perinium, vulva membuka. Kala II
juga disebut sebagai pengeluaran bayi. Perawat perlu memahami pentingnya
asuhan keperawatan yang harus dilakukan dalam Kala II. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai “Asuhan keperawatan pada Kala II”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari Kala II?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan perawat dalam Kala II?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis pada kala II dan proses yang
terjadi
2. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan dalam
Kala II
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis Kala II


1. Definisi
Kala II persalinan adalah peristiwa yang ditandai dan dimulai dengan
membukanya servik uteri secara lengkap dan berakhir dengan lahirnya
bayi. Lama kala II pada primigravida kira-kira 1,5 jam dan multi para kira-
kira 0,5 jam.
2. Tanda dan gejala
a. Aktivitas uterus semakin meningkat baik durasi maupun frekuensinya,
frekuensi HIS 4 – 5 kali dalam 10 menit dengan durasi lebih dari 40
detik.
b. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal, kepala) turun sampai
dasar panggung.
c. Ibu ingin mengedan secara terus-menerus.
d. Perinium tampak menonjol, anus dan vagina membuka (hemoroid
fisiologi)
e. Pada ibu gemetar dan keluar keringat dingin.
3. Perubahan fisiologis kala II
Pada kala II, his terkoordinasi kuat, cepat, dan lebih lama: kira-kira 2 -3
menit sekali. Kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga
terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris
menimbulkan rasa ingin meneran. Karena tekanan rektum ibu merasa
seperti buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu terjadinya
his, kepala janin mulai keliatan, vulva terbuka, dan perinium meregang.
Dengan his yang terpimpin, maka akan lahir kepala diikuti oleh seluruh
badan janin.
4. Asuhan sayang ibu
Asuhan sayang ibu merupakan asuhan yang aman, berdasarkan temuan
dan turut meningkatkan angka kelangsungan ibu. Asuhan sayang ibu
membantu ibu merasa nyaman dan aman selama proses persalinan yaitu
dengan menghargai budaya, pratik keagamaan dan kepercayaan, serta
melibatkan pasien dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara
emosional sifatnya mendukung. Asuhan sayang melindungi hak-hak
pasien untuk mendapatkan privacy dan menggunakan sentuhan hanya
seperlunya.
Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan
persalinan merupakan proses alamiah, maka intervensi dan pengobatan
yang tidak perlu untuk proses alamiah ini harus dihindari. Asuhan sayang
ibu berpusat pada pasien dan bukan pada petugas kesehatan. Selalu
melihat dahulu pada cara pengobatan yang sederhana dan non intervensi
sebelum berpaling keteknologi. Studi yang telah dilakukan dibeberapa
pusat kesehatan pertama dan dipusat sarana persalinan telah menunjukkan
bahwa intervensi tergantung pada falsafah pengasuh dan bukan pada
resiko medihnya.
Intervensi yang meningkat tidak akan memperbaiki hasil bahkan bisa
memperburuk keadaan. Asuhan sayang ibu menjamin bahwa pasien dan
keluarganya diberitahu tentang apa yang terjadi dan apa yang bisa
diharapkan. Sama seperti pada kala I, selama kala II harus menjelaskan
apa yang dilakukan serta alasannya sebelum melakukan tindakan, dan
menjelaskan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Perawat bertugas
membantu pasien memahami apa yang sedang dan akan terjadi selama
proses kelahiran, menghargai peran pasien, peran bidan, dokter, atau
pemberi asuhan lainnya dalam proses kelahiran tersebut.
5. Upaya meneran ibu
Upaya meneran pada ibu harus dilakukan pengawasan secara efektif.
Meneran spontan dan alamiah biasa bersifat involunter dan ditandai
dengan tanda sebagai berikut:
a. Inspirasi pendek
b. Periode menahan napas pendek (biasanya tidak lebih dari 6 detik)
c. Diikuti dengan dengkuran ekspirasi
d. Ibu meneran hanya setelah kontraksi penuh
Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran bantu ibu
mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif
dan benar. Anjurkanlah keluarg ibu untuk membantu dan mendukung
usahanya . catat hasil pemantauan pada patograf, berikan minum yang
cukup dan panatu djj setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat
diantara kontraksi.
Cara meneran yaitu:
a. Anjurkan ibu untuk meneran, mengikuti dorongan alamiahnya selama
kontraksi.
b. Beritahu ibu untuk tidak menahan nafas saat meneran.
c. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi.
d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah
untuk meneran apabila lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan
didada.
e. Minta ibu untuk tidak mengankat bokong ketika meneran.
f. Perawat tidak diperbolehkan melakukan pendorongan pada fundus
karena akan meningkatkan kejadian distosia bahu.
Macam-macam posisi meneran dan keuntungannya menurut Sulistyawati
& Nungrageny (2010).

Posisi Keuntungan Gambar


meneran
Jongkok Memaksimalkan sudut
dalam lengkung carus
yang memungkinkan bahu
turun kepanggul dan
bukan ter halang (macet)
diatas simpisis pubis.

Setengah a. Membantu dalam


duduk penurunn janin dengan
kerjagravitasi,
menurunkan janin
kepanggul, dan terus
kedasar panggul.
b. Lebih mudah bagi
bidan untuk
membimbing
kelahiran kepala bayi
dan mengamati atau
mensupport perineum.
Berdiri a. Pasien bias lebih
mudah mengosongkan
kandung kemihnya dan
kandung kemih yang
kosong akan
memudahkan
penurunan kepala.
b. Memperbesar ukuran
panggul, menambah
28% ruang outletnya.
6. Mekanisme persalinan
Persalinan kala II dimulai setelah pembukaan serviks lengkap dan berakhir
dengan lahirnya badan janin. Inti dari mekanisme persalinan normal adalah
pergerakan kepala janin dalam rongga dasar panggung untuk
menyesuaikan diri dengan luas panggul sehingga kepala dapat lahir secara
spontan. Diameter terbesar kepala janin berusaha menyesuaikan dengan
diameter terbesar dalam ukuran panggul ibu.
Terdapat 3 ukuran diameter kepala janin yang digunakan sebagai patokan
dalam mekanisme persalinan normal antara lain:
a. Jarak biparietal
Merupakan diameter melintang terbesar dari kepala janin, dipakai
dalam definisi penguncian (engagement)
b. Jarak suboksipito bregmatika
Jarak antara batas dari leher dan oskiput ke anterior fontanel, ini adala
diameter yang bersangkutan presentasi kepala.
c. Jarak oksipitomental
Merupakan diameter besar dari kepala janin, ini adalah diameter yang
bersangkutan dengan hal presentasi dahi.
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah sebagai berikut:
a. Penurunan kepala
Pada primigravida, masuknya kepala kedalam pintu atas panggul
biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan, tetapi pada
multigravida biasanya baru terjadi pada permulan persalinan.
Masuknya kepala ke dalam PAP, biasanya dengan sutura sagitalis
melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala melewati
PAP dapat dalam keadaan asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis
terdapat ditengah-tengah jalan lahir tepat diantara simpisis dan
promontorium.
Pada sinklitismus, os palietal depan dan belakang sama tingginya. Jika
sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke
belakang mendekati promotorium, maka dikatakan kepala dalam
keadaan asinklistismus.
Terdapat 2 jenis asinklistismus yaitu :
1) Asinklistismus posterior : bila sutura sagitalis mendekati simpisis
dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.
2) Asiklistismus anterior ; bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os pariental depan lebih rendah dari
parietal belakang.
Pada derajat sedang asiklistismus pasti terjadi pada persalinan normal,
tetapi bila berat gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sepalo
pelvis dengan panggul yang berukuran normal sekalipun. Penurunan
kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II persalinan. Hal ini
disebakan karena adanya kontraksi dan retraksi dari segmen atas
rahim, yang menyebabkan tekanan langsung fundus pada bokong
janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawa
rahim, sehingga terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini
menyebabkan bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala
ini juga disebabkan karena tekanan cairan intrauterin, kekuatan
meneran, atau adanya kontraksi otot-otot abdomen dan melurusnya
badan anak.
b. Fleks
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi yang ringan.
Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada
pergerakan ini, dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin sehingga
ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar. Hal ini disebabkan
karena adanya tahanan dari dinding serviks, dinding pelvis, dan lantai
pelvis. Dengan adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5
cm) menggantikan diameter suboccipito frontalis (11 cm). Sampai di
dasar panggul, biasanya kepala janin berada dalam keadaan fleksi
maksimal. Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan
sebaliknya mendapat tahanan dari serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul.
c. Rotasi dalam (putaran paksi dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke
depan ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang
terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan
memutar ke depan ke arah simfisis. Rotasi dalam penting untuk
menyelesaikan persalinan karena merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya
bidang tengah dan pintu bawah panggul.
d. Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil
berada di bawah simfisis, maka terjadilah ekstensi dari kepala janin.
Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan
fleksi untuk melewatinya. Jika kepala yang fleksi penuh pada waktu
mencapai dasar panggul tidak melakukan ekstensi, maka kepala akan
tertekan pada perineum dan dapat menembusnya. Suboksiput yang
tertahan pada pinggir bawah simfisis akan menjadi pusat pemutaran
(hypomochlion), maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas
perineum: ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut, dan dagu bayi dengan
gerakan ekstensi.
e. Ekspulsi
Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala
bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan
torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu
melintasi pintu dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul, bahu
akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya
sehingga di dasar panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami
putaran dalam dimana ukuran bahu (diameter bisa kromial)
menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah
panggul. Bersamaan dengan itu kepala bayi juga melanjutkan putaran
hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber iskiadikum sepihak.
f. Rotasi luar (putaran paksi luar)
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan
menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua
bahu bayi lahir, selanjutnya badan bayi dilahirkan searah dengan
sumbu jalan lahir. Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang
adekuat dan janin dengan ukuran yang rata-rata, sebagian besar oksiput
yang posisinya posterior berputar cepat segera setelah mencapai dasar
panggul sehingga persalinan tidak begitu bertambah panjang. Akan
tetapi pada kira-kira 5-10% kasus, keadaan yang menguntungkan ini
tidak terjadi sebagai contoh kontraksi yang buruk atau fleksi kepala
yang salah atau keduanya, rotasi mungkin tidak sempurna atau tidak
terjadi sama sekali khususnya jika janin besar.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pemantauan ibu
1) Kontraksi
His atau kontraksi selalu dipantau selama kala II persalinan karena
selain dorongan meneran pasien, kontraksi uterus merupakan kunci
dari proses persalinan. Kriteria dalam pemantauan kontraksi uterus
pada kala II.
a) Frekuensi lebih dari 3 kali dalam 10 menit.
b) Intensitas kontraksi kuat.
c) Durasi lebih dari 440 detik.
2) Tanda-tanda vital
Perawat harus mengidentifikasi keadaan pasien mengenai tanda-
tanda yang khas dari kala II sebagai patokan untuk melaksanakan
asuhan persalinan kala II yang tepat. Kepastian dari diagnosa
persalinan kala II sangat menentukan proses persalinan kala II itu
sendiri.
a) Merasa ingin meneran dan biasanya sudah tidak dapat
menahannya.
b) Perinium menonjol.
c) Merasa ingin BAB
d) Lubang vagina dan sfingter ani membuka.
e) Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat (jika ketuban sudah
pecah)
3) Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital pada kala II memiliki intensitas yang lebih
sering jika dibandingkan dengan kala I persalinan. Tujuan dari
peemriksaan ini adalah untuk mendeteksi kemungkinan adanya
penyulit persalinan. Tekanan darah diperiksa setiap 15 menit
dengan waktu pemeriksaan diantara dua kontraksi. Hasil yang
didapat adalah adanya kenaikan sistol 10 mmHg diatas rata-rata
dan nilai ini normal. Tanda vital lain seperti suhu tubuh, nadi dan
pernafasan diperiksa setiap jam.
4) Kandung kemih
Pemantauan kandung kemih selama kala II persalinan adalah
lanjutan dari pemantauan pada kala I persalinan. Selama kala I
perawat sebisa mungkin agar pasien dapat berkemih secara
alamiah. Jika ditemukan adanya distensi kandung kemih, perawat
dapat mempertimbangkan untuk melakukan pemasangan kateter.
5) Hidrasi
Pemberian hidrasi pada kala II didasarkan pada perubahan fisiologi
pada pasien kala II yang mengalami peningkatan suhu sehingga
akan mengeluarkan lebih banyak keringat. Keadaan ini semakin
bertambah jika ruangan tidak dilengkapi dengan pendingin
ruangan. Kondisi kekurangan cairan akibat berkeringat semakin
meningkatkan primigravida karena lama kala II lebih lama
daripada multigravida. Tindakan hidrasi dalam kondisi ini menjadi
sangat vital jika keadaan pasien pada akhir kala I lemah, sehingga
pasien perlu mendapatkan suplai energi berupa minuman yang
manis.
6) Kemajuan persalinan dan upaya meneran
Kriteria kemajuan persalinan hasil dari upaya mendorong pasien
yang efektif adalah sebagai berikut :
a) Penonjolan perinium
b) Pembukaan anus\
c) Mekanisme persalinan
d) Pada tahap selanjutnya semakin terlihatnya bagian terbawah
janin dijalan lahir.
Upaya untuk meneran pasien dipantau keefektifannya secara terus
menerus dengan menggunakan indikator kemajuan persalinan
diatas. Bimbing cara meneran yang sudah diajarkan oleh perawat
pada waktu-waktu sebelumnya, bisa jadi pasien tidak dapat
melakukan karena beberapa hal. Menunjukkan kemajuan
persalinan berupa semakin terlihatnya kepala janin setiap kali
pasien berhasil melakukan dorongan yang efektif dengan
menggunakan cermin akan sangat membantu meningkatkan
semangat pasien.
7) Integritas perinium
Dalam melakukan pemantauan perinium, perawat mengidentifikasi
elastisitas perinium beserta kondisi serta TBJ (Tafsiran Berat Janin)
untuk membuat keputusan dilakukannya episiotomi.
8) Kebutuhan dan jenis epistomi
Indikasi utama untuk melakukan epiostomi adalah adanya gawat
janin, diharapkan dengan memperluas jalan lahir akan dapat
mempercepat proses kelahiran sehingga tindakan resusitasi pada
bayi dapat segera dilakukan.
Pertimbangan untuk melakukan epiostomi yaitu:
a) Keyakinan perawat mengenai, apakah lebih baik dilakukan
epiostomi atau membiarkan perinium robek jika kelahiran
dengan perinium utnuh tidak memungkinkan.
b) Kebutuhan terhadap ruang untuk melakukan intervensi dan
manipulasi yang diperlukan, pertimbangan ini terjadi pada
kasus malpresentasi dan malposisi janin.
c) Ukuran bayi dipertimbangkan untuk dilakukan epiostomi,
biasanya epiostomi dilakukan jika bayi prematur, TBJ kecil,
atau TBJ > 4000 gr.
d) Pengendalian diri pasien. Jika pasien dapat mengendalkan diri
dengan baik dan dapat melaksanakan instruksi perawat
mengenai teknik meneran yang benar, perawat dapat
mempertimbangkan untuk melakukan epiostomi. Namun jika
pasien sudah menunjukkan ketidakmampuannya untuk
mengendalikan diri sejak dari awal persalinan, maka sebaiknya
perawat sudah merencanakan melakukan epiostomi.
b. Pemantauan bayi
1) Saat belum lahir
a) Frekuensi denyut jantung janin.
Aspek yang perlu dipatau pada janin sebelum lahir adalah
frekuensi denyut jantung janin, karena inilah satu-satunya
indikator yang menunjukkan kesejahteraan janin dalam uterus.
Denyut jantung janin diperiksa setiap 30 menit dan hasilnya
ditulis dalam patograf.
b) Bagian terendah janin
Bagian terndah janin ini berkaitan dengan posisi ubun-ubun
kecil jika janin dengan presentasi kepala, letak muka, atau
ubun-ubun besar yang mengindikasi kemungkinan akan ada
kesulitan dalam proses kelahiran kepala.
c) Penurunan bagian terendah janin.
Hal ini berkaitan dengan proses kemajuan persalinan mulai dari
penurunan sampai dengan lahirnya kepala. Penurunan kepala
yang lambat disertai dengan frekuensi denyut jantung janin
abnormal yang mengindikasi adanya lilitan tali pusat.
2) Saat bayi telah lahir
a) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir
Setelah bayi lahir perawat melakukan penilaian sekilas untuk
menilai kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai
adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit kemerahan
dan bayi menangis spontan maka ini sudah cukup untuk
dijadikan data awal bahwa dalam kondisi yang baik.
b) Menit Pertama Kelahiran
Sesaat setelah bayi lahir perawat memantau 2 tanda vital bayi
sesuai dengan SIGTUNA skor, yaitu upaya bayi untuk bernafas
dan frekuensi jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan
10 sama dengan frekuensi jantung satu menit).
Cara menggunakan SIGTUNA Skor:
- Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan
kriteria penilaian seperti pada tabel.
- Jumlah skor yang didapat
- Kesimpulan SIGTUNA skor:
4 (Asfiksia ringan atau tidak asfiksia), 2-3 (Asfiksia
sedang), 1(Asfiksia berat), 0 (Bayi lahir mati).
c) Menit ke 5 sampai 10
Perawat mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan pada
APGAR skor dari 5 menit sampai 10 menit.
2. Doiagnosa keperawatan
a. Risiko terjadi trauma jalan lahir (ruptur perinium) berhubungan dengan
tekanan bagian presentasi terhadap perineum atau gerakan defleksi
kepala atau regangan jaringan perinium maksimal akibat oedem.

b. Risiko tinggi bayi lahir dengan asfiksia berat pada menit pertama
kehidupan ektra uteri berhubungan dengan gangguan sirkulasi
vetomaternal selama menuruni jalan lahir.

3. Intervensi
a. Risiko terjadi trauma jalan lahir (ruptur perinium) berhubungan
dengan tekanan bagian presentasi terhadap perineum atau gerakan
defleksi kepala atau regangan jaringan perinium maksimal akibat
oedem.
1) Tujuan:
Ruptur perinium dapat dihindari dengan intervensi keperawatan
1x10-30 menit dengan kriteria:
a) Bayi lahir per vaginam.
b) Perinium utuh atau laserasi grade 1 atau ruptur akibat
episiotmi.
c) Tidak ada perdarahan yang bersumber dari jalan lahir.
d) Tanda vital ibu dalam rentang normal.
2) Intervensi keperawatan:
a) Atur posisi ibu sesuai dengan kenyamanan ibu dengan prinsip
membantu kelancaran proses persalinan kala II.
b) Gunakan celemek dan sarung tangan.
c) Ajarkan ibu cara mengedan yang benar secara berulang-ulang.
d) Beri ibu motivasi, bila memungkinkan libatkan suami atau
keluarga.
e) Lakukan segera episiotomi.

b. Risiko tinggi bayi lahir dengan asfiksia berat pada menit pertama
kehidupan ektra uteri berhubungan dengan gangguan sirkulasi
vetomaternal selama menuruni jalan lahir.
1) Tujuan:
Bayi lahir bebas dari asfiksia berat dengan intervensi keperawatan
1x15 menit dengan kriteria sebagai berikut:
a) Bayi lahir nangis keras dalam waktu <30 detik.
b) Warna kulit seluruh badan dan ekstremitas pink (APGAR
Score 7-10).
c) Bayi bergerak aktif, ekstremitas dalam posisi fleksi.
d) Nadi 120-160x/menit.
e) Pernapasan 25-30x/menit.
2) Intervensi keperawatan:
a) Setelah kepala keluar segera bersihkan muka, mulut, dan
hidung dari lendir, cairan ketuban dan darah.
b) Segera periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat.
c) Beri kesempatan untuk bayi melakukan putaran paksi luar.
d) Setelah terjadi putaran paksi luar, bantu kelahiran bahu depan
dengan cara pegang kepala secara biparietal, kemudian
lakukan ekstraksi curam ke bawah.
e) Lakukan ekstraksi ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
f) Setelah kedua bahu bayi lahir, lanjutkan dengan metode
sangga susur dengan cara pegang kepala bayi dari arah bawah
dengan tangan kiri, tangan kanan menelusuri punggung,
bokong, dan menangkap kedua pangkal paha bayi.
g) Taruh bayi diatas perut ibu dan jepit tali pusat dengan klem
dengan jarak 3-5 cm dari umbilikus bayi.
h) Lakukan pengurutan tali pusat dari klem pertama ke arah distal
kurang lebih 3 cm dari klem pertama dan pasang klem kedua.
i) Lakukan pemotongan tali pusat menggunakan gunting sambil
dilindungi tangan kiri supaya darah tidak terpercik.
j) Selimuti dan keringkan bayi dari lendir, air ketuban dan darah.
k) Jangan melakukan hisap lendir bila bayi telah menangis keras.
Jika belum menangis dalam waktu 30 detik, lakukan hisap
lendir pada mulut dan hidung. Jangan lebih dari 3 cm
memasukkan kanul penghisap lendir.
l) Lakukan penilaian APGAR sambil melakukan resusitasi.
m) Beri injeksi ibu oksitoksin 10 IU IM pada muskulus gluteus
maksimus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kala II persalinan adalah peristiwa yang ditandai dan dimulai dengan
membukanya servik uteri secara lengkap dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Pada kala II, his terkoordinasi kuat, cepat, dan lebih lama: kira-kira 2 -3 menit
sekali. Kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan
rasa ingin meneran. Pengkajian dalam Kala II meliputi pengkajian yang
dilakukan pada ibu sebelum persalinan dan persalinan pada bayi. Pada bayi
pengkajian dilakukan pada saat bayi sebelum dan setelah lahir. Diagnosa
keperawatan dalam teori yang mungkin muncul yaitu resiko terjadi trauma
jalan lahir dan resiko bayi lahir dengan asfiksia.
B. Saran
Mahasiswa dapat mempelajari asuhan keperawatan Kala II secara tepat,
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan Kala II .
DAFTAR PUSTAKA
Rohani,. Saswita, R & Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan.
Jakarta: Salemba Medika
Sulistyawati, A & Nugraheny, E. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika
Wagiyo & Putrono. 2016. Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranal dan Bayi
Baru Lahir “Fisiologis & Patologis”. Yogyakarta: Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai