Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.

1 Januari – Maret 2013

PENGELOLAAN KESAN ETNIK BUGIS DALAM


ADAPTASI DIRI DENGAN BUDAYA SUNDA
Bugis Ethnic Impression Management
in Adapting to the Sundanese Culture
Tuti Bahfiarti
Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Hasanuddin
Makassar.

Abstrak
Pengelolaan kesan etnik Bugis dalam adaptasi diri dengan budaya Sunda merupakan kajian yang bertujuan
untuk melihat tampilan bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Pengelolaan kesan yang mengarah pada seni
mengelola kesan terhadap serentetan tindakan dengan hati-hati, seperti gerak isyarat, kesalahan bicara atau
tindakan yang diinginkan seperti membuat adegan. Berdasarkan hal tersebut masalah penelitian bagaimana
pengelolaan kesan melalui bahasa verbal dan nonverbal yang mereka tampilkan dalam adaptasi diri
dengan budaya Sunda. Tujuannya adalah untuk menemukan dan mengkategorisasikan pengelolaan kesan
melalui bahasa verbal dan nonverbal yang mereka tampilkan dalam dalam adaptasi diri dengan budaya
Sunda. Untuk pencapaian tujuan penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan cara
mengumpulkan data melalui pengamatan berperan serta atau observasi partisipan, wawancara mendalam,
serta studi dokumenter. Peneliti terlibat langsung melakukan adaptasi diri dengan budaya Sunda dan
melihat orang-orang etnik Bugis dalam berinteraksi langsung dengan masyarakat Sunda. Hasil yang
ditemukan adalah pengelolaan kesan melalui bahasa verbal yang dilakukan informan adalah menggunakan
bahasa Indonesia dengan tetap mempertahankan dialek atau logat Bugis yang kental, meskipun telah lama
tetap mempertahakan logat Bugisnya. Tampilan bahasa nonverbal yang ditunjukkan adalah tetap
mempertahankan intonasi dan suara yang agak keras dengan tetap senyum dan ramah yang juga sesuai
dengan karakter adat sopan santun etnik Bugis.
Kata kunci : pengelolaan kesan, etnik Bugis, komunikasi antar budaya

Abstract
Bugis ethnic impression management in adapting to the Sundanese culture is a study that aims to look at
the display verbal and nonverbal language. Impression management that led to the art of managing the
impression of a series of acts with caution, such as gestures, speech errors or desired action such as making
a scene. Based on this research problem how impression management through verbal and nonverbal
language they display in adapting themselves to the Sundanese culture. The goal is to find and categorize
impression management through verbal and nonverbal language which they appear in the adaptation to the
Sundanese culture. For the achievement of the objectives of this study used qualitative research methods by
collecting data through participant observation or participant observation, in-depth interviews, and
documentary studies. Researchers involved in adapting to the culture and see the Sundanese ethnic Bugis
people to interact directly with the Sundanese. The result found is impression management is done through
verbal language informant is using Indonesian language while maintaining a dialect or accent is thick
Bugis, although it has long remained defensively Bugisnya accent. Display shown is nonverbal language
while maintaining intonation and sound a bit harsh with a fixed smile and friendly which is also in
accordance with the character of ethnic Bugis traditional manners.

Key words : impression management, bugis ethnic etnik, intercultural communication

55
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

PENDAHULUAN berinteraksi dengan lingkungan di luar


komunitas budaya asalnya, maka
Manusia sebagai makhluk sosial terdapat kecenderungan mereka merasa
atau makhluk bermasyarakat selalu asing dengan lingkungan dan budaya
hidup bersama dengan manusia lainya. baru (new culture) yang ada. Ibarat
Adaptasi dan interaksi telah ada sejak memasuki hutan belantara yang
manusia dilahirkan, sehingga dalam penghuninya terasa asing, terutama
dirinya selalu memiliki naluri atau karakter dan sifat masyarakat sehingga
keinginan untuk bergaul, dan diperlukan pembelajaran budaya di
berkomunikasi dengan orang-orang di tempat yang baru. Bahkan pada tahap
sekelilingnya. Manusia dikatakan awal dalam benak dan pikiran seseorang
sebagai makhluk sosial, juga karena yang memasuki lingkungan dan budaya
pada diri manusia ada dorongan dan di luar kebiasaan mereka, seringkali
kebutuhan untuk beradaptasi dan timbul pemikiran bersifat streotipe,
berinteraksi dengan orang lain. prasangka (prejudise), muncul
Manusia dikatakan sebagai makhluk ketidakpastiaan (uncertainty),
sosial karena dalam diri (self) manusia kecemasan (anxiety), atau merasa
ada dorongan dan kebutuhan untuk adanya sikap diskriminasi dari budaya
beradaptasi, berinteraksi dengan orang baru terhadap dirinya.
lain, manusia juga tidak akan bisa hidup Proses adaptasi diri memiliki
sebagai manusia kalau tidak hidup di kecenderungan yang unik antara budaya
tengah-tengah manusia. Ibaratnya yang berbeda, sehingga pengelolaan
manusia tidak mungkin bisa berjalan kesan yang ditampilkan menjadi suatu
dengan tegak tanpa bantuan orang lain, kajian unik untuk digali. Seperti
misalnya berkomunikasi dan pandangan Erving Goffman dalam karya
mengembangkan seluruh potensi klasiknya “Presentation of Self in
kemanusiaannya untuk beradaptasi Everyday Life” tahun 1959 yang
dengan lingkungannya. bercerita tentang diri dalam
Dalam beradaptasi kehidupan interaksionisme simbolik. Goffman
interaksinya manusia menggunakan seorang ahli Sosiologi yang dianggap
bahasa verbal dan nonverbal dalam anggota aliran Chicago yang
melakukan kegiatan komunikasi dengan mengembangkan konsep diri yang
orang-orang di sekitarnya, termasuk sangat dipengaruhi oleh pemikiran
orang-orang yang memiliki latar George Herbert Mead tentang
belakang budaya yang berbeda. Setiap ketegangan antara diri spontan, “I” dan
individu yang memasuki suatu “me”, diri yang dibatasi oleh kehidupan
lingkungan baru pada awal mulanya sosial. Kelebihan yang dimiliki Goffman
memiliki keterkejutan budaya sebagai teoritisi yang sangat penting
disebabkan adanya perbedaan dengan adalah tradisi dramaturgikal dengan
budaya asal mereka. Misalnya perbedaan pemikiran sentral menganalisa tingkah
bahasa, nilai, kepercayaan, bahkan selera laku manusia dengan sebuah metafora
makan merupakan bagian dari adaptasi teatrikal, yang di dalam panggung
diri yang menimbulkan keterkejutan tersebut dianggap sebagai sebuah
komunikasi. panggung dan orang-orang bertindak
Memasuki suatu lingkungan baru sebagai aktor yang menyusun performa
atau budaya baru dan mulai memasuki mereka dengan tujuan untuk membuat
suatu hubungan sosial, beradaptasi, dan

56
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

penonton terkesan terhadap penampilan Bugis sebagaimana diuraikan Pelras


mereka. (2005) menggambarkan karakter keras
Bentuk pengelolaan kesan etnik dan menjunjung tinggi kehormatan
Bugis dalam beradaptasi dengan budaya mereka atau di kenal dengan istilah siri’
Sunda, seperti perbedaan dialek bahasa, dan pesse’. Namun, di sisi lain orang
nilai, kepercayaan, bahkan selera makan. Bugis dikenal ramah, menghargai orang
Adaptasi diri ‘orang-orang etnik Bugis’ lain dan memiliki kesetiakawanan yang
yang bertempat tinggal, bergaul dan tinggi.
berinteraksi dengan budaya baru (new Etnik Bugis sebagai etnik asli
culture) menjadi fokus kajian menarik masyarakat Sulawesi Selatan termasuk
untuk dieksplorasi. Hasil penelitian etnik-etnik Deutero Melayu. Masuk ke
terdahulu Rijaluddin Lamone B (2005) nusantara setelah gelombang migrasi
tentang studi dramaturgis identitas etnik pertama dari daratan Asia tepatnya
orang Sasak dalam komunikasi Yunan. Kata ‘Bugis’ itu sendiri berasal
antarbudaya. Lamone (2005) dari kata To Ugi, yang berarti orang
menggunakan dramaturgis Goffman Bugis. Wilayah penyebarannya tersebar
untuk melihat etnik orang Sasak dalam di beberapa kabupaten di Sulawesi
menampilkan identitas mereka dalam Selatan, yakni Luwu, Bone, Wajo,
kaitannya dengan komunikasi Soppeng, Sidenreng Rappang, Pinrang,
budayanya. Hasil penelitian mengenai Barru, daerah peralihan antara Bugis
konsep dramaturgi yang menguraikan dengan Makassar yakni Bulukumba,
komunikasi antarbudaya orang-orang Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan,
Sasak yang bertempat tinggal di Kota dan daerah peralihan Bugis dengan
Mataram yang mengelola kesan mereka Mandar yaitu Polmas dan Pinrang.
ketika melakukan interaksi dengan Penamaan ‘ugi’ merujuk pada raja
orang-orang di sekitarnya. Kemudian, pertama kerajaan Cina yang terdapat di
Wa Ode Sharida Syukur (2008) meneliti Pammana, Kabupaten Wajo saat ini,
proses komunikasi antar budaya Etnik yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La
Bugis dan Produk Asli Muna di Desa Sattumpugi menamakan diri mereka
Tiga Kecamatan Tiworo Utara dengan julukan sebagai To Ugi atau
Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. orang-orang pengikut dari La
Berdasarkan gejala dan fenomena Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah
tersebut, maka peneliti tertarik untuk dari We Cudai dan bersaudara dengan
mengkaji pengelolaan kesan sosok Batara Lattu, ayahanda dari
orang-orang etnik Bugis pada saat Sawerigading. Sawerigading sendiri
mereka beradaptasi dengan budaya baru adalah suami dari We Cudai dan
(new culture) yakni budaya Sunda, melahirkan beberapa anak termasuk La
mengenai “pengelolaan kesan etnik Galigo yang membuat karya sastra
Bugis dalam adaptasi diri dengan terbesar di dunia dengan jumlah kurang
budaya Sunda”. Fokus penelitian yang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading
mengkaji etnik Bugis yang secara Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware)
kondisi geografis dan ekologis terletak adalah kisah yang tertuang dalam karya
di Pulau Sulawesi, yakni Sulawesi sastra I La Galigo dalam tradisi
Selatan meliputi wilayah-wilayah Bone, masyarakat Bugis.
Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Pare- Kajian mengenai “pengelolaan
Pare, Pangkep, Maros, Barru. Etnik kesan etnik Bugis dalam adaptasi diri

57
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

dengan budaya Sunda” merupakan sebagai salah satu sumbangan terbesar


kajian konsep komunikasi antar budaya bagi teori ilmu sosial The Presentation
meliputi pemaknaan atas simbol dari of Self in Everyday Life. Goffman
budaya yang berbeda. Di mana terinspirasi oleh ide-ide cemerlang dari
komunikasi antar budaya merupakan Burke yang menekankan bahwa hidup
komunikasi terjadi di antara orang-orang bukanlah seperti drama, tetapi hidup itu
yang memiliki kebudayaan yang berbeda sendiri adalah “drama”.
(bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, Dalam konsep Goffman
atau gabungan dari semua perbedaan menambahkan pengelolaan kesan
ini). Sedangkan kebudayaan adalah cara (impression Management) dengan
hidup yang berkembang dan dianut oleh menambahkan pemikiran mengenai seni
sekelompok orang serta berlangsung dari mengelola kesan pada hakikatnya
generasi ke generasi (Tubbs, Moss : mengarah pada kehati-hatian terhadap
1996). serentetan tindakan yang tidak
Selanjutnya pengelolaan kesan yang diharapkan, seperti gerak isyarat,
dikembangkan oleh Erving Goffman (11 kesalahan bicara atau tindakan yang
Juni 1922 – 19 November 1982), sebagai diinginkan seperti membuat adegan.
sosiolog interaksionis dan tertarik Berikut ini konsep yang ditawarkan
dengan teori dramatisme Burke, dalam bagian dramaturgical, khususnya
kemudian memperdalam kajian pengelolaan kesan, seperti pada gambar
dramatisme dan menyempurnakannya 1 berikut :
dalam bukunya yang kemudian terkenal

Penampilan Diri
Kehati-hatian pada
serentetan tindakan Pengelolaan Kesan
yang kurang
diharapkan

Gambar 1 : Bagian Pengelolaan Kesan

METODE PENELITIAN Kajian penelitian ini bersifat


kualitatif seperti pandangan Creswell
Pada dasarnya penelitian ini bahwa A qualitative approach is one in
mengacu pada pendekatan kualitatif which the inquirer often makes
yang dibuat tidak mengikat peneliti knowledge claims based primarily on
(elastis) dengan mengeksplorasi constructivist perspectives (i.e. the
bagaimana cara-cara orang berinteraksi multiple meanings of individual
dan bekerja sama dalam komunikasi experiences, meanings socially and
antar budaya dalam fenomena kegiatan historically constructed, with an intent of
sehari-hari, khususnya kajian developing a theory or pattern) or
pengelolaan kesan etnik Bugis dalam advocacy/ participatory perspectives
beradaptasi diri dengan budaya Sunda (i.e. political, issue-oriented,
yang memiliki spesifikasi perbedaan collaborative or change oriented) or
budaya. both (Creswell, 2003, hal.18). Artinya
penelitian kualitatif membangun

58
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

pernyataan pengetahuan berdasarkan dan turut berpartisipasi kehidupan


perspektif-konstruktif (misalnya, makna- sehari-hari, kapan, di mana, dengan
makna yang bersumber dari pengalaman siapa subjek penelitian melakukan
individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, interaksi. Kategori yang digunakan
dengan tujuan untuk membangun teori dalam riset ini adalah pengamat
atau pola pengetahuan tertentu), atau sebagai partisipan (observer as
berdasarkan perspektif partisipatori partisipant) yang menurut pandangan
(misalnya: orientasi terhadap politik, isu, Denzin dalam Mulyana (2004 : 176)
kolaborasi, atau perubahan), atau bahwa pengamat dapat mempresen-
keduanya. tasikan situasi yang memungkinkan
Dalam riset ini peneliti meng- peneliti melakukan sekali kunjungan
gunakan teknik penarikan informan atau wawancara dengan responden
dengan non-probability sampling atau dan pengamat penuh (complete
non-random assigment dengan teknik observer) yang tidak
purposif sampling. Penentuan ini b. Wawancara mendalam (In-depth
didasarkan pada kriteria informan yang Interview) dilakukan sebagai suatu
ditentukan oleh peneliti berdasarkan proses untuk memperoleh keterangan
ketentuan dan syarat-syarat penelitian, untuk tujuan penelitian dengan cara
antara lain : tanya jawab secara langsung dengan
a. Orang Bugis yang berdomisili atau informan yang diteliti. Keunikannya
bertempat tinggal di Bandung lebih adalah adanya interaksi langsung
dari satu tahun, dengan pertimbangan antara peneliti dengan informan yang
bahwa mereka dianggap telah menjadi subjek penelitian.
melakukan proses adaptasi diri Analisis data penelitian kualitatif
dengan budaya dan masyarakat dilakukan bersamaan pada proses
Sunda. penelitian yang diawali dengan proses
b. Orang Bugis yang telah masuk dalam awal analisis data dimulai dengan
kategori terpelajar dengan tingkat menelaah seluruh data yang tersedia dari
pendidikan S1 (Sarjana), tujuannya berbagai sumber yaitu dari wawancara
agar diperoleh data yang relevan dan pengamatan. Kemudian memahami
dengan permasalahan penelitian. data, dengan membuat abstraksi data
Selanjutnya, teknik pengumpulan atau rangkuman inti, sehingga arah
data dalam penelitian ini adalah peneliti penelitian ini akan semakin jelas, maka
berfungsi sebagai instrumen penelitian selanjutnya akan mengkategorikan data
dan berfungsi sebagai instrumen pokok berdasarkan tema yang disesuaikan
dan bertindak sebagai partisipan melalui dengan penelitian ini.
keikutsertaan sebagai bagian dari Penyajian data yang diperoleh
masyarakat yang diamati. Bertindak dalam penilitian kualitatif ini akan
sebagai partisipan penuh dilakukan disajikan berbentuk uraian-uraian, kata-
untuk membangun situasi di mana kata yang tentunya akan mengarahkan
peneliti dianggap bukan sebagai others. pada pokok fokus penelitian yang telah
Teknik pengumpulan data yang dirumuskan dalam penelitian ini. Karena
digunakan, antara lain : penelitian ini merupakan penilitian yang
a. Pengamatan berperan serta, bersifat deskriptif, maka data akan
dimaksudkan agar peneliti dapat disajikan dalam bentuk narasi realism,
terlibat langsung mengikuti rutinitas yaitu berusaha mendeskriptifkan

59
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

peristiwa dan pengalaman penting dari masalah yang telah ditentukan


kehidupan atau beberapa bagian pokok sebelumnya. Untuk lebih jelasnya,
dari kehidupan objek penelitian untuk disajikan diagram alir yang menjelaskan
kemudian dilakukan penarikan komponen-komponen dari teknik
kesimpulan atau verifikasi dari rumusan analisis data :

Masa pengumpulan data


REDUKSI DATA

Antisipasi Selama Pasca

PENYAJIAN DATA

Selama Pasca Analisis

PENARIKAN KESIMPULAN/VERIVIKASI

Selama Pasca

Gambar 2 : Diagram Air Komponen Analisis Data (Milles & Huberman)

HASIL PENELITIAN DAN delapan tahun. Berprofesi sebagai dosen


PEMBAHASAN Kopertis yang saat permakali ke
Hasil penelitian yang dilakukan Bandung hanya ingin melanjutkan
selama dua selama pertengahan bulan sekolah kemudian memutuskan menetap
Juni sampai pertengahan bulan Agustus dan telah membeli rumah mewah di
di Kota Bandung tepatnya pendatang- kawasan Surapati Bandung.
pendatang etnik Bugis yang telah lama Informan kedua, yang kita beri
berdomisili atau bertempat tinggal di nama samaran Baso berumur 47 tahun,
kota Bandung. Informan dalam suku Bugis Sidrap (Sidenreng Rappang)
penelitian ini sebanyak tiga orang, yakni salah satu kabupaten kota di Sulawesi
dua orang berjenis kelamin laki-laki dan Selatan dan berdomisili di sekitar Taman
satu orang perempuan. Pertimbangan Sari di Kota Bandung. Baso mendapat
pemilihan informan didasarkan pada tugas belajar di Institut Teknologi
lama tinggal atau berdomisili di Kota Bandung (ITB) dan telah empat tahun
Bandung dan tingkat adaptasi mereka menetap dan telah melalui proses
dengan lingkungan budaya dan adaptasi diri dengan dengan masyarakat
masyarakat mereka tinggal. dan budaya Sunda. Informan juga pernah
menetap selama tiga tahun di Jerman
Karakteristik Informan
sebelum menetap di Bandung, tujuannya
Informan pertama dalam penelitian untuk melanjutkan pendidikan.
ini diberi inisialnya Ambo berumur 50 Informan ketiga, dengan nama
tahun, suku Bugis dengan sub etnik samaran Besse berumur 42 tahun. Tenri
Bugis Pare-Pare salah satu kotamadya di yang berasal dari daerah Pinrang
Sulawesi Selatan, telah berdomisili di kabupaten kota di Sulawesi Selatan
Kota Bandung selama kurang lebih kuliah dan menjadi guru di salah satu

60
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

Sekolah Menengah Umum di Kota Penuturan informan kedua dengan


Bandung. Tenri tinggal dengan suami inisial Baso, adalah :
dan empat orang anak selama empat
tahunan. Tenri dan seluruh keluarganya “Dengan penuturan yang kental Basri
tinggal dalam lingkungan budaya Sunda, mengatakan bahwa bahasa Indonesialah
yang saya gunakan ketika berinteraksi
bahkan empat orang anaknya sangat dengan orang-orang Sunda, dan tetapi
fasih berbahasa Sunda. tetap menggunakan bahasa Bugis dengan
sesama Bugis”. Saya justru sangat bangga
Pengelolaan Kesan Verbal dengan daerah asal karena terasa lebih
dan Non Verbal nyaman dan santai, tanpa basa-basi”.

Pengelolaan kesan dalam bentuk Penuturan informan kelima dengan


komunikasi verbal dan non verbal inisial Tenri, adalah :
berdasarkan pengamatan penelitian yang “Salah seorang teman sekerja pernah
dilakukan ternyata bahwa etnik Bugis berkomentar tentang logat atau dialek saya
cenderung menggunakan bahasa Bugis susah dimengeti oleh mereka. Jujur sampai
di antara sesama etnik Bugis lainnya saat ini saya tetap mempertahankan
kebugisan saya di lingkungan orang
meskipun asal daerah berbeda, Sunda”. Mungkin karena kebiasaan di
sedangkan antar etnik bahasa Indonesia, kampung halaman menggunakan bahasa
khususnya dengan orang-orang Sunda daerah Bugis sehingga sulit untuk
dan non Sunda yang bertempat tinggal di mengubahnya. Meski mengerti sedikit
Kota Bandung. bahasa Sunda tetapi tetap menggunakan
bahasa Indonesia dengan teman-teman
Guna mengungkap bagaimana orang Sunda”.
pengelolaan kesan etnik Bugis dalam
beradaptasi dengan masyarakat budaya Penuturan informan pertama dengan
Sunda, peneliti telah melakukan inisial Ambo, adalah :
wawancara mendalam (in-depth
“Dalam berinteraksi dengan lingkungan
interview) dengan tiga orang informan budaya Sunda yang menurut pandangan
yang akan bertutur langsung mengenai saya lembut dan sopan sehingga intonasi
pengelolaan kesan melalui tampilan suara, gerak-gerik yang ditampilkan ketika
bahasa verbal dan non verbal yang berinteraksi dengan mereka harus penuh
mereka gunakan. Interpretasi wawancara kermahtamahan dan senyum. Jadi,
meskipun intonasi suara saya keras tetapi
tersebut, adalah : berusaha mengimbangi mereka meskipun
Penuturan informan pertama dengan terkadang sering bersuara keras.”
inisial Ambo, adalah :
“Dengan bercanda Ambo berkomentar : to Penuturan informan kedua dengan
Pare-Pare’ ka (saya orang Pare-Pare Asli) inisial Baso, adalah :
jadi agak susah mengikuti pola bahasa
Sunda meskipun dalam Bahasa Indonesia. “Pada saat pertama kali datang ke
Jika orang Sunda yang saya ajak berbicara Bandung saya belum terbiasa dengan
maka Bahasa Indonesia yang saya intonasi suara yang rendah dari orang
gunakan, tetapi kalau orang Bugis saya Sunda sehingga gaya kebugisan saya yang
lebih senang menggunakan bahasa Bugis”. agak keras intonasinya sempat membuat
Seakan ada kerinduan dengan kampung teman-teman merasa asing dengan cara
halaman”. Bahkan anak saya yang justru saya tertawa yang bebas. Dalam
fasih bahasa Sunda dan lebih kental berinteraksi dengan mereka sopan dan
terkadang mereka juga kurang mengerti senyum selalu saya lakukan, selain karena
ketika saya berbicara bahasa Indonesia saya dirantau juga karena tampilan
dengan dialek Bugis kental”. senyum, dan cara menyapa sambil

61
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

menundukkan badan membuat saya bahasa Indonesia dengan dialek bahasa


terbiasa dengan gaya mereka”. Sunda.
Penuturan informan kelima dengan Berdasarkan penuturan ketiga
inisial Tenri, adalah : informan di atas yang mengungkap
bagaimana tampilan komunikasi
“Meskipun logat dan dialek Bugis saya nonverbal etnik Bugis dalam
yang sulit untuk dihilangkan tetapi dengan berinteraksi dengan masyarakat budaya
tidak menyombongkan diri saya dijuluki ibu
ramah oleh teman-teman orang Sunda,
Sunda, yakni kecenderungan
bergaul dengan mereka akhirnya mulai menggunakan intonasi suara yang agak
agak terbiasa dengan perilakunya”. besar, tetap mempertahankan
keramahan dengan senyum. Kemudian
Berdasarkan penuturan ketiga karena telah bergaul dengan orang
informan di atas yang mengungkap Sunda sekian lama sehingga bebas
bagaimana tampilan komunikasi verbal menunjukkan emosi yang dialami,
etnik Bugis dalam berinteraksi dengan bersikap ramah dan bersahabat.
masyarakat budaya Sunda, yakni Uraian secara rinci mengenai
kecenderungan menggunakan bahasa pengkategorian hasil penelitian tersebut,
Indonesia ketika berkomunikasi dengan dapat di lihat pada gambar 3, berikut
orang Sunda tetapi lebih menyukai mengenai pengelolaan kesan verbal etnik
menggunakan bahasa Bugis ketika Bugis dalam berinteraksi dengan budaya
berkomunikasi dengan sesama etnik. Sunda, yakni :
Kemudian informan yang menggunakan

Pengelolaan Kesan Verbal Pengelolaan Kesan Non Verbal


•  Menggunakan Bahasa Intonasi Suara agak Tinggi
Indonesia Tetapi Tetap Gerak Tubuh Bersahabat
Mempertahankan Dialek Lebih Terbuka Dalam
Bugis.
  Berekspresi
Ramah dan Cepat Akrab

Gambar 3 : Pengelolaan Kesan Verbal

KESIMPULAN 1. Tampilan komunikasi verbal cen-


derung menggunakan bahasa Indo-
Setelah dipaparkan dan diuraikan nesia dengan tetap mempertahankan
secara rinci, mengenai masalah-masalah dialek atau logat Bugis yang kental,
tersebut, maka dapat ditarik simpulan, meskipun telah lama melakukan
sebagai berikut : adaptasi diri di Kota Bandung.

62
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

Pengelolaan kesan mereka gunakan DAFTAR PUSTAKA


menggunakan bahasa Indonesia juga
telah memadukannya dialek dengan A. Buku Teks
bahasa Sunda, meskipun dialek Bugis Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar
masih lebih kental. Manusia. Edisi ke-5. Jakarta : Professional
Books.
2. Tampilan komunikasi nonverbal yang Denzin, Norman K. and Lincoln, Yvonna. 1994.
ditampilkan adalah tetap Handbook of Qualitative Research.
mempertahankan intonasi dan suara California: SAGE Publications, Inc.
yang agak keras dengan tetap senyum Gudykunst, William B dan Young Yun Kim.
dan ramah yang juga sesuai dengan 1992. Communicating with Strangers : an
Approach to Intercultural Communication.
karakter adat sopan santun etnik Edisi ke-2. New York : McGraw-Hill.
Bugis. Griffin, E. (2000). A First Look At
3. Setelah melakukan penelitian Communication Theory (4th ed). Boston,
MA: McGraw Hill
mengenai pengelolaan kesan etnik Hayakawa, SI. “Simbol-Simbol” Dalam Deddy
Bugis dalam adaptasi diri dengan Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, ed. 1996.
budaya Sunda, maka saran-saran yang Komunikasi Antarbudaya : Panduan
dapat diberikan, antara lain : Berkomunikasi dengan Orang-orang
a. Mengkaji secara mendalam Berbeda Budaya. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
mengenai berbagai subkultur Hall, J.A., & Kapp, M.L. (1992). Nonverbal
budaya Bugis sebagai keunikan Communication in Human Interaction (3rd
etnik yang ada, tujuannya ed.). New York: Holt Rinehart and
memperkaya khasanah kajian Winston, Inc
komunikasi antar budaya di Kriyantono, Rachmad. 2007. Riset Komunikasi.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Indonesia. Littlejohn, Stephen W. 1996. Theories of Human
b. Para peneliti lebih mendalam Communication. Edisi ke-3. Belmont :
melakukan kajian komunikasi Wadsworth.
nonverbal yang ditonjolkan pada Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi : Suatu
setiap karakteristik etnik-etnik Pengantar. Bandung : Rosdakarya.
__________.2002. Komunikasi Jenaka : Parade
lainnya di Indonesia dengan Anekdot, Humor & Pengalaman Konyol.
berbagai daya tariknya. Bandung : Rosdakarya.
c. Mengembangkan kerangka __________.2004. Metodologi Penelitian
analitis, metodologis, dan Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu
penjelasan teoritis yang berfungsi Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya.
Bandung : Rosdakarya.
untuk mengakomodasi data dan __________. 2005. Komunikasi Efektif (Suatu
interaksi sosial etnik Bugis di Pendekatan Lintasbudaya). Bandung :
tempat baru (new culture). Rosdakarya.
d. Memberikan pola acuan Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta:
karakteristik etnik Bugis dalam Penerbit Nalar.
Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Psikologi
beradaptasi dengan budaya baru Komunikasi. Bandung : Remaja
(new culture). Tujuannya me- Rosdakarya.
ngurangi kecemasan, penghindar- Samovar, Larry dan Richard E Porter. 1991.
an terjadinya konflik dalam Communication between Cultures. Belmont
masyarakat, khususnya dalam : Wadsworth.
Samovar, Larry dan Richard E Porter. 2000.
lingkungan masyarakat Sunda. Intercultural Communication : A Reader.
Edisi ke-9. Belmont : Wadsworth.

63
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol. 2, No.1 Januari – Maret 2013

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2007. Dasar-


Dasar Penelitian Komunikasi (Tata B. Referensi lain :
Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi
Data). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. "http://en.wikipedia.org/wiki/nonverbal
Santana, K. Septiawan. 2007. Menulis Ilmiah communications diakses l 1 Agustus
(Metode Penelitian Kualitatif). Jakarta : 2012
Yayasan Obor Indonesia. "http://en.wikipedia.org/wiki/etnik bugis diakses
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2002. Teori Komunikasi. tanggal 1 Agustus 2012.
Jakarta: UT "http://en.wikipedia.org/wiki/intercultural
Tubbs, Stewart L dan Sylvia Moss. 1996. Human communications. diakses tanggal 7
Communication : Prinsip-Prinsip Dasar. Agustus 2012.
Editor dan Pengantar Deddy Mulyana. "http://en.wikipedia.org/wiki/identitas etnik.
Bandung : Rosdakarya. diakses tanggal 7 Agustu
West, R., & Turner, L. H. 2007. Introducing
Communication Theory: Analysis and
Application. Mountain View, CA:
Mayfield.

64

Anda mungkin juga menyukai