Anda di halaman 1dari 4

JEROME BRUNER

TEORI BELAJAR

PENDEKATAN METAFORIS

PENDEKATAN FILOSOFIS

A) ONTOLOGIS

B) EPISTEMOLOGIS
C) AKSIOLOGIS
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model pembelajaran atau
belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner
Guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan
pertanyaanpertanyaan, mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen
Salah satu model belajar penemuan yang diterapkan di Indonesia adalah konsep yang
kita kenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA.

PENDEKATAN SCIENTIS

A) Perkembangan Intelektual Anak


1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, disebut masa pra sekolah. Pada taraf ini
individu belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif
pribadinya dengan realitas dunia luar. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan
konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.54 Tahap ini disebut juga dengan
tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitar atau dunia sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan motorik.55
Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya
2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam
menghadapi suatu masalah individu hanya dapat memecahkan masalah yang langsung
dihadapinya secara nyata. Individu belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.56
Tahap ini disebut juga dengan tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal.57 Maksudnya adalah dalam
memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui perumpamaan atau tampil, gambar,
visualisai dan perbandingan atau komparasi secara sederhana dan sebagainya..
3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan
kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya
sebelumnya.58 Tahap ini disebut juga dengan tahap simbolik, seseorang telah mampu
memilki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa dan logika.59 Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui
simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan
menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya,
semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi
menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran
merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses
belajar
B) Tahap-Tahap Dalam Proses Pembelajaran
1. Perolehan informasi, yaitu tahap permulaan, dimana infromasi diterima dari luar, informasi
secara sederhana diartikan adalah sebagai ilmu pengetahuan.
2. Pengolahan informasi, yaitu penyesuaian informasi-informasi yang telah diperoleh berupa
pengklasifikasian secara objeltif.
3. Checking atau mengadakan “test kecukupan” atau kebenaran terhadap informasi yang
telah diolahnya tersebut.11

PENDEKATAN SUFISTIS

Dari Teori Discovery Learning ,Guru berperan sebagai tutor, fasilitator, motivator dan evaluator.

Hal ini dapat terlihat dari peranan seorang guru dalam belajar discovery berikut:

1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu berpusat pada masalah-
masalah yang tepat untuk diketahui oleh siswa, baik secara kelompok maupun secara individu.
2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah. Berupa:
a) Menggunakan fakta-fakta yang belawanan.
b) Menggunakan hal yang sudah dikenali oleh siswa.
c) Siswa akan merasa sanggsi dengan jawab sehigga lahirlah hipotesis siswa.
d) Menemukan konsep atau teori dari masalah yang sesungghnya.
3. Memperhatikan tiga hal, berupa cara enaktik (berifat manupulatif), ikonik (bersifat latar
belakang kemampuan internal siswa), dan cara simbolik (berdasarkan media berpikir).
4. Jika dilakukan di Labolatorium, maka guru adalah sebagai pembimbing (tutor) atau fasilitator
siswa.
5. Menilai hasil belajar, setelah adanya proses penarikan kesimpulan dari guru secara
keseluruhan. Memberikan motivasi kepada siswa untuk terus mencari dan berpikir terhadap
materi-materi yang dipandang belum diketahui. Meberi penghargaan yang berhasil dan
memutivasi bagi yang kurang beruntung.
TEORI AL GHAZALI

PENDEKATAN METAFORIS

”Dunia adalah ladang tempat persemaian benih-benih akhirat. Dunia adalah alat yang menghubungkan
seseorang dengan Allah. Sudah barang tentu, bagi orang yang menjadikan dunia hanya sebagai alat dan
tempat persinggahan, bukan bagi orang yang menjadikannya sebagai tempat tinggal yang kekal dan
negeri yang abadi”.

PENDEKATAN FILOSOFIS

A) ONTOLOGIS
Kecintaannya dan perhatiannya yang sangat besar terhadap moralitas dan pengetahuan
sehingga ia berusaha untuk mengabdikan hidupnya untuk mengarungi samudra keilmuan.
B) EPISTEMOLOGIS
Menurut Imam al-Ghazali biarpun bagaimana bapak memelihara anaknya dari azab dan
kesengsaraan dunia, tentunya lebih layak dan patut memeliharanya dari api neraka. Caranya
tentu dengan mendidik, mengasuhnya dan mengajarkannya budi pekerti yang mulia (Nasruddin
Thaha, 2005: 35).
Ilustrasi yang sering digunakan al-Ghazali untuk mengingatkan bahwa salah satu kesenangan
yang disukai saat kecil adalah pertunjukan boneka. Ia mengatakan orang yang mengaku bahwa
semua gerakannya sebagai gerakannya sendiri, adalah seperti anak yang sedang Menyaksikan
boneka tersebut. Sebab ia menyangka bahwa apa yang dapat dilihat dalam dunia nyata tidak
memiliki penyebab di dunia ghaib.
Al-Ghazali akhirnya berkesimpulan, jika seorang anak dididik dengan baik, dia akan
mendapatkan jalan yang baik pula kelak. Didikan yang baik watu kanak-kanak akan
meninggalkan kesan mendalam dalam hati, ibarat ukiran di atas batu (Margareth Smith,
2000: 4-5).
Dengan demikian, corak pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan cenderung bersifat sufistik dan
lebih banyak bersifat rohaniah. Menurutnya ciri khas pendidikan Islam itu lebih menekankan
nilai moralitas yang dibangun dari sendi-sendi akhlak Islam.
C) AKSIOLOGIS
Dalam belajar dan pembelajaran, al-Ghazâlî mengajarkan bahwa belajar adalah proses
memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu
pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran yang bertahap, dimana proses
pembelajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri
kepada Allah menjadi manusia sempurna.

PENDEKATAN SCIENTIS
Berkaitan dengan belajar seorang harus memperhatikan proses perkembangan psikologis anak, yang
menurut al-Ghazâlî terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:

A. Al-Janîn; yaitu tingkat perkembangan anak ketika berada dalam kandungan dan setelah
ditiupkan roh pada umur empat bulan. Pada masa ini orang tua dapat mempersiapkan
pembelajaran anak dengan sebutan pembelajaran pranatal.
B. Al-Thifl, yaitu tingkatan anak yang bisa dicapai dengan memperbanyak latihan dan kebiasaan
sehingga mengetahui aktifitas dan perilaku.
C. Al-Tamyîs, yaitu tingkatan anak yang dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk, bahkan
lebih jauh dari itu, akalnya telah dapat menangkap dan memahami ilmu dharuri.
D. Al-’Âqil, yaitu tingkatan yang dicapai seseorang yang sempurna akalnya bahkan telah
berkembang akalnya sehingga dapat menguasai ilmu dharûrî.
E. Al-Awliyâ’ dan al-Anbiyâ’, yaitu tingkat tertinggi dari perkembangan manusia. Pada tingkatan ini
seseorang dapat memperoleh ilmu melalui wahyu—sebagaimana seorang nabi—dan juga
melalui ilham dan ilmu ladunnî.

Menelaah perkembangan psikologis anak di atas, terlihat bahwa al-Ghazâlî meninjau


perkembangan kejiwaan manusia berawal dari domain/ranah kognitif, yang merupakan ranah
kejiwaan yang berada di otak sebagai pusat syaraf. Ranah kognitif merupakan sumber sekaligus
pengendali ranah-ranah kejiwaan lain, yakni ranah afektif (rasa), dan ranah psikomotor (karsa). Al-
Ghazâlî memandang bahwa sistem otak sebagai suatu hal yang terpenting dalam perkembangan
belajar anak, oleh karenanya ia memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan pikiran anak
dengan lima perkembangan di atasang baik dan buruk

PENDEKATAN SUFISTIS

“sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam…” “.... dan
ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui pengajajaran dan bukan ilmu yang
tidak berkembang” (Imam al-Ghazali, tt: 3).

Jika kita perhatikan, pada kutipan yang pertama, kata “hasil”,

menunjukkan proses, kata “mendekatkan diri kepada Allah”

menunjukkan tujuan, dan kata “ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan

pada kutipan kedua merupakan penjelasan mengenai alat, yakni

disampaikannya dalam bentuk pengajaran.

Anda mungkin juga menyukai