PEMBAHASAN
27
2008 tentang Wajib belajar mewajibkan wajib belajar 9 tahun yaitu tingkat setara Sekolah
Menengah Atas. Pada hasil penelitian ini didapatkan ibu sudah terdapat 87% mendapatkan
pendidikan minimal 9 tahun dibandingkan ibu dengan pendidikan lebih rendah. Konsep dasar
pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih
baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga dan masyarakat.
Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pengetahuan. Individu
yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mudah menerima informasi begitu
juga dengan masalah informasi tentang imunisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan,
sebaliknya ibu yang tingkat pendidikannya rendah akan mendapat kesulitan untuk menerima
informasi yang ada sehingga mereka kurang memahami tentang kelengkapan imunisasi.
Pendidikan seseorang berbeda-beda juga akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan
keputusan, pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru
dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat diterima dan
dilaksanakan. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau
kelompok masyarakat disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan
perilakunya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi anak/bayi,
baik itu pendidikan formal maupun non formal.
Penelitian triana Vivi (2016) di Padang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara
tingkat pendidikan orang tua dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. Hal ini juga
terdapat pada penelitian Rahmawati 2014 tingkat pendidikan ibu terhadap kelengkapan imunisasi
tidak terdapat pengaruh antara terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi atau balita. Akan
tetapi, dalam penelitian Jannah (2009), Irfani (2010) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak.
Penelitian Rahmawati dan Catarina 2014 menyatakan bahwa Hasil uji statistic diperoleh nilai p
sebesar 0,000 (p < α) yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kelengkapan
imunisasi pada bayi atau balita. OR=14,095 artinya ibu yang memiliki tingkat pendidikan < 9
tahun beresiko 14,095 kali menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi dasar pada bayi atau balita
dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pendidikan ≥ 9 tahun. Penelitian Prayogo dkk (2009),
28
Huda (2009) ibu dengan pengetahuan baik mempunyai hubungan dengan imunisasi dasar
lengkap pada bayinya.
29
sakit saat penyuntikan. Dengan membangun kepercayaan orang tua lebih mungkin dapat
dipengaruhi oleh saran-saran dari petugas kesehatan. Pada hal ini tenaga kesehatan dapat
memaksimalkan peran kader posyandu dalam menjangkau imunisasi merata di seluruh desa.
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari dan oleh masyarakat yang
bertugas membantu kelancaran kesehatan. Kader posyandu adalah orang yang mempunyai tugas
untuk melaksanakan program posyandu termasuk didalamnya adalah imunisasi. Pada sebuah
penelitian ditemukan bahwa terhadap hubungan antara peran kader terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada anak.
30
orang lain dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan
lembaga agama serta faktor emosional. Berdasarkan penelitian Jannah (2009) menunjukkan
bahwa ibu yang memiliki sikap positif sebagian besar status imunisasi anaknya lengkap
dibanding dengan ibu yang memiliki sikap negatif. Pada penelitian Triana (2016) menyatakan
adanya hubungan yang bermakna antara motivasi orang tua dengan pemberian imunisasi dasar
lengkap pada bayi di Kecamatan Kuranji Kota Padang tahun 2015 dengan nilai PR = 2,88 (95%
CI: 1,75-4,75), artinya Orang tua yang memiliki motivasi rendah terhadap imunisasi berisiko
2,88 kali lebih besar tidak memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang
memiliki motivasi cukup.
Motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Motivasi menjadi suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan
suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau
daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak
ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi seseorang dapat
ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-
ekstrinsik. Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa
adanya rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan
keajegan dalam belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar
individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut seperti nilai, hadiah, dan/atau
penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang. Motivasi ekstrinsik yang
menjadi penyebab ketidaklengkapan imunisasi dasar lengkap pada bayi adalah desas-desus yang
didengar oleh ibu tentang imunisasi seperti adanya anggapan yang menyatakan bahwa imunisasi
tersebut tidak berguna, imunisasi menyebabkan anak sakit, imunisasi tersebut haram untuk
diberikan pada bayi dan seterusnya. Motivasi ekstrinsik lain yang mempengaruhi kelengkapan
pemberian imunnisasi pada anak adalah kepercayaan ibu terhadap imunisasi tersebut.
Dengan adanya anggapan-anggapan negatif ini sehingga mendorong orang tua/ibu untuk
tidak memberikan imunisasi pada anaknya. Oleh karena itu disarankan kepada tenaga kesehatan
agar memberikan arahan/ dorongan kepada orang tua khususnya ibu agar merubah anggapan-
anggapan negatif tentang imunisasi dengan cara melakukan penyuluhan rutin, penyuluhan ini
diutamakan pada ibu yang tidak memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya agar mereka
memberikan imunisasi yang lengkap pada anak mereka berikutnya. Pada penelitian Triana Vivi
31
juga menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara ibu yang mendapatkan cukup
informasi tentang imunisasi dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi, artinya orang
tua yang mendapatkan sedikit informasi tetang imunisasi berisiko 1,92 kali lebih besar tidak
memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang mendapatkan cukup
informasi tentang imunisasi.
Informasi kesehatan tentang imunisasi berkaitan dengan tempat dan jadwal pelayanan
imunisasi, rasa nyaman ibu pada saat anak mengalami sakit ketika mendapatkan imunisasi dan
anggapan ibu bahwa imunisasi tidak dapat mencegah bahkan membuat anak sakit. Informasi
kesehatan ini erat kaitannya dengan pengetahuan dan sikap dari orang tua. Orang tua/ibu yang
memiliki banyak informasi positif tentang imunisasi maka mereka akan memberikan imunisasi
dasar yang lengkap kepada bayinya, begitu juga sebaliknya orang tua/ ibu yang memiliki sedikit
informasi tentang imunisasi maka mereka tidak akan memberikan imunisasi dasar lengkap
kepada bayinya.
32
penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan diperlukan dalam menimbulkan rasa percaya diri
maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting terhadap pembentukan tindakan seseorang. Pengetahuan tentang
penyakit dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu penyakit yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk mengurangi ancaman dari suatu penyakit.
Orang yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal maka orang tersebut akan
mengaplikasikan pengetahuannya tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, begitu juga dengan
masalah imunisasi, orang tua/ ibu dengan pengetahuan tinggi tentang imunisasi maka mereka
akan memberikan imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya serta memperhatikan kapan waktu
yang tepat untuk memberikan imunisasi tersebut. Begitu juga sebaliknya ibu yang memiliki
pengetahuan rendah maka mereka tidak akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan pada
bayinya terutama masalah imunisasi. Oleh karena itu tindakan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan orang tua adalah mengupayakan agar terlaksananya penyuluhan rutin
kepada masyarakat terutama ibu yang memiliki bayi, penyuluhan ini dapat dilaksanakan di
Puskesmas, Posyandu baik secara individu maupun kelompok. Penyuluhan juga dapat dilakukan
dengan penyebaran leaflet/ poster ataupun media sosial.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 30 responden terdapat 12 orang (40%)
responden mempunyai pengetahuan kurang, terdapat 14 orang (46.66%) responden mempunyai
pengetahuan cukup dan terdapat 4 orang (13.33%) responden yang mempunyai pengetahuan
baik. Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pendidikan.
Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi. Sebagai contoh ibu
yang mempunyai tingkat pengetahuan SMA maka tingkat pengetahuannya akan lebih baik
daripada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SD dan SMP. Menurut Notoatmodjo, S. (2012)
pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan salah satunya dimana pendidikan mempengaruhi daya
tangkap seseorang dalam penerimaan informasi yang baru. Dengan tingkat pendidikan responden
yang berpengetahuan rendah menyebabkan daya tangkap menerima informasi lebih rendah
dibandingkan dengan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini juga selaras dengan penelitian yang
berjudul Hubungan Tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kepatuhan ibu dalam
pemberian imunisasi dasar pada bayi di puskesmas Cawas tahun 2012 pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi. Penelitian Lisa dkk juga
33
didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu terhadap pemberian
imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Buntu Batu Kecamatan Buntu Batu Kabupaten
Enrekang. Penelitian Triana (2016) menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan orang tua dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi di Kecamatan
Kuranji Kota Padang tahun 2015 dengan nilai PR = 2,02 (95% CI: 1,22- 3,36), artinya orang tua
yang memiliki pengetahuan rendah berisiko 2,02 kali lebih besar tidak memberikan imunisasi
dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang memiliki pengetahuan tinggi. Penelitian
Rahmawati & Chatarina (2014) menyatakan hasil uji statistik diperoleh nilai p 0,001 (p < α)
berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi atau
balita. OR=8,700 artinya tingkat pengetahuan yang kurang beresiko 8,700 kali menyebabkan
ketidaklengkapan imunisasi pada bayi atau balita dibandingkan ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik. Akan tetapi ada penelitian yang telah dilakukan oleh Astrianzah (2011),
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu tidak berhubungan dengan status imunisasi dasar
lengkap pada balita.
34
lebih tinggi pada ibu yang tidak bekerja daripada ibu yang bekerja. Akan tetapi peneltian Triana
(2016) didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara status pekerjaan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi. Pada penelitian Nanda dkk (2009) juga menyatakan tidak ada hubungan
yang signifikan antara status pekerjaan ibu dan kelengkapan pemberian imunisasi.
35
tahun 2013 yang diambil secara nasional, masih banyak keluarga atau orang tua yang tidak
memberikan imunisasi pada anak-anak mereka, dengan alasan yang bermacam-macam, dari data
yang dikumpulkan oleh Riskesda tahun 2013 secara nasional, alasan mengapa anak tidak
diimunisasi yaitu efek samping imunisasi berupa demam pada anak,dapat dilihat ditabel berikut :
30%
25%
20%
Axis Title
15%
10%
5%
0%
tidak
takut keluarg tempat
tahu anak
anak a tidak imunis sibuk/r
tempat sering
menjad mengiz asi epot
imunis sakit
i panas inkan jauh
asi
Series 1 28% 26% 21% 6% 7% 16%
Penelitian izenberg (2002) dan Gupte (2004) menyatakan salah satu alasan kenapa orang
tua/keluarga tidak memberikan imunisasi dasar adalah karena bayi dalam kondisi sehat sehingga
ibu beranggapan bahwa bayi tidak memerlukan imunisasi. Ibu percaya bahwa anak berada dalam
kondisi sehat sehingga tidak akan menyebarkan penyakit meskipun tidak mendapatkan
imunisasi. Penyebab yang lain adalah orang tua merasa khawatir efek samping yaitu bayi akan
mengalami pembengkakan dan kemerahan pada kulit, rewel, dan demam. Ibu mengatakan bahwa
merasa takut ketika anak mendapatkan imunisasi seperti BCG sebab menimbulkan bekas luka
sehingga membuat ibu ragu setiap kali akan diimunisasi. Ibu merasa khawatir anak mereka
mengalami reaksi buruk akibat vaksinasi seperti bengkak dan demam sehingga sering dianggap
sebagai ancaman besar dibandingkan komplikasi-komplikasi yang lebih serius yang dapat terjadi
bila anak tidak mendapatkan imunisasi seperti pneumonia, meningitis, dan bahkan kematian.
Oleh karena itu, saat anak mengalami sakit seperti demam setelah diimunisasi bukan berarti ibu
mengabaikan pemberian imunisasi dasar pada anak yang merupakan komponen penting dalam
perkembangan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekhawatiran ibu mengenai injeksi
menyebabkan ibu enggan memberikan imunisasi dasar. Sebanyak 9 orang (37.5%) dari 24 ibu
36
yang termasuk dalam peran buruk dalam pemberian imunisasi dasar, mengungkapkan bahwa
merasa cemas dan tegang setiap kali bayi hendak diimunisasi.
Pemahaman mengenai imunisasi sangat diperlukan orang tua sebagai dasar dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan anak. Pemberian imunisasi dasar pada anak harus dilandasi
dengan adanya pemahaman yang baik dari orang tua mengenai imunisasi sebagai suatu upaya
pemeliharaan kesehatan anak melalui upaya pencegahan penyakit. Sehingga orang tua
diharapkan dapat menyadari dan memiliki pemahaman yang positif terhadap imunisasi. Apabila
orang tua khawatir dan memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi berarti orang tua
membiarkan anaknya menderita penyakit yang dapat membahayakan jiwa dimana penyakit
tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Orang tua harus berperan secara
aktif dalam memelihara kesehatan anak sebagai upaya untuk memaksimalkan proses
pertumbuhan dan perkembangan anak terutama pada tahun pertama kehidupan anak.
37