Anda di halaman 1dari 11

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Usia Ibu23,24,25,26,27


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 orang responden didapatkan
bahwa mayoritas usia responden yaitu kelompok dewasa (21 – 45 tahun) dengan jumlah 27
responden (90%). Usia dewasa merupakan masa dimana seseorang dianggap telah dewasa, baik
secara fisiologis, psikologis, dan kognitif (Perry & Potter, 2005). Secara kognitif, kebiasaan
berpikir rasional meningkat pada usia dewasa awal dan tengah (Potter & Perry, 2005).
Notoadmodjo (2005) menyatakan bahwa usia akan mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Umur seseorang
dapat mempengaruhi pengetahuan, semakin lanjut umur seseorang maka kemungkinan semakin
meningkat pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.
Penelitian Rahmawati dan Chatarina 2014 di Surabaya menyatakan bahwa analisis
pengaruh antara faktor usia responden dengan kelengkapan imunisasi tidak terdapat pengaruh
antara usia responden terhadap kelengkapan imunisasi. Hal ini juga didukung penelitian
Paridawati (2012), menyatakan tidak ada hubungan antara umur responden atau umur ibu dengan
status kelengkapan imunisasi bayi. Namun Rizqiawan (2008), menjelaskan bahwa usia ibu yang
mengalami peningkatan dalam batas tertentu maka dapat meningkatkan pengalaman ibu dalam
mengasuh anak, sehingga akan berpengaruh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
timbulnya penyakit. Namun usia ibu bukan salah satu dari faktor penyebab kelengkapan
imunisasi masih banyak faktor lainnya dan penelitian ini juga memeiliki keterbatasan panelitian
yaitu tidak dilakukannya uji faktor hubungan.

5.2 Pendidikan 12,13,14,15,16,24,25, 28


Pendidikan menurut Notoadmodjo (2009), yaitu pengetahuan ibu yang diperoleh dari
pendidikan, pengamatan ataupun informasi yang didapat seseorang, dengan adanya pengetahuan
seseorang dapat melakukan perubahan-perubahan sehingga tingkah laku dari seseorang dapat
berkembang. Semua kegiatan yang dilakukan ibu mengenai pelaksanaan imunisasi bayi tidak
lain adalah hasil yang didapatkan dari pendidikan. Pemerintah Indonesia dalam PP No 47 tahun

27
2008 tentang Wajib belajar mewajibkan wajib belajar 9 tahun yaitu tingkat setara Sekolah
Menengah Atas. Pada hasil penelitian ini didapatkan ibu sudah terdapat 87% mendapatkan
pendidikan minimal 9 tahun dibandingkan ibu dengan pendidikan lebih rendah. Konsep dasar
pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih
baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga dan masyarakat.
Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pengetahuan. Individu
yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mudah menerima informasi begitu
juga dengan masalah informasi tentang imunisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan,
sebaliknya ibu yang tingkat pendidikannya rendah akan mendapat kesulitan untuk menerima
informasi yang ada sehingga mereka kurang memahami tentang kelengkapan imunisasi.
Pendidikan seseorang berbeda-beda juga akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan
keputusan, pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru
dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat diterima dan
dilaksanakan. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau
kelompok masyarakat disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan
perilakunya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi anak/bayi,
baik itu pendidikan formal maupun non formal.
Penelitian triana Vivi (2016) di Padang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara
tingkat pendidikan orang tua dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. Hal ini juga
terdapat pada penelitian Rahmawati 2014 tingkat pendidikan ibu terhadap kelengkapan imunisasi
tidak terdapat pengaruh antara terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi atau balita. Akan
tetapi, dalam penelitian Jannah (2009), Irfani (2010) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak.
Penelitian Rahmawati dan Catarina 2014 menyatakan bahwa Hasil uji statistic diperoleh nilai p
sebesar 0,000 (p < α) yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kelengkapan
imunisasi pada bayi atau balita. OR=14,095 artinya ibu yang memiliki tingkat pendidikan < 9
tahun beresiko 14,095 kali menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi dasar pada bayi atau balita
dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pendidikan ≥ 9 tahun. Penelitian Prayogo dkk (2009),

28
Huda (2009) ibu dengan pengetahuan baik mempunyai hubungan dengan imunisasi dasar
lengkap pada bayinya.

5.3. Dukungan Kesehatan 18,19,20,29


Petugas Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa
pendidikan gelar D3, S1, S2 dan S3; pendidikan non gelar .
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Zakiyah (2014) mengatakan pelaksanaan
imunisasi tidak terlepas dari peran petugas kesehatan yang berhubungan langsung baik dengan
masyarakat maupun sarana prasarana. Peran petugas kesehatan dalam program imunisasi
meliputi penyusunan perencanaan, pelaksanaan imunisasi, pengelolaan rantai vaksin,
penanganan limbah, standar tenaga dan pelatihan teknis, pencatatan dan pelaporan, supervisi dan
bimbingan teknis, serta monitoring dan evaluasi. Dalam penilitian Ditarahmaika (2015)
ditemukan bahwa terdapat korelasi positif antara komunikasi tenaga kesehatan terhadap status
imunisasi dasar lengkap pada anak. Tenaga kesehatan mempunyai peranan dalam pencapaian
imunisasi dasar lengkap. Komunikasi yang baik kepada ibu dapat mempengaruhi keputusan ibu
untuk memberikan imunisasi pada anaknya. Orang tua memerlukan komunikasi tentang vaksin
terutama keuntungan dan risiko jika imunisasi tidak diberikan. Diskusi juga diperlukan kepada
anggota keluarga sehingga dapat meningkatkan dukungan keluarga terhadap imunisasi.
Hasil penelitian yang telah didapat, dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Selat
Kabupaten Kapuas. Dari 30 responden, didapatkan bahwa responden yang mendukung ada 24
responden (79%) dan yang tidak mendukung ada 6 responden (21%). Hal ini menunjukkan
bahwa petugas kesehatan sudah cukup aktif dalam memberikan penyuluhan kesehatan tentang
imunisasi dasar lengkap, dan petugas kesehatan juga melakukan kunjungan ke rumah-rumah
untuk mencari balita yang belum mendapat imunisasi. Peran petugas kesehatan (Bidan, Perawat,
Dokter) berperan dalam peningkatan derajat kesehatan bayi, juga untuk merubah perilaku
masyarakat yang tidak sehat ke arah perilaku sehat Pedoman komunikasi dengan orang tua yang
menolak untuk memberikan imunisasi anaknya yakni menganjurkan kepada petugas kesehatan
untuk mendengarkan dan memberikan pengetahuan tentang risiko dan manfaat imunisasi
sehingga informasi yang salah dapat dikoreksi, dan mengambil langkah untuk mengurangi rasa

29
sakit saat penyuntikan. Dengan membangun kepercayaan orang tua lebih mungkin dapat
dipengaruhi oleh saran-saran dari petugas kesehatan. Pada hal ini tenaga kesehatan dapat
memaksimalkan peran kader posyandu dalam menjangkau imunisasi merata di seluruh desa.
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari dan oleh masyarakat yang
bertugas membantu kelancaran kesehatan. Kader posyandu adalah orang yang mempunyai tugas
untuk melaksanakan program posyandu termasuk didalamnya adalah imunisasi. Pada sebuah
penelitian ditemukan bahwa terhadap hubungan antara peran kader terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada anak.

5.4. Sikap 15,28,30


Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Komponen yang dapat mempengaruhi sikap seseorang adalah keyakinan
subyektif, ide dan konsep, dan evaluasi terhadap hal tersebut, artinya walaupun seseorang
mempunyai pengetahuan baik atau cukup terhadap sesuatu hal, orang itu juga ingin mengetahui
bagaimana orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya memandang hal tersebut. Seperti
yang dikemukakan Azwar (2013) bahwa sikap terdiri dari 4 tingkatan, yaitu Menerima
(receiving), individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan, Merespons
(responding), sikap individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan, Menghargai (valuing); sikap individu mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, dan Bertanggung Jawab (responsible),
sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala risiko atas segala sesuatu
yang dipilihnya. Pengukuran sikap ibu dalam pemberian imunisasi dasar diukur dengan
menggunakan kuisioner yang telah di validasi. Kuisioner ini digunakan untuk mengetahui sikap
dan motivasi ibu tentang imunisasi pada bayi dan balita
Hasil penelitian yang telah didapat dan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Selat Kuala
Kapuas. Dari 30 responden, sebanyak 27 orang (90 %) memiliki sikap tidak yakin tentang
imunisasi, sedangkan 3 orang lainnya (10 %) memiliki sikap yang yakin. Sikap ibu yang baik
atau yakin disebabkan karena dapat memahami dan memiliki motivasi dan informasi yang baik
tentang imunisasi dasar. Sedangkan sikap ibu yang kurang yakin disebabkan karena kurangnya
memahami tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi. Sikap ibu dapat dipahami karena bila
ditinjau dari beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu pengalaman pribadi, pengaruh

30
orang lain dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan
lembaga agama serta faktor emosional. Berdasarkan penelitian Jannah (2009) menunjukkan
bahwa ibu yang memiliki sikap positif sebagian besar status imunisasi anaknya lengkap
dibanding dengan ibu yang memiliki sikap negatif. Pada penelitian Triana (2016) menyatakan
adanya hubungan yang bermakna antara motivasi orang tua dengan pemberian imunisasi dasar
lengkap pada bayi di Kecamatan Kuranji Kota Padang tahun 2015 dengan nilai PR = 2,88 (95%
CI: 1,75-4,75), artinya Orang tua yang memiliki motivasi rendah terhadap imunisasi berisiko
2,88 kali lebih besar tidak memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang
memiliki motivasi cukup.
Motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Motivasi menjadi suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan
suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau
daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak
ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi seseorang dapat
ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-
ekstrinsik. Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa
adanya rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan
keajegan dalam belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar
individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut seperti nilai, hadiah, dan/atau
penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang. Motivasi ekstrinsik yang
menjadi penyebab ketidaklengkapan imunisasi dasar lengkap pada bayi adalah desas-desus yang
didengar oleh ibu tentang imunisasi seperti adanya anggapan yang menyatakan bahwa imunisasi
tersebut tidak berguna, imunisasi menyebabkan anak sakit, imunisasi tersebut haram untuk
diberikan pada bayi dan seterusnya. Motivasi ekstrinsik lain yang mempengaruhi kelengkapan
pemberian imunnisasi pada anak adalah kepercayaan ibu terhadap imunisasi tersebut.
Dengan adanya anggapan-anggapan negatif ini sehingga mendorong orang tua/ibu untuk
tidak memberikan imunisasi pada anaknya. Oleh karena itu disarankan kepada tenaga kesehatan
agar memberikan arahan/ dorongan kepada orang tua khususnya ibu agar merubah anggapan-
anggapan negatif tentang imunisasi dengan cara melakukan penyuluhan rutin, penyuluhan ini
diutamakan pada ibu yang tidak memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya agar mereka
memberikan imunisasi yang lengkap pada anak mereka berikutnya. Pada penelitian Triana Vivi

31
juga menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara ibu yang mendapatkan cukup
informasi tentang imunisasi dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi, artinya orang
tua yang mendapatkan sedikit informasi tetang imunisasi berisiko 1,92 kali lebih besar tidak
memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang mendapatkan cukup
informasi tentang imunisasi.
Informasi kesehatan tentang imunisasi berkaitan dengan tempat dan jadwal pelayanan
imunisasi, rasa nyaman ibu pada saat anak mengalami sakit ketika mendapatkan imunisasi dan
anggapan ibu bahwa imunisasi tidak dapat mencegah bahkan membuat anak sakit. Informasi
kesehatan ini erat kaitannya dengan pengetahuan dan sikap dari orang tua. Orang tua/ibu yang
memiliki banyak informasi positif tentang imunisasi maka mereka akan memberikan imunisasi
dasar yang lengkap kepada bayinya, begitu juga sebaliknya orang tua/ ibu yang memiliki sedikit
informasi tentang imunisasi maka mereka tidak akan memberikan imunisasi dasar lengkap
kepada bayinya.

5.5 Dukungan Keluarga17,25, 31


Dalam mewujudkan sikap yang positif terhadap imunisasi diperlukan faktor pendukung
dari keluarga, hal ini telah diteliti oleh Fitriyanti (2009) serta Rahmawati dan Chatarina (2014)
bahwa dukungan keluarga berhubungan secara bermakna terhadap imunisasi dasar lengkap.
Hasil penelitian yang telah didapat dan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Selat Kuala
Kapuas. Dari 30 responden, sebanyak 63% memiliki keluarga yang mendukung imunisasi dan
37% memiliki keluarga yang tidak mendukung imunisasi akan tetapi keputusan pemberian
imunisasi dipegang oleh orang tua terutama ibu apakah ibu memiliki sikap yang negatif dan
menolak anak diberikan imunisasi atau termotivasi dan positif dalam memberikan imunisasi.
Ikawati (2011), menyatakan banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh salah satu
pengaruhnya yaitu kepercayaan yang dianut atau dipercaya oleh orang tua ataupun pengalaman
buruk yang pernah dilami oleh orang tua sehingga hal ini dapat mempengaruhi orang tua untuk
memberikan imunisasi pada anaknya.

5.6 Pengetahuan Ibu 25,30,32,33,34,35, 36


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indera

32
penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan diperlukan dalam menimbulkan rasa percaya diri
maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting terhadap pembentukan tindakan seseorang. Pengetahuan tentang
penyakit dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu penyakit yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk mengurangi ancaman dari suatu penyakit.
Orang yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal maka orang tersebut akan
mengaplikasikan pengetahuannya tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, begitu juga dengan
masalah imunisasi, orang tua/ ibu dengan pengetahuan tinggi tentang imunisasi maka mereka
akan memberikan imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya serta memperhatikan kapan waktu
yang tepat untuk memberikan imunisasi tersebut. Begitu juga sebaliknya ibu yang memiliki
pengetahuan rendah maka mereka tidak akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan pada
bayinya terutama masalah imunisasi. Oleh karena itu tindakan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan orang tua adalah mengupayakan agar terlaksananya penyuluhan rutin
kepada masyarakat terutama ibu yang memiliki bayi, penyuluhan ini dapat dilaksanakan di
Puskesmas, Posyandu baik secara individu maupun kelompok. Penyuluhan juga dapat dilakukan
dengan penyebaran leaflet/ poster ataupun media sosial.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 30 responden terdapat 12 orang (40%)
responden mempunyai pengetahuan kurang, terdapat 14 orang (46.66%) responden mempunyai
pengetahuan cukup dan terdapat 4 orang (13.33%) responden yang mempunyai pengetahuan
baik. Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pendidikan.
Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi. Sebagai contoh ibu
yang mempunyai tingkat pengetahuan SMA maka tingkat pengetahuannya akan lebih baik
daripada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SD dan SMP. Menurut Notoatmodjo, S. (2012)
pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan salah satunya dimana pendidikan mempengaruhi daya
tangkap seseorang dalam penerimaan informasi yang baru. Dengan tingkat pendidikan responden
yang berpengetahuan rendah menyebabkan daya tangkap menerima informasi lebih rendah
dibandingkan dengan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini juga selaras dengan penelitian yang
berjudul Hubungan Tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kepatuhan ibu dalam
pemberian imunisasi dasar pada bayi di puskesmas Cawas tahun 2012 pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi. Penelitian Lisa dkk juga

33
didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu terhadap pemberian
imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Buntu Batu Kecamatan Buntu Batu Kabupaten
Enrekang. Penelitian Triana (2016) menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan orang tua dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi di Kecamatan
Kuranji Kota Padang tahun 2015 dengan nilai PR = 2,02 (95% CI: 1,22- 3,36), artinya orang tua
yang memiliki pengetahuan rendah berisiko 2,02 kali lebih besar tidak memberikan imunisasi
dasar lengkap pada bayinya dari pada ibu yang memiliki pengetahuan tinggi. Penelitian
Rahmawati & Chatarina (2014) menyatakan hasil uji statistik diperoleh nilai p 0,001 (p < α)
berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi atau
balita. OR=8,700 artinya tingkat pengetahuan yang kurang beresiko 8,700 kali menyebabkan
ketidaklengkapan imunisasi pada bayi atau balita dibandingkan ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan yang baik. Akan tetapi ada penelitian yang telah dilakukan oleh Astrianzah (2011),
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu tidak berhubungan dengan status imunisasi dasar
lengkap pada balita.

5.7 Pekerjaan12,15,28 32,37


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 orang responden di dapatkan
bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan sebesar 17 responden atau 57%. Responden
yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 14 responden atau 47%, yang bekerja sebagai
pegawai negeri sipil yaitu sebanyak 2 responden atau 7%, dan berprofesi sebagai buruh sebanyak
1 responden atau 3%. Responden yang memiliki aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah
tangga/tidak bekerja yaitu 13 responden atau 43%. Pekerjaan orang tua juga dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Menurut Notoatmodjo, S. (2012) semakin banyak waktu
untuk bekerja semakin sedikit pula kesempatan untuk mendapatkan informasi. Pekerjaan yang
dilakukan oleh orang tua dapat memberi suatu dampak, dimana orang tua lebih memahami apa
yang ia lakukan tanpa mengetahui pendidikan kesehatan yang penting bagi dirinya baik itu
melalui koran, majalah, atau media televisi karena terlalu sibuk. Begitu pula bagi orang tua yang
tidak memiliki pekerjaan, dimana orang tua lebih menyibukkan diri dengan lingkungannya tanpa
memperhatikan pendidikan kesehatan yang dapat diperolehnya dan membuat ibu kurang
mengerti tentang pentingnya mengimunisasikan bayinya. Dalam penelitian Prayogo dkk (2009)
dan Jannah (2009) disebutkan bahwa persentase ibu yang memberikan imunisasi dasar lengkap

34
lebih tinggi pada ibu yang tidak bekerja daripada ibu yang bekerja. Akan tetapi peneltian Triana
(2016) didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara status pekerjaan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi. Pada penelitian Nanda dkk (2009) juga menyatakan tidak ada hubungan
yang signifikan antara status pekerjaan ibu dan kelengkapan pemberian imunisasi.

5.8 Pendapatan Keluarga10,28,31


Dari pendapatan bulanan responden, dari 30 responden,pendapatan bulanan responden
yang seusai atau lebih dari UMR Kuala Kapuas sebanyak 12 responden (40%) dan yang dibawah
UMR sebanyak 18 responden atau (60%). Status ekonomi seseorang akan mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam membiayai pelayanan kesehatan. Dalam penelitian Mulyanti
(2013) terdapat kencenderungan bahwa anak dengan tingkat pendapatan keluarga rendah
mempunyai riwayat imunisasi dasar yang tidak lengkap.
Akan tetapi penelitian Rahmawati & Chatarina (2014) serta Ikawati (2011) menyatakan
tidak ada hubungan bermakna antara pendapatan kelurga dengan status kelengkapan
imunisasi.hal tersebut juga dapat dikarenakan program imunisasi dasar merupakan program
wajib pemerintah yang bersifat gratis di puskesmas dan posyandu.

5.9. Alasan Ketidaklengkapan Imunisasi 14,25,38,39,40,41,42


Pada penelitian ini kami juga mensurvey alasan-alasan responden (ibu) dalam
mempengaruhi pemberian imunisasi kepada bayi dan balita dimana didapatkan 53% ketakutan
akan efek samping, 32% tidak tahu jadwal pemberian, 11% biaya dan 4% lain lain. Hal ini sesuai
dengan survey Kementrian Kesehatan dalam Keputusan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (KMK) No.482/Menkes/SK/IV/2010 Tentang Gerakan dan Universal Child
Immunization (UCI) Akselesari Imunisasi Nasional 2010-2014 bahwa ketakutakan efek samping
serta tidak tahu jadwal pemberian imunisasi menjadi alasan terbanyak pada bayi dan anak yang
tidak diimunisasi. Hal tersebut juga selaras pada penelitian Rahmawati dan Chatarina (2014) di
Surabaya Krembengan Utara didpatkan 65% dari 100 responden mengalami ketakutan akan efek
samping. Pada penelitian ini didapatkan masih adanya kendala biaya yang dikemukakan oleh
responden sebagai alasan tidak lengkapnya imunisasi. Hal tersebut juga menjadi perhatian bahwa
kurangnya informasi dan sosialisasi bahwa program imunisasi adalah program gratis yang bisa
didapatkan di puskesmas dan posyandu. Hal tersebut juga sesuai menurut data dari Riskesda

35
tahun 2013 yang diambil secara nasional, masih banyak keluarga atau orang tua yang tidak
memberikan imunisasi pada anak-anak mereka, dengan alasan yang bermacam-macam, dari data
yang dikumpulkan oleh Riskesda tahun 2013 secara nasional, alasan mengapa anak tidak
diimunisasi yaitu efek samping imunisasi berupa demam pada anak,dapat dilihat ditabel berikut :

30%
25%
20%
Axis Title

15%
10%
5%
0%
tidak
takut keluarg tempat
tahu anak
anak a tidak imunis sibuk/r
tempat sering
menjad mengiz asi epot
imunis sakit
i panas inkan jauh
asi
Series 1 28% 26% 21% 6% 7% 16%

Gambar 5.1 Alasan Anak Tidak Diimunisasi

Penelitian izenberg (2002) dan Gupte (2004) menyatakan salah satu alasan kenapa orang
tua/keluarga tidak memberikan imunisasi dasar adalah karena bayi dalam kondisi sehat sehingga
ibu beranggapan bahwa bayi tidak memerlukan imunisasi. Ibu percaya bahwa anak berada dalam
kondisi sehat sehingga tidak akan menyebarkan penyakit meskipun tidak mendapatkan
imunisasi. Penyebab yang lain adalah orang tua merasa khawatir efek samping yaitu bayi akan
mengalami pembengkakan dan kemerahan pada kulit, rewel, dan demam. Ibu mengatakan bahwa
merasa takut ketika anak mendapatkan imunisasi seperti BCG sebab menimbulkan bekas luka
sehingga membuat ibu ragu setiap kali akan diimunisasi. Ibu merasa khawatir anak mereka
mengalami reaksi buruk akibat vaksinasi seperti bengkak dan demam sehingga sering dianggap
sebagai ancaman besar dibandingkan komplikasi-komplikasi yang lebih serius yang dapat terjadi
bila anak tidak mendapatkan imunisasi seperti pneumonia, meningitis, dan bahkan kematian.
Oleh karena itu, saat anak mengalami sakit seperti demam setelah diimunisasi bukan berarti ibu
mengabaikan pemberian imunisasi dasar pada anak yang merupakan komponen penting dalam
perkembangan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekhawatiran ibu mengenai injeksi
menyebabkan ibu enggan memberikan imunisasi dasar. Sebanyak 9 orang (37.5%) dari 24 ibu

36
yang termasuk dalam peran buruk dalam pemberian imunisasi dasar, mengungkapkan bahwa
merasa cemas dan tegang setiap kali bayi hendak diimunisasi.
Pemahaman mengenai imunisasi sangat diperlukan orang tua sebagai dasar dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan anak. Pemberian imunisasi dasar pada anak harus dilandasi
dengan adanya pemahaman yang baik dari orang tua mengenai imunisasi sebagai suatu upaya
pemeliharaan kesehatan anak melalui upaya pencegahan penyakit. Sehingga orang tua
diharapkan dapat menyadari dan memiliki pemahaman yang positif terhadap imunisasi. Apabila
orang tua khawatir dan memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi berarti orang tua
membiarkan anaknya menderita penyakit yang dapat membahayakan jiwa dimana penyakit
tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Orang tua harus berperan secara
aktif dalam memelihara kesehatan anak sebagai upaya untuk memaksimalkan proses
pertumbuhan dan perkembangan anak terutama pada tahun pertama kehidupan anak.

37

Anda mungkin juga menyukai