BAB 1, 2 DAN 3 OK Revisi
BAB 1, 2 DAN 3 OK Revisi
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
keduanya.1
melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.
WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah
penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah
penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita
diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di
Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan
ILUSTRASI KASUS
2.2 ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki, Tn. MKN umur 56 tahun datang ke poli PTM Puskesmas
Kecamatan Cilandak dengan:
Keluhan Utama : Badan terasa lemas sejak 1 bulan yang lalu
- Badan terasa lemas sejak 1 bulan yang lalu, lemas dirasakan terus menerus dan tidak
membaik dengan istirahat. Keluhan ini membuat pasien tidak bisa bekerja seperti
biasanya, Badan terasa tambah kurus sejak 2 bulan yang lalu, keluhan sering terasa
haus, sering buang air kecil malam hari sampai 5/6 x semalam, sering terasa lapar-
lapar, serta bawaan mau tidur terus.
- Os juga mengeluhkan badan sering terasa gatal sejak 2 bulan yang lalu, riwayat alergi
disangkal.
- Os awalnya telah melakukan pemeriksaan Gula darah di posbindu didekat rumah,
karena hasil gula darahnya tinggi, os dianjurkan cek gula darah puasa di puskesmas.
Riwayat penyakit dahulu :
- Tidak ada anggota keluarga (saudara dan orang tua) yang menderita diabetes melitus.
Suhu : Afebris
BB : 62 kg
TB : 163 cm
LP : 88 cm
Pemeriksaan Sistemik
Paru
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat .
Abdomen
Perkusi : tympani.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
2.2 Klasifikasi
yaitu1 :
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan
dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya
normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur
hidup.
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan
d. Endokrinopati
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas
sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya
masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan
genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini
merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap
ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan
limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap
sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama
tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.
Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar
insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga
hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga
keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam
kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
2.6 Komplikasi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.
Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan
Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam
kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di
oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa
akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping
itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic
effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl,
pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului
gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg%
tanpa ketosis yang berarti dan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini
jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena
pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2
dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak
2.6.1.3 Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau
GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual,
tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara
dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak
tanpa kejang.
2.6.2.1 Mikroangiopati
• Retinopati Diabetik
dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian
dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke
dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang.
Pada retinopati diabetik proliferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi
dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.
kerusakan retina.
• Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat
• Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam
hari.6
2.6.2.2 Makroangiopati
untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayat keluarga PJK atau DM.
• Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang
2.7 Penatalaksanaan
hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama
1. Edukasi
dan masyarakat.
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi
3. Profil lipid :
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas
Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-
Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
PROTEIN
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0
mg/kg BB/hari .
LEMAK
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka
Menentukan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan
dan lain-lain.
Kebutuhan basal :
Koreksi :
umur
• 40-59 th : -5%
• 60-69 : -10%
• >70% : -20
aktivitas
• Istirahat : +10%
berat badan
• Kegemukan : - 20-30%
• Kurus : +20-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan
makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
BB lebih : 23 – 24,9
3. Latihan Jasmani
Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan
menurunkan kadar gula darah. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE :
4. Intervensi Farmakologis
a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan
b. glukoneogenesis inhibitor
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada
pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal sulfonilurea generasi I dan II 15-30
Insulin
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
yang berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang
hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan
dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan
fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
PENCEGAHAN
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
• Pencegahan Sekunder
• Pencegahan Tersier
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta
: balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [
diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi
Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit
Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259