Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh

adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau

keduanya.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes

melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah

penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah

penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita

diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di

Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur. 2

Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh

meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai

penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh

darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti

penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan

demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting

untuk diketahui dan dimengerti 3


BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN :

Nama : TN. MKN


Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh bangunan
Status : Sudah menikah
Alamat : Jalan Pertanian 3 jakarta selatan
Suku : Jawa

2.2 ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki, Tn. MKN umur 56 tahun datang ke poli PTM Puskesmas
Kecamatan Cilandak dengan:
Keluhan Utama : Badan terasa lemas sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

- Badan terasa lemas sejak 1 bulan yang lalu, lemas dirasakan terus menerus dan tidak
membaik dengan istirahat. Keluhan ini membuat pasien tidak bisa bekerja seperti
biasanya, Badan terasa tambah kurus sejak 2 bulan yang lalu, keluhan sering terasa
haus, sering buang air kecil malam hari sampai 5/6 x semalam, sering terasa lapar-
lapar, serta bawaan mau tidur terus.
- Os juga mengeluhkan badan sering terasa gatal sejak 2 bulan yang lalu, riwayat alergi
disangkal.
- Os awalnya telah melakukan pemeriksaan Gula darah di posbindu didekat rumah,
karena hasil gula darahnya tinggi, os dianjurkan cek gula darah puasa di puskesmas.
Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien tidak penah merasakan keluhan yang sama sebelumnya.


- Pasien tidak pernah di rawat di RS sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga (saudara dan orang tua) yang menderita diabetes melitus.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis cooperative

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 86 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : Afebris

BB : 62 kg

TB : 163 cm

LP : 88 cm

IMT : 22,8 kg/m2

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : tidak ada kelainan .

Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB.

Paru

Inspeksi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis.

Palpasi : fremitus kiri = kanan.

Perkusi : sonor kiri = kanan.

Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-.

Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat .

Palpasi : iktus teraba 2 jari medial LMCS RIC V, kuat angkat.

Perkusi : batas jantung normal.

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (–).

Abdomen

Inspeksi : tak tampak membuncit.

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : tympani.

Auskultasi : bising usus + normal .

Extremitas : edema -/-.


2.4 DIAGNOSIS KERJA
- Diabetes Melitus tipe 2

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


- GDP : 162 mg/dl
- GDS : 326 mg/dl

2.5 DIAGNOSIS BANDING


-
2.6 TATA LAKSANA
- Umum
 Edukasi mengenai kondisi pasien saat ini bahwa sudah menderita DM
 Diet rendah karbohidrat, rendah garam
 Olah raga teratur dan rutin
- Medikamentosa
Metformin tab 500 mg 2x1 PC
2.7 PROGNOSIS
 Ad vitam: dubia ad bonam
 Ad fungtionam: dubia ad bonam
 Ad sanationam: dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980

dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi

yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan gangguan fungsi insulin. 4

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005,

yaitu1 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan

dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam

hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya

normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur

hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat

normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa

tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan

dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.


3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI


1998

DM TIPE 1: DM TIPE 2 : DM TIPE LAIN : DM


Defisiensi Defisiensi insulin 1. Defek genetik fungsi sel beta : GESTASIONAL
insulin absolut relatif : Maturity onset diabetes of the young
A
akibat destuksi 1, defek sekresi Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
sel beta, insulin lebih 2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis
karena: dominan daripada Pankreatektomy
1.autoimun resistensi insulin. 3.Endokrinopati : akromegali, cushing,
2. idiopatik 2. resistensi insulin hipertiroidisme
lebih dominan 4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
daripada defek 5.Akibat virus: CMV, Rubella
sekresi insulin. 6.Imunologi: antibodi anti insulin
7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter
2.3 Patogenesis

2.3.1 Diabetes mellitus tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas

sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya

masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan

genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini

merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap

ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan

limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel

asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap

sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun

seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5

2.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan

resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama

tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.

Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar

insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga

meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk

hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi

insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5


2.5 Manifestasi Klinik

Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa

yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga

keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.

Kriteria diagnostik :

 Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu

merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan

terakhir, atau

Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikit nya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan dalam air.8

 Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

 Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan.

 Diperiksa kadar glukosa darah puasa

 Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam

250 ml air dan diminum dalam 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

 Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa


 Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat

 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam

 kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa

terganggu) dari hasil yang diperoleh

 TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl

 GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

2.6 Komplikasi

2.6.1 Penyulit akut

2.6.1.1 Ketoasidosis diabetik

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan

penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.

Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan

Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam

kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di

oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa

akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping

itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic

effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl,

pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului

gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas

adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.


2.6.1.2 Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg%

tanpa ketosis yang berarti dan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini

jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena

pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2

dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak

dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia

2.6.1.3 Hipoglikemia

Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau

GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual,

tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara

gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat

dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak

berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau

tanpa kejang.

2.6.2 Penyulit menahun

2.6.2.1 Mikroangiopati

Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

• Retinopati Diabetik

retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.

Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik

mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya

dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian

dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke

dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang.
Pada retinopati diabetik proliferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang

merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum

dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam

korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi

perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan

penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala

dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.

Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas

kerusakan retina.

• Nefropati Diabetik

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada

minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat

hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus dan berkembang

menjadi chronic kidney disease.9

• Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering

dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam

hari.6

2.6.2.2 Makroangiopati

• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak

Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama

untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayat keluarga PJK atau DM.
• Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi

dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang

ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas

hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama

dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :

1. Edukasi

Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga

dan masyarakat.

2. Terapi gizi medis

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan

pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi

diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c) Kadar HbA1c < 7%

2. Tekanan darah <130/80

3. Profil lipid :

a) Kolesterol LDL <100 mg/dl

b) Kolesterol HDL >40 mg/dl


c) Trigliserida <150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan

diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas

fisik dan faktor usia.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-

25% dan Protein 10-15%.

KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)

 Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat

 Jumlah serat 25-50 gram/hari.

 Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.

PROTEIN

 Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.

 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .

 Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0

mg/kg BB/hari .

LEMAK

 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari

total kebutuhan kalori perhari.

 Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari.

 Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka

maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.


B. Kebutuhan Kalori

Menentukan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau

dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan

dan lain-lain.

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kebutuhan basal :

Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori

Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi :

umur

• 40-59 th : -5%

• 60-69 : -10%

• >70% : -20

aktivitas

• Istirahat : +10%

• Aktivitas ringan : +20%

• Aktivitas sedang : +30%

• Aktivitas berat : +50%

berat badan

• Kegemukan : - 20-30%

• Kurus : +20-30%

• stress metabolik : + 10-30%

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan

makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

Kualifikasi status gizi :


BB kurang : < 18,5

BB normal : 18,5 – 22,9

BB lebih : 23 – 24,9

3. Latihan Jasmani

Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan

menurunkan kadar gula darah. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE :

Continous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance.

4. Intervensi Farmakologis

Obat hipoglikemik oral

a. insulin secretagogue :

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan

utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.

b. glukoneogenesis inhibitor

Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake

glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada

pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.

c. Inhibitor absorbsi glukosa

α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak

menimbulkan efek hipoglikemi

Hal-hal yang harus diperhatikan :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal sulfonilurea generasi I dan II 15-30

menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid


sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase

α bersama makan suapan pertama.

Insulin

Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia

yang berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,

hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang

hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan

dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan

fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

PENCEGAHAN

• Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor

resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan

kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat

badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok6.

• Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit

pada pasien yang telah menderita DM.

• Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah

mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta
: balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [
diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi
Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit
Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259

Anda mungkin juga menyukai