(DEMAM BERDARAH)
DISUSUN OLEH :
NAMA : SUMARDI
NIM : 1914314901023
2019
BAB I
PEMBAHASAN
A. DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
B. ETIOLOGI.
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter
40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel –
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
C. PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang
biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan
C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan
intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah
menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin
1. Demam.
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala –
gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
golongan, yaitu :
1. Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
2. Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
3. Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
4. Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
- PCV /Hm = L : 35 – 48 %.
P : 34 – 45 %.
P : 150.000 – 430.000/mm3.
G. PENATALAKSANAAN.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari
golongan asetaminopen.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat
di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan
bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran
dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah
teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma
biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita
DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang
dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak
minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
H. PENCEGAHAN.
1. Lingkungan.
2. Biologis.
3. Kimiawi.
waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan
usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada
saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
3. Riwayat Kesehatan.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran
kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin
lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi
dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (
sehari-hari.
3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya
suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi,
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia,
sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal
posterior.
c. Dada (Thorax).
Pada Stadium IV :
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit
dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
hiponatremia.
B. DIAGNOSA.
a. Konvulsi.
b. Kulit kemerahan.
d. Kejang.
e. Takikardi.
f. Takipnea.
g. Kulit terasa hangat.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.
p. Haus.
q. Kelemahan
a. Kram abdomen.
b. Nyeri abdomen.
c. Menghindari makanan.
e. Kerapuhan kapiler.
f. Diare.
i. Kurang makanan.
j. Kurang informasi.
m. Kesalahan konsepsi.
n. Kesalahan informasi.
a. Perilaku hiperbola.
e. Pengungkapan masalah.
C. INTERVENSI.
penyakit DHF.
c. Dapat meningkatkan
dapat mengurangi
kecemasan.
D. IMPLEMENTASI.
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry &
Potter, 2005).
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk
E. EVALUASI.
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi
kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien.
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi
pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut
a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital
i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang
proses penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika.
Jakarta.
Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.