Anda di halaman 1dari 28

STEP I

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Analisa Gas Darah


Adalah pemeriksaan darah untuk mengetahui dan mengevaluasi kadar pertukaran
oksigen dan karbondioksida dari status asam basa dalam pembuluh darah (Dorland,
2015).
2. Infiltrat Bilateral
Infiltrate merupakan penimbunan bahan patologis pada jaringan yang abnormal dan
berlebihan. Infiltrate bilateral merupakan hasil pemeriksaan rontgen thorax dimana
terdapat infiltrate secara mendatar (Dorland, 2015).
3. Spirometri
Adalah alat skrining untuk penyakit paru dan paling sering dilakukan untuk menguji
fungsi paru serta mendeteksi kelainan pada saluran pernafasan. (Alsgaff, 2005)
4. Eksudat
Adalah cairan patologis yang keluar dari kapiler dam masuk ke jaringan yang
mengalami peradangan (Dorland, 2008)
5. Wheezing
Adalah suara siulan akibat penyempitan saluran pernapasan biasanya terengar saat
inspirasi (Dorland, 2015)
6. Ronkhi
Adalah suara pernapasan abnormal yang sifatnya kontinu yang biasanya terjadi karena
adanya hambatan pada saluran napas yang besar. (Human Respiratory System, 2013)
7. Emfisematous
Adalah pelebaran rongga udara distal bronkiolus disertai kerusakan dinding alveolus
(Sudoyo et al, 2009).
8. Seroexanthochrom
Adalah serum yang dihasilkan oleh tumor jinak kelenjar atau kista serosa yang
mengandung sel busa berisi lemak (Dorland, 2015)
9. Sesak Napas
Sesak napas sebagai pengalaman subjektif atas ketidaknyamanan dalam bernapas
(American Thoracic Society, 2012)
10. Batuk
Refleks tiba-tiba dan berulang karena mekanisme pembersihan jalan napas dari
(Dorland, 2015)
11. Gelisah
Yang berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar,
cemas (KBBI, 2016)
12. Pungsi Pleura (torakosintesis)

1|Page
Merupakan tindakan invasif dengan menginsersi jarum melalui dinding toraks untuk
mengeluarkan cairan dari rongga pleura (Dorland, 2015)
13. Pemeriksaan Kultur
Merupakan prosedur laboratorium yang sering digunakan untuk mencari penyebab
infeksi.Jenis kuman penyebab bakteremia pada pasien infeksi dapat berbeda
tergantung banyak faktor seperti umur, tindakan medis invasif, lama perawatan dan
lain-lain (Soedarmo, 2002)
14. Sitologi
Pemeriksaan dari cairan tubuh manusia yang kemudian juga diproses melalui fiksasi
dan pemberian warna pada slide. Tampak gambaran sel-sel tubuh secara umum
tanpa terlihat struktur jaringannya (Kemenkes RI, 2015)
15. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan penunjang untuk memeriksa sel pasien yang diperiksa oleh dokter yang
kompeten yaitu dokter spesialis patologi anatomi. (Dorland, 2015)

STEP II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa terjadi sesak napas pada pasien?


2. Mengapa terjadi ketertinggalan pengembangan dada?
3. Apa hubungan pekerjaan pasien dengan keluhan?
4. Apa hubungan kebiasaan pasien dengan keluhan?
5. Mengapa batuk yang dirasakan semakin memberat dan berdahak?
6. Bagaimana hasil interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pasien?

2|Page
7. Apa saja macam-macam dari emfisema?
8. Mengapa terdapat serouxanthochrom dan analisa exudate?
9. Mengapa kaki pasien mengalami bengkak?
10. Mengapa pasien datang dengan keadaan umum tampak gelisah?

STEP III

BRAINSTORMING

1. Kemungkinan dikarenakan penyempitan saluran pernapasan. Bisa juga dikarenakan


kebiasaan pasien pasien seorang perokok, dimana rokok merupakan allergen non
infeksi yang dapat menyebabkan sesak
2. Kemungkinan didalam paru pasien ada kelainan yang berupa cairan, adanya abses
juga dapat menyebabkan ketertinggalan pengembangan dada. Retraksi dinding dada
juga bias terjadi karena penyempitan jalan napas.

3|Page
3. Karena pasien bekerja di oerusahan asbes dimana asbes memiliki serat-serat halus
yang bisa dihirup pasien dan pasien sudah bekerja secara lama sehingga kemungkinan
serabut asbes sudah banyak terhirup pasien.
4. Karena rokok memiliki banyak zat iritan yang dapat mengiritasi jalan napas/paru-
paru. Zat iritan mengandung zat oksidan yang dapat menyebabkan iritasi. Salah satu
zat nya adalah Tarte, zat tart ini menyebabkan Hb dalam darah tidak dapat mengikat
O2.
5. Batuk yang dirasakan kemungkinan terjadi karena produksi mukus yang berlebihan
sehingga merangsang reseptor batuk yang dalam hal ini merupakan suatu rangkaian
dalam mekanisme pertahanan tubuh. Batuk yang dirasakan semakin sering
kemungkinan karena faktor penyebab dari batuknya sendiri paparannya semakin
meningkat. Dahak yang berwarna kuning menandakan adanya proses infeksi yang
terjadi.
6. Dari hasil pemeriksaan fisik
Inspeksi : Ketertinggalan pengembangan dada >> terjadi gangguan pernapsan
Perkusi : Redup >> adanya timbunan cairan pada jaringan
Auskultasi : Melemah >> ada hambatan pada jalan napas
Wheezing >> sesak napas
Ronkhi >> terdapat kelainan patologis
Dari hasil pemeriksaan thorax
a. Paru emfisema = abnormal
Pada emfisematous terdapat bula-bula timbul karena adanya penyumbatan pada katup
pengatur bronkiolus. Selama inspirasi lumen bronkiolus melebar dan udara dapat
masuk melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus.Tetapi
waktu ekspirasi lumen bronkiolus kembali menyempi sehingga sumbatan dapat
menghalangi keluarnya udara sehingga terdengar suara wheezing dan ronki.
b. Infiltrat bilateral abnormal

Didalam infiltrat biasanya terdapat adanya timbunan eosinofil dan bakteri pada
parenkim kedua paru karena adanya mekanisme infeksi dan inflamasi.

c. Paru kanan bawah terdapat perselubungan homogen


Perselubungan ini merupakan efusi subpulmorik yang terletak dibawah paru karena
adanya pengaruh gaya gravitasi. Perselubungan ini membuat darah kotor dari
ventrikel kanan dan darah kaya oksigen dari ventrikel kiri terganggu sirkulasinya.
Karena kaki mempunyai gaya gravitasi terbesar, maka darah menjadi tertimbun di
kaki dan menyebabkan edema tungkai.
Pemeriksaan Punksi Percobaan :
a. Cairan pleura seroxanthochrom

4|Page
b. Hasil analisis kesan eksudat
Eksudat disebabkan adanya peradangan atau inflamasi. (Price, 2005)
7. Macam-macam Emfisema
Sentriasinar
Parasinar
Distalasinar
8. Seroxanthochrom berarti adanya cairan yang ditimbulkan oleh tumor jinak, hasil
exudate berarti ada cairan karena ca paru, inflamasi
9. Bisa karena edema cardiogenic berarti ada permasalahan pada jantungnya, yang
terkena adalah atrium sinistra yang menyebabkan darah nya kurang tekanan
hidrososomotik nya berkurang sehingga cairan keluar ke cairan interstitial sehingga
menyebabkan pasien menalami tungkai kaki bengkak.
10. –

STEP IV

ANALISIS MASALAH

1. Dapat disebabkan infeksi dan non infeksi dimana kemungkinan yang terjadi adalah
non infeksi karena pasien adalah perokok aktif sejak dirinnya usia 17 tahun. Dan dari
kebiasaan pasien ini yang mengakibatkan dapat terjadi sesak. Karena di dalam asap
rokok terdapat iritan. Iritan dalam asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi
mukus oleh mukosa dari pohon bronkial dan pembengkakan pada lapisan mukosa,
baik dari yang menghambat aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru. Iritan dari
asap juga menghambat pergerakan silia pada lapisan sistem pernafasan. Mukus yang
diproduksi dalam saluran nafas, digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan
silia dari epitel yang melapisi saluran pernafasan, akibat iritan dalam asap rokok
itulah menyebabkan proses pembersihan berjalan tidak normal, sehingga mukus
banyak yang tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan
mukus akan dikeluarkandengan tekanan intrathoracaldan intrabdominal yang tinggi,
dibatukkan udara keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus

5|Page
yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar menjadi sputum/dahak. Asap rokok
juga dapat menyebabkan hiperplasia dari sel goblet. Karena dari iritasi konstan,
mukus yang lebih banyak akan diproduksi dan dikumpulkan di alveolus yang akan
menjadi menumpuk dan menyebabkan colaps. Pengaruh lain dari asap rokok adalah
perkembangan dari emfisema, pembuluh darah kapiler yang memberi nutrisi dan
pertukaran menjadi berkurang.(Price, 2006).
2. Tertinggalnya pengembangan dada kanan menunjukan kelainan pada sisi tersebut:
missal efusi pleura, kolaps paru /lobus paru, pneumotoraks, dan fibrosis unilateral.
(Douglas, 2013)
3. Asbes memiliki serat-serat kecil yang apabila dihirup akan menumpuk pada paru.
Apabila sudah dihirup maka akan difagosit oleh macrophage, karena serat tersebut
sangat kecil menyebabkan macrophage kesulitan untuk memfagosit. Sehingga apabila
menumpun akan menyababkan reaksi inflamasi
Pasien tersebut pernah bekerja di pabrik asbes selama 10 tahun. Hal ini membuat
pasien memiliki kemungkinan yang sangat tinggi untuk terkena asbesitosis. Debu atau
serat asbestos yang terhirup tergantung dari konsentrasinya di udara, jumlah yang
tertahan di saluran pernapasan dan paru, ukuran dan bentuk kontaminan, kelarutan
dan reaktifitas fisiokimianya. Jika ukurannya lebih dari 5 mikrometer akan tersaring
di hidung dan dibuang. Ukuran 1-5 mikrometer cenderung menetap di bronkiolus
respiratorius karena partikel ini memiliki resistensi yang tinggi. Kurang dari 1
mikrometer, akan sampai di duktus alveolaris dan alveoli. Serat asbestos yang terhirup
akan terdeposisi dan difagosit oleh makrofag. Karena struktur serat asbestos yang
mirip dengan jarum, makrofag sangat kesulitan untuk memfagositnya. Maka dari itu,
kebanyakan serat asbestos menempel di sel-sel epitel pernafasan dan menyebabkan
peradangan di saluran pernafasan bawah. (Erick, 2012)
4. Batuk dapat disebabkan oleh factor infeksi dan non infeksi, pada kasus di scenario 4
ini pasien mengaku sudah merokok sejak dirinya usia 17 tahun. Ini menyebabkan zat
iritan yang ada pada rokok menjadi salah satu penyebab batuk dari non infeksi yaitu
berupa allergen. Sedangkan penyebab sesak napas dari pasien menunjukan hubungan
dari kebiasaan merokok pasien, karena zat iritan pada rokok menyebabkan sel goblet
hyperplasia yang menyebabkan silia tidak dapat bekerja secara efektif. Zat iritan ini
juga menyebabkan kontraksi otot pernapasan dan jantung secara tiba-tiba. Kondisi
tersebut menyebabkan emfisema (Sylvia & Price, 2005)
5. Faktor resiko utama disini adalah merokok. Komponen-komponen dari asap rokok
dapat merangsang perubahan sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang

6|Page
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel penghasil mukus dan silia mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris yang menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
yang besar. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Dan akhirnya timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan (GOLD, 2009). Timbulnya respon batuk bisa
dikarenakan beragam hal, salah satunya adalah keberadaan mukus pada saluran
pernapasan. Normalnya, mukus membantu melindungi paru-paru dengan menjebak
partikel asing yang masuk. Namun, apabila jumlah mukus meningkat, maka mukus
tidak dapat lagi membantu, malah akan mengganggu pernapasan. Oleh karena itu,
tubuh memiliki respon batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut.
Selain oleh mukus, batuk juga dapat disebabkan oleh faktor luar seperti debu maupun
zat asing yang dapat mengganggu pernapasan. Makin banyak partikel asing yang
harus dikeluarkan, maka semakin banyak pula frekuensi batuk seseorang. Sedangkan
dahak yang berwarna kuning disini sering diproduksi karena infeksi atau penyebab
inflamasi non-infeksi. Warna dahak dapat dikaitkan dengan enzim myeloperoxidase
(MPO) yang disebabkan oleh kerusakan neutrofil dalam sel dan dikeluarkan oleh sel-
sel darah putih. Jika disebabkan oleh infeksi maka dahak kuningakan bernanah atau
disertai nanah. Jika hal itu disebabkan oleh penyebab inflamasi non-infeksi maka
jumlah besar lendir hadir dalam dahak (Price & Sylvia, 2005).
6. Terdapat emifesma karena rokok, dan polusi udara menrupakan racun oksidatif yang
dapat menginisiasi respon imn dan respon inflamasi. Diantaranya terdapat neutrofi
yang menghasilkan protease yang merusak elastic fiber pada alveoli. Elastic fiber
berguna untuk recoil, penurunan recoil paru sehingga udara sulit dikeluarkan. Udara
terperangkap di alveolus yang lama kelamaan akan menyebabkan pelebaran rongga
udara disebut dengan emfisema. Lama kelamaan rongga dada akan membesar
berbentuk seperti tong yang disebut “barrel chest” (Price & Sylvia, 2005).
7. Macam-macam Emfisema :
- Sentriasinear : yaitu emfisema yang meliputi daerah dari bronkiolus
respiratorius dan jaringan perifer
- Paraasinar : yaitu emfisema yang mengenai bagian pulmo, biasanya pada
apex pulmo
- Distalasinar : yaitu emfisema yang mengenai daerah distal respirasi, seperto
ductus alveolus, saccus alveolus, dan alveolus atau bagian paru paling bawah
(PDPI, 2003)

7|Page
8. Seroxanthochrom berarti adanya cairan yang ditimbulkan oleh tumor jinak, biasanya
berhasil exudate berarti ada cairan karena ca paru, inflamasi
9. Bronchospasm menyebabkan sulitnya udara keluar dari paru, sehingga udara didalam
rongga thorax mengalami over volume. Ketika udara dalam rongga thorax kelebihan
menyebabkan tekanan CO2 menjadi tinggi. Tekanan CO2 yang tinggi dalam tubuh
menyebabkan pasokan O2 dari alveolus ke sel berkurang. Ketika udara O2 tidak dapat
memenuhi kebutuhan, maka darah hanya membawa CO2 dimana darah dari paru-paru
akan masuk ke dalam Atrium Sinistra melalui V. Pulmonalis dan kemudian ke
Ventrikel sinistra yang akan dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Tetapi karena O2
tidak ada dalam aliran darah menyebabkan darah yang menuju ke Atrium Dextra dan
Ventrikel Dextra melalui V. Cava Infferior tidak dapat berjalan dengan lancar. Dan
terjadilah sumbatan. Ketika terjadi sumbatan pada darah yang akan masuk ke bagian
jantung dextra maka peredaran selanjutnya juga mengalami gangguan, ini
menyebabkan darah ke sel menjadi terhambat tekanan di darah lebih tinggi dari pada
tekanan di dalam sel namun karena terjadi sumbatan maka darah ini akan keluar ke
ruang interstitial yang menyebabkan bengkak.
10. Karena pasien mengalami hipoksia
SKEMA

Laki-laki 62 tahun

Anamnesis
Keluhan utama: sesak napas makin memberat sejak 7 hari
Keluhan penyerta: nyeri dada, batuk makin sering sejak 3 hari dan dahak
kental, memberat dan disertai mengi sejak 2 tahun
RPD: batuk dan sesak nafas sejak 10 tahun
RSE: merokok sejak SMA, 1 bungkus perhari, buruh pabrik asbes selama 10
tahun

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: gelisah dan tampak sesak
Inspeksi: toraks tampak simetris
Palpasi: dada kanan tertinggal dada kiri
Perkusi: redup di paru kanan bawah
Asukultasi: suara nafas melemah pada paru bawah dan terdengar wheezing
dan ronchi

8|Page
Pemeriksaan Penunjang
Darah: -
AGD: -
Spirometri: -
Foto toraks: emfisematous, infiltrat bilateral, perselubungan homogen pada
par kanan bawah
Kultur mikro dan sitologi sputum: -
Punksi percobaan: cairan pleura seroxanthochrom, terksesan eksudat

Diagnosis Banding
a. PPOK dengan eksarsebasi akut
b. Bronchitis kronis
c. Emfisema
d. Asbestosis

9|Page
e. Ca Paru
f. Cor Pulmonale Chronic
g. Atelectasis

Penatalaksanaan
- Edukasi
- Obat-obatan
- Ventilasi mekanik
- Rehabilitasi

10 | P a g e
STEP V

LEARNING OBJECTIVE

1. Menjelaskan kelainan pada paru termasuk restriksi maupun obstruksi


2. Menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, factor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis klinis, diagnosis, penatalaksanaan dari :
a. PPOK dengan eksarsebasi akut
b. Bronchitis kronis
c. Emfisema
d. Asbestosis
e. Ca Paru
f. Cor Pulmonale Chronic
g. Atelectasis
3. Menjelaskan neoplasma pada sistema respirasi
4. Menjelaskan foto thorax dari gambaran restriksi dan obstruksi

STEP VI
BELAJAR MANDIRI

11 | P a g e
STEP VII

REPORTING

1 Patofisiologi Restriksi

Patofisiologi Obstruksi
2. a. PPOK
1) Definisi
Penyakit yang umum ditandao dengan gejala persisten respiratory dan keterbatasan
jalan nafas, biasanya karena paparan signifikan terhadap partikel/gas berbahaya.
(GOLD, 2019)
2) Etiologi:
- Rokok dan polutan
- Host Factor (GOLD, 2019)
3) Faktor Resiko:
- Perokok
- Indoor air pollutant
- Paparan akibat pekerjaan
- Outdoor air pollutant
- Genetic Factors
- Umur dan Kelamin
- Perkembangan dan pertumbuhan paru saat neonatal
- Satus social ekonomi
- Asma dan hiperaktivitas jalan nafas

12 | P a g e
- Bronkitis Kronis (GOLD, 2019)
4) Epidemiologi
PPOK merupakan ada di urutan ke 4 penyebab paling mematikan didunia. >3 juta
orang meninggal akibat PPOK tahun 2012. PPOK adalah penyebab kanker major
mortalitas dan morbiditas kronis di dunia. (GOLD, 2019)
5) Patogenesis

6) Patofisiologi

13 | P a g e
7) Diagnosis
a) Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b) Pemeriksaan Fisik
- Palpasi : Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi : Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah

14 | P a g e
- Auskultasi : suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau
mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
c) Pemeriksaan penunjang
Spirometri untuk meneakkan diagnosis, post bronkodilatator FEV1/FVC <0,70
mengkonfirmasi adanya kesulitan jalan nafas persisten.
8) Klasifikasi

(GOLD, 2019)
9) Tata laksana
a. Penghentian merokok
Penghentian merokok memiliki kapasitas terbesar untuk memengaruhi riwayat
alami COPD. Jika efektif sumber daya dan waktu didedikasikan untuk
penghentian merokok, tingkat keberhasilan berhenti jangka panjang hingga 25%
dapat dicapai. Selain pendekatan individu untuk berhenti merokok, larangan
merokok legislatif juga berlaku efektif dalam meningkatkan tingkat berhenti dan
mengurangi bahaya dari paparan asap rokok bekas
b. Vaksinasi
- Vaksin Influenza
- 23-valent Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPSV23)
- 13-valent conjugated pneumococcal vaccine
c. Terapi farmakologi
1. Bronkodilatator
- Beta 2 agonis. Tindakan utama beta2-agonis adalah mengendurkan otot polos
jalan napas dengan menstimulasi beta2- reseptor adrenergik, yang
meningkatkan AMP siklik dan menghasilkan antagonisme fungsional
bronkokonstriksi. Ada short-acting (SABA) dan long-acting (LABA) beta2-
agonists. Efek SABA biasanya hilang dalam 4 hingga 6 jam. 47,48
Penggunaan SABA secara teratur dan sesuai kebutuhan meningkatkan FEV1
dan gejala.
- Obat antimuskarinik. Memblokir efek bronkokonstriktor asetilkolin pada M3
muskarinik reseptor diekspresikan dalam otot polos jalan napas.

15 | P a g e
Antimuscarinics kerja pendek (SAMA), yaitu ipratropium dan oksitropium,
juga memblokir M2 reseptor neuron penghambat, yang berpotensi dapat
menyebabkan vagina bronkokonstriksi. Antagonis antimuskarinik kerja
panjang (LAMA), seperti tiotropium, aclidinium, glycopyrronium bromide
dan umeclidinium telah lama mengikat ikatan dengan M3 muscarinic
reseptor, dengan disosiasi lebih cepat dari reseptor muskarinik M2, sehingga
memperpanjang durasi efek bronkodilator.
- Methylxanthine
- Inhaled Corticosteroid

10) Penaganan eksaserbasi


Klasifikasi:
- Ringan (diobati dengan bronkodilator kerja pendek saja, SABD)
- Sedang (diobati dengan SABD ditambah antibiotik dan / atau kortikosteroid oral)
- Parah (pasien memerlukan rawat inap atau mengunjungi ruang gawat darurat).
Eksaserbasi parah mungkin juga berhubungan dengan kegagalan pernapasan akut.

16 | P a g e
Klasifikasi berdasarkan klinis:
- Tidak ada kegagalan pernapasan: Laju pernapasan: 20-30 napas per menit; tidak
menggunakan pernafasan aksesori otot; tidak ada perubahan status mental;
hipoksemia membaik dengan oksigen tambahan yang diberikan melalui Masker
Venturi 28-35% oksigen inspirasi (FiO2); tidak ada peningkatan PaCO2.
- Gagal pernapasan akut - tidak mengancam jiwa: Laju pernapasan:> 30 napas per
menit; menggunakan otot pernafasan aksesori; tidak ada perubahan status mental;
hipoksemia membaik dengan tambahan oksigen melalui Venturi mask 25-30%
FiO2; hypercarbia yaitu, PaCO2 meningkat dibandingkan dengan baseline atau
meningkat 50-60 mmHg.
- Gagal pernapasan akut - mengancam jiwa: Laju pernapasan:> 30 napas per menit;
menggunakan otot pernafasan aksesori; perubahan akut dalam status mental;
hipoksemia tidak membaik dengan oksigen tambahan melalui masker Venturi
atau membutuhkan FiO2> 40%; yaitu hypercarbia, PaCO2 meningkat
dibandingkan dengan baseline atau meningkat> 60 mmHg atau adanya asidosis
(pH ≤ 7,25).
d. Bronkitis Kronis
1) Definisi
adalah batuk disertai sputum >> setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam
setahun paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
2) Etiologi
3) Klasifikasi
Bronkitis kronik dapat dibagi atas:
a. Simple chronic bronchitis: bila sputumnya mukoid.
b. Chronic/recurrent mucopurulent bronchitis: dahak mukopurulen.
c. Chronic obstructive bronchitis: obstruksi saluran napas menetap.
4) Faktor Resiko
a. Merokok
Merokok secara histologi dapat menyebabkan inflamasi saluran napas, hipertrofi
kalenjar sekresi mukosa dan hiperplasia sel goblet dimana secara langsung faktor ini
memicu untuk terjadi bronkitis kronik. Prevalensi merokok yang tinggi di kalangan
pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi bronkitis kronik dikalangan pria.
Sementara prevalensi bronkitis kronik dikalangan wanita semakin meningkat akibat
peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun (Peter K, 2007).
b. Hiperesponsif saluran pernapasan
Inflamasi di saluran pernapasan penderita bronkitis menyebabkan modifikasi saluran
pernapasan. Ini adalah respon saluran pernapasan terhadap iritasi kronik seperti asap
rokok. Inflamasi ini akan menyebabkan peningkatan sel inflamasi di sirkulasi (faktor
kemotatik) dan secara tidak langsung ia akan meningkatkan proses inflamasi (sitokin

17 | P a g e
proinflamasi). Mekanisme ini akan menyebabkan hiperesponsif saluran pernapasan
dan hiperesponsif ini akan memicu perubahan struktur saluran pernapasan (GOLD,
2011).
c. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan
dan progresifitas bronkitis kronik pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi
saluran napas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi
perkembangan bronkitis kronik. Meskipun infeksi saluran napas adalah penyebab
penting terjadinya eksaserbasi bronkitis kronik, hubungan infeksi saluran napas
dewasa dengan perkembangan bronkitis kronik masih belum bisa dibuktikan (Vestbo
J,2004).
d. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernapasan dan obstruksi saluran napas juga
bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu, debu, wap kimia selama bekerja. Di
negara yang kurang maju, pemaparan akibat pekerjaan dikatakan tinggi berbanding
negara yang maju karena undangundang sektor pekerjaan yang kurang ketat.
Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan debu dan gas berisiko untuk
mendapat bronkitis kronik, efek yang muncul adalah kurang jika dibandingkan
dengan efek akibat merokok (David Mannino, 2007).
e. Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran pernapasan pada
individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan dengan polusi udara
yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan polusi udara dengan
terjadinya bronkitis kronik masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus
dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor risiko yang
signifikan terjadinya bronkitis kronik pada kaum wanita di beberapa negara.
Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding
merokok (David Mannino, 2007).
f. Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk
terjadinya bronkitis kronik. Insidensi kasus bronkitis kronik yang disebabkan
defisiensi α1antitripsin di Amerika Serikat kurang daripada satu peratus. α1-
antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja
menginhibisi neutrofil elastase di paru. Defisiensi α1-antitripsin yang berat
menyebabkan bronkitis kronik pada umur rata-rata 50 tahun untuk penderita dengan
riwayat merokok dan 40 tahun untuk penderita yang tidak merokok (Vestbo.J, 2004).
5) Manifestasi Klinis

18 | P a g e
Bronkitis kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut dimana kondisi
pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak napas
yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi
sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise,
kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis bronkitis kronik eksaserbasi akut ini
dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala
respirasi berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume
dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan
cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut
nadi serta gangguan status mental pasien (GOLD, 2011).
6) Patofisiologi

19 | P a g e
7) Diagnosis
8) Penatalaksanaan

a. Emfisema Paru
b. Asbestosis
1) Definisi
Asbestosis adalah penyakit paru yang disebabkan oleh paparan debu atau seratasbes
yang mencemari udara dalam jangka waktu lama.
2) Etiologi
3) Faktor Risiko :

20 | P a g e
Material mengandung asbes digunakan secara luas pada proyek konstruksi bangunan
sejak tahun 1980. Risiko terhadap pekerja meningkat selama proses renovasi dan
pengangkatan asbes. Pekerja yang berisiko terpapar asbes adalah sebagai berikut:
- Penambang asbes
- Penggiling asbes
- Ahli mekanik dan pesawat terbang
- Pekerja konstruksi bangunan
- Pekerja yang memperbaiki penyekat yang terbuat dari asbes
- Ahli elektronik
- Pekerja di perkapalan
- Operator mesin uap
- Pekerja di jalan kereta api
- Kontraktor konstruksi,
- Teknisi (pemanasan, ventilasi atau telekomunikasi
- Pengecat dan dekorator,
- Pengawas bangunan,
- Pekerja pemeliharaan bangunan
4) Gejala
Efek paparan asbes jangka panjang biasanya tidak tampak hingga 20-30 tahun
setelah paparan pertama. Tanda dan gejala asbestosis yaitu:
- Sesak nafas
Gejala utama asbestosis adalah sesak nafas, pada awalnya sesak hanya terjadi saat
bekerja, lama kelamaan akan terjadi ketika pasien beristirahat.
- Batuk dan nyeri dada
Semakin memburuknya penyakit, pasien akan mengalami batuk kering yang
menetap serta nyeri dada yang hilang timbul.
- Deformitas jari
Pada kasus asbestos yang sudah lanjut, terkadang menyebabkan deformitas jari
yang dinamakan clubbing finger
5) Pemeriksaan dan Diagnosis
Asbestosis terkadang sulit untuk didiagnosa karena gejala dan tanda yang
dimilikinya mirip dengan penyakit saluran nafas lainnya. Pemeriksaan
Penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis yaitu:
a) Tes pencitraan
Foto Thorax: Asbestosis tampak . sebagaimana corakan radioopak yang
berlebihan pada jaringan paru. Jika asbestosis terus berlanjut memberikan
gambaran seperti sarang tawon.
b) CT-Scan: Umumnya CT-Scan dapat mendeteksi asbestosis dalam tahap awal,
bahkan sebelum gambaran kelainan tersebut tampak pada foto thorax.
c) Spirometri : Tes ini digunakan untuk menentukan seberapa baik paru pasien
dapat berfungsi. Tes ini mengukur seberapa banyak udara yang dapat masuk
dan keluar melalui paru, contohnya pasien diminta untuk meniup sekuat
mungkin alat pengukur udara yang disebut dengan spirometer. Beberapa tes

21 | P a g e
fungsi paru lainnya dapat mengukur jumlah udara yang ditransfer kedalam
aliran darah.
6) Nilai Ambang Batas:
7) Paparan terhadap asbes harus dicegah bisa mungkin. Nilai ambang batas serat
asbes yang masih diperkenankan di tempat kerja adalah tidak melebihi dari 0,1
serat/mL. Pengukuran dan pengontrolan sebaiknya dinilai ulang ketika
monitoring udara mengindikasikan levelnya melebihi 0,01 serat/mL (10% dari
nilai ambang batas).
8) Patologi dan patofisiologi asbes dalam paru-paru
Serat asbes dapat terinhalasi masuk ke dalam parenkim paru dan bila tersimpan
dan tertahan disitu, maka akan berkembang menjadi fibrosis interstisial dan
alveolar yang difus. Di dalam jaringan paru serat asbes dapat dibungkus atau
tidak dibungkus oleh kompleks besi-protein. Bila serat dibungkus oleh kompleks
besi-protein, maka keadaannya kurang berbahaya. Jika tidak terdapat gambaran
fibrosis di dalam paru, keberadaan serat di dalam jaringan paru hanya
mengindikasikan adanya pajanan, bukan penyakit.
Mekanisme kerja asbes dalam saluran pernapasan :
Serat-serat dengan diameter kurang dari 3 milimikron yang terinhalasi akan
menembus saluran napas dan tertahan dalam paru-paru. Sebagian besarserat
yang masuk ke paru-paru dibersihkan darisaluran napas melalui ludah dan
sputum. Sedangkandari serat-serat yang tertahan dalam saluran napas bawah dan
alveoli, sebagian serat pendek akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke
kelenjar limfe, limpa, dan jaringan lain. Sebagian serat yang menetap pada
saluran napas kecil dan alveoli (khususnya amfibol) akan dilapisi oleh kompleks
besi-protein dan menjadi badan-badan asbes atau terjadi setelah pajanan kerja
terhadap krokidolit selama 6 minggu saja. Kanker ini menyebar dan
bermetastasis secara luas. Efusi berdarah dengan rasa sakit pada dinding dada
sering terdapat akibat efusi pleura masif yang tercampur darah. Oleh karena itu
orang yang menderita efusi pleura dengan riwayat terpajan asbes bahkan
beberapa tahun yang lalu perlu dipikirkan kemungkinan adanya mesotelioma.
(Diana Samara, 2002)
9) Penatalaksanaan

c. Ca Paru
1) Definisi
2) Etiologi
3) Klasifikasi
4) Faktor Resiko

22 | P a g e
5) Manifestasi Klinis
6) Patofisiologi
7) Diagnosis
8) Penatalaksanaan

d. Cor Pulmonale Chronis


i. Definisi
ii. Etiologi
iii. Klasifikasi
iv. Faktor Resiko
v. Manifestasi Klinis
vi. Patofisiologi
vii. Diagnosis
viii. Penatalaksanaan

e. Atelektasis
i. Definisi
ii. Etiologi
iii. Klasifikasi
iv. Faktor Resiko
v. Manifestasi Klinis
vi. Patofisiologi
vii. Diagnosis
viii. Penatalaksanaan

3. Neoplasma pada sistema respirasi


- Karsinoma Bronkogenik
Adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernapasan
bagian bawah, bersifat epitelia yang berasal dari mukosa percabangan
bronkus dan telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada
laki-laki maupun perempuan.
- Mesotelioma
Mesothelioma adalah kanker yang terbentuk pada selaput pembungkus
beberapa organ tubuh. Umumnya ditemukan pada pleura (paru-paru),
peritoneum (perut), dan jantung. Mesothelioma termasuk jenis kanker
agresif, walau demikian jarang ditemukan.
- Karsinoma Epidermoid Paru
Karsinoma epidermoid adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan
merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah
basalioma. (Sylvia & Price, 2005)
4. a. PPOK

23 | P a g e
b Bronkhitis Kronis

c. Emfisema Paru

24 | P a g e
d. Asbestosis

e. Ca Paru

25 | P a g e
f. Cor Pulmonale Chronic

g. Atelektasis

h. Abses Paru

26 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H dan.Mukty.H.Abdul.(2005), hal.110-121, Dasar-Dasar Ilmu
Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.
American Lung Association, 2010, Chronic Obstructive Pulmonary
Diseases COPD, Amerika
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi
V. Jakarta: Interna Publishing
David M.Mannino, A Sonia Baist, 2007, Global Burden of COPD: Risk
Factor, Prevalence, And Future Trends, Vol 370: pg 765-774,
Department of Medicine, Pulmonology and Critical Care, Oregon
Health And Science University, Portland, USA, Avaible:
www.thelancet.com
Diana Samara, 2002
Dorland N. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke 28. Mahode AA,
editor. Jakarta: EGC; 2011. hal 457-507
Douglas, K.E., dan Alasia, D.D. 2013. Evaluation of Peak Expiratory
Flow Rates (PEFR) of Workers in a Cement Factory in Port

27 | P a g e
Harcourt South-South, Nigeria. The Nigerian Health Journal,
12(4): 97-101
Erick.2012. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol Dengan Prevalensi
Tuberkulosis Paru Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Tahun 2010. (p. 50). Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).2011.
Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease.GOLD.USA
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).2019.
Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. GOLD. USA.
Vestbo.J, 2004
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available
at: http://kbbi.web.id/pusat.
Kemenkes. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2005, Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan),
Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas, pedoman
diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI, 2003.
h.1-6.
Peter K, 2007
Soedarmo, S.S.P., Garna, H. & Hadinegoro, S.R., 2002, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak : Infeksi &Penyakit Tropis, Edisi I, Hal 367-
375, IDAI, Jakarta.

28 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai