Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas
dan Menyusui
Disusun oleh :
Kelompok 9
Tingkat 2A
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena atas nikmat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Pemenuhan Kebutuhan Psikososial
dalam Praktik Asuhan Nifas sesuai dengan Etika dan Kode Etik Profesi Bidan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Dalam penulisan tugas ini tentunya ada pihak-pihak yang turut serta mendukung
kelancarannya, maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
2. Ibu Ida Widiawati, SST., M.Kes selaku Koordinator mata kuliah Asuhan
Kebidanan Nifas dan Menyusui
4. Orang tua kami tercinta yang senantiasa memberikan semangat, doa dan
dukungan baik moril maupun materil.
5. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Saya menyadari dalam pembuatan dan penyusunan tugas ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk hasil penyusunan tugas yang lebih baik.
Demikian tugas ini, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya dan
kesehariannya. Ibu mengalami perubahan besar pada fisik dan
fisiologis: ia membuat penyesuaian yang sangat besar baik tubuh
dan psikisnya, mengalam stimulasi dan kegembiraan yang luar
biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi realitas bayinya,
berada di bawah tekanan untuk cepat menyerap pembelajaran yang
diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan
untuk bayinya, serta merasa tanggung jawab luar biasa yang
dipikulnya sekarang menjadi nyata dan tuntutan ditempatkan pada
dirinya sebagai "ibu."
Tidak mengherankan apabila ibu mengalami sedikit
perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah
masa rentan atau disebut juga sebagai masa kritis dari ibu
postpartum dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran; pada
saat yana sama, ibu baru mungkin frustrasi karena merasa tidak
kompeten dan tidak mampu mengontrol situasi. Semua wanita
mengalami perubahan ini, tetapi intensitas dan koping terbaik apa
yang dilakukan wanita tertentu terhadap perubahan ini dapat
bervariasi tergantung pada tempat ia tinggal. Di rumah, wanita
belajar dan membuat penyesuaian dalam keamanan dan
kenyamanan lingkungannya sendin yang ia berusaha dapat
mengendalikannya. Di rumah sakit dukungan ini kurang
didapatkan oleh ibu/klien, perasaan frustrasi dan rentan dapat
berlanjut sehingga terjadi apa yang dikenal sebagai postpartum
blues.
Berduka adalah akhir yang lain dari kontinum
kemungkinan emosi yang berat pada yang paling besar datang
karena kematian bayi meskipun kematian terjadi saat kehamilan.
Kematian janin terjadi tiba-tiba. Berduka tiba dan tidak terduga.
Bidan harus memahami respon psikologis ibu dan ayah untuk
membantu mereka melalui masa berduka dengan cara yang sehat.
6
d. Etika
Menurut Bertens, etika adalah nilai-nilai atau norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
Menurut KBBI, etika adalah akhlak dan nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Shirley R Jones, etika adalah aplikasi dari proses
dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Hal
ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep yang
membimbing makhluk hidup dalam berpikir dan bertindak serta
menekankan nilai-nilai mereka.
e. Kode Etik Profesi
Kode etik adalah norma – norma yang harus diindahkan oleh setiap
profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya
di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi
yang bersumber dari nilai – nilai internal dan eksternal suatu
disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprehensif suatu
profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dala
melaksanakan pengabdian profesi. (Tajmiati, A., et al. 2016)
7
kondisi stress yang ringan akibat perubahan suasana hati
pada ibu sehabis melahirkan (Elvira, 2006).
Postnatal blues atau istilah lain postpartum blues
merupakan suatu fenomena perubahan psikologis yang
dialami oleh ibu. Menurut Cox & Holden angka kejadian
postpartum blues sebesar 50-80%, tetapi bervariasi
tergantung pada paritasnya. Hal ini karena pengalaman ibu
terkait nifas sebelumnya mempengaruhi kemampuan ibu
beradaptasi terhadap kondisi perubahan psikologis dan
emosi pada masa postpartum sekarang. Postpartum blues
biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 post partum,
tetapi kadang dapat juga berlangsung seminggu atau lebih,
meskipun jarang. (Wahyuningsih, H.P. 2016)
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama
pascapersalinan atau pada saat fase taking in, cenderung
akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu
pasca persalinan. Postpartum blues merupakan gangguan
suasana hati pascapersalinan yang bisa berdampak pada
perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak
tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi
anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas,
pemurungdan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan yang bila
tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum
yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah
persalinan. Saat ini postpartum blues yang sering juga
disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai
suatu sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan. (Novitasari, Evi.
2012)
Menurut WHO, Postpartum blues adalah gangguan
emosi nifas yang paling sering diamati, dengan perkiraan
prevalensi mulai dari 30-75%. Gejala-gejala mulai dalam
beberapa hari pascasalin, biasanya pada hari 3 atau 4, dan
bertahan selama berjam-jam hingga beberapa hari. Gejala-
gejalanya termasuk emosi yang tidak stabil, mudah marah,
menangis, kecemasan umum, dan gangguan tidur dan nafsu
makan. Blues pascanatal adalah dengan definisi waktu
terbatas dan ringan dan tidak memerlukan pengobatan
selain jaminan, gejalanya timbul dalam beberapa hari
(Stewart, Donna. et.al. 2003).
8
2) Gejala
Gejala-gejala postpartum blues bisa terlihat dari
perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya
muncul pada hari ke tiga atau hari ke enam setelah
melahirkan. Postpartum blues dikategorikan sebagai
kondisi stress ringan akibat perubahan suasana hati ibu
setelah melahirkan.
Gejala ini seringkali terjadi tiba-tiba begitu saja, dan
membuat orang mengalami hal-hal seperti:
1. Malas bangun untuk mengerjakan sesuatu
2. Tidak dapat atau susah tidur
3. Merasa gemetar dan panik
4. Berfikiran obsesif seperti putus asa dan menagis tanpa
sebab yang jelas.
Karakteristik postpartum blues meliput menangis,
merasa letih karena melahirkan, agitasi atau gelisah,
perubahan alam perasaan, menarik diri, dan reaksi negatif
terhadap anak atau keluarga. Karena melahirkan digambar-
kan sebagai pengalaman "puncak", ibu baru mungkin
merasa perawatan dirinya tidak adekuat atau ia tidak
mendapat perawatan yang tepat, jika bayangan kelahiran
tidak sesuai dengan apa yang ia alami. la mungkin juga
merasa diabaikan jika perhatian keluarganya tiba-tiba
berfokus pada bayi yang baru dilahirkannya. (Varney,2007)
Menurut Evi Novitasari, gambaran kondisi ini bersifat
ringan dan sementara. Kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut:
a. Sedih
b. Cemas tanpa sebab
c. Mudah menangis tanpa sebab
d. Euforia kadang tertawa
e. Tidak sabar
f. Tidak percaya diri
g. Sensitif
h. Mudah tersinggung
i. Merasa kurang menyayangi bayinya
9
serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu tahun dan
akan berlanjut menjadi Postpartum Sindrome. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi timbulnya postpartum blues
antara lain:
10
Beberapa orang memandang blues sebagai peristiwa
fisiologis normal berdasarkan respon yang meningkatkan
naluri ibu dan sifat protektif terhadap bayinya. Masalah
sosial dan lingkungan, seperti tekanan dalam hubungan
pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sidrom
menstruasi (premenstrual syndrome [PMS]), rasa cemas,
rasa takut tentang persalinan dan dapresi selama masa
hamil, dan penyesuaian social yang buruk dapat merupakan
faktor predisposisi.
Selain itu juga ada banyak faktor yang diduga
berperan
terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
a. Hormonal
Menurut Reiss (2008) perubahan hormonal adalah
penyebab utama seseorang mengalami depresi. Tetapi
lingkungan dan kondisi sekitar juga berperan dalam
menciptakan situasi tersebut.
Faktor hormonal yang berhubungan dengan
perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan
estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan
sangat berpengaruh pada gangguan emosional
pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim
otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi. (Novitasari, Evi. 2012)
b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
Faktor ini juga diduga dapat mempengaruhi keadaan
seseorang dalam menghadapi masa nifasnya. Karena
keadaan psikologi atau perkembangan psikologi setiap
tahapan usia berbeda-beda.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
Pengalaman yang buruk akan proses kehamilan dan
persalinan dapat membuat ibu trauma atau tidak
berhasil menghadapi perubahan yang terjadi pada
dirinya. Oleh karena itu sebagai bidan harus
memberikan pengalaman kehamilan dan persalinan
yang menyenangkan agar ibu tidak trauma serta mampu
melewati masa kritisnya.
d. Latar belakang psikososial ibu
Latar belakang psikososial wanita yang
bersangkutan, seperti; tingkat pendidikan, status
11
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya
(suami, keluarga dan teman). Apakah suami
menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami,
keluarga, dan teman memberi dukungan moril
(misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga,
atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-
kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya.
e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
f. Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman
oleh si ibu.
g. Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
h. Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami
gangguan psikologis.
i. Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah
melahirkan
j. Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga
k. Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua
dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak
mempunyai saudara kandung untuk dirawat.
l. Takut tidak menarik lagi bagi suaminya
m. Kelelahan, kurang tidur
n. Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya
o. Kekecewaan emosional (hamil,salin)
p. Rasa sakit pada masa nifas awal
4) Klasifikasi
Terdapat dua golongan besar pada gangguan depresi pasca
melahirkan :
a. Simptom Postpartum Depression
Ciri-ciri :
1. Dialami sekitar 10-15 persen wanita
2. Berlangsung tiga - enam bulan, bahkan
terkadang sampai delapan bulan
3. Terjadi secara konstan dan terus-menerus
4. Sekalipun mendapat bantuan tenaga yang bisa
dipercaya untuk merawat bayinya, wanita tadi
tetap saja tidak bisa tidur
5. Hiburan apa pun tak bisa mengembalikan
kegembiraannya.
b. Baby Blues
Ciri-ciri :
12
1. Dialami bahkan oleh sekitar 80 persen wanita
yang baru melahirkan
2. Berlangsung paling lama enam minggu.
3. Intensitas lebih ringand.Ibu masih bisa
menikmati tidur nyenyak jika dijauhkan dari
kewajiban mengurus bayinya (Reiss, 2007)
5) Skrinning
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood atau
depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang
rutin dilakukan. Untuk skrining ini dipergunakan beberapa
kuesioner sebagai alat bantu. Endinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS), merupakan kuesioner dengan
validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas
perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.
Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas
perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup
hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. EPDS
(Endinburgh Postnatal Depression Scale) juga telah teruji
validitasnya di beberapa Negara seperti Belanda, Swedia,
Australia, Italia dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan
dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya
maragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu
kemudian.
6) Penanganan
Tidak ada perawatan khusus untuk postpartum blues
jika tidak ada gejala yang signifikan. Empati dan dukungan
keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap
ada lebih dari dua minggu diperlukan bantuan professional.
(Novyana, Ika. 2017)
Postpartum blues kadang-kadang hilang tanpa perlu
diobati. Namun pada banyak kasus, pengobatan diperlukan
untuk mengatasi depresi yang sangat mengganggu.
Postpartum blues atau gangguan mental pasca
persalinan seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan
baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa saat
setelah melahirkan. Mereka merasakan ada sesuatu hal
yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar
13
mengetahui apa yang sedang terjadi. Penanganan gangguan
mental pasca persalinan pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada pada momen-
momen lainnya. Para ibu yang mengalami postpartum blues
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan
fisisk lainnya yang harus juga dipenuhi.
Penanganan gangguan psikologi pada nifas dengan
post partum blues ada beberapa cara yaitu :
a. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
14
7) Pencegahan
Postpartum blues atau gangguan mental pasca
persalinan sering kali terabaikan dan tidak tertangani
dengan baik Apabila postpartum blues ini tidak kunjung
reda, keadaan ini dapat berkembang menjadi depresi
postpartum dan bentuk paling hebat dari depresi postpartum
yang tidak tetangani dengan baik akan mengakibatkan
postpartum psikosis. Namun postpartum blues dapat
dicegah dengan berbagai cara, antara lain:
a. Persiapan diri yang baik
Persiapan diri yang baik, artinya persiapan diri pada
saat kehamilan sangat diperlukan sehingga saat
kelahiran memiliki kepercayaan yang baik dan
mengurangi resiko terjadinya depresi postpartum.
Kegiatan yang dapat ibu lakukan adalah banyak
membaca artikel atau buku yang ada kaitannya
dengan kelahiran, mengikuti kelas prenatal,
bergabung dengan kelompok senam hamil. Ibu
dapat memperoleh banyak informasi yang
diperlukan sehingga pada saat kelahiran ibu sudah
siap dan hal traumatis yang mungkin mengejutkan
dapat dihindari.
b. Olahraga dan nutrisi yang cukup
Dengan olahraga dapat menjaga kondisi dan stamina
sehingga dapat membuat keadaan emosi juga lebih
baik. Nitrisi yang baik, asupan makanan maupun
minuman sangat dibutuhkan pada periode
postpartum. Usahakan mendapatkan keseimbangan
dari kedua hal ini.
c. Support mental dan lingkungan sekitar
Support mental sangat dibutuhkan pada periode
postpartum. Dukungan ini tidak hanya dari suami
tetapi dari keluarga, teman dan lingkungan sekitar.
Jika ingin bercerita ungkapkan perasaan emosi dan
perubahan hidup yang dialami kepada para orang
yang dapat dipercaya. Ibu postpartum harus punya
keyakinan bahwa lingkungan akan mendukung dan
25 selalu siap membantu jika mengalami kesulitan.
Hal tersebut akan membantu ibu merasa lebih baik
dan mengurangi resiko terjadinya postpartum blues.
d. Ungkapkan apa yang dirasakan
15
Ibu postpartum jangan memendam perasaan sendiri.
Jika mempunyai masalah harus segera dibicarakan
baik dengan suami maupun orang terdekat. Petugas
kesehatan dapat membantu agar ibu dapat
mengungkapkan perasaan dan emosi ibu agar lebih
nyaman.
e. Mencari informasi tentang gangguan psikologis
postpartum
Informasi tentang gangguan psikologi postpstum
yang kita berikaan akan sangat bermanfaat sehingga
ibu mengetahui faktor pemicu, sehingga ibu dapat
mencari bantuan jika menghadapi kondisi tersebut.
f. Menghindari perubahan hidup yang drastis
Maksudnya perubahan hidup yang drastis sesudah
kelahiran akan berpengaruh terhadap emosional ibu
sehingga sebisa mungkin sebaiknya dihindari.
g. Melakukan pekerjaan rumah tangga yang dapat
membantu melupakan gejolak emosi yang timbul
pada periode postpartum. Saat kondisi ibu masih
labil bisa dilampiaskan dengan melakukan pekerjaan
rumah tangga.
8) Mekanisme Postpartum Blues
16
9) Sikap Bidan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Bidan, dalam kompetensi 5 menyebutkan bahwa : “Bidan
memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.”
Berdasakan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang
standar profesi bidan dalam kompetensi 5 maka dalam
kasus ini bidan berwenang memberikan asuhan pada masa
nifas.
Dalam kompetensi ke-5 terdapat pengetahuan dasar
dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang
bidan yaitu :
a. Pengetahuan Dasar yang harus dimiliki bidan :
1. Fisiologis nifas.
2. Proses involusio dan penyembuhan sesudah
persalinan.
3. Proses laktasi/ menyusui dan teknik
menyusui yang benar serta penyimpangan
yang lazim terjadi termasuk pembengkakan
payudara, abses, mastitis, putting susu lecet,
putting susu masuk.
4. Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat,
aktifitas dan kebutuhan fisiologis lainnya
seperti pengosongan kandung kemih.
5. Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
6. Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan
abortus.
7. “ Bonding& Atacchment “ orang tua dan
bayi baru lahir untuk menciptakan hubungan
positif.
8. Indikator subinvolusio misalnya, perdarahan
yang terusmenerus, infeksi.
9. Indikator masalah-masalah laktasi.
10. Tanda dan gejala yang mengancam
kehidupan misalnya perdarahan pervaginam
menetap, hematoma vulva, retensi urine dan
incontinetia alvi.
11. Indikator pada komplikasi tertentu dalam
periode postpartum, seperti anemia kronis,
17
hematoma vulva, retensi urine dan
incontinetia alvi.
12. Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan
sesudah abortus.
13. Tanda dan gejala komplikasi abortus.
b. Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data tentang riwayat
kesehatan yang terfokus, termasuk
keterangan rinci tentang kehamilan,
persalinan dan kelahiran.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus
pada ibu.
3. Pengkajian involusi uterus serta
penyembuhan perlukaan/ luka jahitan.
4. Merumuskan diagnosa masa nifas.
5. Menyusun perencanaan.
6. Memulai dan mendukung pemberian ASI
eksklusif.
7. Melaksanakan pendidikan kesehatan pada
ibu meliputi perawatan diri sendiri, istirahat,
nutrisi dan asuhan bayi baru lahir.
8. Mengidentifikasikan hematoma vulva dan
melaksanakan rujukan bilamana perlu.
9. Mengidentifikasi infeksi pada ibu,
mengobati sesuai kewenangan atau merujuk
untuk tindakan yang sesuai.
10. Penatalaksanaan ibu postpartum abnormal:
sisa plasenta, renjatan dan infeksi ringan.
11. Melakukan konseling pada ibu tentang
seksualitas dan KB pasca persalinan.
12. Melakukan konseling dan memberikan
dukungan untuk wanita pasca persalinan. m.
Melakukan kolaborasi atau rujukan pada
komplikasi tertentu.
13. Memberikan antibiotika yang sesuai.
14. Mencatat dan mendokumentasikan temuan-
temuan dan intervensi yang dilakukan.
18
bersalin dengan melakukan konseling dan memberkan
dukungan untuk wanita pasca persalinan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Rini, S., & Kumala, F. (2017). Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based
Practice. Deepublish.
Tajmiati, A., et al. (2016). Bahan Ajar Kebidanan : Konsep Kebidanan dan
Etikolegal dalam Praktik Kebidanan. Diakses dari :
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Konsep-Kebidanan-dan-Etikolegal-dalam-
Praktik-Kebidanan-Komprehensif.pdf [31 Agustus 2019]
20