Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KAJIAN PUSTAKA

I.I

I.II

I.III HIDROSEFALUS

1. PENGERTIAN
Secara bahasa hidrosefalus berasal dari kata hidro:air dan chepalus:
kepala sehingga hidrosefalus berarti terdapat penumpukan cairan di kepala
sehingga menyebabkan ukuran kepala abnormal.
Sedangkan secara medis, hidrosefalus adalah penumpukan cairan
serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel
otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel atau ruang subarachnoid.
Hidrosephalus juga dikatakan sebagai pembesaran ventrikulus otak
akibat peningkatan jumlah CSS. Ketika produksi CSS lebih besar dari
penyerapan, cairan cerebro spinalis mengakumulasi di dalam sistem
ventrikular.
Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliranatau
penyerapan dari aliran serebrospinal yang menyebabkan peningkatan dari
volume cairan cerebro spinal yang menyebabkan peningkatan dari volume
cairan cerebrospinal pada susunan saraf pusat. (Nugraheni, K. 2019)

2. ETIOLOGI
a. Kongenital atau bawaan
Hidrosefalus terjadi sejak bayi baru dilahirkan, mungkin
disebabkan oleh pengaruh lingkungan selama perkembangan fetal
atau ada predisposisi genetik. Bayi yang mengalami hidrosefalus
bawaan, kepalanya akan terlihat sangat besar. Ubun-ubun atau
fontanel mereka akan tampak menggelembung dan menegang.
Dikarenakan kulit kepala bayi masih tipis, maka penggelembungan
tersebut membuat urat-urat kepala menjadi terlihat dengan jelas. Bayi-
bayi dengan hidrosefalus, memiliki mata yang terlihat seperti
memandang ke bawah dan otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan
mengalami kejang. Gejala-gejala hidrosefalus bawaan lainnya adalah
mudah mengantuk, mual, rewel, dan susah makan.

Sumber : Liputan6.com
b. Diperoleh
Hidrosefalus terjadi saat lahir atau setelah dilahirkan. Dapat
mengenai semua usia,disebabkan oleh trauma atau berbagai
penyakit. Kondisi ini diderita oleh anak-anak danorang dewasa. Selain
penderita akan mengalami mual dan nyeri leher, nyeri kepala juga
akanmuncul. Nyeri kepala ini biasanya sangat terasa di pagi hari,
setelah bangun tidur. Gejala lain dari hidrosefalus tipe ini adalah
mengantuk, penglihatan buram, bingung, sulit menahan kemih atau
menahan buang air besar, dan sulit berjalan. Jika tidak segera diobati,
kondisi ini dapat menyebabkan koma, bahkan kematian.

Menurut Drs.Aristanti dalam bahan ajar kedokteran Universitas


Hasanudin, pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun
dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel
tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu
kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan.
a. Kelainan bawaan
1) Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab
terbanyak. 60%-90% kasus hidrosefalus terjadi pada bayi dan
anak-anak. Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
2) Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan
sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis,
dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
3) Sindrom Dandy-Walker - atresiakongenital foramen Luschka
dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan
pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang
besar di daerah fossa posterior.
4) Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat
akibat trauma sekunder suatu hematoma.
5) Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang
mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau
sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.
b. Infeksi - Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang
subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis
dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan
meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna
kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis
purulenta lokasinya lebih tersebar.
c. Neoplasma - hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya
disebabkan suatu kraniofaringioma.
d. Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak
dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri.

3. FAKTOR PREDISPOSISI
Berikut ini adalah hal – hal yang mempengaruhi terjadinya hydrocephalus:
a. Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang dapat
menyebabkan hydrocephalus.
b. Masalah selama kehamilan infeksi pada rahim selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko hydrocephalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi
dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan
jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain,
penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
c. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak
lengkap dari kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin
tidak terdeteksi saat lahir, tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan
tampak saat usia bayi lebih tua (masih masa anak - anak).
d. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian
terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum,
penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
Hydrocephalus Infantil, 4% adalah karena tumor fossa fosterior.
e. Infeksi pada sistem saraf.
f. Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena
perdarahan dan meningitis.
g. Memiliki cedera kepala berat.

4. ANATOMI DAN FISIOLOGI CAIRAN CSS


Ruangan cairan serebrospinal (CSS) terdiri dari sistem ventrikel,
sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid. Ruangan ini mulai
terbentuk pada minggu kelima masa embrio. Sistem ventrikel dan ruang
subarachnoid dihubungkan melalui foramen Magendi di median dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV.
Sumber : Aristianti. (2018). Bahan ajar kedokteran. Universitas Hasanudin

Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroidalis di ventrikel otak.


Cairan ini mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III, kemudian melalui
akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Cairan tersebut kemudian mengalir
melalui foramen Magendi dan Luschka ke sisterna magna dan rongga
subarachnoid di bagian cranial maupun spinal.
Sekitar 70% cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus koroidideus,
dan sisanya di hasilkan oleh pergerakan dari cairan transepidermal dari otak
menuju sistem ventrikel. Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume
cairan liqour adalah 90 ml dan 150 ml pada orang dewasa. Tingkat
pembentukan adalah sekitar 0,35 ml /menit atau 500 ml / hari. Sekitar 14%
dari total volume tersebut mengalami absorbsi setiap satu jam.

5. PATOFISIOLOGI
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme
yaitu; produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor,
dan peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga
mekanisme tersebut adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya
mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah
hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi. Produksi liquor yang berlebihan hampir semua
disebabkan oleh tumor pleksus khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya
produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat
dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi liquor,
sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan
mengenai produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus
khoroid. Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran
akan meningkatkan tekanan liquor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat peningkatan resistensi
aliran cairan liquor ada kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik
berpengaruh pada penampilan klinis.
6. KLASIFIKASI
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
a. Patologis (berdasarkan anatomis/tempat obstruksi CSS)
1) Obstruktif
Hidrosefalus tipe obstruktif atau non-komunikan terjadi
apabila CSS otak terganggu. Gangguan yang terjadi pada
CSS mengakibatkan terjadinya penyumbatan aliran CSS
dalam sistem ventrikel otak.
Hidrosefalus tipe obstruktif ini terjadi akibat
penyumbatan sirkulasi CSS yang disebabkan oleh kista,
tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling umum,
stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non obstruktif
Hidrosefalus tipe non obstruktif ini dapat disebabkan oleh
gangguan keseimbangan CSS, dan juga oleh komplikasi
setelah infeksi atau komplikasi hemoragik. Terjadi karena ada
masalah dalam produksi atau absorbsi CSS. Atau dengan kata
laingangguan terjadi diluar sistem ventrikel otak. Contoh
masalah yang sering terjadi yaitupendarahan akibat trauma
kelahiran, radang meningeal, serta kongenital atau bawaan.
b. Berdasarkan usia
1) Tipe kongenital atau Infant(bayi)
Merupakan kondisi hidrosefalus yang terjadi karena cedera
kepala selama proses kelahiran.
2) Tipe Junevile atau Adult(Anak-anak/Dewasa)
Merupakan kondisi hidrosefalus yang terjadi setelah masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain setelah masa
neonatus.
Gejala hidrosefalus tipe ini diantaranya :
a) Melambat kapasitas mental dan keterlambatan
cognitive
b) Sakit kepala (terutama di pagi hari)
c) Sakit pada leher, diperkirakan terjadi tonsillar herniation
d) Muntah, lebih terlihat di pagi hari.
e) Penglihatan yang memburam; disebabkan oleh
Papilledema dan optic atrophy.
f) Penglihatan ganda atau double; di mana terdapat palsy
saraf unilateral dan bilateral
g) Kesulitan pada berjalan hingga spatistik
h) Mengantuk yang berlebihan
3) Normal Pressure Hydrocephalus
Kondisi ini umumnya dialami oleh lansia (di atas 60 tahun).
Atau secara medis dapat dikatakan bahwa NPH adalah suatu
bentuk hidrosefalus komunikata, yang ditandai oleh tidak
adanya edema papil dan tekanan CSS yang normal. Penderita
akan kesulitan menggerakkan kaki, sehingga beberapa dari
mereka terpaksa menyeret kaki agar dapat berjalan. Gejala
lainnya adalah kacaunya kendali kemih yang ditandai dengan
sulit menahan buang air kecil atau sering merasa ingin buang
air kecil. Selain fisik, NPH juga berdampak kepada
kemampuan berpikir penderita. Mereka akan sulit mencerna
informasi dan lambat dalam menanggapi situasi atau
pertanyaan.
Gejala pada penderita NPH :
a) Gangguan pada gaya berjalan
b) Terjadinya Dementia
c) Ketidakonsistennya urinary
d) Karakteristik yang mungkin muncul adalah;
Personalitas berubah dan Parkinsonism,letharlagi,
lelah dan apatis.
e) Straismus
f) Perubahan Pupil
g) Jarang terjadi adalah sakit kepala

7. KOMPLIKASI
Menurut Fitri Wulandhani (2012), ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi
akibat hidrosefalus :
a. Atrofi otak
b. Herniasi otak yang dapat berakibat kematian
c. Komplikasi hidrosefalus berdasarkan kepala anak yang semakin
besar dan tubuh yang semakin kurus tetapi bertambah berat.

8. PENCEGAHAN
Pencegahan adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis,
dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan
mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus
hydrocephalus pencegahan dapat dilakukan dengan:
1) Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara
signifikan dapat mengurangi risiko memiliki bayi prematur,
yang mengurangi risiko bayi mengalami hydrocephalus.
2) Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki
semua vaksinasi dan melakukan pengulangan vaksinasi yang
direkomendasikan.
3) Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya
hydrocephalus. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang
pentingnya vaksin meningitis bagi orang – orang yang berisiko
menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu yang
berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem
imun dan pasien yang menderita gangguan limpa.
4) Mencegah cedera kepala.

9. DIAGNOSIS
Pada hidrosefalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Pada anak
yang lebih besar kemungkinan hidrosefalus diduga bila terdapat gejala dan
tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Tindakan yang dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis ialah seperti tomografi berkomputer
(computerized tomography/CT), magnetic resonance imaging/MRI, lumbar
puncture, continuous lumbar CSF drainage. Dokter memilih alat diagnostik
berdasarkan pada umur individu, rekam jejak medis atau adakah kejanggalan
atau abnormalistas pada otak atau sumsum tulang belakang.
Ada beberapa cara untuk mendiagnosis hidrosefalus, diantaranya :
a. Pemeriksaan Klinis untuk mengevaluasi karakteristik dan symptom
Pemeriksaan klinis dilakukan dengan cara interview dan pemeriksaan
fisik dari neurologis. Beberapa pemeriksaan yang mana dilakukan
pada bayi menunjukkan fakta-fakta yaitu:
1) Pembesaran ukuran kepala (lingkar kepala ≥ 98 persen dari
umurnya)
2) Disfungsi pada suture
3) Membesarnya pembuluh darah pada otak.
4) Tekanan pada Fontanella
5) Terdapat karakteristik peningkatan Intracranial Pressure (ICP)
6) Terdapat gerakan spatistik pada otot.

Anak-anak dan dewasa juga mungkin menunjukan hasil berbeda pada


pemeriksaan fisik dimana terjadi :

1) Papilledema
2) Kegagalan dan keterbatasan dalam menatap ke atas; terjadi
karena tekanan pada alastectal.
3) Mengalami “sunset eyes”
4) Ketidakseimbangan gaya berjalan
5) Kepala yang besar
6) Terjadi palsy saraf.

Anak-anak juga memungkin mengalami “Tanda Macewen‟ di mana


terdapat suara “potpecah cracked pot‟ yang mana terjadi pada perkusi
kepala.

Pada pasien denan NPH tersendiri ditemukan beberapa fakta dalam


pemeriksaan diantaranya:

1) Kekuatan Otot normal, tidak terdapat kehilangan sensori.


2) Peningkatan refleks-refleks dan respon Babinski dapat satu
dalam dua kaki; yang mana menjadi hal umum pada pasien
NPH.
3) Berbagai kesulitan dalam berjalan
4) Tanda-tanda keterbukaan frontal (pada tahap akhir);
munculnya refleks mencengkram “grasping‟ dan mengisap
‟sucking ‟
b. Brain Images
1) CT scan
Merupakan proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-
X untuk mengambil gambar otak. Dengan menggunakan
komputer, beberapa seri gambar sinar-X akan memperlihatkan
gambar tiga dimensi kepala dari beberapa sudut. Sebagai alat
penunjang diagnostik CT scan memiliki kemampuan
mendeteksi struktur otak dengan sangat baik. CT Scan
dilakukan sedikit lebih cepat, mudah dan cara yang baik untuk
mendiagnosis hidrosefalus. CT Scan melibatkan jumlah radiasi
yang lebih sedikit. Dalam beberapa kasus, CT Scan tidak bisa
memadai untuk menemukan penyebab-penyebab
hidrosefalus.

Gambar hasil CT scan penderita Hidrosefalus


Sumber : Aristanti. (2018). Bahan Ajar Kedokteran

2) MRI
MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih
yang menggunakan medan magnet, frekuensi radio tertentu
dan seperangkat computer untuk menghasilkan gambar irisan
penampang otak. Sebagai alat pemeriksaaan diagnostik pada
sistem neurologis, alat ini dipergunakan untuk memeriksa
sebagian besar lesi pada otak dan spinal. Selain itu alat ini
juga memiliki kemampuan membedakan struktur berwarna
abu-abu dengan putih sehingga dapat dipergunakan pada
multiple sklerosis dan infark lakunar. MRI Scan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk dilakukan dan kemungkinan
membutuhkan sedasi bagi beberapa bayi dan anak kecil.
Untuk anak yang mengalami klaustropobia, diberikan sedikit
sedasi. Tes ini dapat sangat membantu dalam mencari tahu
penyebab dari hidrosefalus, yang mana jika terjadi keadaan
abnormalitas pada otak dan terjadi pemblokan pada otak.
Gambar hasil MRI penderita Hidrosefalus
Sumber : Aristanti. (2018). Bahan Ajar Kedokteran

c. Tes CSF untuk memprediksi responsivitas cairan atau tekanan cairan


Lumbar Puncture
Lumbar puncture adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal
dengan memasukan jarumke dalam ruang subarakhnoid. Test ini
dilakukan untuk pemeriksaan cairan serebrospinali,mengukur dan
mengurangi tekanan cairan serebrospinal, menentukan ada tidaknya
darahpada cairan serebrospinal, untuk mendeteksi adanya blok
subarakhnoid spinal, dan untukmemberikan antibiotic intrathekal ke
dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi.
Lumbar Puncture sangat penting untuk alat diagnosa.
Prosedur ini memungkinkan melihatbagian dalam seputar medulla
spinalis, yang mana memberikan pandangan pada fungsi otakjuga.
Prosedur ini relatif mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu mahal.
Dokter yang berpengalaman, Lumbar Puncture akan menurunkan
angka komplikasi. Ia akan melakukannya dengan cepat dan
dilaksanakan di tempat tidur pasien.

10. PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif medikamentosa
Untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangisekresi cairan dan pleksus choroid (asetazolamit 100
mg/kgBB/hari; furosemid1,2 mg/kgBB/hari) atau upaya meningkatkan
resorpsinya (isorbid). Terapi ini hanya bersifat sementara.
b. Terapi etiologi
Pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran liquor, pembersihan sisa
darah dalam liquor atau perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa
kasus diharuskan untuk melakukan terapi sementara terlebih dahulu
sebelum diketahui secara pasti lesi penyebab; atau masih
memerlukan tindakan operasi shunting karena kasus yang
mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran liquor
skunder.
c. Ventriculoperitoneal shunting
Cara yang paling umum untuk mengobati hidrosefalus. Dalam
ventriculoperitoneal (VP) shunting, tube dimasukkan melalui lubang
kecil ditengkorak ke dalam ruang (ventrikel) dari otak yang berisi
cairan serebrospinal (CSF). Tube ini terhubung ke tube lain yang
berjalan di bawah kulit sampai ke perut, di mana ia memasuki rongga
perut (rongga peritoneal). Shuntmemungkinkan CSS mengalir keluar
dari ventrikel dan ke rongga perut di manaia diserap. Biasanya, katup
dalam sistem membantu mengatur aliran cairan. Shunt yang
dipasangkan pada bayi dan anak-anak umumnya perlu diganti seiring
pertumbuhan agar sesuai dengan fisik mereka yang makin besar.
Diperkirakan sebanyak dua kali prosedur pemasangan shunt akan
dilakukan pada anak-anak sebelum mereka menginjak usia 10 tahun.
Sumber : Nafiana, Elvira. (2018). Hidrosefalus. Tasikmalaya

11. PROGNOSIS
Prognosis untuk individu didiagnosis dengan hidrosefalus sulit untuk
diprediksi, meskipun ada beberapa korelasi antara penyebab spesifik dari
hydrosefalus dan hasil. Prognosis bergantung kepada jika adanya gangguan
terkait, ketepatan waktu diagnosis, dan keberhasilan pengobatan. Individu
yang terkena dan keluarga mereka harus menyadari bahwa hidrosefalus
dapat menimbulkan risiko baik dari segi kognitif maupun pembangunan fisik.
Pengobatan oleh tim interdisipliner medis profesional, spesialis rehabilitasi,
dan ahli pendidikan sangat penting untuk memberikan hasil yang positif. Jika
tidak diobati, progresif hidrosefalus dapat berakibat fatal.
Gejala-gejala hidrosefalus dengan tekanan normal biasanya
memburuk dari waktu ke waktu jika tidak diobati. Sementara keberhasilan
pengobatan dengan shunt bervariasi dari orang ke orang, beberapa orang
sembuh hamper sepenuhnya setelah perawatan dan memiliki kualitas hidup
yang baik. Diagnosis dini dan pengobatan meningkatkan kesempatan
pemulihan yang baik.

12. SIKAP BIDAN


Dalam menghadapi kasus hidrosefalus, bidan dapat melakukan beberapa hal
sebagai berikut :
a. Mengajurkan para Ibu utnuk menjaga kesehatan kehamilan.
b. Menganjurkan para Ibu untuk memperhatikan gizi dan makanan.
c. Jika mengetahui tanda-tanda hidrosefalus pada anak, segera periksa
ke Dokter dan tangani secara tuntas.
d. Sebaiknya para Ibu jangan terlalu banyak melakukan pekerjaan yang
berat-berat.
e. Menganjurkan para Ibu untuk memberikan makanan yang bergizi
pada anak.
f. Konseling pranikah tentang faktor genetis yang mungkin dapat
menyebabkan kelainan kongenital.
g. Konseling gizi seimbang untuk mencegah kelainan yang dapat
menjadi faktor predisposisi hidrosefalus.
h. Menjaga kondisi tubuh tetap fit selama hamil.
i. Menganjurkan calon ibu untuk menjaga kehamilannya dan
menghindari hal-hal yang dapat membahayakan kehamilannya.
I.VI ATRESIA RECTI DAN ATRESIA ANI

1. PENGERTIAN
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya
tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah
kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang yang normal. Sedangkan atresia recti adalah suatu keadaan tidak
adanya rectum.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa atresia ani adalah
kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus,
rektum, atau batas di antara keduanya. Atresia ani merupakan kelainan
bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus. Atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. Atresia ani atau anus imperforata adalah
tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus
tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
Sehingga dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa atresia ani
adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan.

Sumber : dr.Lestari Rahmah.(2016)


Diakses dari :
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwj06JCan47lAhXaT30KHeetDLcQjB16BAgBEAM&url=http%3A%2F
%2Fdrlestarirahmah.blogspot.com%2F2016%2F10%2Fatresia-
ani.html&psig=AOvVaw1N7aJNZfnSw43DtbE8bruz&ust=1570678262513350

2. ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus,
sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai
gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua
yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 %
- 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas
kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani.

3. FAKTOR PREDISPOSISI
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan
anomali pada gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

4. PATOFISIOLOGI
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang
keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir 20 tanpa lubang anus.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
a. Tinggi (supralevator)
Yaitu kondisi rektum berakhir di atas M.levator ani (M.puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih
dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran
kencing atau saluran genital.
b. Intermediate
Rektum terletak pada M.levator ani tetapi tidak menembusnya.
c. Rendah
Rektum berakhir di bawah M.levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

5. KLASIFIKASI
Kelainan kongenital atresia ani ini dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga
feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.

Penderita atresia ani dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub


kelompok anatomi yaitu :

a. Anomali rendah / infralevator


Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.

6. KOMPLIKASI
a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
b. Obstruksi intestinal
c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
d. Komplikasi jangka panjang :
1) Eversi mukosa anal.
2) Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
3) Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
4) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
5) Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
6) Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan
infeksi.

7. PENCEGAHAN
Menurut Gordon dalam jurnal Helda Nila, ada 11 fokus tenaga kesehatan
sebagai tindakan pencegahan atresia ani :
a. Pola Presepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien
untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari
anastesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan
dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
e. Pola Presepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
g. Pola Konsep diri dan Presepsi diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena
dampak luka jahitan operasi.
h. Pola peran dan pola hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan
rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan
ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.

8. DIAGNOSIS
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya
anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui
anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan
vagina.
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi
oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Dapat digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.

9. MANIFESTASI KLINIK
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar
feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius
dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala
yang akan timbul :
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya
salah.
d. Perut kembung.
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

10. INTERVENSI
Sumber : Adjen Ramdhani. (2017). Pathway Atresia Ani. Diakses dari :
https://id.scribd.com/document/342353655/Pathway-Atresia-Ani

11. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah
baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.

12. SIKAP BIDAN


Dalam menghadapi kasus atresia ani, bidan dapat melakukan beberapa hal
sebagai berikut :
a. Mengajurkan para Ibu utnuk menjaga kesehatan kehamilan.
b. Menganjurkan para Ibu untuk memperhatikan gizi dan makanan.
c. Deteksi dini kelainan kongenital
d. Jika mengetahui tanda-tanda atresia ani pada anak, segera periksa ke
Dokter dan tangani secara tuntas.
e. Sebaiknya para Ibu jangan terlalu banyak melakukan pekerjaan yang
berat-berat.
f. Menganjurkan para Ibu untuk memberikan makanan yang bergizi
pada anak.
g. Konseling pranikah tentang faktor genetis yang mungkin dapat
menyebabkan kelainan kongenital.
h. Konseling gizi seimbang untuk mencegah kelainan yang dapat
menjadi faktor predisposisi atresia ani.
i. Menjaga kondisi tubuh tetap fit selama hamil.
j. Menganjurkan calon ibu untuk menjaga kehamilannya dan
menghindari hal-hal yang dapat membahayakan kehamilannya.
DAFTAR ISI

Nugraheni, K. (2019). Neurologi “Hidrosefalus”. Solo: Universitas Sebelas Maret


Nafiana, Elvira. (2018). Hidrosefalus. Tasikmalaya: Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
Aristanti. (2018). Bahan Ajar Kedokteran. Universitas Hasanudin. Diakses dari :
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-_-
Hidrosepalus.pdf [08 Oktober 2019]
Maryanti, D., & Kusumawati, D. D. (2015). Faktor-faktor risiko terjadinya kelainan
kongenital. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 36-45.
Nila, Helda. (2017). Atresia ani. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang
diakses dari : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-
5416-2-babii.pdf [07 Oktober 2019]
Adjen Ramdhani. (2017). Pathway Atresia Ani. Diakses dari :
https://id.scribd.com/document/342353655/Pathway-Atresia-Ani [08 Oktober
2019]
Rahmah, Lestari. (2016). Atresia Ani. Diakses dari :
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2a
hUKEwj06JCan47lAhXaT30KHeetDLcQjB16BAgBEAM&url=http%3A%2F%2Fdr
lestarirahmah.blogspot.com%2F2016%2F10%2Fatresia-
ani.html&psig=AOvVaw1N7aJNZfnSw43DtbE8bruz&ust=1570678262513350
[08 Oktober 2019]
Wulandhani, Fitri. (2012). Komplikasi Hidrosefalus. Diakses dari :
https://id.scribd.com/document/78027327/Komplikasi-hidrosefalus [08 Oktober
2019]

Anda mungkin juga menyukai