Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari tubuh, jiwa, serta sosial yang
sangat mungkin setiap individu hidup produktif dengan cara sosial serta
ekonomis. Dengan kesehatan ini setiap individu dapat melaksanakan aktivitas
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat hidup produktif
baik secara sosial maupun ekonomis. Dalam mengatur masalah kesehatan
diperlukan suatu badan khusus yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan jaminan kesehatan, dimana badan tersebut harus memberikan
mutu pelayanan yang baik agar dapat tercapainya kepuasan pelayanan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2010), mendorong seluruh negara
mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua penduduknya (Universal
Health Coverage). Dengan jaminan kesehatan tersebut semua penduduk di
negara yang mengembangkan jaminan kesehatan ini termasuk peserta jaminan
kesehatan (WHO, 2010).
Di Indonesia, pada tanggal 1 Januari 2014 telah didirikan suatu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selaras dengan tujuan Organisasi
Kesehatan Dunia dalam mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua
penduduk. BPJS Kesehatan ini merupakan badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program kesehatan (Peraturan BPJSKesehatan Nomor 1
Tahun 2014).
BPJS Kesehatan harus memahami kebutuhan pelayanan kesehatan
masyarakat yang dilayaninya dalam menentukan cara yang paling efektif
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu. Zeithaml et al (dalam
Rangkuti, 2006) menyatakan bahwa pelayanan yang bermutu terbentuk dari lima
dimensi Service Quality (Servqual) yaitu, kehandalan, daya tanggap, jaminan,
empati, dan bukti fisik (Rangkuti, 2006).
2

Pelayanan kesehatan yang bermutu salah satu aspek dalam pelayanan


kesehatan merupakan faktor yang penting dalam mencapai kepuasan pasien.
Kepuasan pasien merupakan perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007).
Berdasarkan data Kantor Operasional BPJS Kesehatan provinsi Sumatera
Selatan peserta BPJS Kesehatan yang terdiri dari Peserta PBI dan Non PBI di
provinsi Sumatera Selatan yang tercatat hingga bulan Maret 2015 berjumlah
3.809.156 jiwa (www.sumselprov.go.id, diakses 4 April 2015). Berdasarkan data
Kantor Operasional BPJS Kesehatan kabupaten Musi Banyuasin peserta BPJS
Kesehatan yang terdiri dari Peserta PBI dan Non PBI di kabupaten Musi
Banyuasin tercatat hingga bulan Maret 2015 berjumlah 228.900 jiwa (Data
Kantor Operasional BPJS Kesehatan Musi Banyuasin, 2015).
Data rekam medis pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu
menunjukkan jumlah pasienpeserta BPJS Kesehatan yang dirawat di instalasi
rawat inap yang terhitung dari bulan Januari 2014 hingga Maret 2015 berjumlah
3.077 jiwa. Pasien peserta BPJS Kesehatan yang dirawat di Instalasi Rawat Inap
Kelas II yang terdiri dari Ruang Meranti dan Ruang Meranti Kebidanan Kelas II
di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu yang terhitung dari bulan Januari 2014
hingga Maret 2015 berjumlah 775 jiwa (Data Rekam Medis Pasien RSUD
Sekayu, 2015).
Dengan banyaknya jumlah peserta BPJS Kesehatan secara nasional dan
sebagai suatu sistem yang besar danbaru berlangsung dalam tempo yang relatif
singkat, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan monitoring
danevaluasi terhadap pelayanan BPJS Kesehatan, dimana terdapat permasalahan
dalam pengaplikasiannya, banyak masyarakat yang belum tahu teknis
mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan BPJS Kesehatan, sehingga banyak
peserta BPJS Kesehatan yang mengeluhkan dengan sistem pelayanan rujukan
berjenjang yang diterapkan BPJS Kesehatan. Sistem pelayanan
rujukanberjenjang ini juga menjadi tantangan yang kerap dihadapi pasien peserta
BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu, dengan sistem ini
3

pasien peserta BPJS Kesehatan sebelum berobat ke rumah sakit atau dokter
spesialis wajib terlebih dahulu ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
yang telah ditunjuk yaitu puskesmas, dokter keluarga atau klinik untuk
mendapatkan surat rujukan, hal ini berpengaruh dalam mutu pelayanan
kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh proses pemberian
pelayanan. Setiap pasien memiliki perspektif berbeda mengenai mutu pelayanan
kesehatan, hal tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pasien yang terdiri dari
jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan. Dengan adanya BPJS
Kesehatan, mutu pelayanan yang diberikan pada pasien sudah ditentukan.
Sebagian besar hal tersebut mempengaruhi tingkat kepuasan pasien peserta BPJS
Kesehatan. Data tersebutdiperkuat dengan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 29 Maret - 04 April 2015 di Instalasi Rawat
Inap Kelas II Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu terhadap 10 pasien diperoleh
hasil 7 orang pasien mengeluh dengan sistem pelayanan rujukan berjenjang yang
diterapkan BPJS Kesehatan karena dengan sistem ini pasien yang ingin berobat
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua seperti rumah sakit atau dokter spesialis
harus mendapatkan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama terlebih
dahulu seperti puskesmas, dokter keluarga atau klinik, dengan demikian pasien
tidak bisa langsung berobat ke rumah sakit atau dokter spesialis, dan sisanya
sebanyak 3 orang pasien merasa puas dengan adanya program BPJS Kesehatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum 2014) di Rumkital
Dr. Ramelan Surabaya. Bahwa terdapat hubungan antara mutu pelayanan
kesehatan BPJS dengan kepuasan pasien, hal tersebut didukung dari hasil
penelitiannya yaitu dari total 64 responden yang diteliti, terdapat 44 responden
(68,8%) mengatakan pelayanan kesehatan BPJS kurang baik, dan pada kepuasan
pasien sebanyak 36 responden (56,2%) mengatakan kurang puas dengan
pelayanan kesehatan BPJS (www.stikeshangtuah-sby.ac.id, diakses 18 Maret
2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Desimawati (2013) di Puskesmas
Sumbersari Kabupaten Jember. Bahwa mutu pelayanan mempengaruhi tingkat
kepuasan pasien, hal tersebut ditunjukkan dari hasil penelitiannya terhadap 30
4

responden yang diteliti, terdapat 25 responden (83,3%) mengatakan pelayanan


keperawatan di Puskesmas Sumbersari kurang baik, dan pada tingkat kepuasan
pasien terdapat 23 responden (76,6%) mengatakan kurang puas dengan
pelayanan keperawatan (www.repository-unej.ac.id, diakses 18 Maret 2015).
Berdasarkan data di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui
karakteristik pasien peserta BPJS Kesehatan, mutu pelayanan BPJS Kesehatan,
dan tingkat kepuasan pasien di Instalasi Rawat Inap Kelas II Rumah SakitUmum
Daerah Sekayu, serta dengan belum pernah dilakukan penelitian mengenai BPJS
Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu, maka peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan mutu pelayanan BPJS Kesehata dengan tingkat kepuasan
pasien di Instalasi Rawat Inap Kelas II Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Dari latar belakang tersebut penulis dapat merumuskan masalah

sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara usia dan paritas ibu hamil

dengan kejadian abortus di RSUD Kota Langsa tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan usia dan paritas ibu hamil dengan

kejadian abortus di RSUD Kota Langsa tahun 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan usia ibu hamil dengan kejadian

abortus di RSUD Kota Langsa tahun 2014

2. Untuk mengetahui hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian

abortus di RSUD Kota Langsa tahun 2014


5

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi profesi bidan

Hasil penelitian dapat dipergunakan oleh bidan agar dapat

mendeteksi dini adanya abortus serta mengetahui tindakan apa yang tepat

terhadap pasien yang mengalami abortus.

2. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi peserta

didik mengenai bagaimana perencanaan serta pelaksanaan bagi pasien

yang mengalami abortus serta sebagai bahan ajar di institusi pendidikan

agar menambah wawasan dan pengetahuan.

3. Bagi ibu hamil

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah motivasi ibu

hamil untuk melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilannya untuk

mencegah terjadinya abortus.

4. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat berguna dalam menambah wawasan

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman dibidang

penelitian dan untuk memenuhi tugas akhir di STIKes Bustanul Ulum

Langsa Program Studi DIII Kebidanan .


6

1.5 Ruang lingkup penelitian

Sehubungan dengan keterbatasan waktu, tempat dan dana maka

peneliti membatasi penelitian ini yaitu yang berjudul hubungan usia dan

paritas ibu hamil dengan kejadian abortus di RSUD Kota Langsa tahun

2014.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan usia dan paritas ibu hamil dengan kejadian

abortus di RSUD kota Langsa tahun 2014 sebelumnya ada yang meneliti,

tetapi berbeda tempat dan waktu penelitian.

1. Penelitian Elvipson (2012) Hubungan karakteristik ibu hamil dengan

kejadian abortus di puskesmas jorlang huluan kecamatan pamatang

sidamanik kabupaten simalungan tahun 2012.

2. Penelitian Ernawati (2011) Hubungan usia dan paritas dengan kejadian

abortus incomplit di instalasi rawat inap kebidanan RSU Dr.Soewandi

Surabaya tahun 2011.

3. Penelitian Hj Mursyida (2011) Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian abortus imminens di Instalasi Rawat Inap Kebidanan

Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2011.

4. Penelitian Samira Feyzbakhs, dkk (2013) tentang Triple Test and

Pregnancy outcome Association as abortion in Academic Research

International, IRAN.

Anda mungkin juga menyukai