Anda di halaman 1dari 3

Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi imunisasi.

Setelah masa
inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam, biasanya disertai batuk dan keluar cairan hidung yang
secara klinik sulit dibedakan dari batuk dan pilek biasa. Pada minggu ke-2, timbul batuk
paroksismal yang dapat dikenali sebagai pertusis. Batuk dapat berlanjut sampai 3 bulan atau
lebih. Anak infeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah terjadinya penyakit.

Diagnosis

Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika penyakit diketahui
terjadi lokal. Tanda diagnostik yang paling berguna:

 Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, sering disertai muntah
 Perdarahan subkonjungtiva
 Anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertusis
 Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, akan tetapi batuk yang diikuti oleh berhentinya
napas atau sianosis, atau napas berhenti tanpa batuk
 Periksa anak untuk tanda pneumonia dan tanyakan tentang kejang.

Tatalaksana

Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat jalan dengan perawatan
penunjang. Umur < 6 bulan
dirawat di rumah sakit, demikian juga pada anak dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi
buruk, henti napas lama, atau kebiruan setelah batuk.

Antibiotik

 Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari) selama 10 hari atau jenis
makrolid lainnya. Hal ini tidak akan memperpendek lamanya sakit tetapi akan
menurunkan periode infeksius.

Oksigen

 Beri oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti napas atau batuk
paroksismal berat.
 Gunakan nasal prongs, jangan kateter nasofaringeal atau kateter nasal, karena akan
memicu batuk. Selalu upayakan agar lubang hidung bersih dari mukus agar tidak
menghambat aliran oksigen.
 Terapi oksigen dilanjutkan sampai gejala yang disebutkan di atas tidak ada lagi.
 Perawat memeriksa sedikitnya setiap 3 jam, bahwa nasal prongs berada pada posisi yang
benar dan tidak tertutup oleh mukus dan bahwa semua sambungan aman.

Tatalaksana jalan napas


 Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih rendah dalam posisi
telungkup, atau miring, untuk mencegah aspirasi muntahan dan membantu pengeluaran
sekret.
o Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan tenggorokan
dengan lembut dan hati-hati.
o Bila apnu, segera bersihkan jalan napas, beri bantuan pernapasan manual atau
dengan pompa ventilasi dan berikan oksigen.

Perawatan penunjang

 Hindarkan sejauh mungkin segala tindakan yang dapat merangsang terjadinya batuk,
seperti pemakaian alat isap lendir, pemeriksaan tenggorokan dan penggunaan NGT.
 Jangan memberi penekan batuk, obat sedatif, mukolitik atau antihistamin.
 Obat antitusif dapat diberikan bila batuk amat sangat mengganggu.
 Jika anak demam (≥ 39º C) yang dianggap dapat menyebabkan distres, berikan
parasetamol.
 Beri ASI atau cairan per oral. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan
berikan makanan cair porsi kecil tetapi sering untuk memenuhi kebutuhan harian anak.
Jika terdapat distres pernapasan, berikan cairan rumatan IV untuk menghindari risiko
terjadinya aspirasi dan mengurangi rangsang batuk. Berikan nutrisi yang adekuat dengan
pemberian makanan porsi kecil dan sering. Jika penurunan berat badan terus terjadi, beri
makanan melalui NGT.

Pemantauan

Anak harus dinilai oleh perawat setiap 3 jam dan oleh dokter sekali sehari. Agar dapat dilakukan
observasi deteksi dan terapi dini terhadap serangan apnu, serangan sianotik, atau episode batuk
yang berat, anak harus ditempatkan pada tempat tidur yang dekat dengan perawat dan dekat
dengan oksigen. Juga ajarkan orang tua untuk mengenali tanda serangan apnu dan segera
memanggil perawat bila ini terjadi.

Komplikasi

Pneumonia. Merupakan komplikasi tersering dari pertusis yang disebabkan oleh infeksi
sekunder bakteri atau akibat aspirasi muntahan.

 Tanda yang menunjukkan pneumonia bila didapatkan napas cepat di antara episode
batuk, demam dan terjadinya distres pernapasan secara cepat.
 Tatalaksana pneumonia: lihat bagian 4.2

Kejang. Hal ini bisa disebabkan oleh anoksia sehubungan dengan serangan apnu atau sianotik,
atau ensefalopati akibat pelepasan toksin.

 Jika kejang tidak berhenti dalam 2 menit, beri antikonvulsan; lihat Bab 1 Pediatrik Gawat
Darurat bagan 9 halaman 17.
Gizi kurang. Anak dengan pertusis dapat mengalami gizi kurang yang disebabkan oleh
berkurangnya asupan makanan dan sering muntah.

 Cegah gizi kurang dengan asupan makanan adekuat, seperti yang dijelaskan pada
perawatan penunjang.

Perdarahan dan hernia

 Perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis sering terjadi pada pertusis. Tidak ada terapi
khusus.
 Hernia umbilikalis atau inguinalis dapat terjadi akibat batuk yang kuat. Tidak perlu
dilakukan tindakan khusus kecuali terjadi obstruksi saluran pencernaan, tetapi rujuk anak
untuk evaluasi bedah setelah fase akut.

Tindakan Kesehatan masyarakat

 Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga yang
imunisasinya belum lengkap.
 Beri DPT ulang untuk anak yang sebelumnya telah diimunisasi.
 Beri eritromisin suksinat (12.5 mg/kgBB/kali 4 kali sehari) selama 14 hari untuk setiap
bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang disertai demam atau tanda lain dari infeksi
saluran pernapasan dalam keluarga.

Anda mungkin juga menyukai