Oleh:
Oleh
Nama : Muhammad Faisal Ramadhan
NPM : 14315567
Menyetujui,
Pembimbing Tugas Akhir
Mengetahui,
1. LATAR BELAKANG
Desain gempa yang umum digunakan dalam desain bangunan tahan gempa
adalah desain berbasis gaya atau force based design. Konsep ini menggunakan
gaya sebagai pendekatannya. Di Indonesia desain berbasis gaya ini didesain
sesuai dengan peraturan desain gempa yang berlaku di Indonesia. (SNI
1726:2012)
Desain berbasis kinerja ini menekankan pada kinerja struktur selama
terjadinya respon gempa. Selama terjadinya respon gempa tersebut struktur
dapat mengalami kerusakan bahkan keruntuhan. Tingkat kerusakan selama
respon gempa tersebut menggambarkan seberapa besar kinerja dari struktur (atau
performa struktur) yang didesain. Tingkat kinerja struktur dapat dibedakan
menjadi beberapa kategori sesuai dengan tingkat kerusakan struktur tersebut.
(Tavio,2018:2)
Dalam penelitian ini, struktur yang direncanakan adalah bangunan gedung
Apartemen di Jakarta. lokasi pembangunan termasuk pada kategori risiko gempa
D, sehingga dalam analisa strukturnya dapat menggunakan metode SRPMK
(Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus), dimana SRPMK wajib digunakan
untuk mendesain bangunan yang berada pada daerah ketegori resiko D, E, dan F.
(SNI 1726-2012)
Perancangan pada bangunan ini memakai beton bertulang yang dimana
merupakan salah satu material bangunan yang paling banyak digunakan dalam
dunia konstruksi. Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak menggunakan
material beton bertulang dalam pembangunan suatu konstruksi yang juga
memiliki tata cara perancangan untuk struktur beton bertulang. (SNI 2847;2013)
Seiring perkembangan teknologi dan pengetahuan tentang perilaku struktur
beton yang semakin bertambah, berbagai keterbatasan pada penerapan metode-
metode menjadi lebih diketahui. Salah satunya metode elastik yang dijadikan
sebagai dasar perencanaan struktural yang pada akhirnya justru menunjukkan
bahwa seharusnya perencanaan struktur beton bertulang lebih cocok
menggunakan dasar perilaku inelastik beton dan baja tulangan. Mulai saat itulah
metode kekuatan batas dapat diterima sebagai metode perencanaan alternatif
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perencanaan beton bertulang
(ACI:1956)
Pada tugas Akhir ini, Judul yang dibuat yaitu “Perencanaan Bangunan
Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus di Kota
Jakarta” ,Struktur dengan SRPMK ini memiliki pendetailan yang tinggi sehingga
menghasilkan struktur dengan kemampuan struktur dalam berdeformasi inelastic
yang tinggi tanpa kehilangan energi atau bisa disebut dengan daktail yang tinggi.
Dengan penerapan SRPMK diharapkan dapat menahan gaya gempa rencana.
4. LANDASAN TEORI
Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah desain struktur
beton bertulang yang memiliki tingkat daktilitas yang tinggi. Dalam SRPMK,
berdasarkan SNI 1726-2012 dan ASCE-7, faktor reduksi gaya gempa diambil
sebesar 8. Hal ini disebabkan struktur SRPMK didesain memiliki sifat fleksibel
dengan daktilitas yang tinggi sehingga bisa direncanakan dengan gaya gempa
rencana yang minimum. SRPMK wajib digunakan untuk wilayah yang memiliki
resiko gempa tinggi (Kategori desain seismik D, E, dan F dalam SNI 1726-2012).
a. Struktur SRPMK diharapkan mampu menahan siklus reSpon inelasitis
pada saat menerima beban gempa rencana. Pendetailan dalam SRPMK
adalah untuk memastikan respons inelastik dari struktur, dengan
mengacu pada prinsip : Strong-Column/Weak-Beam yang bekerja
menyebar di sebagian besar lantai dan tidak terjadinya kegagalan geser
pada balok, kolom dan joint.
b. Prinsip Strong Column/Weak-Beam adalah ketika terjadi gempa,
distribusi simpangan antar lantai terjadi di sebagian besar lantai sehingga
keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan. (Ricky,2019)
Adapun teori teori yang harus sangat diperhatikan dalam penggunaan
SRPMK yaitu sebagai berikut:
a. Kolom Kuat Balok Lemah
Pada saat struktur mengalami gaya lateral gempa, distribusi kerusakan
sepanjang ketinggian bangunan bergantung pada distribusi lateral story
drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom yang
lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai
(gambar 1a). Sebaliknya jika kolom sangat kuat, maka drift akan
tersebar merata, dan keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan
(gambar 1c dan 1b).
c. Pendetailan
Pendetailan dalam SRPMK bertujuan untuk mendapatkan struktur yang
bersifat daktail
Berikut beberapa ketentuan pendetailan SRPMK :
Tulangan sengkang dipasang dengan rapat pada bagian struktur yang
mengalami kelelehan terutama pada hubungan balok– kolom.
Pada analisa kekuatan geser pada balok atau kolom, kekuatan geser
dari beton (Vc) diabaikan terutama pada balok yang mengalami gaya
aksial kecil, sehingga hanya tulangan saja yang menahan gaya geser.
Pendetailan sambungan dilakukan untuk mencegah keruntuhan pada
bagian sambungan itu sendiri. (Patrisko,2018)
d. Beton Bertulang
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus juga akan berjalan baik jika
memiliki perencanaan dengan beton bertulang.
- Beton itu sendiri adalah material kontruksi yang diperoleh dari
pencampuran pasir, kerikil, batu pecah, semen, serta air. Terkadang
beberapa macam bahan tambahan dicampurkan ke dalam campuran
tersebut dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat beton, yakni antara
lain untuk meningkatkan workability, durability, serta waktu
pengerasan beton. Campuran beton tersebut seiring dengan
bertambahnya waktu akan menjadi keras seperti batuan, dan memiliki
kuat tekan yang tinggi namun kuat tariknya rendah. Beton bertulang
adalah kombinasi dari beton serta tulangan baja, yang bekerja secara
bersama-sama untuk memikul beban yang ada. (Agus Setiawan,
2016:2)
Beton yang banyak dipakai pada saat ini yaitu beton normal. Menurut
beton normal memiliki berat 2200-2500 kg/m3 dengan menggunakan
agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah. (SNI 03-2834-2000)
Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah: Agregat
Kasar + Agregat Halus (60%-80%), Portland Cement (7%-15%), Air
(14% -21%) dan Udara (1%-8%).
Mutu beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain:
a. Faktor Air Semen (FAS).
b. Perbandingan bahan-bahannya.
c. Mutu bahan-bahannya.
d. Susunan butiran agregat yang dipakai.
e. Ukuran maksimum agregat yang dipakai
f. Bentuk butiran agregat.
g. Kondisi pada saat mengerjakan.
h. Kondisi pada saat pengerasan.
5. METODOLOGI PERENCANAAN
a.Pra Rancang (Preliminary Design)
- Perencanaan Dimensi Balok
Dimensi Balok (SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.2-3)
TEBAL MINIMUM, h
Satu Kedua
Dua
Ujung Ujung Kantilever
Komponen Tumpuan Menerus Menerus
Struktur Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau
konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar
Pelat Masif
ℓ/20 ℓ/24 ℓ/28 ℓ/10
Satu Arah
Balok Atau
pelat rusuk ℓ/16 ℓ/18.5 ℓ/21 ℓ/8
satu arah
(Sumber : Tata cara perencanaan struktur beton bangunan gedung /SNI-03-2847-2002:63)
97,5 240
h x 0,4 9,05 15 cm
8 700
b = 2/3 * 15 =10 cm
Dimensi balok anak memanjang diambil 15/20 cm
Kesimpulan :
- Balok Induk melintang 6,0 m direncanakan dimensi = 25/40
- Balok Induk memanjang 5,0 m direncanakan dimensi = 25/40
- Balok Kantilever 0,975 m = 15/20
Adapun syarat – syarat untuk menentukan distribusi gaya- gaya dalam pelat
satu arah :
o Jumlah bentang paling sedikit harus dua
o Panjang bentang bersebelahan yang paling besar dibagian sebelah kiri dan
kanan tumpuan,tidak boleh 1,2 kali lipat lebih besar dari panjang bentang
bersebelahan yang paling pendek.
Untuk memenuhi syarat lendutan, ketebalan minimum dari pelat harus
memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5(3(3)), yaitu:
αm ≤ 0.2
h = 120 mm
0.2 ≤ αm ≤ 2
fy
n 0.8
h 1500
36 5 m 0.2
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
αm > 2
fy
n 0.8
h 1500
36 9
dan tidak boleh kurang dari 90 mm
Tabel Minimum Dari Pelat Tanpa Balok Interior
Tegangan Tanpa penebalan Dengan penebalan
Leleh fy Panel Panel Panel Panel
(mpa) Exterior interior Exterior interior
Balok pinggir Balok pinggir
Ya Tidak Ya Tidak
300 ln/36 ln/33 ln/36 ln/40 ln/36 ln/40
400 ln/33 ln/30 ln/33 ln/36 ln/33 ln/36
500 ln/33 ln/30 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung /SNI-03-
2847-2002:66)
Tebal dari pelat dengan balok yang mehubungkan tumpuan pada semua
sisinya harus memenuhi ketentuan dan tidak boleh kurang dari nilai yang
didapat dari :
Dalam segala hal, tebal minimum pelat tidak boleh kurang dari harga
berikut :
Untuk αm < 2,0 tebal minimum adalah 120 mm
Untuk αm < 2,0 tebal minimum adalah 90 mm
(SKSNI T-15-1991-03:19)
25 25
Ln 600 775 cm
2 2
25 25
Sn 450 425 cm
2 2
Ln 575
1.82 2 (Pelat dua arah)
Sn 475
- Perhitungan Tebal Pelat
1
lb x 25 x 40 3 x 3,127 416975 cm 4
12
1 1
ls x bs x t 3 x(475) x 14 3 108617 cm 4
12 12
lb 416975
3 3,839
ls 108617
m
1
3,237(k1) 3,195(k 2) 3,839(k 3) 3,195(k 4) 3,367 > 2
4
Karena αm > 2 maka perletakan pelat adalah jepit penuh.
fy 400
n 0.8 5750 0.8
1500 1500
h 130,8 mm
36 9 36 9 x 1,21
Dan tidak boleh kurang dari 90 mm
Dipakai tebal pelat lantai 130 mm
Tebal pelat atap 130 mm
- Perencanaan Dimensi Kolom
Ketinggian ( hc ) = 5 m
Direncanakan dimensi kolom 35/35 cm
1 1
Ic bh 3 35 35 3 125052,08 cm 4
12 12
Sedangkan dimensi balok adalah
b = 25 cm ; h = 40 cm ; Lbalok = Lb = 600 cm
1 1
Ib bh 3 25 40 3 133333,33 cm 4
12 12
Syarat : kolom kuat, balok lemah
Ic Ib 125052,08 133333,33
=
hc Lb 500 600
250,104 > 222,222 Ok!
5
Gempa Statik
4
85% Gempa Statik
Gempa Dinamik
3
Correct
1
0 100000 200000 300000
b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS (T0 ≤ T ≤ TS) , spektrum respons desain (Sa) :
S a S DS
c. Untuk perioda yang lebih besar daripada TS (T > TS), spektrum respons
desain (Sa)
S D1
Sa
T
Keterangan :
S D1
T0 0,2
S DS
S D1
TS
S DS
Pembebanan gempa dinamik respons spektra dapat dianalisis langsung
menggunakan program ETABS dengan terlebih dahulu membuat kurva respons
spektrum sesuai parameter spektral wilayah tempat gedung berdiri dan jenis
tanahnya.
Menurut SNI 1726-2012 respons spektra harus dibuat terlebih dahulu
berdasarkan data-data yang ada. Data-data yang dibutuhkan dan prosedur untuk
pembuatan respons spektra adalah sebagai berikut:
a. Parameter percepatan batuan dasar terpetakan
Parameter SS (percepatan batuan dasar batuan pada periode pendek) dan S1
(percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) harus ditetapkan dari respons
spektra percepatan 0,2 dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik seperti yang
ada pada Gambar 5 dan Gambar 6 dengan kemungkinan 2% terlampaui dalam 50
tahun dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.
b. Parameter kelas situs
Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs diklasifikasikan sebagai kelas
situs SA (batuan keras), SB (batuan), SC (tanah keras sangat padat dan batuan
lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah lunak) dan SF (tanah khusus yang
membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon spesifik).
c. Koefisien-koefisien situs dan parameter- parameter respons spektra
percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)
Untuk penentuan respons spektra percepatan gempa MCER di permukaan tanah
diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan 1 detik.
Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada
getaran periode pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang
mewakili getaran periode 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan
pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan
pengaruh klasifikasi situs harus ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini:
SMS = Fa SS (5)
SM1 = Fv S1 (6)
d. Parameter percepatan spektra desain untuk periode pendek dan periode 1
detik dalam grafik dan akan menghasilkan respons spektra desain.
e. Prosedur pembuatan respons spektra desain
Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain (Sa)
Untuk periode yang lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS, spektrum respons desain (Sa) sama dengan SDS. Sedangkan
untuk periode lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain (Sa)
d. Analisa Penampang
Metode kekuatan batas (ultimate strength design)
Penampang melintang pada elemen struktur direncanakan dengan
memperhitungkan perilaku regangan inelastik sampai dicapai batas maksimum
kekuatan material (kekuatan beton diperhitungkan sampai batas kuat tekan
ultimate, dan baja tulangan diperhitungkan sampai dicapai tegangan leleh).
Alalsan-alasan yang menjadi dasar berkembangnya metode kekuatan batas antara
lain:
a. Penampang beton bertulang memiliki perilaku inelastik pada intensitas
beban yang besar, sehingga teori elastik tidak dapat memperkirakan batas
kemampuan sesungguhnya yang dimiliki oleh elemen tersebut.
b. Metiode kekuatan batas memungkinkan pemilihan faktor beban secara
lebih rasional. Pada jenis beban yang besarnya dapat diketahui secara pasti
diberikan nilai faktor beban yang lebih kecil seperti halnya beban mati, sedangkan
pada jenis beban yang besarnya tidak dapat ditentukan secara pasti diberikan nilai
faktor beban yang lebih besar misalnya beban hidup.
c. Diagram tegangan-regangan beton bersifat nonlinear dan bergantung
waktu. Seperti halnya regangan akibat rangkak yang muncul sebagai akibat
bekerjanya beban secara terus menerus, regangan rangkak dapat bernilai beberapa
kali lebih besar daripada regangan elastik awal. Dengan demikian, nilai rasio
modular (rasio antara modulus elastisitas baja terhadap beton) yang dipergunakan
pada metode tegangan keja hanya merupakan suatu taksiran kasar. Regangan
rangkak dapat mengakibatkan redistribusi tegangan pada penampang beton secara
signifikan, yang berarti tegangan aktual yang terjadi pada masa layan sudah tidak
sesuai lagi dengan tegangan yang dihitung pada saat perencanaan.
d. Perencanaan dengan metode kekuatan batas telah memperhitungkan
kekuatan cadangan yang muncul pada saat dicapai fase inelastik.
e. Metode kekuatan batas dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tulangan
berkekuatan tinggi, dan memperkecil dimensi balok tanpa membutuhkan tulangan
tekan.
f. Metode kekuatan batas memungkinkan para perencana untuk
memperhitungkan daktilitas struktur pada fase pasca elastik yang sangat
bermanfaat dalam perencanaan struktur tahan gempa.
6. DATA PERENCANAAN:
1. Fungsi gedung : Apartement
2. Lokasi gedung : Jakarta, Cempaka Putih
3. Beban hidup : 400 kg/m²
4. Beban mati : 800 kg/m³
5. Beban mati tambahan : Keramik + spesi : 45 kg/m²
Plumbing : 10 kg/m²
Plafond : 18 kg/m²
Dinding ½ bata : 250 kg/m²
6. Mutu beton : 35 Mpa
7. (BJTS 40) Lentur : 400 Mpa
8. (BJTP 24) Geser : 240 Mpa
Metode untuk Analisa Gempa
1.Pembebanan gempa menggunakan respons spektrum.
2.Kombinasi Pembebanan 1,4 D
1,2 D + 1,6 L
1,2 D + 1,0 L + 1,0 E
0,9 D + 1,0 E
a. Data Tanah
Data tanah hasil pengujian Standar Penetrasi (SPT) diperlihatkan pada Tabel5.
Seminar Proposal
Pencarian data
Analisis data
Penyusunan
Tugas Akhir
Seminar Isi
Perbaikan-
perbaikan
Sidang Akhir
9. DAFTAR PUSTAKA
BSNI 2012. SNI 1726-2012 : Tata Cara Perencanaaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung Dan Non Gedung.
BSNI 2013. SNI 1727-2013 : Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain.
BSNI 2013. SNI 2847-2013 : Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung.
Karisoh, P. H., Dapas, S. O., Pandaleke R. E., 2018. Perencanaan Struktur
Gedung Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus.
Jurnal Sipil Statik Vol 6. No. 6. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Honarto, R. J., Handoko, B. D., Pandaleke R. E., 2019. Perencanaan Struktur
Gedung Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
Dikota Manado. Jurnal Sipil Statik Vol 7. No. 2. Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Rendra, Rezky., 2015. Kinerja Struktur Akibat Beban Gempa Dengan Metode
Respon Spektrum Dan Time History
Trian, Yohanes., 2015. Pengaruh Kuat Tekan Terhadap Kuat Lentur Balok Beton
Bertulang
Tavio ., 2018. Desain Rekayasa Gempa. Yogyakarta,Andi.
Setiawan, Agus. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SNI
2847:2013. Jakarta, Erlangga.