Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR


PERENCANAAN BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN SISTEM
RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS DI KOTA JAKARTA

Oleh:

Nama : Muhammad Faisal Ramadhan


NPM : 14315567
Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan : Teknik Sipil
Dosen Pembimbing : Dr.Relly Andayani, ST., MT

Diajukan untuk Melengkapi Syarat


Penempuhan Seminar Proposal Tugas Akhir
April 2019
PERSETUJUAN

Proposal Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S1)


dengan Topik

PERENCANAAN BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN SISTEM


RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS DI KOTA JAKARTA

Oleh
Nama : Muhammad Faisal Ramadhan
NPM : 14315567

Telah Diperiksa dan Disetujui untuk Diseminarkan dalam Seminar Proposal

Depok, April 2019

Menyetujui,
Pembimbing Tugas Akhir

(Dr Relly Andayani, ST., MT)

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Sipil Koordinator Tugas Akhir


Jurusan Teknik Sipil

(Dr. Heri Suprapto, MT) (Ellysa, ST., MT)


PERENCANAAN BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN SISTEM
RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS DI KOTA JAKARTA

1. LATAR BELAKANG

Desain gempa yang umum digunakan dalam desain bangunan tahan gempa
adalah desain berbasis gaya atau force based design. Konsep ini menggunakan
gaya sebagai pendekatannya. Di Indonesia desain berbasis gaya ini didesain
sesuai dengan peraturan desain gempa yang berlaku di Indonesia. (SNI
1726:2012)
Desain berbasis kinerja ini menekankan pada kinerja struktur selama
terjadinya respon gempa. Selama terjadinya respon gempa tersebut struktur
dapat mengalami kerusakan bahkan keruntuhan. Tingkat kerusakan selama
respon gempa tersebut menggambarkan seberapa besar kinerja dari struktur (atau
performa struktur) yang didesain. Tingkat kinerja struktur dapat dibedakan
menjadi beberapa kategori sesuai dengan tingkat kerusakan struktur tersebut.
(Tavio,2018:2)
Dalam penelitian ini, struktur yang direncanakan adalah bangunan gedung
Apartemen di Jakarta. lokasi pembangunan termasuk pada kategori risiko gempa
D, sehingga dalam analisa strukturnya dapat menggunakan metode SRPMK
(Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus), dimana SRPMK wajib digunakan
untuk mendesain bangunan yang berada pada daerah ketegori resiko D, E, dan F.
(SNI 1726-2012)
Perancangan pada bangunan ini memakai beton bertulang yang dimana
merupakan salah satu material bangunan yang paling banyak digunakan dalam
dunia konstruksi. Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak menggunakan
material beton bertulang dalam pembangunan suatu konstruksi yang juga
memiliki tata cara perancangan untuk struktur beton bertulang. (SNI 2847;2013)
Seiring perkembangan teknologi dan pengetahuan tentang perilaku struktur
beton yang semakin bertambah, berbagai keterbatasan pada penerapan metode-
metode menjadi lebih diketahui. Salah satunya metode elastik yang dijadikan
sebagai dasar perencanaan struktural yang pada akhirnya justru menunjukkan
bahwa seharusnya perencanaan struktur beton bertulang lebih cocok
menggunakan dasar perilaku inelastik beton dan baja tulangan. Mulai saat itulah
metode kekuatan batas dapat diterima sebagai metode perencanaan alternatif
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perencanaan beton bertulang
(ACI:1956)
Pada tugas Akhir ini, Judul yang dibuat yaitu “Perencanaan Bangunan
Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus di Kota
Jakarta” ,Struktur dengan SRPMK ini memiliki pendetailan yang tinggi sehingga
menghasilkan struktur dengan kemampuan struktur dalam berdeformasi inelastic
yang tinggi tanpa kehilangan energi atau bisa disebut dengan daktail yang tinggi.
Dengan penerapan SRPMK diharapkan dapat menahan gaya gempa rencana.

2. TUJUAN TUGAS AKHIR


Tujuan dari penulisan Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan Bangunan
Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus di Kota Jakarta”
ini yang meliputi :
a. Merancang struktur gedung bangunan di kota Jakarta sesuai SNI-1726-
2012 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung dengan bantuan aplikasi ETABS
b. Merencanakan gaya gempa rencana untuk bangunan di kota Jakarta
menggunakan Sistem Rangka Pemikul Khusus (SRPMK).
c. Menganalisa dimensi penampang dan tulangan struktur yang memenuhi
kriteria desain dari bangunan beton bertulang dengan sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
d. Meneliti perlawanan periode getar struktur dengan respon maksimum
berupa simpangan untuk mengetahui gaya geser yang bekerja pada
dasar struktur
3. RUANG LINGKUP TUGAS AKHIR
Dalam Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan Struktur Apartemen
Arandra Resindence Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus” ,Memiliki
batasan masalah sebagai berikut :
a. Struktur bangunan yang ditinjau adalah bangunan yang terdiri dari 7
lantai dengan konstruksi beton bertulang.
b. Peraturan yang digunakan antara lain :
1. Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur
lain (SNI-1727-2013).
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung (SNI-1726-2012).
3. Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung (SNI 03–2847–
2013).
c. Analisis struktur dilakukan dengan menggunakan bantuan program
ETABS.
d. Perencanaan struktur menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus.
e. Analisa perhitungan akibat gaya gempa menggunakan metode analisis
response spektrum berdasarkan SNI 1726-2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan
Non-Gedung

4. LANDASAN TEORI
Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah desain struktur
beton bertulang yang memiliki tingkat daktilitas yang tinggi. Dalam SRPMK,
berdasarkan SNI 1726-2012 dan ASCE-7, faktor reduksi gaya gempa diambil
sebesar 8. Hal ini disebabkan struktur SRPMK didesain memiliki sifat fleksibel
dengan daktilitas yang tinggi sehingga bisa direncanakan dengan gaya gempa
rencana yang minimum. SRPMK wajib digunakan untuk wilayah yang memiliki
resiko gempa tinggi (Kategori desain seismik D, E, dan F dalam SNI 1726-2012).
a. Struktur SRPMK diharapkan mampu menahan siklus reSpon inelasitis
pada saat menerima beban gempa rencana. Pendetailan dalam SRPMK
adalah untuk memastikan respons inelastik dari struktur, dengan
mengacu pada prinsip : Strong-Column/Weak-Beam yang bekerja
menyebar di sebagian besar lantai dan tidak terjadinya kegagalan geser
pada balok, kolom dan joint.
b. Prinsip Strong Column/Weak-Beam adalah ketika terjadi gempa,
distribusi simpangan antar lantai terjadi di sebagian besar lantai sehingga
keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan. (Ricky,2019)
Adapun teori teori yang harus sangat diperhatikan dalam penggunaan
SRPMK yaitu sebagai berikut:
a. Kolom Kuat Balok Lemah
Pada saat struktur mengalami gaya lateral gempa, distribusi kerusakan
sepanjang ketinggian bangunan bergantung pada distribusi lateral story
drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom yang
lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai
(gambar 1a). Sebaliknya jika kolom sangat kuat, maka drift akan
tersebar merata, dan keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan
(gambar 1c dan 1b).

Gambar 1. Kolom Kuat Balok Lemah (Sumber : NEHRP)


b. Menghindari Keruntuhan Geser
Respon yang bersifat daktail diharapkan terjadi pada balok, dan pada
saat yang sama tidak boleh terjadi keruntuhan geser. Keruntuhan geser
khususnya pada kolom sangat fatal bagi struktur karena kolom pada
satu lantai menumpu semua lantai di atasnya (Gambar 2).
Dalam ketentuan SRPMK, keruntuhan geser dihindari dengan
pendekatan desain kapasitas. Gaya geser yang diperhitungkan bukan
hanya berasal dari gaya geser akibat beban gravitasi (beban hidup,
beban mati) tapi juga memper- timbangkan beban geser yang berasal
dari kapasitas momen maksimum balok pada saat balok mengalami
yielding.

c. Pendetailan
Pendetailan dalam SRPMK bertujuan untuk mendapatkan struktur yang
bersifat daktail
Berikut beberapa ketentuan pendetailan SRPMK :
 Tulangan sengkang dipasang dengan rapat pada bagian struktur yang
mengalami kelelehan terutama pada hubungan balok– kolom.
 Pada analisa kekuatan geser pada balok atau kolom, kekuatan geser
dari beton (Vc) diabaikan terutama pada balok yang mengalami gaya
aksial kecil, sehingga hanya tulangan saja yang menahan gaya geser.
 Pendetailan sambungan dilakukan untuk mencegah keruntuhan pada
bagian sambungan itu sendiri. (Patrisko,2018)

d. Beton Bertulang
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus juga akan berjalan baik jika
memiliki perencanaan dengan beton bertulang.
- Beton itu sendiri adalah material kontruksi yang diperoleh dari
pencampuran pasir, kerikil, batu pecah, semen, serta air. Terkadang
beberapa macam bahan tambahan dicampurkan ke dalam campuran
tersebut dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat beton, yakni antara
lain untuk meningkatkan workability, durability, serta waktu
pengerasan beton. Campuran beton tersebut seiring dengan
bertambahnya waktu akan menjadi keras seperti batuan, dan memiliki
kuat tekan yang tinggi namun kuat tariknya rendah. Beton bertulang
adalah kombinasi dari beton serta tulangan baja, yang bekerja secara
bersama-sama untuk memikul beban yang ada. (Agus Setiawan,
2016:2)
Beton yang banyak dipakai pada saat ini yaitu beton normal. Menurut
beton normal memiliki berat 2200-2500 kg/m3 dengan menggunakan
agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah. (SNI 03-2834-2000)
Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah: Agregat
Kasar + Agregat Halus (60%-80%), Portland Cement (7%-15%), Air
(14% -21%) dan Udara (1%-8%).
Mutu beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain:
a. Faktor Air Semen (FAS).
b. Perbandingan bahan-bahannya.
c. Mutu bahan-bahannya.
d. Susunan butiran agregat yang dipakai.
e. Ukuran maksimum agregat yang dipakai
f. Bentuk butiran agregat.
g. Kondisi pada saat mengerjakan.
h. Kondisi pada saat pengerasan.

- Teori Kuat Tekan (f’c)


Mutu (kualitas) didefinisikan sebagai ciri dan karakter menyeluruh
dari beton yang mempe-ngaruhi kemampuan beton tersebut untuk
memenuhi kebutuhan tertentu. Hal ini perlu dilakukan identifikasikan
ciri dan karakter beton yang berhubungan dengan mutu dan kemudian
membuat suatu dasar tolok ukur dan cara pengendaliannya. Dalam hal
ini salah satu cara utuk mengetahui mutu beton yaitu dengan
mengetahui kuat tekan (f’c).
Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton
merupakan sifat terpenting dalam kualitas beton dibanding dengan
sifat-sifat lain. Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari
perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis
campuran. (Yohanes:2015)

5. METODOLOGI PERENCANAAN
a.Pra Rancang (Preliminary Design)
- Perencanaan Dimensi Balok
Dimensi Balok (SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.2-3)

TEBAL MINIMUM, h
Satu Kedua
Dua
Ujung Ujung Kantilever
Komponen Tumpuan Menerus Menerus
Struktur Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau
konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar
Pelat Masif
ℓ/20 ℓ/24 ℓ/28 ℓ/10
Satu Arah
Balok Atau
pelat rusuk ℓ/16 ℓ/18.5 ℓ/21 ℓ/8
satu arah
(Sumber : Tata cara perencanaan struktur beton bangunan gedung /SNI-03-2847-2002:63)

a. Balok Induk Melintang bentang  = 800 cm


   fy   800   240  
h   0.4        0.4      37,14 cm  40 cm
16   700   16   700  
2 2
b  h   37,14  24,76 cm  25 cm
3 3
Dimensi balok induk melintang diambil 25/40 cm
b. Balok Induk memanjang bentang  = 450 cm
   fy   450   240  
h   0.4        0.4      20,89 cm  40 cm
16   700   16   700  
2 2
b  h   20,89  13,93 cm  25 cm
3 3
Dimensi balok induk memanjang diambil 25/40 cm
c. Balok Kantilever bentang  = 90 cm
  fy 
h   0,4  
8  700 

97,5  240 
h x 0,4    9,05  15 cm
8  700 
b = 2/3 * 15 =10 cm
Dimensi balok anak memanjang diambil 15/20 cm

Kesimpulan :
- Balok Induk melintang 6,0 m direncanakan dimensi = 25/40
- Balok Induk memanjang 5,0 m direncanakan dimensi = 25/40
- Balok Kantilever 0,975 m = 15/20

- Dimensi Pelat (SNI 03-2847-2002 pasal pasal 11.5(3(3)))


1.Pelat Atap
Struktur pelat atap sama dengan struktur pelat lantai,hanya saja berbeda dalam
hal pembebanannya. Tentunya beban yang bekerja pada pelat atap lebih kecil bila
dibandingkan dengan pelat lantai. Strukturnya adalah struktur pelat dua arah,
sama dengan pelat lantai.
2.Pelat Lantai
Pelat beton bertulang dalam suatu struktur dipakai pada lantai,pada pelat ruang
ditumpu balok pada keempat sisinya terbagi dua berdasarkan geometrinya, yaitu:
- Pelat satu arah (One Way Slab)
- Pelat dua arah (Two Way Slab)
TEBAL MINIMUM, h
Satu Kedua
Dua
Ujung Ujung Kantilever
Komponen Tumpuan Menerus Menerus
Struktur Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau
konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar
Pelat Masif
ℓ/20 ℓ/24 ℓ/28 ℓ/10
Satu Arah
Balok Atau
pelat rusuk ℓ/16 ℓ/18.5 ℓ/21 ℓ/8
satu arah
(Sumber : Tata cara perencanaan struktur beton bangunan gedung /SNI-03-2847-2002:63)

Adapun syarat – syarat untuk menentukan distribusi gaya- gaya dalam pelat
satu arah :
o Jumlah bentang paling sedikit harus dua
o Panjang bentang bersebelahan yang paling besar dibagian sebelah kiri dan
kanan tumpuan,tidak boleh 1,2 kali lipat lebih besar dari panjang bentang
bersebelahan yang paling pendek.
Untuk memenuhi syarat lendutan, ketebalan minimum dari pelat harus
memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5(3(3)), yaitu:
 αm ≤ 0.2
h = 120 mm
 0.2 ≤ αm ≤ 2
 fy 
 n  0.8  
h  1500 
36  5 m  0.2 
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
 αm > 2
 fy 
n  0.8  
h  1500 
36  9
dan tidak boleh kurang dari 90 mm
Tabel Minimum Dari Pelat Tanpa Balok Interior
Tegangan Tanpa penebalan Dengan penebalan
Leleh fy Panel Panel Panel Panel
(mpa) Exterior interior Exterior interior
Balok pinggir Balok pinggir
Ya Tidak Ya Tidak
300 ln/36 ln/33 ln/36 ln/40 ln/36 ln/40
400 ln/33 ln/30 ln/33 ln/36 ln/33 ln/36
500 ln/33 ln/30 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung /SNI-03-
2847-2002:66)

Tebal dari pelat dengan balok yang mehubungkan tumpuan pada semua
sisinya harus memenuhi ketentuan dan tidak boleh kurang dari nilai yang
didapat dari :

Dalam segala hal, tebal minimum pelat tidak boleh kurang dari harga
berikut :
Untuk αm < 2,0 tebal minimum adalah 120 mm
Untuk αm < 2,0 tebal minimum adalah 90 mm
(SKSNI T-15-1991-03:19)
 25 25 
Ln  600      775 cm
 2 2

 25 25 
Sn  450      425 cm
 2 2 
Ln 575
   1.82  2 (Pelat dua arah)
Sn 475
- Perhitungan Tebal Pelat
1
lb  x 25 x 40 3 x 3,127  416975 cm 4
12
1 1
ls  x bs x t 3  x(475) x 14 3  108617 cm 4
12 12
lb 416975
3    3,839
ls 108617

m 
1
3,237(k1)  3,195(k 2)  3,839(k 3)  3,195(k 4)  3,367 > 2
4
Karena αm > 2 maka perletakan pelat adalah jepit penuh.
 fy   400 
 n  0.8   5750  0.8  
 1500   1500 
h   130,8 mm
36  9  36  9 x 1,21
Dan tidak boleh kurang dari 90 mm
Dipakai tebal pelat lantai 130 mm
Tebal pelat atap 130 mm
- Perencanaan Dimensi Kolom
Ketinggian ( hc ) = 5 m
Direncanakan dimensi kolom 35/35 cm
1 1
Ic   bh 3   35  35 3  125052,08 cm 4
12 12
Sedangkan dimensi balok adalah
b = 25 cm ; h = 40 cm ; Lbalok = Lb = 600 cm
1 1
Ib   bh 3   25  40 3  133333,33 cm 4
12 12
Syarat : kolom kuat, balok lemah
Ic Ib 125052,08 133333,33
 = 
hc Lb 500 600
250,104 > 222,222 Ok!

Jadi dimensi balok 25/40 cm dan dimensi kolom 35/35 cm


Lebar balok < lebar kolom
25 < 35 Ok!
b. Pemodelan Sistem Struktur
Pembebanan gempa dengan respons spektra berguna untuk melihat
perilaku dinamik dari pola gaya geser bangunan-bangunan tinggi yang
dipengaruhi oleh banyak mode/modal yang berkontribusi. Bangunan-bangunan
yang memiliki sisi ketidakberaturan/irregurality juga harus menyertakan analisis
gempa dinamik dalam perencanaan. Semakin tinggi bangunan dan semakin
banyak mode yang berkontribusi maka perilaku dinamik akan menentukan dan
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mendapatkan nilai gaya geser rencana
yang juga dibandingkan V dengan analisis statik ekivalennya, sehingga didapat
nilai-nilai gaya geser dengan distribusi yang bagus sepanjang tinggi gedung.
Pembebanan gempa dinamik respons spektra dapat dianalisis langsung
menggunakan program ETABS dengan terlebih dahulu membuat kurva respons
spektrum sesuai parameter spektral wilayah tempat gedung berdiri dan jenis
tanahnya.

Gambar Spektrum Respons Desain From File


- Function Name : “Spektra Jakarta”
- Function Damping Ratio : 5% Damping
- Values are : Period vs Value
- Browse : file notepad spektrum
- Function Graph : Lihat hasil kurva T vs Sa
Setelah input kurva spektrum, pendefinisian beban gempa dinamik dapat
dilakukan dengan cara :

Gambar Load Case Data SPEC-X

Beban Gempa Dinamik Respons Spektrum Arah X :


- Load Case Name : SPEC-X
- Load Case Type : pilih Response Spectrum
- Loads Applied : pilih Add pada sebelah kanan tabel.
a. Load Type = Acceleration
b. Load Name = U1 (arah X)
c. Function = pilih sesuai nama spektrum, “Spektra Jakarta”
d. Scale Factor = G x Ie/R = 9810 mm/sec2 x 1/7 = 1401,43
- Other Parameters :
a. Modal Load Case = Modal
b. Modal Combination Method = pilih asumsi CQC
c. Directional Combination Type = pilih asumsi SRSS
d. Modal Damping = Constant at 0,05 (5%)

Dengan cara yang sama lakukan untuk mendefinisikan beban gempa


dinamik respons spektrum arah Y seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar Load Case Data SPEC-Y

Pembebanan gempa dinamik respons spektrum juga dapat dilakukan


dengan menggunakan kurva respons spektrum secara otomatis pada program
ETABS. Seperti halnya pembebanan gempa statik ekivalen otomatis, kurva
respons spektrum juga didapat dengan menggunakan metode ASCE 7 – 10
Gambar Respon Spektrum dengan ASCE 7-10

- Function Name : ASCE 7-10 SPEKTRA JAKARTA


- Damping Ratio : 0,05 (5%)
- 0,2 Sec Spectral Accel, SS : 0,674 (sesuai data)
- 1 Sec Spectral Accel, S1 : 0,296 (sesuai data)
- Site Class : D (tanah sedang, situs SD)
- Plot Options : Linear X – Linear Y

Gambar Beban gempa desain


7

5
Gempa Statik

4
85% Gempa Statik

Gempa Dinamik
3
Correct

1
0 100000 200000 300000

Gambar Kontrol Desain

Simpangan Maksimum Lantai Akibat Gempa


Elevation X-Dir Y-Dir
Story Location
m Mm mm
Story7 28 Top 38,1 3,5
Story6 24 Top 33,6 3,1
Story5 20 Top 28 2,6
Story4 16 Top 21,7 2,1
Story3 12 Top 15 1,5
Story2 8 Top 8,3 0,8
Story1 4 Top 2,7 0,3
Base 0 Top 0 0

c. Analisa Sistem Struktur


Kurva Spektrum Respons Desain merupakan fungsi percepatan spektral
(Sa) terhadap perioda (T), kurva ini digunakan dalam analisis dinamik untuk
mendapatkan nilai percepatan tanah desain dari masing-masing modal yang ada.
Perhitungan Kurva Spektrum Respons Desain diatur dalam Pasal 6.4.
Gambar Respons Spektrum Desain

Respons Spektrum Desain dapat langsung dibuat dengan menggunakan Microsoft


Excel dengan memperhatikan nilai-nilai berikut ini :
a. Untuk perioda yang lebih dari T0 (T < T0), spektrum respons desain (Sa) :
 T 
S a  S DS  0,4  0,6 
 T0 

b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS (T0 ≤ T ≤ TS) , spektrum respons desain (Sa) :
S a  S DS

c. Untuk perioda yang lebih besar daripada TS (T > TS), spektrum respons
desain (Sa)
S D1
Sa 
T
Keterangan :
S D1
T0  0,2
S DS

S D1
TS 
S DS
Pembebanan gempa dinamik respons spektra dapat dianalisis langsung
menggunakan program ETABS dengan terlebih dahulu membuat kurva respons
spektrum sesuai parameter spektral wilayah tempat gedung berdiri dan jenis
tanahnya.
Menurut SNI 1726-2012 respons spektra harus dibuat terlebih dahulu
berdasarkan data-data yang ada. Data-data yang dibutuhkan dan prosedur untuk
pembuatan respons spektra adalah sebagai berikut:
a. Parameter percepatan batuan dasar terpetakan
Parameter SS (percepatan batuan dasar batuan pada periode pendek) dan S1
(percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) harus ditetapkan dari respons
spektra percepatan 0,2 dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik seperti yang
ada pada Gambar 5 dan Gambar 6 dengan kemungkinan 2% terlampaui dalam 50
tahun dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.
b. Parameter kelas situs
Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs diklasifikasikan sebagai kelas
situs SA (batuan keras), SB (batuan), SC (tanah keras sangat padat dan batuan
lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah lunak) dan SF (tanah khusus yang
membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon spesifik).
c. Koefisien-koefisien situs dan parameter- parameter respons spektra
percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)
Untuk penentuan respons spektra percepatan gempa MCER di permukaan tanah
diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan 1 detik.
Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada
getaran periode pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang
mewakili getaran periode 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan
pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan
pengaruh klasifikasi situs harus ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini:
SMS = Fa SS (5)
SM1 = Fv S1 (6)
d. Parameter percepatan spektra desain untuk periode pendek dan periode 1
detik dalam grafik dan akan menghasilkan respons spektra desain.
e. Prosedur pembuatan respons spektra desain
Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain (Sa)
Untuk periode yang lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS, spektrum respons desain (Sa) sama dengan SDS. Sedangkan
untuk periode lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain (Sa)

d. Analisa Penampang
Metode kekuatan batas (ultimate strength design)
Penampang melintang pada elemen struktur direncanakan dengan
memperhitungkan perilaku regangan inelastik sampai dicapai batas maksimum
kekuatan material (kekuatan beton diperhitungkan sampai batas kuat tekan
ultimate, dan baja tulangan diperhitungkan sampai dicapai tegangan leleh).
Alalsan-alasan yang menjadi dasar berkembangnya metode kekuatan batas antara
lain:
a. Penampang beton bertulang memiliki perilaku inelastik pada intensitas
beban yang besar, sehingga teori elastik tidak dapat memperkirakan batas
kemampuan sesungguhnya yang dimiliki oleh elemen tersebut.
b. Metiode kekuatan batas memungkinkan pemilihan faktor beban secara
lebih rasional. Pada jenis beban yang besarnya dapat diketahui secara pasti
diberikan nilai faktor beban yang lebih kecil seperti halnya beban mati, sedangkan
pada jenis beban yang besarnya tidak dapat ditentukan secara pasti diberikan nilai
faktor beban yang lebih besar misalnya beban hidup.
c. Diagram tegangan-regangan beton bersifat nonlinear dan bergantung
waktu. Seperti halnya regangan akibat rangkak yang muncul sebagai akibat
bekerjanya beban secara terus menerus, regangan rangkak dapat bernilai beberapa
kali lebih besar daripada regangan elastik awal. Dengan demikian, nilai rasio
modular (rasio antara modulus elastisitas baja terhadap beton) yang dipergunakan
pada metode tegangan keja hanya merupakan suatu taksiran kasar. Regangan
rangkak dapat mengakibatkan redistribusi tegangan pada penampang beton secara
signifikan, yang berarti tegangan aktual yang terjadi pada masa layan sudah tidak
sesuai lagi dengan tegangan yang dihitung pada saat perencanaan.
d. Perencanaan dengan metode kekuatan batas telah memperhitungkan
kekuatan cadangan yang muncul pada saat dicapai fase inelastik.
e. Metode kekuatan batas dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tulangan
berkekuatan tinggi, dan memperkecil dimensi balok tanpa membutuhkan tulangan
tekan.
f. Metode kekuatan batas memungkinkan para perencana untuk
memperhitungkan daktilitas struktur pada fase pasca elastik yang sangat
bermanfaat dalam perencanaan struktur tahan gempa.

6. DATA PERENCANAAN:
1. Fungsi gedung : Apartement
2. Lokasi gedung : Jakarta, Cempaka Putih
3. Beban hidup : 400 kg/m²
4. Beban mati : 800 kg/m³
5. Beban mati tambahan : Keramik + spesi : 45 kg/m²
Plumbing : 10 kg/m²
Plafond : 18 kg/m²
Dinding ½ bata : 250 kg/m²
6. Mutu beton : 35 Mpa
7. (BJTS 40) Lentur : 400 Mpa
8. (BJTP 24) Geser : 240 Mpa
Metode untuk Analisa Gempa
1.Pembebanan gempa menggunakan respons spektrum.
2.Kombinasi Pembebanan 1,4 D
1,2 D + 1,6 L
1,2 D + 1,0 L + 1,0 E
0,9 D + 1,0 E
a. Data Tanah
Data tanah hasil pengujian Standar Penetrasi (SPT) diperlihatkan pada Tabel5.

Tabel 5. Data Tanah hasil SPT


DATA HASIL PENGUJIAN (DESKRIPSI)
No KEDALAMAN JENIS TANAH SPT
z1 (m) z2 (m) N
1 0.00 2.00 Sandy Clay, Black 12
2 2.00 4.00 Sandy Clay, Black 28
3 4.00 6.00 Sandy Clay, Black 47
4 6.00 8.00 Silty Clay, Light Brown 52
5 8.00 10.0 Silty Clay, Light 48
Brown
6 10.0 12.0 Silty Clay, Brown 24
7 12.0 14.0 Silty Clay, Brown 23
8 14.0 16.0 Silty Clay, Brown 49
9 16.0 18.0 Silty Clay, Brown 38
10 18.0 20.0 Silty Clay, Brown 38
11 20.0 22.0 Silty Clay, Brown 39
12 22.0 24.0 Silty Clay, Brown 41
13 24.0 26.0 Silty Clay, Brown 38
14 26.0 28.0 Silty Clay, Brown 42
15 28.0 30.0 Silty Clay, Brown 43
7. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, sistematika laporan terdiri dari 5 bab,
yaitu :
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Rumusan
Masalah, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori pendukung yang mendasari perencanaan
bangunan dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK) dan peraturan-peraturan yang digunakan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang penjelasan perencanaan struktur atas bangunan
dan cara menganalisisnya.
BAB 4 DATA PERENCANAAN
Berisi tentang data-data struktur yang akan digunakan dalam
menganalisis.
BAB 5 PERENCANAAN STRUKTUR APARTEMEN ARANDRA
RESINDENCE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL
MOMEN KHUSUS
Berisi uraian mengenai perhitungan dan analisis dari data yang
diperoleh.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan kesimpulan dari seluruh uraian dan pembahasan
sebelumnya, khususnya dari tujuan yang ingin dicapai.
8. JADWAL PELAKSANAAN TUGAS AKHIR
Perencanaan jadwal pelaksanaan Tugas Akhir sebagai berikut ini:

Nama Kegiatan Waktu


April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Penyusunan
proposal

Seminar Proposal

Pencarian data

Analisis data
Penyusunan
Tugas Akhir

Seminar Isi
Perbaikan-
perbaikan

Sidang Akhir

9. DAFTAR PUSTAKA

BSNI 2012. SNI 1726-2012 : Tata Cara Perencanaaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung Dan Non Gedung.
BSNI 2013. SNI 1727-2013 : Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain.
BSNI 2013. SNI 2847-2013 : Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung.
Karisoh, P. H., Dapas, S. O., Pandaleke R. E., 2018. Perencanaan Struktur
Gedung Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus.
Jurnal Sipil Statik Vol 6. No. 6. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Honarto, R. J., Handoko, B. D., Pandaleke R. E., 2019. Perencanaan Struktur
Gedung Beton Bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
Dikota Manado. Jurnal Sipil Statik Vol 7. No. 2. Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Rendra, Rezky., 2015. Kinerja Struktur Akibat Beban Gempa Dengan Metode
Respon Spektrum Dan Time History
Trian, Yohanes., 2015. Pengaruh Kuat Tekan Terhadap Kuat Lentur Balok Beton
Bertulang
Tavio ., 2018. Desain Rekayasa Gempa. Yogyakarta,Andi.
Setiawan, Agus. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SNI
2847:2013. Jakarta, Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai