Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Bimbingan dan Konseling Belajar
Dosen Pembimbing: Palasara Brahmani Laras, M.Pd

Disusun Oleh:
Kunti Mu’alima
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNYA sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata
kuliah psikologi umum dengan judul “Teori Belajar Behavioristik”.
Penulis berharap makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait teori belajar khususnya teori
belajar behavioristik.
Selain itu, penulis juga sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh kata sempurna. Dengan demikian, penulis
benar-benar menanti kritik dan saran dari para pembaca.
Di akhir penulis berharap makalah sederhana ini dapat di mengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Penulispun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Yogyakarta, 04 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Behavioristik ....................................................................... 5
B. Teori Behavioristik Menurut Pandangan Para Pakar ................................. 5
C. Pandangan Teori Behavioristik Mengenai Belajar .................................. 12
D. Kelemahan Serta Kelebihan Teori Belajar Behavioristic ........................ 12
E. Penerapan Teori Behavioristik ................................................................. 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan
pengalaman sehingga terjadi perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam belajarpun juga memiliki teori tersendiri, dimana teori belajar
terdapat bermacam-macam jenisnya, salah satunya adalah teori belajar
behavioristic. Teori belajr behavioristic merupakan teori belajar yang lebih
menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon. Dari sedikit paparan tersebut maka dalam
makalah ini akan membahas secara lebih mendalam mengenai teori belajar
behavioristic.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas, dapat dirumuskan permasalahn yang
akan dibahas pada makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristic?
2. Bagaimana pandangan para pakar tentang teori behavioristic?
3. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori belajar
behavioristic?
4. Apa saja kekurangan serta kelebihan dari teori belajar behavioristic?
5. Bagaimana penerapan teori belajar behavioristic dalam sistem
pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami mengenai teori belajar behavioristic.
2. Mengetahui pandangan para pakar terhadap teori behavioristik.
3. Mampu mengetahui definisi belajar menurut pandangan teori belajar
behavioristic.
4. Mengetahui apa saja yang menjadi kelebihan serta kekurangan teori
belajr behavioristic.
5. Dapat memahami penarapan teori belajar behavioristic dalam system
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Behavioristik
Teori belajar belajar behavioristik adalah sebuah teori belajar yang
sudah sangat tua, namun demikian teori ini berkembang dan cenderung
mengikuti aliran psikologi belajar dan lantas menjadi dasar pengembangan
teori pendidikan dan pembelajaran saat ini. Teori ini menekankan pada
bahwa tingkah laku (behavior) yang ditunjukkan seseorang sebagai hasil
pengalaman dimasa lalu, teori ini dicetuskan oleh Gagne dan Berliner.
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih
kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental
seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan
belajar,ini bisa dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu
penelitian yang melibatkan binatang seperti anjing, burung merpati, tikus,
dan kucing sebagai objek. Aliran ini juga lebih menekankan pada
terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Menurut teori ini juga, di dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.seperti yang dikemukakan oleh
Para ahli behaviorisme bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus (S) dengan respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar
yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa
respon.
B. Teori Behavioristik Menurut Pandangan Para Pakar
Teori belajar tingkah laku atau behavioristik didirikan dan dianut oleh
beberapa ilmuan seperti: Thorndike, Ivan Pavlov, Watson, dan Skinner.
Berikut penjelasannya:

5
1. Edward Lee Thorndike
Tokoh yang dikenal sebagai “Father of modern educational
psychology” ini adalah seorang Guru besar di Columbia University. Lahir
di Massachusetts pada 31 Agustus 1874 dan wafat pada 9 Agustus 1949.
Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara
stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respon
(yang juga mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan).
Dari pengertian ini, wujud tingkah laku tersebut bisa saja dapat
diamati ataupun tidak dapat diamati. Teori Thorndike (koneksionisme)
dapat juja dikatakan teori midern pertama dan juga penekanan pada aspek
fungsionalnya dari perilaku terutama dipengaruhi oleh Darwin.
Teori koneksionisme memandang bahwa belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dengan
artian dengan adanya stimulus itu maka diharapkan timbul respon yang
maksimal. Teori ini sering juga disebut dengan teori trial dan error dalam
teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon
sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang
yang berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan
stimulus dan respon ini dilakukan dengan ulangan-ulangan. Bentuk paling
dasar dari proses belajar menurut thorndike ialah trial and error learning
(belajar dengan uji coba ) atau yang disebut sebagai selecting and
connecting atau (pemilihan dan pengaitan). Dalam teori trial dan error ini,
berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme ini dihadapkan
dengan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis organisme ini
memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau
bisa juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti
ditemui respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu
menimbulkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka
tindakan ini akan disimpan dalam benak seseorang atau organisme lainnya
karena dirasa diantara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah tindakan
itu, selama yang telah dilakukan dalam menanggapi stimulus adalah situasi
baru. Jadi dalam teori ini pengulangan-pengulangan respon atau tindakan
dalam menanggapi stimulus atau stimulus baru itu sangat penting sehingga
seseorang atau organisme mampu menemukan tindakan yang tepat dan
dilakukan secara terus-menerus agar lebih tajam dan tidak terjadi
kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap stimulus.
Percobaan yang dilakukan oleh Thorndike pada seekor kucing yang
dimasukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan,
meloncat, mencakar, dan sebagainya sampai suatu ketika secara kebetulan
ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka
dan kucing pun bisa keluar. Sejak saat itulah,jika seekor kucing yang sama
dimasukkan kembali maka kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia
dimasukkan dalam kandang yang sama.percobaan itulah yang

6
menghasilkan teori trial dan error atau selecting and connecting , yaitu
bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan berbuat salah.

Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:


a. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu
kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak.
b. The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini,
hukum latihan mengandung dua hal:
The Law of Use: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan
menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih
memperkuat hubungan itu
The Law of Disue: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan
menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan,
karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
c. The Law of Effect (Hukum Akibat)
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali
akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak
dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan
yang pernah dilakukan.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum
lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response),
Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency
of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi
( Associative Shifting).
2. Ivan Petrovich Pavlov (classical conditioning)
Ivan Petrovich Pavlov, lahir di Ryazan, Rusia 26 September1849
dan wafat pada 27 Februari 1936. Dia adalah seorang dokter yang pernah
meraih nobel dalam bidang fisiologi pada tahun 1909. Pada tahun 1927,
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses

7
yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu
dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus
tersebut adalah stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-
UCS ), yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa
didahului dengan pembelajaran apapun contoh: makanan dan stimulus
terkondisi (conditioned stimulus- CS), yaitu stimulus yang sebelumnya
bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi
setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel
sebelum makanan datang). Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan
segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada
seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila
diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut.
Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar
merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan
keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang,
maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja
tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah
rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan
berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi)
untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek
Bersyarat atau Conditioned Respons. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-
kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan
prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata
diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.
Dari eksperimen ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan berulang-ulang
dengan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan
melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan

8
tingkah laku tersebut. Karena itu teori Pavlov dikenal dengan responded
conditioning atau teori classical conditioning. Menurut Pavlov,
pengkondisian yang dilakukan pada anjing tersebut dapat juga berlaku pada
manusia. Hasil ekseperimen Pavlov ini juga akhirnya melahirkan beberapa
hukum pembelajran,yaitu:
a. Hukum pembiasaan yang dituntut, hokum ini menjelaskan bahwa jika
ada dua macam stimulus yang diberikan secara bersama-sama (dan
salah satunya merupakan reinforcer), maka gerakan reflek pada
stimulus lainnya juga meningkat.
b. Hukum pemusnahan yang dituntut, hokum ini memeparkan jika reflek
yang diperkuat melalui respondent conditioning diberikan kembali
tanpa adanya reinforcer, maka kekuatannya akan melemah.

Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian


klasik Pavlov adalah generalisasi, diskriminasi, dan pelemahan.
a. Generalisasi, dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa,
anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara yang
mirirp dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air
liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi
melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan
stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa.
Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil
ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika
mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tertentu akan merasakan
gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi
kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian
mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang lain dan mirip.
b. Deskriminasi, organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak
terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing
hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain untuk
menghasilkan deskriminasi.
Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak
merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan
sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
c. Pelemahan (extincition), proses melemahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov
membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan.
Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak
mngeluarkan air liur.

9
Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek,
membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya
peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat
termotivasi belajar.

3. John Broadus Watson


Psikolog asal Amerika Serikat ini adalah salah satu murid dari
John Dewey. Lahir pada 9 Januari 1878 di South Carolina USA, dan
meninggal di New York 25 September 1958. Menurut Watson, belajar
merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. J.B. Watson adalah orang
Amerika pertama yang menerapkan percobaan Pavlov tentang classical
conditioning, dengan menggunakan binatang seekor tikus dan seorang
anak bernama Albert. Watson percaya bahwa manusia dilahirkan dengan
beberapa refleks dan reaksi emosional seperti cinta, kebencian, dan
kemarahan. Watson pula yang menggunakan untuk pertama kali istilah
behaviorisme.
Setelah mengadakan serangkaian eksperimen,
Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan
melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang
diterima. Menurutnya, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson mengabaikan
berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu diketahui. Sebab menurut
Watson, faktor-faktor yang tidak teramati tersebut tidak dapat menjelaskan
apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Dia lebih memilih untuk
tidak memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur meskipun diakuinya
bahwa itu penting.
4. Burrhus Frederic Skinner
B.F. Skinner adalah tokoh yang terkenal dengan teori Operant
Conditioning. Bedanya dengan teori pengkondisian klasik dari
Pavlov, kalau pada teori Pavlov yang diberi kondisi adalah stimulus (S) nya,
dan didalam teori skinner ditekankan adalah pada responsnya. Menurut
Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya.
Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada sesorang
akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan
mempengaruhi bentuk respon yang diberikan. Teori Skinner yang paling

10
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skinner.
Untuk percobaanya Skinner dalam Operant Conditioning yang
dinamakan dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang
sering digunakan dalam percobaanya. Dalam percobaannya tersebut yang
dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium, seekor tikus yang lapar
diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang tersebut akan akan
menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang makanan, sehingga
diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan,
seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi
misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali
masuk kedalam box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan
membauinya sambil melihat-lihat kesekelilingnya. Secara kebetulan, dalam
perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas makanan dan makanan
pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukan hal ini akan mendapatkan
makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan tersebut,
sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan
penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar
bahwa setiap kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikus
tersebut akan sering kali mengulangi perilakunya, sampai ada proses
pemadaman atau penghilangan dengan menghilangkan penguatannya.
Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah penguatan atau
dapat disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang
meningkatkan ataupun mempertahankan kemungkinan adanya respon
terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya yang berupa
penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan dorongan dasar (basic
driver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air yang
dapat menuatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian. Beberapa
konsep yang berhubungan dengan operant conditioning:
a. Penguatan positiv (positeve reinforcement), ialah penguatan yang
menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku.
b. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang
menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan
tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat
mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku.
c. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak
menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan.

11
Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga
pembelajaran menjadi tidak efisien. Masalah lain dengan pengkondisian
manusia adalah penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang
menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada
sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi
penguatan sedangkan pujian dapat menjadi hukuman.
C. Pandangan Teori Behavioristik Mengenai Belajar

Seperti yang telah kita ketahui, belajar merupakan perubahan


perilaku, perubahan perilaku yang diperoleh dari hasil belajar bersifat
permanen, dalam arti bahwa perubahan perilaku akan bertahan dalam relatif
lama, sehingga pada suatu waktu perilaku tersebut dapat dipergunakan
untuk merespon stimulus yang sama atau hampir sama. Namun demikian,
tidak semua perubahan perilaku merupakan perwujudan dari hasil belajar,
karena terdapat perubahan perilaku yang tidak disebabkan oleh kegiatan
belajar.
Aspek penting yang dikemukakan oleh aliran Behavioristik dalam
belajar adalah bahwa hasil belajar (perubahan perilaku) itu tidak disebabkan
oleh kemampuan internal manusia (insight), tetapi karena faktor stimulus
yang menimbulkan respon. Untuk itu, agar aktivitas belajar di kelas dapat
mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus harus dirancang
sedemikian rupa (menarik dan spesifik) sehingga mudah direspons oleh
siswa. Oleh karena itu siswa akan memperoleh hasil belajar, apabila dapat
mencari hubungan antara stimulus (S) dan respons (R) tersebut. Proses
belajar pada diri individu dapat terjadi dengan berbagai cara. Kadang proses
belajar tersebut dilakukan secara sengaja, sebagaimana siswa memperoleh
informasi yang disajikan guru di dalam kelas. Kadang proses belajar itu juga
dilakukan secara tidak sengaja, sebagaimana reaksi anak ketika melihat
jarum suntik. Namun demikian aktivitas belajar manusia akan berlangsung
terus menerus sepanjang waktu, setiap kali manusia berinteraksi dengan
lingkungan (stimulus) dan manusia akan mereaksinya (memberikan
respon).
D. Kelemahan Serta Kelebihan Teori Belajar Behavioristic
Setiap teori yang dikemukakan oleh seorang pakar pasti memiliki
kelebihan serta kelemahan pada masing-masing teori, seperti teori belajar
behavioristic ini, yang memiliki kelebihan serta kekurangan seperti:
1. Kelebihannya:
a. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan

12
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b. Perubahan menjadi tolak ukur keberhasilan, hasil dari pembelajraran
menggunakan teori belajar ini lebih biasa diamati.
c. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan
kondisi belajar.
2. Kelemahannya:
a. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered
learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil
yang diamati dan diukur.
b. Individu (siswa) bersifat pasif dan tidak inovatif.
c. Siswa hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara
untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal
maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru
berakibat buruk pada siswa.

E. Penerapan Teori Behavioristik Dalam System Pendidikan


Teori Behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis
dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan

13
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah
yang harus dipahami oleh murid. Implikasi dari teori behavioristik dalam
proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang
mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Evaluasi belajar
menurut behavioristik dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar
secara individual. Inti dari teori ini adalah pengulangan dan latihan, maka
seorang tenaga pendidik harus menyiapkan metode yang berpatok pada
metode pengulangan dengan tujuan memfasilitasi individu yang belajar
untuk memahami dengan penuh materi yang diberikan.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa teori behavioristic
merupakan teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Beliner. Teori
behavioristic merupakan teori yang menekankan pada terbentuknya prilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Teori ini dikembangkan oleh
banyak pakar seperti: Thorndike, Ivan Pavlov, Watson, dan juga Skinner
dengan pengembangan teori menurut masing masing pakar.
Teori behavioristic memandang belajar merupakan proses
perubahan perilaku, teori ini juga berpendapat bahwa dalam belajar
mempunyai aspek penting adalah bahwa hasil belajar (perubahan perilaku)
itu tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia (insight), tetapi
karena faktor stimulus yang menimbulkan stimulus. Untuk itu, agar
aktivitas belajar di kelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka
stimulus harus dirancang sedemikian rupa (menarik dan spesifik) sehingga
mudah direspons oleh siswa. Teori behavioristic juga memiliki kelemahan
seperti pembelajaran siswa yang cenderung berpusat pada guru (teacher
centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil
yang diamati dan diukur. Dan kelebihan seperti, teori ini cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.

Dalam pengaplikasiannya dalam system pembelajaran teori


ini memandang bahwa teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.

15
Dengan system pembelajaran yang ditawarkan oleh teori ini, berakibat pada
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada
pada diri mereka.

B. Saran
Kita sebagai calon guru sebaiknya mengunakan teori belajar sesuai
degan karakteristik siswa yang kita bimbing, karena seperti pada prinsipnya
bahwa setiap individu berbeda, setiap individu itu unik dan mempunyai
kelebihan serta kekurangan masing-masing.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budinigsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Dwi Atmaja.2014. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pendidikan dan
Pembelajaran. Makalah. Dikutip dari http://guraru.org/guru-berbagi/aplikasi-teori-
behavioristik-dalam-pendidikan-dan-pembelajaran/ 8 April 2019.
Hall. Calvin S., Gardner Lindsey. 1978. Teori-teori Sifat dan Behavioristik.
Diterjemahkan oleh Drs. Yustinus MSc. OFM. Disunting oleh Dr. A.
Supratiknya.1996. Jogjakarta: Kanisius.
Hergenhahn, B.R. dan Olson, Matthew H. (2008). Theoris of Learning (7ed).
Jakarta: Prenada Media Group.
Khanza Savitra.2017. Teori Belajar Behavioristik Mmenurut Para Ahli. Dikutip
dari https://www.google.com/amp/s/dosenpsikologi.com/teori-belajar-
behavioristik/amp 8 April 2019.

17

Anda mungkin juga menyukai