PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakekatnya pada saat ini transportasi umum yang layak dan efektif
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini alat transportasi yang dipakai tidak hanya dituntut untuk dapat
mengantarkan orang maupun barang dengan cepat akan tetapi juga
menuntut kenyamanan, keamanan dan kelayakan dari transportasi itu
sendiri. Kondisi angkutan umum di Malang dapat dikatakan memiliki
tingkat pelayanan yang buruk. Hal ini ditinjau dari adanya
ketidaknyamanan pengguna dikarenakan banyak faktor antara lain
waktu tempuh yang lama, supir yang ugal-ugalan dengan angkutan lain
1
walaupun satu trayek untuk berebut penumpang karena tidak adanya
pengaturan atau penjadwalan yang pasti pada setiap perjalanan, atau
bahkan penumpang harus menunggu lama untuk mendapat angkutan
dikrenakan jadwal yang tidak pasti (headway) tiap angkutan tidak
dapat dipastikan.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
b) Pengaturan angkutan umum di Kota Surabaya yang masih
tumpang tindih karena adanya rute angkutan yang tidak beraturan
disebabkan oleh pengawasan dan pengaturan yang belum optimal.
Beberapa rute angkutan umum bis di Kota Surabaya yang tidak
efektif pelayanannya hal ini dikarenakan tidak memenuhi teori
berikut yang mengatakan bahwa tingkat efektifitas rute
merupakan perbandingan antara jumlah penumpang per rute per
hari dengan kapasitas pelayanan rute dimana suatu rute akan
semakin efektif jika semakin besar atau banyak jumlah
penumpang yang menggunakan atau memanfaatkan rute
perjalanan tersebut (Salim Abas, 1993).
c) Peremajaan armada angkutan umum, pada dasarnya yang berhak
dan memiliki kewajiban peremajaan amada yaitu operator atau
perusahaan pemilik armada angkutan umum yang bersangkutan
namun sebagai regulator pemerintah berperan umtuk mengawasi
dan mengecek secara rurin kondisi kelayakan armada angkutan
umum karena hal tersebut berpengaruh pada keselamatan
penumpang. Kemudian, pemerintah juga dapat mensubsidi
pembelian atau peremajaan armada yang tidak layak pakai
sehingga tidak ada lagi kasus kecelakaan akibat tidak layaknya
kondisi armada yang beroperasi.
6
ketidakefektifan waktu untuk menempuh tujuan karena terlalu seringnya
angkutan berhenti.
180000
160000
140000
120000
100000
Bus Datang
80000
Bus Berangkat
60000
40000
20000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 2.2 Grafik Pertumbuhan Moda Transportasi Bus Kota di Terminal Purabaya
Sumber: Surabaya Dalam Angka, 2014
11
dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi (Black, 1987).
Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, untuk itu
diperlukan kinerja yang kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan aksesibilitas
atau kemudahan tersebut. Aksesibilitas bagi pengguna angkutan umum
penumpang dapat berupa kemudahan untuk mencapai rute angkutan umum
dengan berjalan kaki baik dari awal maupun akhir perjalanan, kemudahan untuk
mendapatkan angkutan umum penumpang dan kemudahan perjalanan ke daerah
tujuan dengan menggunakan fasilitas angkutan umum (Isfandiar, dkk., 2001).
Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah
topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan
interaksi di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut
juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan pertanian,
perikanan, perhubungan, perindustrian, kepariwisataan. Jadi tinggi rendahnya
wilayah sangat tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan
serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai
hubungan antara daerah sekitarnya (Sumaatmadja, 1988).
12
Secara khusus berikut ini merupakan studi kasus penyebab turunnya minat
pengguna angkutan umum lyn di kota Surabaya karena kinerja angkutan umum
tersebut yang buruk dan tidak maksimal:
2. Kompetensi Pengemudi
14
menggunakan angkutan umum. Selain itu, kebersihan di dalam angkutan
umum juga mempengaruhi kenyaman pengguna. Keleluasaan tempat duduk
juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi indikator ini karena pada
kenyataannya luas angkot yang sangat minim namun diisi oleh penumpang
yang banyak sampai berdesakan dan hal ini dapat mengurangi kenyamanan
pengguna. Namun, dari hasil penelitian didapat nilai yang cukup baik yaitu
sebesar 40,83%. Meskipun dikatakan cukup baik namun hal tersebut juga
menjadi faktor penting yang memperburuk kinerja angkutan umum.
Kondisi mesin yang dimaksud pada indikator ini yaitu mesin yang
sudah rusak dan usang sehingga menyebabkan kendaraan sering mogok
ditengah perjalanan sehingga akan berimbas pada bertmbahnya waktu tempuh
dan terjadinya penelantaran penumpang, kondisi bagian dalam dan luar
kendaraan yang sudah tidak layak tersebut menyebabkan ketidaknyamanan
penumpang dengan hasil penilaian sebesar 35 % sehingga dapat dikatakan
kurang baik.
15
6. Kondisi Fisik Armada
Kondisi fisik armada angkutan umum jenis ini di kota Surabaya yang
dikategorikan buruk karena tidak adanya peremajaan kendaraan oleh operator
selaku perusahaan pemilik angkutan tersebut hal ini menyebabkan
berkurangnya fasilitas yang tersedia karena masih banyak kendaraan
kendaraan lama atau tua yang digunakan untuk melayani para penumpang.
Hal ini didukung dengan data yang menunjukkan penilaian yang kurang baik
yaitu sebesar 33,33%.
7. Kenyamanan Udara
Pada studi kasus ini, kendaraan yang digunakan adalah kendaran jenis
mobil mini dengan kapasitas maksimal 12 orang, namun kebanyakan operator
(supir) melanggar batas maksimal penumpang yang dapat diangkut hal ini
terjadi ketika banyaknya pengguna pada jam tersebut namun kurangnya
armada lain yang beroperasi serta sistem setoran tarif yang belum diatur
dengan pasti sehingga supir merasa dia harus mengangkut sebanyak-
banyaknya agar mendapat uang yang banyak dan dapat memenuhi setoran
dengan cepat. Hal ini menyebabkan penumpang berdesak-desakan sehingga
menyebabkan kenyamanan udara yang buruk mengingat kondisi suhu udara
kota Surabaya yang relatif tinggi dan kembali ke permasalahan sebelumnya
dimana tidak adanya sirkulasi udara yang baik di armada seperti AC dan lain-
lain. Data yng diperoleh terhadap indikator kenyamanan udara yaitu sebesar
29,17% dan dapat dinyatakan kurang baik.
8. Jarak Henti
16
memberhentikan berdekatan maka angkutan akan lebih sering berhenti dan
hal tersebut berpengaruh pada waktu tempuh. Beda dengan kondisi dimana
ada halte yang terintregsi sehingga semua penumpang menunggu mikrolet di
suatu tempat dengan jarak yang pasti sehingga jarak tempuh tempuh dapat
diprediksi dan pasti.
Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti supir angkutan umum
akan berjalan cepat apabila penumpang nya sudah penuh dan berbanding
terbalik ketika jumlah penumpang sedikit dan supir harus mencari serta
menunggu penumpang lain sehingga lebih sering supir nge-tem disembarang
tempat dengan jangka waktu yang tidak dapat ditentukan secara pasti atau
tergantung dari kemauan supir kapan akan berjalan kembali. Hal ini
merupakan masalah klasik yang terjadi di angkutan umum di Indonesia bukan
hanya di kota Surabaya saja sehingga dapat berpengaruh pada kecepatan
operasional perjalanan dan menyebabkan waktu tempuh semakin lama dan
tidak pasti. Serevity Index pada indikator kecepatan operasional perjalanan
menunjukkan angka 22,5% dengan kesimpulan kurang baiknya pelayanan
angkutan umum pada indikator ini.
17
dari 10 menit, baik untuk jam sibuk maupun jam tidak sibuk. Selain itu Load
Factor juga rendah, yaitu sebesar 62% (kurang dari 70%). Waktu tunggu
masih cukup baik, yaitu antara (5-10) menit. Kecepatan rata-rata juga rendah,
yaitu kurang dari 20 km/jam serta waktu putar kendaraan kurang baik, yaitu
sekitar 4 jam, yang disebabkan oleh Lay Over Time yang terlalu lama.
11. Headway
19
C. Cara Mengatasi Permasalahan Pengelolaan dan Kinerja Pelayanan
Angkutan Umum di Kota Surabaya
1. Solusi Mengatasi Permasalahan di Tingkat Regulasi
20
2. Solusi Mengatasi Permasalahan di Tingkat Operator
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Evaluasi Kinerja Operasional Bus Kota Di Surabaya (jurnal by Sapto
Budi Wasono, S.T., M.T.
2. Kajian Kinerja Angkutan Umum dengan Metode Quality Function
Deployment (QFD) pada Kawasan Industri Marmer di Kabupaten
Tulungagung (jurnl by Susilowati, Achmad Wicaksono, Tunjung W.
Suharso)
3. Angkutan Massal sebagai Alternatif Mengatasi Persoalan Kemacetan
Lalu Lintas Kota Surabaya (jurnal by Anas Tahir)
4. Studi Penyebab Penurunan Deman Penumpang Angkutan Umum
Mikrolet di Kota Surabaya (Studi Kasus Mikrolet Lyn-X) (jurnal by
Deny Purwa Indasra, Anak Agung Gde Kartika)
5. Pemberdayaan Angkutan Umum sebagai Salah Satu Faktor Penting
dalam Keberhasilan Pembangunan (jurnal by Diah Novianti)
6. Permasalahan dan Pengembangan Angkutan Umum di Surabaya
(jurnal by Ari Widayanti, Soeparno, Bhertin Karunia)
7. Kajian Ekonomi Transportasi Publik di Kota Surabaya (jurnal by Clara
Sarti Widiwati, Risky Arif Nugroho)
8. Pemeliharaan Kinerja Angkutan Umum Perkotaan Menuju
Transportasi Berkelanjutan (jurnal by Imam Basuki)
9. Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan (jurnal by
Siti Aminah)
10. Evaluasi Kinerja Pelayanan Jasa Angkutan Umum Jenis Lyn di Kota
Surabaya (jurnal by Moh. Atho ‘Illah)
11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :
SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DI
WILAYAH PERKOTAAN DALAM TRAYEK TETAP DAN
TERATUR
12. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 49 Tahun 2013 tentang
PENETAPAN TARIF PENUMPANG KELAS EKONOMI UNTUK
ANGKUTAN ORANG DALAM TRAYEK DAN PEMBERIAN
23
PERSETUJUAN TARIF PENUMPANG UNTUK ANGKUTAN
ORANG TIDAK DALAM TRAYEK DENGAN MENGGUNAKAN
TAKSI DALAM WILAYAH KOTA SURABAYA
13. https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=309763071&escape=false&metadata={%22co
ntext%22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3
A%22read%22%2C%22action%22%3A%22toolbar_download%22%2
C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22
}
24