Anda di halaman 1dari 2

GANG JAWA TUJUH

Di siang hari yang sangat menyengat sampai menembus kulit tubuhku, ketika
perasaan lemas dan haus menyerang tubuh ini, seseorang bapak tua datang menghampiriku.
Gerobak yang dinaikkan di atas sepeda tuanya yang sudah reyot di bagian bannya,
menjajakan minuman penghilang rasa haus yang terbuat dari air buah kelapa, biasa orang-
orang menyebutnya ‘es degan’. Dengan mata berkaca-kaca, kulit yang memerah akibat
terbakar sinar matahari, aku menghampiri bapak tua itu.

“Esnya masih, pak?” tanyaku sambil menengok isi gerobaknya.

“Ohh iya masih neng. Mau beli neng? Ini ada es degan” menawariku dengan
semangat.

“Iya pak. Satu ya pak,” jawabku singkat sambil memperhatikan raut bapak itu yang
menunjukkan ekspresi senang karena mendapatkan pelanggan di hari yang sangat terik. Satu
kantong plastik berisi es degan lengkap dengan buah degan dan tak lupa sedotan untuk
meminum esnya.

Aku lanjut berjalan menyusuri gang yang berdebu dan berbatu, ditambah lagi dengan
cuaca panas. Tidak ada pohon-pohon yang bisa menghalangi sinar terik matahari. Di kanan
dan kiri jalan hanya ada bangunan-bangunan kost dan kampus. Di sepanjang gang itu hampir
tidak ada pohon yang menjulang tinggi.

“Tiiiiinnnnnnn......tiinnnnnnnn........” suara klakson mobil di belakangku yang


membuatku terjingkat kecil. Jalanan gang itu memang sempit, ketika ada satu mobil yang
melewati gang itu maka kendaraan yang lain harus berhati-hati saat berpapasan, agar tidak
bersenggolan.

Cuaca panas di luar membuatku ingin cepat-cepat masuk ke dalam kost yang sudah
aku tinggali selama dua tahun. Ingin sekali rasanya membaringkan tubuhku yang sudah lelah
di atas kasur. Ku nyalakan kipas angin yang menggantung di atas ranjangku dan duduk di tepi
ranjang dengan meminum sisa es degan yang ku beli tadi.

“Huuuff... panasnya bumi udah kayak gini, udah kayak neraka” celetukku.

Pada malam harinya, suara perutku yang menandakan harus segera diisi oleh
makanan, menyuruhku untuk keluar membeli makanan. Jalanan gang yang sepi, membuatku
tak berani berjalan sendiri melewati gang. Aku berusaha mengajak teman satu kost ku untuk
keluar mencari makanan bersama.

Kondisi jalan yang berdebu dan berbatu, tak jarang jika ada banyak kendaraan yang
lewat jalanan menjadi berdebu sehingga membuatku menutup hidung. Terkadang sampai
batuk-batuk karena debu yang tak sengaja terhirup.

“Uhuuuk....uhukk... Ya ampun debunya,” kataku sambil menutupi hidung.


“Makanya pakek masker, udah tahu jalanan di gang ini berdebu masih aja lupa pakek
masker,” kata temanku yang sedari kost memang sudah memakai masker.

Kondisi jalan di gang ini memang berdebu karena tanahnya yang kering sudah lama
tak tersiram oleh air hujan. Pengendara sepeda motor yang melewati gang ini pun juga harus
berhati-hati. Jalanan yang berbatu dan banyak pasir terkadang membuat pengendara sepeda
motor tergelincir. Aku berharap segera turun hujan, agar jalanan di gang ini tidak berdebu
lagi.

-Blue-

Anda mungkin juga menyukai