Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

PCI (Percutaneus Coronary Intervention) merupakan salah satu penanganan intervensi


dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati bagian
arteri koronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Banyak penelitian telah
dilakukan dengan membandingkan revaskularisasi yang terjadi dan kelangsungan hidup pasien
pasca operasi mempergunakan berbagai variasi teknik opersi dengan menggunakan pembuluh-
pembuluh darah tersebut, dengan hasil yang beragam tergantung dari kondisi dan keparahan
dari PJK yang dideritanya. Seiring dengan perkembangan waktu, penelitian menyimpulkan
bahwa Penyakit jantung-koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di negara maju.
Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah dari urutan
ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-2 pada tahun 1986. sedang kan sebagai penyebab
kematian tetap menduduki peringkat ke-3.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya PJK. sehingga upaya pencegahan harus
bersifat multifaktorial juga. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara
mengendalikan faktor-faktor risiko PJK den merupakan hal yang cukup penting pada
penanganan PJK. Oleh sebab itu mengenal faktor-faktor risiko sangat penting dalam usaha
pencegahan PJK, baik pencegahan primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih
ditujukan pada mereka yang sehat tetapi mempunyai risiko tinggi, sedangkan pencegahan
sekunder merupakan suatu upaya untuk mencegah memburuknya penyakit yang secara klinis
telah diderita.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) terdiri dari tiga kata
yakni Percutaneous yang artinya melalui kulit, Coronary adalah pada arteri koroner,
dan Intervention adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka pengobatan pada
kelainan/penyakit jantung koroner.
Percutaneous coronary intervention (PCI) adalah intervensi atau tindakan non bedah
untuk membuka/dilatasi/melebarkan arteri koroner yang mengalami penyempitan agar
aliran darah dapat kembali menuju ke otot jantung.

B. Risiko Tindakan PTCA atau PCI

Risiko minor seperti memar pada pergelangan tangan atau pangkal paha akibat
penusukan, reaksi alergi terhadap kontras, dan gangguan fungsi ginjal akibat zat kontras
yang berlebihan. Komplikasi yang lebih serius seperti stroke, gangguan irama yang fatal
seperti VT/VF, Infrak Miokard, Diseksi Aorta, dan kematian pada tindakan PCI atau PTCA
biasanya kecil (< 1%). Biasanya komplikasi lebih sering terjadi pada pasien dengan kondisi
penyakit yang berat, usia tua > 75 tahun, adanya penyakit penyerta seperti ginjal dan
kencing manis, penderita wanita, pompa jantung yang menurun, serta penyempitan yang
banyak dan berat.

Meskipun intervensi ini bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah yang


menyempit, dalam kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi dapat dibagi
menjadi dua kategori yaitu yang secara umum berkaitan dengan kateterisasi arteri dan yang
berhubungan dengan teknologi yang spesifik yang digunakan untuk prosedur pada coroner
1. Trombolisis stent
Walaupun angka kejadian hanya 1-2%, kejadian trombolisis stent masih berisiko
sehingga stent harus itu dilapisi oleh endothelium dan hal tersebut biasanya muncul
sebagai MI akut, dengan tingkat kematian tinggi. Trombolisis stent sering sewaktu
bulan pertama pemasangan, tapi bisa muncul berbulan dan bertahun setelah
pemasangan PCI.
2. Stenosis stent
3. Komplikasi mayor
Komplikasi mayor lain termasuk kejadian yang jarang, tetapi bisa
mengakibatkan kematian (0,2% dalam kasus berisiko tinggi), MI akut (1%) yang
mungkin memerlukan CABG darurat, stroke (0,5%), termponade jantung (0,5%) dan
perdarahan sistemik (0,5%). Kematian terjadi saat proses di rumah sakit. Stroke terjadi
saat otak kehilangan fungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemik 24 jam setelah
onset.
4. Komplikasi minor
Komplikasi minornya adalah alergi terhadap medium kontras, nefropati dan
komplikasi pada bagian yang dimasuki, seperti perdarahan dan hematoma. Gagal ginjal
meliputi terjadinya peningkatan serum kreatinin lebih 2 mg/dl

C. Faktor Resiko
Penyempitan pembuluh darah dapat terjadi karena beberapa penyebab. Penyempitan ini
bisa dipicu oleh adanya atheroma. Atheroma merupakan plak ateromatosa yang terdiri atas
lesi fokal yang meninggi yang berawal di dalam intima, memiliki inti lemak ( terutama
kolesterol dan ester kolesterol) yang lunak, kuning dan grumosa serta dilapisi oleh selaput
fibrosa putih yang padat. Ukuran plak bervariasi dari garis tengah 0,3 sampai 1,5 cm, tetapi
kadang-kadang menyatu membentuk massa sebagian lingkaran dinding arteri dan
membentuk bercak-bercak yang tersebar di sepanjang pembuluh. Lesi aterosklerotik
awalnya bersifat fokal dan tersebar jarang, namun seiring dengan perkembangan penyakit
lesi bertambah banyak dan difus Aterosklerosis terutama mengenai arteri elastik. Di arteri
kecil, atheroma dapat menyumbat lumen, mengganggu aliran darah ke organ distal dan
menyebabkan jejas iskemik. Selain plak aterosklerotik dapat menyebabkan jejas iskemik.
Selain itu, plak aterosklerosis dapat mengalami kerusakan dan memicu terbentuknya
thrombus yang semakin menghambat aliran. Di arteri besar, plak bersifat destruktif,
menggerogoti tunika media di dekatnya dan memperlemah dinidng pembuluh yang terkena
menyebabkan aneurisma yang dapat pecah. Selain itu atheroma luas bersifat rapuh, sering
menghasilkan embolus ke sirkulasi distal.
Faktor-faktor yang turut berperan dalam penyempitan pembuluh darah tersebut
mempengaruhi penyempitan pembuluh darah pada pasien. Faktor risiko tersebut ada yang
dapat diintervensi dan ada juga yang tidak dapat diintervensi.
Faktor risiko tidak dapat diintervensi meliputi :
1. Usia
Usia memiliki pengaruh dominan, angka kematian akibat penyakit jantung iskemik
meningkat setiap dekade bahkan sampai lanjut usia. Penyempitan biasanya belum nyata
secara klinis sampai usia pertengahan atau lebih, saat lesi di arteri mulai mencederai
organ. Antara usia 40 dan 60 tahun, insiden infark miokardium meningkat lima kali
lipat.
2. Jenis kelamin
Bila faktor lain setara, laki-laki jauh lebih rentan terkena penyempitan pembuluh darah
dan akibatnya dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara perempuan. Infark
miokardium dan penyulit lain aterosklerosis jarang pada perempuan pramenopause,
kecuali mereka memiliki predisposisi diabetes, hiperlipidemia atau hipertensi berat.
Namun, setelah menopause insiden penyakit terkait aterosklerosis meningkat, mungkin
akibat menurunnya kadar estrogen alami.
3. Riwayat keluarga
Predisposisi familial terhadap aterosklerosis dan penyakit jantung iskemik
kemungkinan besar bersifat poligenik. Pada sebagian kasus, predisposisi tersebut
berkaitan dengan berkumpulnya sekelompok faktor risiko lain, misalnya hipertensi atau
diabetes, sedangkan pada yang lain, predisposisi tersebut berkaitan dengan kelainan
genetik dalam metabolisme lipoprotein yang menyebabkan kadar lemak darah sangat
tinggi, seperti hiperkolesterolemia familial.

Faktor resiko yang dapat diintervensi :


1. Merokok
Merokok adalah faktor risiko yang sudah terbukti pada laki-laki dan diperkirakan
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan aterosklerosis pada perempuan.
Merokok satu bungkus atau lebih per hari selama beberapa tahun dapat meningkatkan
angka kematian akibat penyakit jantung iskemik sampai 200%. Berhenti merokok
mengurangi risiko secara bermakna.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah faktor utama untuk aterosklerosis pada semua usia. Laki-laki berusia
45 sampai 62 tahun yang tekanan darahnya lebih dari 169/95 mmHg memperlihatkan
peningkatan risiko penyakit jantung iskemik lebih dari 5 kali lipat dibandingkan dengan
mereka yang tekanan Universitas Sumatera Utara darahnya 140/90 mmHg atau kurang.
Baik tingkat sistol maupun diastol, sama pentingnya dalam meningkatkan risiko. Terapi
antihipertensi mengurangi insiden penyakit terkait aterosklerosis, terutama stroke dan
penyakit jantung iskemik
3. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus memicu hiperkolesterolemia dan peningkatan mencolok predisposisi
terjangkit aterosklerosis. Bila faktor lain setara, insiden infark miokardium setara , insiden
infark mikardium dua kali lebih besar pada pengidap diabetes daripada yang tidak
mengidap. Juga terjadi pengingkatan risiko terkena stroke dan, bahkan yang lebih
mencolok mungkin peningkatan seratus kali lipat risiko ganggren akibat ateroskelrosis di
ekstremitas bawah.
4. Hiperkolesterolemia
Hiperlipidemia adalah fakor risiko utama untuk aterosklerosis. Sebagian besar bukti
secara spesifik menunjukkan hiperkolesterolemia. Komponen utama serum total yang
menyebabkan peningkatan risiko adalah kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL).
Sebaliknya peningkatan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) menurunkan risiko. HDL
diperkirakan berperan memobilisasi kolesterol dan atheroma yang sudah ada
memindahkan ke hati untuk diekskresikan ke empedu, sehingga molekul ini disebut
„kolesterol baik‟.
Oleh karena itu, perhatian banyak dicurahkan pada metode farmakologik, dietetik
dan perilaku yang menurunkan LDL, dan meningkatkan HDL serum. Olahraga dan
konsumsi etanol dalam jumlah moderate meningkatkan kadar HDL, sedangkan obesitas
dan merokok menurunkannya.

D. Indikasi dan kontraindikasi PCI


 Indikasi PCI
Indikasi dilakukan PCI yaitu:
1. Elevasi ST segmen lebih dari dari dua lead yang berdekatan dengan onset gejala >
12 jam
2. Non ST Elevasi Myocardial Infarction
3. Unstable Angina Pectoris
4. Gagal trombolitik

 Sindroma koroner akut tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI)


Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang
datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di
V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen
ST tidak persisten
Pada NSTEMI dan angina pectoris stabil tindakan PCI bertujuan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas coroner.
Kriteria pasien berisiko tinggi adalah :
a. Angina atau nyeri dada berulang pada keadaan istirahat

b. Perubahan segmen ST yang dinamis ( depresi segmen > 0,1mv atau elevasi segmen
ST sementara

c. Peningkatan nilat troponin I, troponin II, atau CKMB

d. Pada observasi hemodinamis pasien tidak stabil

e. Adanya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel


f. Angina tidak stabil pada pasca infark dini

g. Diabetes mellitus

 Sindroma koroner akut dengan elevai segmen ST (STEMI)


Pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan
dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan EKG. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi
segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang
terkena. Bagi pria usi a≥40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST
di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010).
ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2
minggu.
IKP yang berpengalaman yang terdiri dari kardiologis intervensi yang terampil.
Stategi reperfusi IKP telah menjadi modalitas pengobatan yang sangat penting dari
STEMI dengan banyak mengalami pada tahun-tahun terakhir ini. Sedangkan terapi
trombolitik dimana dapat digunakan secara luas, mudah diberikan, dan tidak mahal
tetap merupakan pilihan alernatif. IKP telah terbukti lebih superior disbanding
trombolitik dalam pencapaian TIMI 3 flow (perfusi komplit), iskemik berlang sistemik,
mortalitas 30 hari lebih baik dan insiden stroke pendarahan lebih rendah

 Kontraindikasi PCI
Kontraindikasi PCI yaitu:
1. CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia
2. Gangguan elekrolit
3. Infeksi ( demam )
4. Gagal ginjal
5. Perdarahan saluran cerna akut/anemia
6. Stroke baru (< 1 bulan)
7. Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )
8. Pasien yang tidak kooperatif
9. Usia kehamilan kurang dari 3 bulan

E. Puncture area PCI


Area penusukan pada tindakan PCI terdiri atas:
1. Arteri femoralis
2. Arteri brachialis
3. Arteri radialis
F. Tim PCI
 Operator (dokter)
 Perawat (Scrubing, Monitoring, Sirculete)
 Radiografer

G. Persiapan Alat Diagnostik


 Instrument Steril
1. Kom betadine
2. Kom cairan Besar dan Kecil
3. Scalpel No.3 pisau No. 11
4. Doek klem
5. Tupper tang

 Set Linen Steril


1. Jas operasi
2. Doek lubang kecil
3. Doek kecil tanpa lubang
4. Doek panjang
5. Pembungkus tabung
6. Perlak
 Alat Habis Pakai
1. Handscoen
2. Lidocain 2%
3. Dispo 1 cc, Dispo 3 cc, Dispo 5 cc , Dispo 20 cc.
4. Gaas steril
5. Betadine 30 %
6. Aquades 1 liter
7. NaCl 500 cc yang berisi heparin 2500 unit
8. Sheath 5 FR, 6 FR, FER
9. Guide wire diagnostik
10. Kateter JR, JL, TIG
11. Zat kontras
12. Three way
13. Manometer line

H. Alat PCI dan PTCA


1. Guiding catheter
2. Wire PTCA
3. Ballon dengan berbagai ukuran
4. Stent dengan berbagai ukuran
5. Indeftalor
6. Three way 3 cabang atau 2 cabang
7. Tourqer
8. Y. Conector
9. High pressore
10. Manometer line
I. Peran perawat dalam tindakan PCI
 Peran perawat sebelum tindakan PCI
a. Peran mengkaji riwayat kesehatan pasien, indikasi prosedur PCI, riwayat
pembedahan sebelumnya, pengobatan sebelumnya, riwayat alergi dan factor resiko
vaskuler.
b. Melakukan pemeriksaan fisik terutama pada ekstremitas bawah jika pemasangan
akan dilakukan melalui pembuluh darah ekstremitas bawah.
c. Pencatatan hasil pemeriksaan angiografi
d. Puasa makan 4 - 6 jam
e. Memberikan inform consent yang terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai
prosedur dan perawataanya sebelum , selama dan setelah tindakan bersama team
yang akan terlibat dalam tindakan PCI oleh Dokter.
f. Observasi dan ukur tanda-tanda vital (perubahan EKG, tekanan darah, HR, RR, dan
saturasi O2)
g. Pemeriksaan penunjang seperti hasil EKG, hasil Uji latih beban jantung
(Treadmill), hasil Rontgen thorax, dan hasil Laboratorium, Cek darah lengkap,
GDS, ureum, creatinin,, elektrolit, PT, APTT, BT, dan ACT.
h. Melakukan Allen test (jika penusukan melalui arteri radialis)
i. Obat-obat dilanjutkan sesuai instruksi dokter
j. Pada klien dengan nilai creatinin diatas 1,25 mg/dl (nilai normal 0,72-1,25 mg/dl),
lakukan loading cairan (1cc/kgBB/jam) diberikan pre dan post tindakan PCI
k. Mencari akses intravena yang adekuat untuk memberikan cairan dan obat-obatan
yang dibutuhkan.
l. Administrasi seperti Surat izin tindakan / inform consent dan Surat pernyataan
pembayaran (keuangan).
m. Mental: Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat, resiko,
komplikasi prosedur katerisasi.

 Peran perawat dalam tindakan PCI antara lain:


a. Mencegah dan mendeteksi dini potensial komplikasi, memberikan pendidikan
pada pasien dan keluarga dan rehabilitasi.
b. Kaji keluhan selama prosedur tindakan berlangsung
c. Melakukan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit
d. Memantau hemodinamik
e. Mengukur tekanan intraarteri jika diperlukan
f. Pemeriksaan arteriografi harus dilakukan selama prosedur untuk mengidentifikasi
komplikasi
g. Mempersiapkan peralatan dan pengobatan resusitasi darurat

 Peran perawat Setelah tindakan PCI :


a. Kaji keluhan setelah tindakan
b. Mengobservasi tanda-tanda adanya perdarahan dan hematoma pada area
penusukan
c. Mengobservasi dan mengukur tanda -tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,
suhu tubuh, dan saturasi O2)
d. Pemantauan perubahan EKG 12 lead
e. Mengobservasi hasil laboratorium (peningkatan kreatinin mengindikasikan
gangguan ginjal karena zat kontras, sedangkan peningkatan CKMB menandakan
cedera otot jantung)
f. Mengobservasi efek alergi zat kontras (seperti menggigil, kemerahan, gatal,
pusing, mual, muntah, urine tidak keluar, dsb)
g. Mengobservasi gangguan sirkulasi perifer (cek pulsasi arteri dorsalis pedis,
tibialis, radialis).
h. Mengobservasi adanya tanda-tanda hipovolemi.
i. Memberikan hidrasi sesuai kebutuhan.
j. Memonitor adanya tanda-tanda infeksi.

J. Prosedur Tindakan
o Perawat/teknisi membawa klien ke ruang kateterisasi (cath lab.)
o Perawat memberikan obat melalui IV line untuk membantu klien rileks dan nyaman
selama prosedur tindakan
o Perawat membersihkan dan mensterilkan daerah kecil di pergelangan lengan atau lipat
paha klien (tergantung daerah yang akan digunakan). Daerah tersebut kemudian
ditutup dengan kain steril.
o Dokter akan menginjeksi obat anestesi lokal dilipat paha atau tangan klien. Digunakan
anestesi lokal karena klien harus tetap sadar selama pemeriksaan untuk mengikuti
instruksi dokter.
o Jarum akan ditusukkan ke dalam arteri yang digunakan kemudian guide wire akan
dimasukkan melalui jarum lalu jarum dilepas.
o Sheath kateter akan dimasukkan melalui guide wire, kemudian kateter dimasukkan
melalui pembuluh darah utama tubuh (Aorta), ke muara arteri koroner di jantung.
Kebanyakan orang tidak merasakan sakit selama pemeriksaan, karena tidak ada serabut
saraf dalam pembuluh darah, maka klien tidak dapat merasakan gerakan kateter dalam
tubuh.
o Dokter akan menginjeksikan kontras dengan melihat melalui gambaran x-ray. Klien
mungkin akan merasakan sensasi panas saat kontras diinjeksikan.
o Pantau keluhan/laporan klien tentang adanya nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
selama posedur.

K. Prosedur pencabutan SHEATH Area penusukan di arteri femoralis:


o 4 jam post tindakan PCI, sheath boleh dicabut/aff jika nilai ACT (Activating Clohting
Time, nilai normal < 100 detik)
o Dengan menggunakan sarung tangan steril dan prosedur steril, sheath di aff dan
dilakukan penekanan selama kurang lebih 10-15 menit sampai dengan perdarahan
berhenti
o Beritahu kepada klien bahwa prosedur pencabutan sheath akan dilakukan dan ajarkan
teknik relaksasi napas dalam untuk mencegah terjadinya reflek vagal
o Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, saturasi oksigen),
pulsasi arteri perifer, dan keluhan klien selama aff sheath
o Bila darah sudah tidak keluar, luka pungsi ditutup dengan kasa steril dan verban elastic
lalu diberi bantal steril
o 6 jam post aff sheath klien baru diperbolehkan mobilisasi
o Observasi daerah distal ekstremitas dan keadaan umum klien post aff sheath (tekanan
darah, nadi, irama ekg/perubahan gelombang EKG, saturasi O2, pernapasan, nilai
ureum dan kreatinin) dari adanya komplikasi berupa perdarahan/hematoma,
thrombosis, fistula arteriovenosus, dan CIN (Contras Induce Nefropathy).

L. Prosedur pelepasan NICHIBAND Area puncture di arteri radialis :


a) Pelepasan dilakukan 4-6 jam setelah tindakan PCI
b) Gunakan sarung tangan bersih, letakkan tangan kiri diatas nichiband, dan beri sedikit
penekanan dengan kuat
c) Buka plester nichiband dengan tangan kanan perlahan-lahan sambil memperhatikan
aliran darah yang keluar dari luka insisi/penusukan
d) Bila masih terdapat perdarahan pasang kembali nichiband dan plester untuk mencegah
plester nichiband terlepas
e) Bila tidak terjadi perdarahan lanjutkan membuka nichiband dan tutup dengan kassa
steril diatas luka insisi dan tekan dengan kuat

M. Komplikasi
1. Resiko pendarahan
2. Vasospasme arteri koroner
3. Resiko infeksi
4. Tamponade jantung
5. ALI
6. Hematoma
7. Contrast induce nefropathi (CIN)
8. Reaksi kontras menyebabkan alergi
9. Diseksi Aorta
10. Akut Myocar Infark (AMI)
11. Stroke
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PCI
Menurut NANDA (2012) konsep asuhan keperawatan pada PCI adalah:
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi medis maupun non medis dari
klien, yaitu:
a. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit sekarang
b. Hasil resume dari angiografi
c. Tanda-tanda vital klien selama pre, intra, dan post prosedur PCI (tekanan darah, nadi,
pulsasi perifer, tingkat kesadaran, saturasi O2, perubahan gambaran EKG), serta
keluhan nyeri klien.
d. Pemeriksaan laboratorium, meliputi: Darah lengkap, GDS, ureum, kreatinin, PT,
APTT, dan elektrolit.
e. Pemeriksaan radiologi berupa rontgen thorax.

B. Diagnosa keperawatan
 Ansietas b.d rasa takut, kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan PCI.
Hasil yang diharapkan :
1. Tingkat kecemasan klien menurun.
2. Klien dapat mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi
3. penyebab, atau faktor yang mempengaruhinya.
4. Kooperatif terhadap tindakan.
5. Ekspresi wajah terlihat rileks.

Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien
2. Bantu klien untuk mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
3. Berikan penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan.
4. Jelaskan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan klien sebelum, selama, dan
setelah prosedur PCI.
5. Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi kecemasan (relaksasi, nafas dalam, dan
berpikiran positif).
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi penenang sesuai indikasi.
 Resiko penurunan curah jantung b.d akibat penurunan alirah darah ke arteri koroner
Hasil yang diharapkan:
1. Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan pernapasan) dalam batas
normal
2. Akral hangat, pulsasi perifer teraba kuat
3. Volume urine 0,5-1 cc/jam/kgBB
4. Tidak menunjukan tanda-tanda disritmia

Intervensi:
1. Kaji keluhan klien
2. Monitor tanda-tanda vital (1 jam pertama setiap 15 menit, satu jam kedua setiap 30
menit, dan satu jam selanjutnya setiap jam)
3. Monitor rekaman EKG dan pantau frekuensi jantung
4. Monitor intake dan output klien
5. Bantu aktivitas klien
6. Kolaborasi pemberian O2, pertahankan cara masuk heparin sesuai indikasi, pantau data
laboratorium enzim jantung, AGD, dan elektrolit

 Resiko penurunan perfusi jaringan ginjal b.d efek samping penggunaan zat kontras
Hasil yang diharapkan:
1. Urine output 0,5-1 cc/jam/kgBB
2. Fungsi renal baik ditandai dengan hasil kreatinin kurang dari 1,2 mg/dl

Intervensi :
1. Kaji keluhan klien
2. Jelaskan tujuan pengukuran urine
3. Motivasi klien untuk banyak minum (kurang lebih 2 liter/12 jam setelah tindakan)
4. Berikan rehidrasi sebelum dan sesudah prosedur PCI, terutama bila terjadi peningkatan
nilai ureum dan kreatinin (rehidrasi 1cc/kgBB/jam selama 12 jam)
5. Monitor dan ukur intake dan output klien
6. Monitor dan catat hasil laboratorium fungsi renal (ureum dan kreatinin)
7. Monitor dan catat adanya tanda-tanda perdarahan pada area insersi
8. Monitor indikator koagulasi (ACT).
9. Berikan penjelasan kepada klien untuk mengistirahatkan area ekstremitas yang
dilakukan insersi

Anda mungkin juga menyukai