Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DEEP ECOLOGY DALAM PELAPORAN CSR BERLANDASKAN

PANCASILA

Husniar1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Magister Akuntansi, Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan 10, Makassar, Sulawesi Selatan
Email: Husniarazis279@gmail.co

ABSTRAK

Konsep Deep Ecology dalam Pelaporan CSR berlandaskan Pancasila. Berbagai


penelitian ahli membuktikan bahwa eksistensi lingkungan hidup kelestariannya mulai
terancam secara signifikan. Hal ini didasari dengan munculnya pembangunan bisnis
kapitalis. Konsep Deep Ecology dari Arne Naess memperjuangkan keberlanjutan
komunitas ekologis. Dalam konsep Deep Ecology, perlindungan dan penyelamatan
lingkungan hidup yang dilakukan manusia pada dasarnya beranjak dari kesadaran
bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan keberlanjutan lingkungan hidup
diperuntukan bagi seluruh komunitas ekologis. Konsep ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada para pemangku bisnis. Pancasila menjadi landasan dalam menyusun
laporan CSR, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas semua yang ada di jagad raya.
Penelitian ini bertujuan untuk mennghasilkan konsep Deep Ecology dalam penerapan
CSR yang berlandasan Pancasila.

Kata Kunci: Akuntansi, Deep Ecology, Corporate Social Responsibility (CSR),


Pancasila

HUSNIAR (A062191026) Page 1


A. PENDAHULUAN
Kerusakan lingkungan bisa terjadi karena ulah manusia maupun alam itu sendiri. Di
Indonesia, banyak sekali kasus pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh ulah
manusia yang dalam hal ini adalah perusahaan. Pembangunan industri atau perusahaan
dinilai banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain kerusakan lingkungan akibat
dari pembangunan industri di lingkungan pemukiman, manusia juga termasuk objek
dari kegiatan proses bisnis. Hal tersebut mendorong munculnya Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan
dan sosial.
Kewajiban bagi perusahaan untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility
(CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan, dalam beberapa tahun terakhir ini
menjadi isu penting, yang telah menjadi perdebatan dan banyak menyita perhatian oleh
berbagai kalangan. Isu tersebut tidak hanya di tanah air, Corporate Social Responsibility
juga sudah menjadi isu global yang mendapat perhatian luas dari kalangan pelaku pasar,
para kepala negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), lembaga-
lembaga keuangan dan bisnis internasional. Munculnya Global Compact, Global
Reporting Inisiatives (GRI), dan ISO 26000 tentang CSR menunjukkan bahwa CSR
menjadi isu krusial serta agenda bisnis global yang harus mendapat perhatian serius dari
pelaku bisnis dan dunia usaha (Dinar, 2016).
Manusia dan alam merupakan satu kesatuan. Pembangunan industri atau
perusahaan saat ini bukan hanya menjadikan laba sebagai pusat perhatian. Namun
lingkungan dan sosial juga merupakan pusat perhatian yang lebih penting demi menjaga
keberlanjutan perusahaan. Dalam mendukung pendapat ini, muncul sebuah teori
lingkungan hidup yaitu ekosentrisme merupakan teori yang memusatkan etika pada
seluruh komunitas lingkungan, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban dan tanggung
jawab moral tidak terbatas pada makhluk hidup tetapi berlaku terhadap semua realitas
lingkungan hidup. Salah satu versi teori ekosentrisme adalah "deep ecology". Deep
ecology yang dikemukakan oleh Naess, menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat
pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan
upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.

HUSNIAR (A062191026) Page 2


Konsep deep ecology sudah seharusnya menjadi landasan bagi akuntan dalam
melakukan pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) dan laporan keuangan
secara terpisah. Bukan malah menganggap Corporate Social Responsibility (CSR)
sebagai pelengkap laporan keuangan karena sebagaimana yang telah dijelaskan diatas
lingkungan hidup dan manusia adalah entitas yang saling terhubung dan memberikan
dampak besar bagi aspek lainnya apabila lingkungan mengalami kerusakan. Hal ini
sudah menjadi tanggung jawab bersama dan tugas perusahaan untuk memberikan
Corporate Social Responsibility (CSR) secara baik yang juga berdasarkan deep
ecology dan berlandaskan pancasila.
Dalam konteks yang lebih luas, perumusan konsep akuntansi harus melibatkan
perspektif pancasila sebagai landasan dasar pertanggungjawaban sosial suatu
perusahaan. Hal ini dikarenakan masing-masing sila dalam pancasila memiliki unsur-
unsur yang akan melibatkan pertanggungjawaban kepada Tuhan melalui pemanusiaan
manusia, semangat persaudaraan, pengangkatan derajat, serta penyeimbangan
kebutuhan jasmani dan rohani manusia dalam hal aktivitas keuangan (Hotman &
Sitorus, 2015).

B. PEMBAHASAN
1. Konsep Deep Ecology dalam Akuntansi CSR
Konsep Deep Ecology Deep Ecology yang dilandasi filsafat ecosophy yang
menghendaki adanya perubahan kebijakan dalam mengatasi krisis atau darurat
lingkungan akibat eksploitasi sumber daya lingkungan yang mengabaikan aspek
kelestarian dan daya dukung lingkungan (didasarkan pada etika antroposentris),
memerlukan adanya hukum lingkungan sebagai wadah kebijakan pengelolaan
lingkungan yang memuat kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Deep Ecology sebagai etika ekosentrisme. Hukum lingkungan yang dimaksud memuat
paradigma hukum yang berpihak kepada keberlanjutan lingkungan atau ekologi
(Satmaidi, 2015)
Mengamati implementasi penyajian informasi Corporate Social Responsibiliti yang
dilakukan perusahaan terhadap pihak internal perusahaan, ternyata tidak mencerminkan
realitas aktivitas yang sebenarnya terjadi, karena yang dipahami oleh mereka, kegiatan

HUSNIAR (A062191026) Page 3


CSR hanya sebatas Community Development. Padahal dari hasil pengamatan data yang
diperoleh, sesungguhnya perusahaan telah melaksanakan hampir semua unsur CSR
seperti yang diamanatkan GRI 2000 atau ISO 26000. Selain itu, akuntanbilitas CSR ke
pihak eksternal jadinya tidak lahir dari akuntan sebagai penyedia informasi CSR
berbarengan dengan informasi keuangan. Laporan Corporate Social Responsibility
(CSR) selama ini diserahkan kepada pihak pemerintah kabupaten misalnya, disediakan
oleh bagian community development perusahaan. Melihat kondisi tersebut, lagi-lagi
akuntan tidak berperan sebagai penyedia informasi perusahaan terkait aktivitas
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Selain tidak berperan efektif sebagai penyedia
informasi internal, perannya sebagai penyedia informasi untuk pihak eksternal pun tidak
berfungsi (Dinar, 2016)
Dalam arti yang lebih sempit definisi Tanggungjawab Sosial diajukan oleh Lord
Holme dan Richard Watts dalam bukunya yang berjudul “Making Good Business
Sense” sebagaimana diterbitkan oleh The World Business Council for Sustainable
Development menyatakan, bahwa:

“Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to


behave ethically and contribute to economic development while improving the
quality of life of the workforce and their families as well as of the local
community and society at large”

Tanggungjawab sosial adalah komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk


berperilaku etik dan sumbangan bagi pembangunan ekonomi dengan cara
memajukan kualitas kehidupan para pekerja dan keluarganya serta masyarakat
setempat dalam arti yang lebih luas.

Menurut (Ramdhan, 2009) definisi tersebut tentu saja harus dipersoalkan, karena
hanya menyangkut tanggungjawab sosial perusahaan yang dibatasi pada kemajuan
manusia, sehingga tanggungjawab sosial perusahaan kepada lingkungan terabaikan. Hal
tersebut menjadikan deep ecology sebagai konsep untuk membangun
pertangggungjawaban perusahaan terhadap perusahaan.

HUSNIAR (A062191026) Page 4


Capra dalam (Suyudi, 2010), pandangan ekologis disini adalah suatu cara pandang
yang mengakui adanya nilai yang melekat pada kehidupan non manusia. Lebih jauh,
mengenai tiga dalil deep ecology-nya kita dapat memahami lebih jauh mengenai konsep
ekologis ini. Pertama, deep ecology tidak memisahkan manusia atau apapun dari
lingkungan alamiah. Kedua, deep ecology mengakui nilai intrinsik semua makhluk
hidup dan memandang manusia tidak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan.
Ketiga, kesadaran deep ecology adalah kesadaran akan nilai spiritual atau religious
Dalam Konsep Deep Ecology, menjadikan seluruh mahluk di jagad raya sebagai
satu kesatuan. Manusia dan alam tidak ada bedanya, melainkan memiliki posisi yang
sama sebagai mahluk di jagad raya. Sehingga dalam penerapan Corporate Social
Responsibility (CSR), perlu memperhatikan secara nyata bahwa lingkungan dan sosial
tempat menjalankan bisnis merupakan perhatian utama selain dari laba. Perusahaan
perlu menjauhkan pemikiran kapitalisme. Para pihak internal dalam suatu perusahaan
menerapkan akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) bukan semata-mata
karena menerima apa yang didapatkan dari alam, melainkan menjadi tugas sebagai
mahluk yang diberikan amanah oleh Tuhan berdasarkan pancasila pertama.

2. Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) berlandaskan Pancasila


a. Akuntansi dalam Paradigma Pancasila
Konstruksi ilmu akuntansi perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan
holistik. Pendekatan holistik dalam ranah akuntansi telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, salah satunya adalah Darwis dalam Hotman & Sitorus (2015). Saat itu,
mengusulkan pendeketan holistik yang berdimensi Spritual, Ekologi, Ekonomi, dan
Sosial (SPEC-ECOSI). Beliau menjelaskan bahwa di dalam akuntansi sebenarnya
terjadi proses saling ketergantungan di masing-masing dimensi tersebut. Lebih jauh,
pandangan ini juga ingin mensinergikan antara dimensi, orientasi, kepentingan ekologi,
sosial, dan ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai serta orientasi spiritual dalam
pengelolaan sumber daya.
Praktik akuntansi Pancasila memang terwujud dari potret kepribadian masyarakat
Indonesia yang dikenal spritualis dan humanis. Bahkan, kedua nilai ini pun dipercayai
sebagai ruh yang melatarbelakangi terbentuknya Pancasila sebagai ideologi negara. Di

HUSNIAR (A062191026) Page 5


lain pihak, keberhasilan Pancasila sebagai peradaban bagi bangsa Indonesia tidak perlu
dipertanyakan lagi. Kini, Pancasila telah berdiri kokoh dengan meyandang gelar sebagai
sumber dari segala sumber hukum, pandangan hidup, jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia, hingga paradigma kehidupan di berbagai bidang seperti bidang ekonomi.
Lebih jauh, secara terangterangan, keberhasilan Pancasila dalam bidang ekonomi
membantu Indonesia dalam mempertahankan idealismenya dari dentuman dahsyat
hegemoni antar dua kutub pemecah bangsa yaitu ekonomi kapitalisme dan sosialisme
melalui sistem ekonomi Pancasila (Firdaus, 2017).
Akuntansi dalam landasan pancasila, memegang seluruh aspek dalam pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) yang di lihat dari seluruh isi dari pancasila yaitu
sila ketuhanan yang maha Esa, sila kemanusiaan yang adil dan beradab, sila persatuan
Indonesia, sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila mewakilkan seluruh aspek dalam pelaporan Corporate Social Responsibility
(CSR). Corporate Social Responsibility (CSR) bukanlah hanya semata bentuk
pelaporan dalam bingkai kertas dan bukan semata tanggung jawab sebelah mata demi
menarik masyarakat agar melupakan segala efek dari proses bisnis. Penerapan
Corporate Social Responsibility (CSR) dalam berlandaskan pancasila berlandaskan
beberapa penelitian sebelumnya dapat di jelaskan secara rinci, sebagai berikut:

1) Definisi Akuntansi berdasarkan sila Ketuhanan yang Maha Esa


Ketuhanan yang Maha Esa, akuntansi berlandaskan pada sila pertama ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban para pemangku bisnis atau usaha kepada
Tuhan. Pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan konsep demikian
mampu menjadikan laporan yang tidak hanya membawa tanggung jawab di dunia
melainkan di depan Tuhan. Hal ini sangat penting diterapkan di seluruh aspek bisnis
agar tidak menyusun laporan hanya karena tanggung jawab sebelah mata demi
mencapai pujian kinerja di mata lingkungan sosial.
Berdasarkan pendapat Mulawarman (2013) yang menyatakan bahwa
perkembangan teknologi, tanah, pangan dan energi yang berujung pada terbentuknya
nilai kapitalisme, disadari atau tidak secara langsung akuntansi terbawa dalam arus

HUSNIAR (A062191026) Page 6


peradaban manusia. Inilah yang menjadi realitas dari akuntansi saat ini, yang lebih
memfokuskan diri kepada unsur fisik semata daripada nilai Ketuhanan.
Kemudian menurut Hotman & Sitorus (2015) dalam penelitiannya, akuntansi
spiritual hadir sebagai sarana untuk mewujudkan sikap kerendahan hati manusia.
Melalui akuntansi yang berbasis pada nilai spiritual, manusia diajarkan untuk semakin
menyadari bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa dalam kehidupan. Namun, pemaknaan
akuntansi yang berbasis kepada nilai spiritual juga harus mengalami perubahan terlebih
dahulu. Jika akuntansi spiritual dimaknai dalam sudut pandang filosofis, kesadaran
tersebut akan muncul dengan sendirinya. Sebaliknya, jika akuntansi spiritual hanya
dimaknai dalam sudut pandang pragmatis, maka tetap saja manusia akan
berorientasikan pada unsur-unsur materi.
Dari pernyataan di atas, maka dapa disimpulkan bahwa sila pertama dalam
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban
terhadap seluruh aspek, dan bentuk pertanggungjawaban terhadap Tuhan demi
keberlangsungan suatu perusahaan kelak mempengaruhi lingkungan sosial dan
lingkungan alam.

2) Definisi Akuntansi berdasarkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam kaitannya dengan akuntansi adalah
adab hal utama dalam melakukan seluruh aktivitas apa pun, begitupun dengan sikap
adil. Akuntansi yang berlandaskan sila kedua dalam Pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR), dapat diartikan bahwa bentuk pertanggungjawaban seluruh aspek
pemangku kepentingan haruslah diterapkan secara adil dan tidak memihak. Seperti
halnya dalam tujuan perusahaan haruslah sama bahwa lingkungan dan sosial juga
menjadi tujuan utama dalam perusahaan. Demikian juga dengan adab, dalam
penyusunan Pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR), adab adalah kunci utama
untuk menghasilkan pelaporan yang baik dan jujur.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Firdaus (2017), keadilan juga akan fokus
pada bagaimana perusahaan berprilaku adil dengan lingkungannya selain manusia itu
sendiri seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagai makhluk ciptaan-Nya, kemudian
Pemikiran akuntansi modern yang dapat menimbulkan adanya kelas sosial disadari atau

HUSNIAR (A062191026) Page 7


tidak memiliki pertentangan dengan nilai Pancasila. Pasal 27 UUD 1945 menyatakan
bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan
pemerintahan menandakan bahwa setiap manusia memiliki kedudukan yang sederajat.
Demikian pula dengan paradigma akuntansi juga harus menganggap bahwa setiap
manusia memiliki kedudukan yang sama tanpa melihat kedudukan dan jabatan yang
diemban (Hotman & Sitorus, 2015).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa adab dan keadilan merupakan poin penting
akuntansi dalam mempertanggungjawabkan segala aspek yang perlakuan usahanya
demi keberlanjutan perusahaan.

3) Definisi akuntansi berdasarkan sila Persatuan Indonesia


Konsep akuntansi modern saat ini sangat kental dengan nuansa EGOMAU, yang
menekankan pada pertimbangan angka serta pencapaian laba perusahaan (Hotman &
Sitorus, 2015). Konsep EGOMAU dalam akuntansi memusatkan manusia sebagai
sebuah individual yang berorientasi pada laba. Konsep ini tidak mengenal rasa berbagi
antar umat manusia, bahkan nilai Ketuhanan sekalipun.
Dari pernyataan di atas mengenai konsep EGOMAU, penerapan akuntansi dalam
menjaga keutuhan bangsa atau menjaga keutuhan perusahaan menjadikan sila ke tiga
sebagai kunci utama. Pihak internal dan pihak eksternal dalam perusahaan perlu
menjaga satu kesatuan. Pihak eksternal yang dimaksud dalam artikel ini adalah
lingkungan dan sosial di masyarakat. Tanpa persatuan, keberlanjutan perusahaan dalam
waktu lama tidak akan bertahan. Secara umum, akuntansi dengan konsep persatuan juga
bertujuan untuk membangun kerja sama antar perusahaan, perusahaan dan pemerintah,
perusahaan dalam negeri dan luar negeri. Selain itu, Indonesia adalah Negara dengan
berbagai jenis perbedaan, mulai dari suku, bahasa, agama, ras dan lainnya.
Hal ini juga diuraikan oleh Mpu Tantular dalam Salampessy (2012)), semangat
Bhineka Tunggal Ika yang diajarkan) pada dasarnya mengajarkan manusia untuk tidak
mengutamakan kepentingannya sendiri. Manusia terdiri atas berbagai macam sifat dan
karakter sehingga sangat sulit untuk memadukan berbagai macam karakter tersebut
masing-masing pihak memiliki kepentingan dan argument masing-masing. Begitu juga
halnya dalam suatu perusahaan yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi,

HUSNIAR (A062191026) Page 8


tentunya dibutuhkan penyatuan tujuan serta arah kebijakan yang sama untuk
memermudah jalannya kegiatan operasional. Dapat dikatakan bahwa akuntansi haruslah
mampu menyatukan berbagai macam kepentingan dan tujuan untuk membentuk
perusahaan yang berbasis kekeluargaan. Dalam lingkup yang lebih luas, akuntansi harus
memersatukan berbagai macam kepentingan bangsa untuk membentuk akuntansi
humanis, tidak hanya sekedar kepentingan bisnis semata.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa akuntansi berlandasan persatuan Indonesia
sebagai bentuk upaya menyatukan persaudaraan dengan berbagai jenis perbedaan.

4) Definisi akuntansi berdasarkan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat


Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
Sila Keempat Pancasila menekankan bahwa rakyat harus menjadi tujuan utama.
Demikian juga dengan akuntansi yang tidak boleh dibuat dengan tujuan
mengistimewakan kelas tertentu. Akuntansi harus dibuat dengan berorientasikan
kesejahteraan bersama (Hotman & Sitorus, 2015). Karena akuntansi merupakan
peratnggungjawaban atas sosial dan lingkungan. Akuntansi juga harus menerapkan
kebijaksanaan dalam memperhitungkan suatu keputusan yang berhubungan dengan
masyarakat dan lingkungan.
Akhirnya, dengan menempatkan rakyat sebagai pilihan utama dalam akuntansi,
secara langsung atau tidak perusahaan maupun badan pembuat standar telah
menerapkan seluruh komponen ekonomi dalam pembangunan yang bertujuan untuk
mencapai tujuan bersama. Tujuan bersama yang dimaksud adalah mensejahterakan
rakyat dari berbagai golongan kelas dengan melibatkan seluruh unsur tersebut dalam
suatu paradigma pembangunan bersama. Kesejahteraan suatu bangsa tidak dapat dilihat
dari bertambahnya jumlah masyarakat kelas atas, namun juga dilihat dari adanya
pemerataan distribusi keuntungan dari aktivitas perekonomian. Di sinilah akuntansi
dituntut untuk tidak sekedar mensejahterakan golongan tertentu semata, namun juga
memfokuskan diri bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia (Hotman & Sitorus,
2015).

HUSNIAR (A062191026) Page 9


Dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi berdasarkan sila Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan adalah
proses mengangkat derajat rakyat dalam segi aktivitas keuangan.

5) Definisi akuntansi berdasarkan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat


Indonesia
Akuntansi berdasarkan landasan sila ke lima, keadilan sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia. Keadilan sosial dalam akuntansi merupakan hal penting, dimana pelaku
bisnis memang seharusnya berperilaku adil dalam lingkup sosial. Baik itu lingkup sosial
di lingkungan bisnis maupun lingkup sosial di seluruh wilayah Indonesia. Alam telah
terdeteksi kerusakannya akibat pembangunan bisnis yang memegang teguh kapitalisme.
Menurut Hotman & Sitorus (2015), Akuntansi berkeadilan dapat dipandang sebagai
sebuah keseimbangan hubungan aktivitas keuangan antara manusia dengan Tuhan dan
sesama.
Demikian pula halnya dengan akuntansi, yang juga harus mencakup nilai
Ketuhanan dan kemanusiaan. Akuntansi berkeadilan dalam perspektif lain juga dapat
dipahami sebagai sarana untuk mempersatukan masyarakat. Tidak seperti akuntansi
modern yang penuh dengan unsur individualitas para pelaku ekonomi, paradigma
akuntansi juga menekankan adanya semangat persaudaraan antar golongan masyarakat
dalam roh akuntansi. Melalui akuntansi berkeadilan, masyarakat Indonesia tidak hanya
sekedar mengenal akuntansi sebagai pendistribusian keuntungan semata, namun juga
melihat bahwa melalui prinsip berkeadilan tersebut persaudaraan antar komponen
masyarakat dapat terpelihara. Hal ini juga sejalan dengan semangat gotong royong yang
menjadi landasan dalam membangun akuntansi berdasarkan pada sila Persatuan
Indonesia. Dengan demikian, dalam mendesain akuntansi berbasis kepada nilai
keadilan, faktor persaudaraan merupakan hal terpenting yang juga harus
dipertimbangkan.
Dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi berdasarkan sila Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah proses menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan
rohani manusia dalam hal aktivitas keuangan untuk membangun perekonomian
berkerakyatan.

HUSNIAR (A062191026) Page 10


3. Konsep Deep Ecology dalam Pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR)
berlandaskan Pancasila
Pendekatan sistem ekologi berusaha untuk memberikan wawasan tentang analisis
pemangku kepentingan yang benar dan mengidentifikasi item nilai yang ditempatkan
pada praktik Corporate Social Responsibility (CSR). Munculnya pemikiran seperti itu
memperkuat argumen fleksibilitas dalam praktik CSR dan memperluas penerimaan atas
apa yang merupakan parameter CSR yang dapat diterima dan sesuai. Meskipun
demikian, perbandingan akan sulit untuk dipetakan dan mengukur konteks adalah
pendorong mendasar dan hambatan untuk pekerjaan lebih lanjut. Sebagai literatur
berpendapat, orang-orang dalam organisasi dan institusi kebijakan diberlakukan yang
menentukan praktik CSR. Misalnya, responden dari AS mencerminkan masyarakat
dengan sistem kesejahteraan sosial yang terbatas ( Musgrave & Woodward, 2016).
Di Indonesia sendiri, praktik CSR beberapa tahun terakhir telah
terimplementasikan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas Konsep CSR yang terdapat dalam UU Perseroan Terbatas juga
mencakup lingkungan. Jadi, secara resmi, UU ini menggunakan istilah Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan (TJSL). UU ini mengatur kewajiban bagi perseroan yang
berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Pasal 74 ayat (1) UU PT berbunyi:

“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan


dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.” Bila ketentuan ini tidak dijalankan, maka ada sanksi yang akan
dijatuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Namun aturan penerapan CSR, dillihat dari sudut pandang beberapa tahun terakhir.
Bahwa tidak ada perubahan yang tejadi pada lingkungan sekitar perusahaan. Hal ini
dapat dilihat, salah satu perusahaan tambang yang berada di Kalimantan. CSR sudah
diterapkan, namun lingkungan dan orang-orang di sekitar perusahaan tambang masih
tetap seperti itu. Masih banyak kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat hasil
limbah dari tambang. Hal ini membuktikab bahwa, CSR hanyalah penerapan tanggung

HUSNIAR (A062191026) Page 11


jawab kepentingan pihak perusahaan. Bukan semata-mata kesadaran murni pihak
perusahaan.
Sehingga perlu pemahaman konsep “Deep Ecology” dalam perusahaan bahwa
lingkungan adalah alam yang setara dengan kita. Apa lagi manusia yang berada dalam
lingkup sekitar perusahaan. Lingkungan bukanlah alat objektivitas demi meraih laba
yang sebesar-besarnya. Kemudian, penerapan konsep Deep Ecology untuk
menumbuhkan kesadaran pihak-pihak perusahaan juga perlu dukungan dari pemerintah
setempat. Pancasila menjadi landasan yang paling tepat untuk diterapkan sebagai sistem
akuntansi yang berkeadilan. Karena Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa.
Mempersatukan bangsa antar suku, ras, agama, budaya dan lainnya. Penerapan CSR
bukanlah semata pertanggungjawaban karena kepentingan perusahaan sendiri,
melainkan kepentingan seluruh apa yang ada di jagad raya.

C. KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konsep Deep Ecology
sangatlah penting dalam penerapan CSR. Karena konsep Deep Ecology sebagai acuan
dalam melihat kondisi alam. CSR bukan hanya pelaporan pertanggungjawaban semata,
melainkan bentuk kesadaran atas apa yang telah dilakukan terhadap alam. Alam
bukanlah alat objektivitas, tapi konsep Deep Ecology menerangkan bahwa manusia,
alam, dan seluruh di jagad raya mempunyai posisi yang sama. Kemudian mengenai
konsep Deep Ecology ini tidak hanya berdiri sendiri tanpa turut andil oleh pemerintah.
Pancasila merupakan alat yang dapat digunakan sebagai pemersatu dalam menyusun
CSR. Di lihat dari beberapa definisi mengenai akuntansi dalam Pancasila yaitu untuk
sila pertama menggambarkan bahwa akuntansi dalam CSR merupakan suatu bentuk
pertanggungjawaban terhadap seluruh aspek, dan bentuk pertanggungjawaban terhadap
Tuhan demi keberlangsungan suatu perusahaan kelak mempengaruhi lingkungan sosial
dan lingkungan alam, sila kedua bahwa adab dan keadilan merupakan poin penting
akuntansi dalam mempertanggungjawabkan segala aspek yang perlakuan usahanya
demi keberlanjutan perusahaan, sila ketiga bahwa akuntansi berlandasan persatuan
Indonesia sebagai bentuk upaya menyatukan persaudaraan dengan berbagai jenis
perbedaan, sila keempat proses mengangkat derajat rakyat dalam segi aktivitas

HUSNIAR (A062191026) Page 12


keuangan, dan sila kelima adalah proses menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan
rohani manusia dalam hal aktivitas keuangan untuk membangun perekonomian
berkerakyatan.
Dari penjelasan tersebut, maka penerapan CSR yang selama ini hanya
menjadikan sebagai tanggungjawab karena kepentingan perusahaan menjaga nama baik
tanpa memikirkan kondisi yang sebenarnya dirasakan oleh lingkungan dan sosial. Maka
pancasila merupakan alat yang dapat dijadikan sebagai pegagangan hidup dalam
melaporkan CSR dengan memegang konsep Deep Ecology.

HUSNIAR (A062191026) Page 13


DAFTAR PUSTAKA

Dinar. (2016). Konsep Akuntansi. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan (INFAK),
3(1).

Firdaus, A. (2017). Pancasila Enterprise Theory and Pancasila Bottom Line : Suatu
Kajian Mengakuisisi Akuntansi Ke-Indonesia-an dari Jeratan Kapitalisme.
Industrial Research Workhsop and National Seminar, 330–331.

Hotman, J., & Sitorus, E. (2015). Membawa pancasila dalam suatu definisi akuntansi.
Universitas Brawijaya, 254–271.

Makki, M., Ali, S. H., & Vuuren, K. Van. (2015). The Extractive Industries and Society
‘ Religious identity and coal development in Pakistan ’: Ecology , land rights and
the politics of exclusion. Biochemical Pharmacology.
https://doi.org/10.1016/j.exis.2015.02.002

Mulawarman, A. D. (2013). Nyanyian Metodologi Akuntansi ala Nataatmadja:


Melampaui Derridian Mengembangkan Pemikiran Bangsa “Sendiri.” Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, 4(April). https://doi.org/10.18202/jamal.2013.04.7189

Musgrave, J., & Woodward, S. (2016). Ecological systems theory approach to corporate
social responsibility: Contextual perspectives from meeting planners. Event
Management, 20(3), 365–381.
https://doi.org/10.3727/152599516X14682560744712

Ramdhan, M. I. (2009). Tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam perspektif filsafat
pancasila. Jurnal Legilasi Indonesia, 6(1), 183–192.

Salampessy. (2012). Konsep Kepemilikan Dalam Akuntansi Berdasarkan Falsafah


Pancasila. Universitas Brawijaya Malang

Satmaidi, E. (2015). Jurnal Penelitian Hukum Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X,


Vol. 24, No. 2, Agustus 2015. Jurnal Penelitian Hukum Supremasi Hukum, 24(2).

Suyudi, M. (2010). ustainability Reporting Konsep Quardarangle Bottom Line (QBL)


Dimensi Enviromental Performance. Karya Ilmiah Akuntansi Politeknik Negeri
Samarinda, 6(2), 1537–1549.

HUSNIAR (A062191026) Page 14


HUSNIAR (A062191026) Page 15

Anda mungkin juga menyukai