Tutor :
Kelompok B8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
SKENARIO 4
Seorang wanita berusia 47 tahun dating ke poli umum RSUD untuk melakukan general check up.
Saat ini pasien tidak mempunyai keluhan apapun tetapi menginginkan pemeriksaan darah lengkap
untuk mengetahui apakah ada penyakit ditubuhnya karena selama ini pasien mengaku tidak
menjaga pola makannya dan jarang berolahraga. Dari pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Dari pemeriksaan fisik: tinggi badan 155 cm, berat badan 70 kg, lingkar pinggang 93 cm. Setelah
dilakukan pemeriksaan darah mendapatkan hasil: asam urat 10 mg/dL, kolesterol total 250 mg/dL,
trigliserid 200 mg/dL.
Dokter menganjurkan perubahan gaya hidup walaupun saat ini pasien belum mempunyai keluhan
apapun untuk mencegah komplikasi yang bakal dialami pasien tersebut. Selain itu dokter juga
memberikan beberapa macam obat sebelum jadwal control ulang.
BAB II
General check up
Pada langkah ini, setiap anggota kelompok tutorial wajib mengumpulkan informasi baru
sebanyak-banyaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai (sesuai dengan
langkah 5). Informasi baru dapat diperoleh dari bahan pustaka di perpustakaan atau bahan
yang dimiliki anggota kelompok tutorial. Selain itu, mereka dapat memperoleh informasi baru
dari kuliah (pakar) termasuk praktikum dan konsultasi dengan pakar. Secara garis besar, ada
beberapa topik yang dapat dicari berdasarkan tujuan pembelajaran skenario ini.
G. Langkah 7: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh
A. Pemeriksaan Elektrolit
Asam Urat terbentuk dari penguraian asam nukleat. Konsentrasi urat dalam serum
meningkat bila terdapat kelebihan produksi atau destruksi sel (contoh; psoriasis, leukimia)
atau ketidakmampuan mengekresi urat melalui ginjal.
Implikasi Klinik:
Hiperurisemia dapat terjadi pada leukimia, limfoma, syok, kemoterapi, metabolit asidosis
dan kegagalan ginjal yang signifikan akibat penurunan eksresi atau peningkatan produksi
asam urat.
Obat yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah meliputi; tiazid, salisilat (<2
g/hari), etambutol, niasin dan siklosporin.
Obat yang dapat menurunkan kadar asam urat darah meliputi: allopurinol, probenesid,
sulfinpirazon dan salisilat (>3 g / hari)
Perawatan pasien:
Interpretasikan hasil pemeriksaan dan monitor fungsi ginjal, tanda gout atau gejala
leukemia. Kadar asam urat seharusnya turun pada pasien yang diterapi dengan obat yang
bersifat uricosuric seperti allopurinol, probenesid, dan sulfi npirazon.
B. Pemeriksaan Lemak
Implikasi klinik:
• Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit pembuluh darah koroner atau hiperlipidemia
bawaan. Peninggian kadar dapat terjadi pada sampel yang diambil segera. Hal serupa
terjadi pula pada hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM, hipotiroidism, sakit kuning
yang parah, sindrom nefrotik, hiperlipidemia bawaan dan idiopatik serta penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
• Penurunan LDL dapat terjadi pada pasien dengan hipoproteinemia atau alfa-beta-
lipoproteinemia.
Deskripsi: HDL merupakan produk sintetis oleh hati dan saluran cerna serta katabolisme
trigliserida
Implikasi klinik:
• Terdapat hubungan antara HDL – kolesterol dan penyakit arteri koroner
• Peningkatan HDL dapat terjadi pada alkoholisme, sirosis bilier primer, tercemar racun
industri atau poliklorin hidrokarbon. Peningkatan kadar HDL juga dapat terjadi pada pasien
yang menggunakan klofi brat, estrogen, asam nikotinat, kontrasepsi oral dan fenitoin.
• Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus fi brosis sistik, sirosis hati, DM, sindrom
nefrotik, malaria dan beberapa infeksi akut. Penurunan HDL juga dapat terjadi pada pasien
yang menggunakan probucol, hidroklortiazid, progestin dan infus nutrisi parenteral.
3. Trigliserida
Deskripsi : Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk kilomikron dan
VLDL (very low density lipoproteins)
Implikasi klinik :
• Trigliserida meningkat dapat terjadi pada pasien yang mengidap sirosis alkoholik,
alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis bilier, obstruksi bilier, trombosis cerebral, gagal
ginjal kronis, DM, Sindrom Down’s, hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik,
hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III, IV, dan V), penyakit penimbunan glikogen (tipe I, III,
VI), gout, penyakit iskemia hati hipotiroidism, kehamilan, porfi ria akut yang sering
kambuh, sindrom sesak nafas, talasemia mayor, hepatitis viral dan sindrom Werner,s
2) Dislipidemia
Epidemiologi
Banyak penelitian hingga saat ini menemukan bahwa dislipidemia sebagai penyebab
morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan yang tinggi. Selain itu, dislipidemia merupakan
salah satu faktor risiko penting terjadinya penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab
kematian utama di Amerika Serikat.6
Definisi
Klasifikasi
a. Klasifikasi fenotipik
Hiperkolesterolemia
b) Hipertrigliseridemia
c) Campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia (dislipidemia campuran)
PATOFISIOLOGI
Abnormalitas lipoprotein dapat ditemukan pada individu dengan obesitas sentral sebagai
akibat dari resistensi insulin yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan lipoprotein
seiring dengan terjadinya peningkatan kandungan lemak tubuh.
MANIFESTASI KLINIS
a. Umum :
Nyeri dada yang tidak parah hingga parah, palpitasi, berkeringat, gelisah, sesak
napas, kehilangan kesadaran atau sulit bicara maupun bergerak, nyeri perut,
kematian mendadak.
DIAGNOSIS
Diagnosis dislipidemia didapatkan dengan pemeriksaan laboraturium profil lipid plasma.
Pemeriksaan ini dianjurkan pada setiap orang dewasa berusia lebih dari 20 tahun. Kadar lipid
plasma yang diperiksa meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida. Apabila ditemukan hasil yang normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulangan
setiap lima tahun.10 NCEP ATP III pada tahun 2011 membuat suatu batasan kadar lipid
plasma yang sampai saat ini masih digunakan.
TATALAKSANA
Kebanyakan pasien dislipidemia dapat ditatalaksana dengan terapi nutrisi medik yang
intensif. Mengurangi asupan lemak jenuh dan kandungan kalori total dapat menurunkan kadar
LDL kolesterol 10 sampai 15%. Kadar trigliserida plasma dapat menurun 20 Ð 40% setelah
diterapkan intervensi diet atau terapi nutrisi medik. Program latihan fisik yang teratur dapat
meningkatkan kadar HDL kolesterol 10 sampai 15%, sama efektifnya dengan terapi
farmakologik namun tanpa efek samping dan biayanya murah. Sebaliknya pada kebanyakan
pasien, terapi nutrisi medik gagal mencapai sasaran kadar LDL kolesterol yang diinginkan
sehingga perlu diberikan tambahan terapi farmakologik.
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan
kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik
sepeda, berenang dll. Penting sekali diperhatikan agar jenis olahraga disesuaikan dengan
kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar dilakukan secara terus menerus. The
American Heart Association merekomendasikan untuk pasien dislipidemia dengan Penyakit
Kardiovaskular bahwa terapi nutrisi Medik maksimal dapat menurunkan kadar LDL
kolesterol sebesar 15 sampai 25mg/dl. Jadi, bila kadar LDL kolesterol mengalami peningkatan
lebih dari 25 mg/dl diatas kadar sasaran terapi, hendaklah diputuskan untuk menambahkan
terapi farmakologik terutama terhadap pasien-pasien dengan risiko tinggi (pasien DM dengan
riwayat infark miokard sebelumnya atau dengan kadar LDL kolesterol tinggi).
2. Penatalaksanaan farmakologik
a. Golongan Statin
Golongan statin bekerja sedikitnya melalui 2 mekanisme. Pertama, statin menghambat
kerja enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol, yaitu enzim
HMG-CoA reductase, jadi secara langsung menghambat biosintesis kolesterol. Kedua,
statin merangsang upregulasi reseptor LDL didalam sel-sel hati, sehingga meningkatkan
bersihan LDL kolesterol. Statin bekerja melalui hambatan terhadap sintesis prenylated protein
seperti geranyl-geranyl pyrophosphate dan farnesyl-farnesyl pyrophosphate, sehingga secara
tidak langsung memediasi proses intraseluler yang terlibat dalam arus lalu lintas sinyal
intraseluler dan sintesis protein. Hambatan produksi prenylated protein akan menghentikan
aktivasi protein- protein regulasi tertentu melalui proses prenilasi (penambahan suatu struktur
karbon spesifik pada molekul protein). Protein-protein regulasi ini antara lain Ras, Rac dan
Rho, yang berperan dalam mempertahankan kehidupan sel, pertumbuhan sel dan
keberlangsungan komunikasi sel serta menghambat apoptosis.
Apoptosis yang terjadi akibat pengaruh pemberian statin dapat mengurangi volume plak
aterosklerosis melalui regulasi terhadap proliferasi sel otot polos. Proses yang sama juga
terjadi didalam otot rangka, dimana secara teoritis pada pemberian statin akan menimbulkan
kerusakan sel-sel otot rangka, sehingga menimbulkan myositis dan rhabdomyolysis.
Sampai saat ini ada 6 jenis obat golongan statin, yaitu Lovastatin, Simvastatin, Pravastatin,
Atorvastatin, Fluvastatin dan Rosuvastatin.
b. Bile acid sequestrants (BAS) atau bile acid binding resins
Golongan obat ini bekerja mengikat asam empedu didalam saluran cerna dan mencegah
reabsorpsinya kedalam sirkulasi enterohepatik melalui protein transpor asam empedu didalam
ileum. Bile acid sequestrants menurunkan kadar LDL kolesterol dengan beberapa cara, antara
lain:
1.Meningkatkan katabolisme kolesterol melalui up regulasi enzim 7-hydroxylase, suatu
enzim yang berperan dalam proses konversi kolesterol menjadi asam empedu.
2.Meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada permukaan sel-sel hati sehingga dapat
meningkatkan bersihan lipoprotein yang mengandung Apo B-100 dari plasma. BAS dapat
digunakan sebagai monoterapi atau sebagai bagian dari terapi kombinasi dengan statin.
Diantara golongan BAS, cholestyramine (Questran) dan colestipol (Colestid) terbukti efektif
dalam menurunkan kadar LDL kolesterol, namun efek samping saluran cerna membatasi
penggunaannya
c. Golongan Niacin dan Fibrat
Niacin dan fibrates sering digunakan dalam pengobatan hipertrigliseridemia dan atau HDL
kolesterol yang rendah (sering dikombinasi dengan obat golongan lain). Namun kedua
golongan obat tersebut memiliki kekuatan yang kurang dalam menurunkan kadar LDL
kolesterol (5-20%) terutama pada pasien yang mengalami dislipidemia campuran dimana
disamping mengalami peningkatan kadar LDL kolesterol juga ditemukan hipertrigliseridemia
dan penurunan kadar HDL kolesterol. Selain itu perlu diperhatikan bila kadar TG > 350 mg/dl,
maka kadar LDL kolesterol dapat mengalami peningkatan dengan terapi fibrat. Hal ini
disebabkan karena gangguan konversi partikel2 VLDL menjadi LDL pada pasien- pasien
dengan hipertrigliseridemia berat.
d. Golongan Cholesterol Absorption Inhibitors
Ezetimibe merupakan obat baru yang beredar dipasaran mulai tahun 2003 dan tersedia
dalam bentuk tablet 10 mg. Ezetimibe merupakan jenis pertama dari golongan cholesterol
absorption inhibitor, yang bekerja di brush border enterosit jejunum untuk menghambat
ambilan empedu dan sumber-sumber makanan yang mengandung kolesterol. Secara spesifik,
ezetimibe berikatan dengan the Nieman Pick C1 like-1 sterol transporter yang berperan dalam
transpor kolesterol dan phytosterol kedalam sel-sel usus halus. Obat ini dapat menurunkan
pengangkutan kolesterol usus halus menuju hati dan menurunkan simpanan kolesterol hati
dan peningkatan bersihan kolesterol didalam darah. Ezetimibe tidak mempengaruhi absorpsi
TG, asam lemak, asam empedu atau vitamin-vitamin yang larut lemak seperti vitamin A,D,E
dan α serta β-cartones.
Ezetimibe monoterapi dapat menurunkan kadar LDL sekitar 18%, kolesterol sebesar 13%
dan trigliserida sebesar 8%, namun sangat sedikit efeknya terhadap HDL. Bila dikombinasi
dengan statin, efeknya akan meningkat, sehingga dapat menurunkan LDL sebesar 25%,
trigliserida sebesar 14% dan peningkatan ringan dari HDL sebesar 3%. Ezetimibe tidak
memberikan efek samping yang berat, karena hanya 20% yang diserap kedalam sirkulasi
enterohepatik.
e. Terapi Kombinasi
Banyak studi yang membuktikan bahwa terapi kombinasi antara statin dan berbagai obat
lain seperti bile acid resin, fibrat dan niacin memberikan manfaat yang lebih baik dalam hal
penurunan kadar LDL kolesterol, namun pemakaiannya terkendala oleh meningkatnya
kejadian efek samping dan interaksi obat. Gemfibrozil dapat meningkatkan kadar statin
dengan cara hambatan terhadap enzim CYP450. Gemfibrozil mengalami glukuronidasi
melalui kerja enzim UPD-glucuronosyl-transferase, yang juga dapat memediasi glukuronidasi
statin. Glukuronidasi sekarang dikenal sebagai jalur utama eliminasi metabolit2 aktif asam
hidroksi dari statin. Fenofibrat tidak mempengaruhi kerja enzim-enzim yang memediasi
glukuronidasi statin. Fenofibrat mengalami glukuronidasi melalui jalur lain dan tidak
berkompetisi dengan statin. Oleh karena itu kombinasi statin dengan fenofibrat relatif lebih
aman dibandingkan dengan kombinasi statin dan gemfibrozil. Kombinasi ezetimibe dengan
statin merupakan strategi baru dalam memperbaiki profil lipid pada pasien DM tipe 2. Studi
terbaru menunjukkan bahwa kombinasi ezetimibe dengan simvastatin pada dosis 10/10,10/20,
10/40 dan 10/80 mg menghasilkan penurunan kadar LDL kolesterol, total kolesterol,
trigliserida, non-HDL cholesterol dan apolipoprotein (Apo) B yang lebih besar dibandingkan
simvastatin monoterapi serta ditoleransi dengan baik.
3) Hiperurisemia
Hiperurisemia telah diidentifikasi dengan atau dianggap sama dengan asam urat, tetapi
asam urat sekarang telah diidentifikasi sebagai penanda untuk sejumlah kelainan
metabolik dan hemodinamik.
Kadar asam urat dalam darah adalah fungsi keseimbangan antara pemecahan purin dan
laju ekskresi asam urat. Secara teoritis, perubahan dalam keseimbangan ini dapat
menyebabkan hiperurisemia, meskipun eliminasi yang rusak secara klinis menyumbang
sebagian besar kasus hiperurisemia.
Pasien biasanya tanpa gejala, dan tidak ada temuan fisik spesifik yang dikenali.
Presentasi gejala dapat meliputi yang berikut:
Pada artritis gout akut, sendi yang terkena biasanya hangat, eritematosa, bengkak,
dan sangat nyeri.
Pasien dengan artritis gout kronis dapat mengembangkan tophi di heliks atau
antihelix telinga, di sepanjang permukaan ulnar lengan bawah, di bursa olecranon, atau
di jaringan lain
Pada nefrolitiasis asam urat, pasien dapat mengalami nyeri tekan perut atau panggul
Hiperurisemia umumnya dibagi menjadi tiga kategori patofisiologis: asam urat yang
kurang, kelebihan produksi asam urat, dan kombinasi penyebabnya.
Farmakoterapi
1. NSAID
Digunakan sebagai managemen sakit dan peradangan pada gout.
Contoh obat: Indomethacin
2. Xanhine Oxidase Inhibitors
Mencegah serangan artritis gout dan nefropati. Digunakan untuk mengobati
hiperurisemia akibat diuretic atau antineoplastic.
Contoh obat: allopurinol, febuxostat
3. Selective Uric Acid Reabsorption Inhibitor (SURI)
Contoh obat: lesinurad
4. Uricosuric Agents
Secara kompetitif menghambat reabsorpsi asam urat dalam tubulus ginjal proksimal
hal tersebut mempromosikan ekskresi asam urat dan menurunkan kadar asam urat
serum.
Contoh obat: probenecid
5. Antigout Agents
Treatment untuk serangan gout akut dan pencegahan atas kekambuhan.
Contoh obat: kolkisin
6. Carbonic Anhydrase Inhibitors
Menurunkan kelarutan asam urat.
Contoh obat: acetazolamide
7. Glucocorticoids
Memiliki sifat antiinflamasi (glukokortikoid) dan penahan garam (mineralokortikoid).
Glukokortikoid memiliki efek metabolisme yang dalam dan bervariasi dan
memodifikasi respons imun tubuh terhadap rangsangan yang beragam.
Contoh obat: prednisone, dexamethasone
8. Urate Oxidase Enzyme (Recombinant)
Memfasilitasi konversi urat menjadi produk yang lebih larut, alantoin.
Contoh obat: pegloticase, rasburicase
9. Alkalinizing Agent, Oral
Digunakan untuk meningkatkan Ph urine.
Contoh obat: potassium citrate.
4) Sindrom Metabolik
Sindrom Metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko yang terdiri atas
obesitas, hipertensi, hiperglikemia puasa dan dislipidemia yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya T2DM dan penyakit kardiovaskuler.
Proses lipolisis yang tinggi menyebabkan jumlah stress oksidatif yang dihasilkan
juga sangat tinggi. Terjadi peningkatan jumlah reactive oxygen species (ROS) akibat
peningkatan aktivitas enzim oksidase dan disregulasi hormon adipositas. Peningkatan
stress oksidatif menyebabkan gangguan metabolisme, baik asupan glukosa pada otot
maupun pada jaringan adipose, penurunan sekresi insulin dan kerusakan sel sehingga
terjadi disfungsi endotel, aterosklerosis sampai akhirnya terjadi penyakit vaskuler.
Tubuh kita sebenarnya memiliki mekanisme defensive terhadap stress oksidatif.
Superoksida dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GPx) dan katalase merupakan
enzim yang dapat mendegradasi ROS. Superoksida dismutase mengubah superoksida
menjadi hydrogen peroksida (H2O2) dan molekul oksigen (O2). Penurunan aktivitas
SOD merupakan penanda penting stress oksidatif. Penurunan SOD meningkatkan
risiko penyakit vaskuler.
PEDOMAN PRAKTIS
MEMANTAU STATUS GIZI ORANG DEWASA
PEDOMAN PRAKTIS
UNTUK
MEMPERTAHANKAN BERAT BADAN NORMAL BERDASARKAN INDEKS MASSA
TUBUH (IMT)
DENGAN GIZI SEIMBANG
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan
batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-
laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan
dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan
menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan
adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan
ambang batas pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia,
batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa
negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia
adalah sebagai berikut:
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat
atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat
ringan atau KEK ringan.
Eko dengan tinggi badan 148 cm, mempunyai berat badan 38 kg.
38
-------------------- = 17,3
(1,48 X 1,48) m
Status gizi Eko adalah kurus tingkat ringan. Eko dianjurkan menaikkan berat badan sampai
menjadi normal antara 41- 54 kg dengan IMT 18,5 – 25,0.
PERHATIAN !
Seseorang yang termasuk kategori kekurangan berat badan tingkat ringan (KEK ringan)
sudah perlu mendapat perhatian untuk segera menaikkan berat badan.
Opong dengan tinggi badan 159 cm, mempunyai berat badan 70 kg. Maka IMT Opong adalah
:
70 70
-------------------- = -------- = 27,7
(1,59 X 1,59) m 2,53
Berarti status gizi Opong adalah gemuk tingkat berat, dan Opong dianjurkan menurunkan berat
badannya sampai menjadi 47- 63 kg agar mencapai berat badan normal (dengan IMT 18,5 –
25,0).
PERHATIAN !
Seseorang dengan IMT > 25,0 harus berhati-hati agar berat badan tidak naik. Dianjurkan
untuk menurnkan berat badannya sampai dalam batas normal.
Tatalaksana hiperurisemia
1. Obat golongan urikosurik
- berfungsi meningkatkan ekskresi asam urat di ginjal. Obat golongan ini tidak boleh
diberiikan pada penderita nefropati gout.
- Ada 2 macam obat, yaitu:
1.) Probenesid, dengan dosis 3 x 500 mg/hari
2.) Sulfinpirazon, dengan dosis 200-400 mg/hari
2. Obat golongan xantin oksidase inhibitor, diberikan jika penderita tidak merespon atau
intoleran terhadap obat urikosurik, penderita dengan nefropati gout, dan penderita
dengan tofus besar.
- Allopurinol
Dosis 100-300 mg/hari
3. Kolkisin
4. OAINS atau Kortikosteroid
5. Analgetik selain aspirin
Tatalaksana dyslipidemia
1. Statin
- Berkerja dengan menghambat HMG-CoA reduktase
- Menurunkan kolesterol LDL, meningkatkan HDL, dan menurunkan trigliserid
- Dosis statin :
2. Ezetimibe
- Bekerja dengan menghambat ambilan kolesterol dari diet dan kolesterol empedu
tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak
- Harus diminum Bersama dengan statin
- Dosis: 10 mg/hari
3. Bile acid sequestrant
- Bekerja dengan mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga
menghambat sirkulasi enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan
perubahan kolesterol menjadi asam empedu di hati
- Ada 3 macam obat, yaitu :
1.) Kolestiramin dengan dosis 4-24 gram/hari
2.) Kolestipol dengan dosis 5-30 gram/hari
3.) Kolesevelam dengan dosis 3,8-4,5 gram/hari
4. Fibrat
- Bekerja dengan menurunkan regulasi gen apoC-III serta meningkatkan regulasi gen
apoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan peningkatan
katabolisme TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol
VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi apoA-I
dan apoA-II menyebabkan meningkatnya konsentrasi kolesterol HDL.
- Ada 2 macam obat, yaitu :
1.) Fenofibrat dengan dosis 200 mg/hari
2.) Gemfibrozil dengan dosis 1200 mg/hari
5. Asam nikotinat
- Bekerja menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke
hepar sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang
- Dosis awal yang diberikan : 500 mg/hari
6. Inhibitor Cholesteryl ester transfer protein
- Bekerja dengan meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL dan menurunkan
konsentrasi kolesterol LDL melalui reversed cholesterol transport
- Terdapat 3 macam obat, yaitu:
1.) Torcetrapib (telah ditarik dari pasaran)
2.) Dalcetrapib
3.) Anacetrapib, dengan dosis awal 40 mg
7. Aferesis kolesterol LDL
- Tindakan aferesis ditujukan bagi pasien dengan HoFH atau HeFH berat.
- Terapi ini bekerja dengan membuang kolesterol LDL dan Lp(a) dari plasma selama
dilakukan sirkulasi ekstrakorporeal setiap 1 atau 2 minggu sekali
8. Terapi kombinasi
- Dengan mengkombinasikan beberapa obat di atas.
7) Prognosis dan Komplikasi SM
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan biasanya tidak
sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi
cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.
subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.
Komplikasi:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat mengakibatkan
luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring, seperti pinggul, sendi kaki,
pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada
otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral
pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur sudah
tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi pada 3 bulan
paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
g. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dannyeri bahu pada
bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome) terjadi
pada 27% pasien stroke.
Tatalaksana non farmakologi pada hiperurisemia meliputi edukasi pasien, perubahan gaya
hidup dan tatalaksana terhadap penyakit komorbid antara lain hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes mellitus.
1. Diet Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gout diantaranya
- faktor genetik
- berat badan berlebih (overweight)
- konsumsi obat-obatan tertentu (contoh: diuretik)
- gangguan fungsi ginjal
- gaya hidup yang tidak sehat (seperti: minum alkohol dan minuman berpemanis).
Hindari makanan yang mengandung tinggi purin dengan nilai biologik yang tinggi seperti
hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan yang harus dibatasi konsumsinya
antara lain daging sapi, domba, babi, makanan laut tinggi purin (sardine, kelompok shellϔish
seperti lobster, tiram, kerang, udang, kepiting, tiram, skalop).
Alkohol dalam bentuk bir, wiski dan fortiϔied wine meningkatkan risiko serangan gout.
Demikian pula dengan fruktosa yang ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada minuman
ringan dan jus buah juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum. Sementara konsumsi
vitamin C, dairy product rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan
kopi menurunkan risiko serangan gout. Pengaturan diet juga disarankan untuk menjaga berat
tubuh yang ideal. Diet yang ketat dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain pengaturan
makanan, konsumsi air yang cukup juga menurunkan risiko serangan gout. Asupan air
minum >2 liter per hari disarankan pada keadaan gout dengan urolithiasis. Sedangkan saat
terjadi serangan gout direkomendasikan untuk meningkatkan asupan air minum minimal 8
– 16 gelas per hari. Keadaan dehidrasi merupakan pemicu potensial terjadinya serangan gout
akut.
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout Perhimpunan Reumatologi Indonesia
2018
2. Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama 30−60 menit. Olahraga
meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular.
Olahraga bertujuan untuk menjaga berat badan ideal dan menghindari terjadinya gangguan
metabolisme yang menjadi komorbid gout. Namun, latihan yang berlebihan dan berisiko
trauma sendi wajib dihindari (Reumatologi, 2018).
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
Kegiatan tutor pertama kelompok B8 semester 3 blok penyakit sistem metabolisme dan
endokrin berjalan cukup lancar. Pada pertemuan terakhir kegiatan tutorial semester 3 ini,
kelompok kami membahas jump 1 sampai dengan jump 5. Kelompok kami cukup aktif dalam
menyampaikan pendapat dan materi yang telah kami pelajari dan diskusi berjalan dengan baik.
Setiap anggota telah mencari dan mengumpulkan materi/ informasi secara mandiri pada pertemuan
kedua, sehingga learning object dapat terjawab.
Untuk kegiatan tutorial berikutnya sebaiknya setiap anggota kelompok telah mempersiapkan
materi yang berhubungan dengan topik sesuai scenario, pendalaman materi juga diperlukan
sehingga diskusi dalam tutor dapat berkembang dan terkesan hidup (tidak kaku dan pasif). Semua
anggota diharapkan dapat berperan aktif dalam kegiatan tutorial dan tidak ada anggota yang diam
saja dan memperhatikan, sehingga kegiatan tutorial dapat berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan dari LO dan menanamkan pola berpikir kritis dalam menghadapi suatu masalah melalui
sumber- sumber yang kebenarannya telah diuji.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Pusparini. (2007). Obesitas Sentral, Sindrom Metabolik, dan Diabetes Melitus Tipe Dua.
UNIVERSA MEDICINA, 195-204.
KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classifi cation, and
Stratifi cation. 2000. National Kidney Foundation.
Kahn R, Buse J, Ferrannini E, Stern M: The metabolic syndrome: time for a critical appraisal: joint
statement from the American Diabetes Association and the European Association for the
Study of Diabetes. Diabetes Care 28:2289–2304, 2005
Mozzafarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al., on behalf of the
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Heart disease and stroke statistics—2016 update: a report from the American Heart
Association. Circulation 2016;133(4):e38–360.