Anda di halaman 1dari 38

Laporan Tutorial

Blok Integumen and Musculoskeletal Disease


Skenario 4

Tutor :

Kelompok B8

Muhammad Fiqri Valentino G0017144


Muhammad Harits Fauzan G0017146
Muhammad Irfan Bhagaskara G0017148
Muhammad Narasnama Fadjar G0017150
Putri Ni’matul Fakhiyah G0017172
Rahmah Hasanah Putri G0017176
Rizkia Chairina Yuliandita G0017182
Salsabila Resaputri Mulyono G0017186
Sandra Lestari G0017188
Senja Nurhayati G0017190
Septheeva Ratri Rhesandrea G0017192

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

SKENARIO 4

Apakah saya sehat-sehat saja dok?

Seorang wanita berusia 47 tahun dating ke poli umum RSUD untuk melakukan general check up.
Saat ini pasien tidak mempunyai keluhan apapun tetapi menginginkan pemeriksaan darah lengkap
untuk mengetahui apakah ada penyakit ditubuhnya karena selama ini pasien mengaku tidak
menjaga pola makannya dan jarang berolahraga. Dari pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Dari pemeriksaan fisik: tinggi badan 155 cm, berat badan 70 kg, lingkar pinggang 93 cm. Setelah
dilakukan pemeriksaan darah mendapatkan hasil: asam urat 10 mg/dL, kolesterol total 250 mg/dL,
trigliserid 200 mg/dL.

Dokter menganjurkan perubahan gaya hidup walaupun saat ini pasien belum mempunyai keluhan
apapun untuk mencegah komplikasi yang bakal dialami pasien tersebut. Selain itu dokter juga
memberikan beberapa macam obat sebelum jadwal control ulang.
BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1: Membaca skenario dan mengklarifikasi kata sulit


Dalam skenario ini, kami mengklarifikasi istilah-istilah berikut:
1. Trigliserid : senyawa yang terdiri atas asam lemak dan ester
2. Asam urat : produk terakhir katabolisme nukleotida purin
3. General check up : pemeriksaan kesehatan satu bulan sekali (darah, kolesterol, urin,
dll)

B. Langkah 2: Merumuskan permasalahan


1. Berapakah kadar normal asam urat, kolesterol, dan trigliserid?
2. Komplikasi apa sajakah yang mungkin dialami pasien?
a. Penyakit yang mungkin diderita
b. Akibat dari olahraga yang kurang dan pola makan yang buruk
3. Apakah ada kelainan yang didiagnosis berdasarkan hasil laboratorium?
4. Obat apa sajakah yang mungkin diberikan dokter pada pasien?
5. Perubahan pola hidup yang bagaimanakah yang harus dilakukan pasien?
6. Bagaimana status gizi pasien?
7. Bagaimanakah tata laksana komplikasi yang mungkin dialami pasien?

C. Langkah 3: Menganalisis permasalahan dalam bentuk pertanyaan dan membuat


jawaban sementara mengenai permasalahan tersebut
D. Langkah 4: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis

General check up

E. Langkah 5: Merumuskan Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pengukuran status gizi


2. Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaab lab general check up
3. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari hasil pemeriksaan fisik dan lab general
check up
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dari komplikasi yang mungkin diderita
5. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dari komplikasi
F. Langkah 6: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok

Pada langkah ini, setiap anggota kelompok tutorial wajib mengumpulkan informasi baru
sebanyak-banyaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai (sesuai dengan
langkah 5). Informasi baru dapat diperoleh dari bahan pustaka di perpustakaan atau bahan
yang dimiliki anggota kelompok tutorial. Selain itu, mereka dapat memperoleh informasi baru
dari kuliah (pakar) termasuk praktikum dan konsultasi dengan pakar. Secara garis besar, ada
beberapa topik yang dapat dicari berdasarkan tujuan pembelajaran skenario ini.

G. Langkah 7: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

1) Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium

A. Pemeriksaan Elektrolit

Asam Urat terbentuk dari penguraian asam nukleat. Konsentrasi urat dalam serum
meningkat bila terdapat kelebihan produksi atau destruksi sel (contoh; psoriasis, leukimia)
atau ketidakmampuan mengekresi urat melalui ginjal.

Nilai Normal Asam Urat

Pria: 3.6 - 8.5 mg/dL SI unit: 214 - 506 umol/L

Wanita: 2.5 - 6.6 mg/dL SI unit: 137 - 393 umol/L

Implikasi Klinik:

Hiperurisemia dapat terjadi pada leukimia, limfoma, syok, kemoterapi, metabolit asidosis
dan kegagalan ginjal yang signifikan akibat penurunan eksresi atau peningkatan produksi
asam urat.

Nilai asam urat dibawah normal tidak bermakna secara klinik.

Obat yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah meliputi; tiazid, salisilat (<2
g/hari), etambutol, niasin dan siklosporin.
Obat yang dapat menurunkan kadar asam urat darah meliputi: allopurinol, probenesid,
sulfinpirazon dan salisilat (>3 g / hari)

Perawatan pasien:

Interpretasikan hasil pemeriksaan dan monitor fungsi ginjal, tanda gout atau gejala
leukemia. Kadar asam urat seharusnya turun pada pasien yang diterapi dengan obat yang
bersifat uricosuric seperti allopurinol, probenesid, dan sulfi npirazon.

B. Pemeriksaan Lemak

1. LDL (low density lipoprotein)

Nilai normal: <130 mg/dL SI: < 3,36 mmol/L

Nilai batas: 130 - 159 mg/dL SI: 3,36 - 4,11 mmol/L

Resiko tinggi: ≥160 mg/dL SI: ≥ 4,13 mmol/L

Deskripsi: LDL adalah B kolesterol

Implikasi klinik:

• Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit pembuluh darah koroner atau hiperlipidemia
bawaan. Peninggian kadar dapat terjadi pada sampel yang diambil segera. Hal serupa
terjadi pula pada hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM, hipotiroidism, sakit kuning
yang parah, sindrom nefrotik, hiperlipidemia bawaan dan idiopatik serta penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.

• Penurunan LDL dapat terjadi pada pasien dengan hipoproteinemia atau alfa-beta-
lipoproteinemia.

2. HDL (High density lipoprotein)

Nilai normal : Dewasa: 30 - 70 mg/dL SI = 0,78 - 1,81 mmol/L

Deskripsi: HDL merupakan produk sintetis oleh hati dan saluran cerna serta katabolisme
trigliserida

Implikasi klinik:
• Terdapat hubungan antara HDL – kolesterol dan penyakit arteri koroner

• Peningkatan HDL dapat terjadi pada alkoholisme, sirosis bilier primer, tercemar racun
industri atau poliklorin hidrokarbon. Peningkatan kadar HDL juga dapat terjadi pada pasien
yang menggunakan klofi brat, estrogen, asam nikotinat, kontrasepsi oral dan fenitoin.

• Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus fi brosis sistik, sirosis hati, DM, sindrom
nefrotik, malaria dan beberapa infeksi akut. Penurunan HDL juga dapat terjadi pada pasien
yang menggunakan probucol, hidroklortiazid, progestin dan infus nutrisi parenteral.

3. Trigliserida

Nilai normal : Dewasa yang diharapkan

Pria : 40 - 160 mg/dL SI: 0,45 - 1,80 mmol/L

Wanita : 35 - 135 mg/dL SI: 0,4 - 1,53 mmol/L

Deskripsi : Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk kilomikron dan
VLDL (very low density lipoproteins)

Implikasi klinik :

• Trigliserida meningkat dapat terjadi pada pasien yang mengidap sirosis alkoholik,
alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis bilier, obstruksi bilier, trombosis cerebral, gagal
ginjal kronis, DM, Sindrom Down’s, hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik,
hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III, IV, dan V), penyakit penimbunan glikogen (tipe I, III,
VI), gout, penyakit iskemia hati hipotiroidism, kehamilan, porfi ria akut yang sering
kambuh, sindrom sesak nafas, talasemia mayor, hepatitis viral dan sindrom Werner,s

• Kolestiramin, kortikosteroid, estrogen, etanol, diet karbohidrat, mikonazol i.v,


kontrasepsi oral dan spironolakton dapat meningkatkan trigliserida.

• Penurunan trigliserida dapat terjadi pada obstruksi paru kronis, hiperparatiroidism,


hipolipoproteinemia, limfa ansietas, penyakit parenkim hati, malabsorbsi dan malnutrisi.
• Vitamin C, asparagin, klofi brat dan heparin dapat menurunkan konsentrasi serum
trigliserida.

2) Dislipidemia

Epidemiologi

Banyak penelitian hingga saat ini menemukan bahwa dislipidemia sebagai penyebab
morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan yang tinggi. Selain itu, dislipidemia merupakan
salah satu faktor risiko penting terjadinya penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab
kematian utama di Amerika Serikat.6

World Health Organization (WHO) memperkirakan dislipidemia berhubungan dengan


kasus penyakit jantung iskemik secara luas, serta menyebabkan 4 juta kematian per tahun.7
Penelititan Multinational monitoring of trends and determinants in cardiovascular disease
(MONICA) di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita
adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 mg/dL pada
wanita dan 204,8 mg/dL pada pria. Di beberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu
Surabaya (1985) sebesar 195 mg/dL, Ujung Pandang (1990) sebesar 219 mg/dL dan Malang
(1994) sebesar 206 mg/dL.

Definisi

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan


peningkatan dan penurunan dari fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi 8 lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total (kol-total), kolesterol LDL (kol-LDL), trigliserida
(TG), serta penurunan kolesterol HDL (kol-HDL).6 Ketiganya tidak dapat dibicarakan
sendiri-sendiri karena ketiganya memiliki peran yang penting dan memiliki keterkaitan yang
sangat erat satu dengan yang lainnya terhadap proses terjadinya aterosklerosis, sehingga
ketiganya sering dikenal sebagai triad lipid.

Klasifikasi

a. Klasifikasi fenotipik

Klasifikasi ini dibagi menjadi dua klasifikasi, yakni:


1. Klasifikasi Europian
Atherosclerosis Societ (EAS) EAS telah menetapkan klasifikasi sederhana yang berguna
untuk pemilihan terapi, yaitu hiperkolesterolemia, dislipidemia campuran, dan
hipertrigliseridemia.

2. Klasifikasi WHO Klasifikasi WHO merupakan modifikasi klasifikasi Fredrickson


yang didasarkan pada pengukuran kol-total dan TG, serta penilaian secara elektroforesis
subkelas lipoprotein. Kerugiannya adalah bahwa fenotipe yang ditemukan dapat berubah
karena diet atau pengobatan farmakologis (misalnya tipe I atau IV dapat berubah menjadi tipe
V atau IIa menjadi IIb)
b. Klasifikasi patogenik
Klasifikasi kedua yakni klasifikasi patogenik, membagi menjadi dislipidemia primer dan
sekunder. Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain,
misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan lain-lain.
i. Dislipidemia primer
Dislipidemia ini dapat disebabkan oleh banyak kelainan genetik, dislipidemia ini menjadi
beberapa keadaan, yakni :
(1) Hiperkolesterolemia Poligenik
Keadaan ini merupakan penyebab hiperkolesterolemia tersering (>90%).
Merupakan interaksi antara kelainan gen yang multipel, nutrisi, dan faktor
lingkungan lainnya serta lebih mempunyai lebih dari satu dasar metabolik.
Hiperkolesterolemia biasanya ringan atau sedang dan tidak ada xantoma
(penumpukan lemak di bawah lapisan kulit).

(2) Hiperkolesterolemia Familial


Kelainan ini bersifat autosomal dominan dan terdapat bentuk homozigot maupun
heterozigot. Hiperkolesterolemia familial homozigot memiliki kadar kol-total
antara 600-1000 mg/dl, tidak dapat diobati, menyebabkan PJK dan stenosis aorta
pada masa kanak-kanan dan dewasa muda. Hiperkolesterolemia timbul karena
peningkatan kadar kol-LDL yang disebabkan oleh kelainan fungsi atau jumlah
reseptor LDL. Pada hiperkolesterolemia familial heterozigot biasanya kadar
koltotal bervariasi antara 350-460 mg/dl, tetapi adanya nilai >300 mg/dl pada
dewasa atau >260 mg/dl untuk usia <16 tahun perlu dicurigai diagnosis
hiperkolesterolemia familial. Diagnosisnya dapat dibuat pada saat kelahiran dengan
menggunakan darah yang berasal dari umbilikus. Kadar TG normal atau sedikit
meningkat.
(3) Dislipidemia Remnan
Kelainan ini ditandai dengan peningkatan kolesterol dan TG (dislipidemia
kombinasi) dan berat-ringannya kelainan ini bervariasi. Pada orang muda atau
pasien yang kurus satu-satunya manifestasi mungkin hanya hipertrigliseridemia
sedang. Meskipun jarang terjadi, namun merupakan penyebab PJK serius dan
penyebab kelainan pembuluh darah perifer yang dini. Manifestasi kardiovaskuler
sering muncul pasda dekade kehidupan ke-4 atau ke-5.
(4) Hiperlipidemia Kombinasi Familial
Kelainan ini merupakan kelainan genetik metabolisme lipoprotein yang sering
ditemukan berhubungan dengan PJK, dengan angka kejadian 1% dari jumlah
penduduk. Diagnosis bergantung pada hasil pemeriksaan pada anggota keluarga
lain. Biasanya terjadi pada keluarga dengan riwayat PJK yang kuat. Mayoritas
pasien menunjukkan peningkatan Apo B plasma. Pada pasien dengan peningkatan
kadar kolesterol dan TG, diagnosis banding, meliputi dislipidemia remnan,
hiperlipidemia kombinasi familial, hiperkolesterolemia familial, dan dislipidemia
sekunder.

(5) Sindrom Kilomikron


Kelainan ini merupakan penyebab hipertrigliseridemia berat yang jarang
ditemukan. Disebabkan oleh kelainan enzim lipoprotein lipase atau apo C-II.
Terdapat banyak xantoma eruptif. Pada keadaan ini adanya hipertrigliseridemia
berat dan kadar kolesterol HDL yang sangat rendah tidak mengakibatkan
peningkatan resiko PJK.

(6) Hipertrigliseridemia Familial


Keadaan ini merupakan keadaan klinis yang sama dengan sindrom Kilomikron.
Hipertrigliserida yang ada bisa berat atau ringan. Peningkatan TG yang ringan
menunjukkan kenaikan kadar VLDL,sedangkan bentuk yang lebih berat biasanya
disertai kilomikronemia. Tidak berpengaruh terhadap resiko PJK.
(7) Peningkatan kolesterol HDL
Kadar kol-HDL yang tinggi mengakibatkan hiperkolesterolemia ringan.
Keadaan ini merupakan abnormalitas yang ‘banal’, dan tidak memerlukan terapi,
serta disebut sebagai longevity syndrome. Kadar lipoprotein lainnya normal.
(8) Peningkatan Apolipoprotein B
Pada beberapa penelitian ditemukan peningkatan kadar Apo B pada banyak
pasien PJK. Pengetehuan kita tentang hal ini belum mencukupi.

ii. Dislipidemia Sekunder


Dislipidemia ini disebabkan oleh penyakit/keadaan lain. Penatalaksanaan penyakit primer
akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Risiko PJK mungkin berkurang pada dislipidemia
sekunder dibandingkan dislipidemia primer karena masa berlangsung yang lebih pendek.
Ada pula yang disebut dislipidemia autoimun, yakni dislipidemia yang terjadi karena
mekanisme autoimun seperti pada penyakit-penyakit mieloma multiple, SLE (Systemic Lupus
Erythrematosus), penyakit Graves, dan purpura trombositopenik serta idiopatik. Di sini terjadi
pembentukan antibodi yang mengikat dan mengubah fungsi enzim lipolitik (seperti LDL,
Hepatic Triglyceride Lipase-HTGL), apoprotein, dan reseptor.
Dislipidemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi lipoprotein. Lipoprotein
disini diperiksa dengan cara ultrasentrifugasi, kemudian klasifikasi dibuat berdasarkan
kandungan lipid dan apoprotein yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL),
intermediate density lipoprotein (ILD), low density lipoprotein (LDL), dan high density
lipoprotein (HDL).
Secara klinis dislipidemia dapat diklasifikasikan sebagai :
a)

Hiperkolesterolemia
b) Hipertrigliseridemia
c) Campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia (dislipidemia campuran)

PATOFISIOLOGI
Abnormalitas lipoprotein dapat ditemukan pada individu dengan obesitas sentral sebagai
akibat dari resistensi insulin yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan lipoprotein
seiring dengan terjadinya peningkatan kandungan lemak tubuh.

1. Peningkatan kadar trigliserida


Overproduksi VLDL didalam hati merupakan kelainan primer yang ditemukan pada
obesitas dan keadaan resistensi insulin. Ketidakmampuan menekan produksi glukosa dihati,
gangguan oksidasi dan ambilan glukosa diotot dan ketidakmampuan jaringan adiposa
menekan pelepasan asam lemak tak jenuh (nonesterified fatty acids = NEFA) merupakan
konsekuensi dari resistensi insulin didalam hati, otot dan jaringan adiposa. Keadaan ini akan
meningkatkan aliran NEFA dan glukosa kedalam hati, yang merupakan regulator dari
produksi VLDL didalam hati. Regulasi sekresi VLDL juga ditentukan oleh kecepatan
degradasi apolipoprotein B-100 (apo B-100). ApoB-100 yang baru disintesis bersama-sama
dengan endoplasmic reticulum akan didegradasi oleh sistem ubiquitin/proteasome atau
ditranslokasi menuju lumen dan bergabung kedalam prekursor VLDL yang miskin lipid.
Selanjutnya, apoB-100 yang ada di lumen akan didegradasi atau akan bergabung dengan
lipid VLDL didalam endoplasmic reticulum. Apo B-100 distabilisasi dan terlindung dari
degradasi oleh Heat shock protein (HSP) 70. Bila tidak terjadi translokasi, maka apoB-100
akan mengalami degradasi. Insulin merupakan hormon penting dalam memfasilitasi proses
degradasi apo-B intrasel. Jadi, pada individu dengan obesitas atau resistensi insulin,
ketidakmampuan menekan degradasi apoB-100 akan mengakibatkan peningkatan sekresi
apoB-100.
Disamping peningkatan sintesis, obesitas dan resistensi insulin juga ditandai dengan
penurunan klirens lipoprotein yang kaya trigliserida (triglyceride-rich lipoprotein =TRL)
didalam sirkulasi darah.
2. Peningkatan partikel-partikel small dense LDL
Konsentrasi small dense LDL dan trigliserida puasa berkorelasi secara positif, sebab
pembentukan small dense LDL sangat tergantung dengan metabolisme partikel2 VLDL. Pada
individu yang gemuk dan mengalami resistensi insulin, peningkatan kadar VLDL dan
hambatan bersihannya menyebabkan peningkatan pertukaran antara kolesterol ester didalam
LDL dan trigliserida didalam VLDL yang dimediasi oleh cholesterol ester transfer protein
(CETP).
Pertukaran ini akan menyebabkan partikel-partikel LDL kaya trigliserida cepat mengalami
lipolisis, menghasilkan partikel-partikel kecil dan padat yaitu small dense LDL.
Partikel- partikel small dense LDL cenderung mengalami modifikasi melalui proses
oksidasi dan glikasi (meningkat dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah), yang akan
menyebabkan peningkatan produksi antibodi terhadap modified apoB-100 dan pembentukan
kompleks imun. Berkurangnya diameter partikel-partikel ini akan meningkatkan
kemungkinan pergerakannya menembus endotel menuju ruang subendotel, sehingga akan
memicu terjadinya inflamasi, penumpukan leukosit dan transformasi membentuk plak
aterosklerosis. Modifikasi ini akan menyebabkan penurunan bersihan partikel-partikel small
dense LDL yang dimediasi oleh reseptor LDL.

3. Penurunan kadar HDL cholesterol


Mekanisme yang mengatur HDL tidak diketahui dengan jelas, dimana ada beberapa
mekanisme yang dapat berkontribusi dalam terjadinya penurunan kadar HDL pada individu
gemuk dengan resistensi insulin. Sebagaimana pembentukan small dense LDL, metabolisme
TRL memainkan peranan. Berbagai studi tentang lipoprotein menunjukkan adanya hubungan
terbalik antara trigliserida VLDL dan kolesterol LDL. Gangguan lipolisis TRL menyebabkan
penurunan kadar HDL melalui penurunan transfer apolipoprotein dan fosfolipid dari TRL ke
kompartmen HDL. Disamping itu, hambatan bersihan TRL memfasilitasi pertukaran antara
ester kolesterol didalam HDL dan trigliserida didalam VLDL yang dimediasi oleh Cholesterol
ester transfer protein (CETP).

MANIFESTASI KLINIS

a. Umum :

 Kebanyakan pasien asimtomatik (tidak menunjukkan gejala) selama bertahun-


tahun sebelum penyakit tampak jelas secara klinis.
 Pasien dengan sindrom metabolik mungkin memiliki tiga atau lebih kondisi seperti:
obesitas pada perut, dislipidemia aterogenik, peningkatan tekanan darah, resistensi
insulin dengan atau tanpa intoleransi glukosa, kondisi protrombotik atau kondisi
proinflamasi.
b. Tanda :

 Nyeri pada perut, pankreatitis, xanthoma eruptif, peripheral polineuropati, tekanan


darah tinggi, BMI > 30 kg/m2 atau ukuran pinggang >40 inci pada pria, >35 inci
pada wanita.
c. Gejala :

 Nyeri dada yang tidak parah hingga parah, palpitasi, berkeringat, gelisah, sesak
napas, kehilangan kesadaran atau sulit bicara maupun bergerak, nyeri perut,
kematian mendadak.

DIAGNOSIS
Diagnosis dislipidemia didapatkan dengan pemeriksaan laboraturium profil lipid plasma.
Pemeriksaan ini dianjurkan pada setiap orang dewasa berusia lebih dari 20 tahun. Kadar lipid
plasma yang diperiksa meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida. Apabila ditemukan hasil yang normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulangan
setiap lima tahun.10 NCEP ATP III pada tahun 2011 membuat suatu batasan kadar lipid
plasma yang sampai saat ini masih digunakan.
TATALAKSANA

1. Penatalaksanaan non farmakologik

Kebanyakan pasien dislipidemia dapat ditatalaksana dengan terapi nutrisi medik yang
intensif. Mengurangi asupan lemak jenuh dan kandungan kalori total dapat menurunkan kadar
LDL kolesterol 10 sampai 15%. Kadar trigliserida plasma dapat menurun 20 Ð 40% setelah
diterapkan intervensi diet atau terapi nutrisi medik. Program latihan fisik yang teratur dapat
meningkatkan kadar HDL kolesterol 10 sampai 15%, sama efektifnya dengan terapi
farmakologik namun tanpa efek samping dan biayanya murah. Sebaliknya pada kebanyakan
pasien, terapi nutrisi medik gagal mencapai sasaran kadar LDL kolesterol yang diinginkan
sehingga perlu diberikan tambahan terapi farmakologik.
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan
kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik
sepeda, berenang dll. Penting sekali diperhatikan agar jenis olahraga disesuaikan dengan
kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar dilakukan secara terus menerus. The
American Heart Association merekomendasikan untuk pasien dislipidemia dengan Penyakit
Kardiovaskular bahwa terapi nutrisi Medik maksimal dapat menurunkan kadar LDL
kolesterol sebesar 15 sampai 25mg/dl. Jadi, bila kadar LDL kolesterol mengalami peningkatan
lebih dari 25 mg/dl diatas kadar sasaran terapi, hendaklah diputuskan untuk menambahkan
terapi farmakologik terutama terhadap pasien-pasien dengan risiko tinggi (pasien DM dengan
riwayat infark miokard sebelumnya atau dengan kadar LDL kolesterol tinggi).

2. Penatalaksanaan farmakologik
a. Golongan Statin
Golongan statin bekerja sedikitnya melalui 2 mekanisme. Pertama, statin menghambat
kerja enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol, yaitu enzim
HMG-CoA reductase, jadi secara langsung menghambat biosintesis kolesterol. Kedua,
statin merangsang upregulasi reseptor LDL didalam sel-sel hati, sehingga meningkatkan
bersihan LDL kolesterol. Statin bekerja melalui hambatan terhadap sintesis prenylated protein
seperti geranyl-geranyl pyrophosphate dan farnesyl-farnesyl pyrophosphate, sehingga secara
tidak langsung memediasi proses intraseluler yang terlibat dalam arus lalu lintas sinyal
intraseluler dan sintesis protein. Hambatan produksi prenylated protein akan menghentikan
aktivasi protein- protein regulasi tertentu melalui proses prenilasi (penambahan suatu struktur
karbon spesifik pada molekul protein). Protein-protein regulasi ini antara lain Ras, Rac dan
Rho, yang berperan dalam mempertahankan kehidupan sel, pertumbuhan sel dan
keberlangsungan komunikasi sel serta menghambat apoptosis.
Apoptosis yang terjadi akibat pengaruh pemberian statin dapat mengurangi volume plak
aterosklerosis melalui regulasi terhadap proliferasi sel otot polos. Proses yang sama juga
terjadi didalam otot rangka, dimana secara teoritis pada pemberian statin akan menimbulkan
kerusakan sel-sel otot rangka, sehingga menimbulkan myositis dan rhabdomyolysis.
Sampai saat ini ada 6 jenis obat golongan statin, yaitu Lovastatin, Simvastatin, Pravastatin,
Atorvastatin, Fluvastatin dan Rosuvastatin.
b. Bile acid sequestrants (BAS) atau bile acid binding resins
Golongan obat ini bekerja mengikat asam empedu didalam saluran cerna dan mencegah
reabsorpsinya kedalam sirkulasi enterohepatik melalui protein transpor asam empedu didalam
ileum. Bile acid sequestrants menurunkan kadar LDL kolesterol dengan beberapa cara, antara
lain:
1.Meningkatkan katabolisme kolesterol melalui up regulasi enzim 7-hydroxylase, suatu
enzim yang berperan dalam proses konversi kolesterol menjadi asam empedu.
2.Meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada permukaan sel-sel hati sehingga dapat
meningkatkan bersihan lipoprotein yang mengandung Apo B-100 dari plasma. BAS dapat
digunakan sebagai monoterapi atau sebagai bagian dari terapi kombinasi dengan statin.
Diantara golongan BAS, cholestyramine (Questran) dan colestipol (Colestid) terbukti efektif
dalam menurunkan kadar LDL kolesterol, namun efek samping saluran cerna membatasi
penggunaannya
c. Golongan Niacin dan Fibrat
Niacin dan fibrates sering digunakan dalam pengobatan hipertrigliseridemia dan atau HDL
kolesterol yang rendah (sering dikombinasi dengan obat golongan lain). Namun kedua
golongan obat tersebut memiliki kekuatan yang kurang dalam menurunkan kadar LDL
kolesterol (5-20%) terutama pada pasien yang mengalami dislipidemia campuran dimana
disamping mengalami peningkatan kadar LDL kolesterol juga ditemukan hipertrigliseridemia
dan penurunan kadar HDL kolesterol. Selain itu perlu diperhatikan bila kadar TG > 350 mg/dl,
maka kadar LDL kolesterol dapat mengalami peningkatan dengan terapi fibrat. Hal ini
disebabkan karena gangguan konversi partikel2 VLDL menjadi LDL pada pasien- pasien
dengan hipertrigliseridemia berat.
d. Golongan Cholesterol Absorption Inhibitors
Ezetimibe merupakan obat baru yang beredar dipasaran mulai tahun 2003 dan tersedia
dalam bentuk tablet 10 mg. Ezetimibe merupakan jenis pertama dari golongan cholesterol
absorption inhibitor, yang bekerja di brush border enterosit jejunum untuk menghambat
ambilan empedu dan sumber-sumber makanan yang mengandung kolesterol. Secara spesifik,
ezetimibe berikatan dengan the Nieman Pick C1 like-1 sterol transporter yang berperan dalam
transpor kolesterol dan phytosterol kedalam sel-sel usus halus. Obat ini dapat menurunkan
pengangkutan kolesterol usus halus menuju hati dan menurunkan simpanan kolesterol hati
dan peningkatan bersihan kolesterol didalam darah. Ezetimibe tidak mempengaruhi absorpsi
TG, asam lemak, asam empedu atau vitamin-vitamin yang larut lemak seperti vitamin A,D,E
dan α serta β-cartones.
Ezetimibe monoterapi dapat menurunkan kadar LDL sekitar 18%, kolesterol sebesar 13%
dan trigliserida sebesar 8%, namun sangat sedikit efeknya terhadap HDL. Bila dikombinasi
dengan statin, efeknya akan meningkat, sehingga dapat menurunkan LDL sebesar 25%,
trigliserida sebesar 14% dan peningkatan ringan dari HDL sebesar 3%. Ezetimibe tidak
memberikan efek samping yang berat, karena hanya 20% yang diserap kedalam sirkulasi
enterohepatik.
e. Terapi Kombinasi
Banyak studi yang membuktikan bahwa terapi kombinasi antara statin dan berbagai obat
lain seperti bile acid resin, fibrat dan niacin memberikan manfaat yang lebih baik dalam hal
penurunan kadar LDL kolesterol, namun pemakaiannya terkendala oleh meningkatnya
kejadian efek samping dan interaksi obat. Gemfibrozil dapat meningkatkan kadar statin
dengan cara hambatan terhadap enzim CYP450. Gemfibrozil mengalami glukuronidasi
melalui kerja enzim UPD-glucuronosyl-transferase, yang juga dapat memediasi glukuronidasi
statin. Glukuronidasi sekarang dikenal sebagai jalur utama eliminasi metabolit2 aktif asam
hidroksi dari statin. Fenofibrat tidak mempengaruhi kerja enzim-enzim yang memediasi
glukuronidasi statin. Fenofibrat mengalami glukuronidasi melalui jalur lain dan tidak
berkompetisi dengan statin. Oleh karena itu kombinasi statin dengan fenofibrat relatif lebih
aman dibandingkan dengan kombinasi statin dan gemfibrozil. Kombinasi ezetimibe dengan
statin merupakan strategi baru dalam memperbaiki profil lipid pada pasien DM tipe 2. Studi
terbaru menunjukkan bahwa kombinasi ezetimibe dengan simvastatin pada dosis 10/10,10/20,
10/40 dan 10/80 mg menghasilkan penurunan kadar LDL kolesterol, total kolesterol,
trigliserida, non-HDL cholesterol dan apolipoprotein (Apo) B yang lebih besar dibandingkan
simvastatin monoterapi serta ditoleransi dengan baik.
3) Hiperurisemia

Hiperurisemia telah diidentifikasi dengan atau dianggap sama dengan asam urat, tetapi
asam urat sekarang telah diidentifikasi sebagai penanda untuk sejumlah kelainan
metabolik dan hemodinamik.

Kadar asam urat dalam darah adalah fungsi keseimbangan antara pemecahan purin dan
laju ekskresi asam urat. Secara teoritis, perubahan dalam keseimbangan ini dapat
menyebabkan hiperurisemia, meskipun eliminasi yang rusak secara klinis menyumbang
sebagian besar kasus hiperurisemia.

Pada pasien dengan hiperurisemia, anamnesis melibatkan penentuan apakah pasien


simtomatik atau asimptomatik dan mengidentifikasi etiologi penyebab dan kondisi
komorbiditas.

Gejala-gejalanya adalah asam urat dan nefrolitiasis, sebagai berikut:

 Gout biasanya bermanifestasi sebagai monoartritis akut, paling sering di jempol


kaki dan lebih jarang di sendi tarsal, lutut, dan sendi lainnya.
 Nefrolitiasis asam urat dapat bermanifestasi sebagai hematuria; rasa sakit di
panggul, perut, atau daerah inguinal; dan / atau mual dan muntah

Pasien biasanya tanpa gejala, dan tidak ada temuan fisik spesifik yang dikenali.
Presentasi gejala dapat meliputi yang berikut:

 Pada artritis gout akut, sendi yang terkena biasanya hangat, eritematosa, bengkak,
dan sangat nyeri.
 Pasien dengan artritis gout kronis dapat mengembangkan tophi di heliks atau
antihelix telinga, di sepanjang permukaan ulnar lengan bawah, di bursa olecranon, atau
di jaringan lain
 Pada nefrolitiasis asam urat, pasien dapat mengalami nyeri tekan perut atau panggul

Hiperurisemia umumnya dibagi menjadi tiga kategori patofisiologis: asam urat yang
kurang, kelebihan produksi asam urat, dan kombinasi penyebabnya.

Penyebab underexcretion asam urat meliputi yang berikut:


 Idiopati
 Familial Juvenile gouty nephropathy
 Insufiensi ginjal
 Sindrom metabolic
 Obat obatan
 Hipertensi
 Asjdosis
 Preklampsia dan eklampsia
 Hipotiroidisme
 Hiperparatiroidisme
 Sarkoidosis
 Intoksikasi timbal
 Trisomy 21

Overproduksi asam urat mungkin bersifat idiopatik. Penyebab yang diketahui


meliputi:

 Kekurangan Hypoxanthine guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT) (sindrom


Lesch-Nyhan)
 Defisiensi parsial HGPRT (Kelley-Seegmiller syndrome)
 Peningkatan aktivitas PRPP synthetase
 Diet
 Peningkatan pergantian asam nukleat
 Tumor lysis syndrome
 Glikogenosis
 Pemaparan terhadap polutan organic yang persisten

Farmakoterapi

Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.


Farmakoterapi untuk hiperurisemia didasarkan pada apakah pasien merupakan
overproduser atau sekresi yang kurang.

1. NSAID
Digunakan sebagai managemen sakit dan peradangan pada gout.
Contoh obat: Indomethacin
2. Xanhine Oxidase Inhibitors
Mencegah serangan artritis gout dan nefropati. Digunakan untuk mengobati
hiperurisemia akibat diuretic atau antineoplastic.
Contoh obat: allopurinol, febuxostat
3. Selective Uric Acid Reabsorption Inhibitor (SURI)
Contoh obat: lesinurad
4. Uricosuric Agents
Secara kompetitif menghambat reabsorpsi asam urat dalam tubulus ginjal proksimal
hal tersebut mempromosikan ekskresi asam urat dan menurunkan kadar asam urat
serum.
Contoh obat: probenecid
5. Antigout Agents
Treatment untuk serangan gout akut dan pencegahan atas kekambuhan.
Contoh obat: kolkisin
6. Carbonic Anhydrase Inhibitors
Menurunkan kelarutan asam urat.
Contoh obat: acetazolamide
7. Glucocorticoids
Memiliki sifat antiinflamasi (glukokortikoid) dan penahan garam (mineralokortikoid).
Glukokortikoid memiliki efek metabolisme yang dalam dan bervariasi dan
memodifikasi respons imun tubuh terhadap rangsangan yang beragam.
Contoh obat: prednisone, dexamethasone
8. Urate Oxidase Enzyme (Recombinant)
Memfasilitasi konversi urat menjadi produk yang lebih larut, alantoin.
Contoh obat: pegloticase, rasburicase
9. Alkalinizing Agent, Oral
Digunakan untuk meningkatkan Ph urine.
Contoh obat: potassium citrate.

4) Sindrom Metabolik

Sindrom Metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko yang terdiri atas
obesitas, hipertensi, hiperglikemia puasa dan dislipidemia yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya T2DM dan penyakit kardiovaskuler.

Sindroma metabolik muncul sebagai akibat dari interaksi antara kerentanan


genetic dan pola hidup. Definisi untuk SM berbeda beda dan masih diperdebatkan,
tetapi semua setuju bahwa obesitas, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi
merupakan komponen SM.

Komponen utama SM adalah obesitas. Obesitas merupakan suatu peningkatan


massa jaringan lemak tubuh yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara asupan
energi dengan keluaran energi. Sel adiposity tidak hanya berperan pasif sebagai tempat
metabolisme dan penyimpanan energi dalam bentuk trigliserida tetapi juga berperan
sebagai kelenjar endokrin yang mensekresikan berbagai sitokin dan neuropeptida yang
berperan dalam metabolisme.

Pada keadaan obesitas terjadi gangguan keseimbangan adipositokin yang


dilepaskan. Sel adiposit berusaha mempertahankan keseimbangan energi dengan
melepaskan interleukin 6 (IL-6), tumor necorsis factor –α (TNF-α) dan monocyte
chemotatic protein-1 (MCP-1). Pelepasan sitokin tersebut menandai awal inflamasi.
Obesitas dapat dikatakan merupakan bentuk inflamasi kronik. Interleukin 6 dan TNF-
α dapat memicu pembentukan Creactive protein (CRP) di hati. Protein ini jika
diproduksi terus menerus dapat memperburuk kondisi inflamasi melalui aktivasi
kronik terhadap sel endotel, akibatnya terjadi disfungsi endotel.

Proses lipolisis yang tinggi menyebabkan jumlah stress oksidatif yang dihasilkan
juga sangat tinggi. Terjadi peningkatan jumlah reactive oxygen species (ROS) akibat
peningkatan aktivitas enzim oksidase dan disregulasi hormon adipositas. Peningkatan
stress oksidatif menyebabkan gangguan metabolisme, baik asupan glukosa pada otot
maupun pada jaringan adipose, penurunan sekresi insulin dan kerusakan sel sehingga
terjadi disfungsi endotel, aterosklerosis sampai akhirnya terjadi penyakit vaskuler.
Tubuh kita sebenarnya memiliki mekanisme defensive terhadap stress oksidatif.
Superoksida dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GPx) dan katalase merupakan
enzim yang dapat mendegradasi ROS. Superoksida dismutase mengubah superoksida
menjadi hydrogen peroksida (H2O2) dan molekul oksigen (O2). Penurunan aktivitas
SOD merupakan penanda penting stress oksidatif. Penurunan SOD meningkatkan
risiko penyakit vaskuler.

Perkembangan SM hingga menyebabkan penyakit vaskuler dan T2DM terjadi


melalui beberapa tahap. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endotel
dan kondisi inflamasi merupakan konektor utama terhadap kejadian penyakit vaskuler.
Lesi aterosklerotik dapat terjadi akibat induksi dari interaksi antara kondisi stress
oksidatif, inflamasi, dan disfungsi endotel. (Pusparini, 2007)

5) Pemeriksaan Indeks Masa Tubuh (IMT)

PEDOMAN PRAKTIS
MEMANTAU STATUS GIZI ORANG DEWASA

PEDOMAN PRAKTIS
UNTUK
MEMPERTAHANKAN BERAT BADAN NORMAL BERDASARKAN INDEKS MASSA
TUBUH (IMT)
DENGAN GIZI SEIMBANG

(Suatu Cara Memantau Status Gizi Orang Dewasa


Melalui Penimbangan Berat Badan Secara Berkala )

IMT SEBAGAI ALAT PEMANTAU BERAT BADAN


Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau
gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Berat Badan (Kg)


IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan
batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-
laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan
dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan
menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan
adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan
ambang batas pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia,
batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa
negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia
adalah sebagai berikut:

Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat
atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat
ringan atau KEK ringan.

Contoh cara menghitung IMT:

Eko dengan tinggi badan 148 cm, mempunyai berat badan 38 kg.

38
-------------------- = 17,3
(1,48 X 1,48) m

Status gizi Eko adalah kurus tingkat ringan. Eko dianjurkan menaikkan berat badan sampai
menjadi normal antara 41- 54 kg dengan IMT 18,5 – 25,0.

PERHATIAN !
Seseorang yang termasuk kategori kekurangan berat badan tingkat ringan (KEK ringan)
sudah perlu mendapat perhatian untuk segera menaikkan berat badan.

IMT 18,5 – 25,0 : keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.


IMT 25,1 – 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat ringan.
IMT > 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat berat
Contoh cara menghitung :

Opong dengan tinggi badan 159 cm, mempunyai berat badan 70 kg. Maka IMT Opong adalah
:

70 70
-------------------- = -------- = 27,7
(1,59 X 1,59) m 2,53

Berarti status gizi Opong adalah gemuk tingkat berat, dan Opong dianjurkan menurunkan berat
badannya sampai menjadi 47- 63 kg agar mencapai berat badan normal (dengan IMT 18,5 –
25,0).

PERHATIAN !
Seseorang dengan IMT > 25,0 harus berhati-hati agar berat badan tidak naik. Dianjurkan
untuk menurnkan berat badannya sampai dalam batas normal.

6) Tata Laksana Hiperurisemia dan Dislipidemia


Tatalaksana farmakologik pada hiperurisemia dan dyslipidemia

 Tatalaksana hiperurisemia
1. Obat golongan urikosurik
- berfungsi meningkatkan ekskresi asam urat di ginjal. Obat golongan ini tidak boleh
diberiikan pada penderita nefropati gout.
- Ada 2 macam obat, yaitu:
1.) Probenesid, dengan dosis 3 x 500 mg/hari
2.) Sulfinpirazon, dengan dosis 200-400 mg/hari
2. Obat golongan xantin oksidase inhibitor, diberikan jika penderita tidak merespon atau
intoleran terhadap obat urikosurik, penderita dengan nefropati gout, dan penderita
dengan tofus besar.
- Allopurinol
Dosis 100-300 mg/hari
3. Kolkisin
4. OAINS atau Kortikosteroid
5. Analgetik selain aspirin

 Tatalaksana dyslipidemia
1. Statin
- Berkerja dengan menghambat HMG-CoA reduktase
- Menurunkan kolesterol LDL, meningkatkan HDL, dan menurunkan trigliserid
- Dosis statin :

2. Ezetimibe
- Bekerja dengan menghambat ambilan kolesterol dari diet dan kolesterol empedu
tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak
- Harus diminum Bersama dengan statin
- Dosis: 10 mg/hari
3. Bile acid sequestrant
- Bekerja dengan mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga
menghambat sirkulasi enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan
perubahan kolesterol menjadi asam empedu di hati
- Ada 3 macam obat, yaitu :
1.) Kolestiramin dengan dosis 4-24 gram/hari
2.) Kolestipol dengan dosis 5-30 gram/hari
3.) Kolesevelam dengan dosis 3,8-4,5 gram/hari
4. Fibrat
- Bekerja dengan menurunkan regulasi gen apoC-III serta meningkatkan regulasi gen
apoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan peningkatan
katabolisme TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol
VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi apoA-I
dan apoA-II menyebabkan meningkatnya konsentrasi kolesterol HDL.
- Ada 2 macam obat, yaitu :
1.) Fenofibrat dengan dosis 200 mg/hari
2.) Gemfibrozil dengan dosis 1200 mg/hari
5. Asam nikotinat
- Bekerja menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke
hepar sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang
- Dosis awal yang diberikan : 500 mg/hari
6. Inhibitor Cholesteryl ester transfer protein
- Bekerja dengan meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL dan menurunkan
konsentrasi kolesterol LDL melalui reversed cholesterol transport
- Terdapat 3 macam obat, yaitu:
1.) Torcetrapib (telah ditarik dari pasaran)
2.) Dalcetrapib
3.) Anacetrapib, dengan dosis awal 40 mg
7. Aferesis kolesterol LDL
- Tindakan aferesis ditujukan bagi pasien dengan HoFH atau HeFH berat.
- Terapi ini bekerja dengan membuang kolesterol LDL dan Lp(a) dari plasma selama
dilakukan sirkulasi ekstrakorporeal setiap 1 atau 2 minggu sekali
8. Terapi kombinasi
- Dengan mengkombinasikan beberapa obat di atas.
7) Prognosis dan Komplikasi SM

Prognosis Sindroma Metabolik

Prognosis pasien sehubungan dengan penyakit kardiovaskular dan perkembangan


DM tipe 2 meningkat secara signifikan dengan intervensi multifaktorial. Ini termasuk
memodifikasi gaya hidup (diet sehat dan olahraga), memperbaiki resistensi insulin dan
hiperglikemia bersamaan (penurunan berat badan dan / atau sensitizer insulin), mengurangi
kadar trigliserida dan kolesterol LDL dengan peningkatan kolesterol HDL, dan mengontrol
tekanan darah dengan ketat dalam target yang direkomendasikan.

Komplikasi Pemeriksaan Penunjang Stroke

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non


hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang
paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut jelas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).

Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan biasanya tidak
sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi
cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.

Teknik-teknik neuroimaging berikut ini juga sering digunakan:

a. CT angiography dan CT scanning perfusi

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

c. Scanning karotis duplex

d. Digital pengurangan angiography

Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan

subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.
Komplikasi:

a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat mengakibatkan
luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring, seperti pinggul, sendi kaki,
pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.

b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada

kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.

c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada
otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.

d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral
pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.

e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur sudah
tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi pada 3 bulan
paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.

f. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas, kekurangan


cairan dan intake makanan serta pemberian obat.

g. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dannyeri bahu pada
bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome) terjadi
pada 27% pasien stroke.

8) Tata Laksana Non-Farmakologi


Paduan terapi untuk dislipidemia sesuai Perkeni 2015
1.) Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang mencakup setidaknya 30
menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan 4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali
seminggu, dengan pengeluaran minimal 200 kkal/hari. Kegiatan yang disarankan meliputi
jalan cepat, bersepeda statis, ataupaun berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat
dipenuhi dalam satu sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10
menit). Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di selasela aktivitas dapat
meningkatkan kepatuhan terhadap progran aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas
penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu.
2.) Terapi Nutrisi Medis
Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi diet rendah kalori yang terdiri dari
buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari), biji-bijian (≥ 6 porsi / hari), ikan, dan daging
tanpa lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol harus dibatasi, sedangkan
makronutrien yang menurunkan kadar LDL-C harus mencakup tanaman stanol/sterol (2 g/
hari) dan serat larut air (10-25 g /hari).
3.) Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner, penyakit
vaskular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat pembentukan plak pada koroner dan
dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi orang dengan
aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa merokok
memiliki efek negatif yang besar pada kadar KHDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok
juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserida. Berhenti merokok
minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan K-HDL secara signifikan (Perkeni, 2015).
Sumber : Perkeni 2015

Panduan terapi untuk hiperurisemia

Tatalaksana non farmakologi pada hiperurisemia meliputi edukasi pasien, perubahan gaya
hidup dan tatalaksana terhadap penyakit komorbid antara lain hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes mellitus.

1. Diet Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gout diantaranya
- faktor genetik
- berat badan berlebih (overweight)
- konsumsi obat-obatan tertentu (contoh: diuretik)
- gangguan fungsi ginjal
- gaya hidup yang tidak sehat (seperti: minum alkohol dan minuman berpemanis).
Hindari makanan yang mengandung tinggi purin dengan nilai biologik yang tinggi seperti
hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan yang harus dibatasi konsumsinya
antara lain daging sapi, domba, babi, makanan laut tinggi purin (sardine, kelompok shellϔish
seperti lobster, tiram, kerang, udang, kepiting, tiram, skalop).
Alkohol dalam bentuk bir, wiski dan fortiϔied wine meningkatkan risiko serangan gout.
Demikian pula dengan fruktosa yang ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada minuman
ringan dan jus buah juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum. Sementara konsumsi
vitamin C, dairy product rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan
kopi menurunkan risiko serangan gout. Pengaturan diet juga disarankan untuk menjaga berat
tubuh yang ideal. Diet yang ketat dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain pengaturan
makanan, konsumsi air yang cukup juga menurunkan risiko serangan gout. Asupan air
minum >2 liter per hari disarankan pada keadaan gout dengan urolithiasis. Sedangkan saat
terjadi serangan gout direkomendasikan untuk meningkatkan asupan air minum minimal 8
– 16 gelas per hari. Keadaan dehidrasi merupakan pemicu potensial terjadinya serangan gout
akut.
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout Perhimpunan Reumatologi Indonesia
2018

2. Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama 30−60 menit. Olahraga
meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular.
Olahraga bertujuan untuk menjaga berat badan ideal dan menghindari terjadinya gangguan
metabolisme yang menjadi komorbid gout. Namun, latihan yang berlebihan dan berisiko
trauma sendi wajib dihindari (Reumatologi, 2018).
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

SARAN
Kegiatan tutor pertama kelompok B8 semester 3 blok penyakit sistem metabolisme dan
endokrin berjalan cukup lancar. Pada pertemuan terakhir kegiatan tutorial semester 3 ini,
kelompok kami membahas jump 1 sampai dengan jump 5. Kelompok kami cukup aktif dalam
menyampaikan pendapat dan materi yang telah kami pelajari dan diskusi berjalan dengan baik.
Setiap anggota telah mencari dan mengumpulkan materi/ informasi secara mandiri pada pertemuan
kedua, sehingga learning object dapat terjawab.
Untuk kegiatan tutorial berikutnya sebaiknya setiap anggota kelompok telah mempersiapkan
materi yang berhubungan dengan topik sesuai scenario, pendalaman materi juga diperlukan
sehingga diskusi dalam tutor dapat berkembang dan terkesan hidup (tidak kaku dan pasif). Semua
anggota diharapkan dapat berperan aktif dalam kegiatan tutorial dan tidak ada anggota yang diam
saja dan memperhatikan, sehingga kegiatan tutorial dapat berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan dari LO dan menanamkan pola berpikir kritis dalam menghadapi suatu masalah melalui
sumber- sumber yang kebenarannya telah diuji.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Pusparini. (2007). Obesitas Sentral, Sindrom Metabolik, dan Diabetes Melitus Tipe Dua.
UNIVERSA MEDICINA, 195-204.

KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classifi cation, and
Stratifi cation. 2000. National Kidney Foundation.

(PDF) Pedoman Interpretasi Data Klinik. Available from:


https://www.researchgate.net/publication/303523819_Pedoman_Interpretasi_Data_Klinik
[accessed Dec 27 2018].

http://gizi.depkes.go.id/ diakses 12/27/2018.

Kahn R, Buse J, Ferrannini E, Stern M: The metabolic syndrome: time for a critical appraisal: joint
statement from the American Diabetes Association and the European Association for the
Study of Diabetes. Diabetes Care 28:2289–2304, 2005

Mozzafarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al., on behalf of the
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Heart disease and stroke statistics—2016 update: a report from the American Heart
Association. Circulation 2016;133(4):e38–360.

Perkeni (2015) ‘Panduan Pengelolaan Dislipidemia Panduan Pengelolaan Dislipidemia’.

Reumatologi, P. (2018) Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout Perhimpunan Reumatologi


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai