Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN HIDRAULIKA BANGUNAN PELIMPAH SAMPING

(SIDE CHANNEL SPILLWAY) BENDUNGAN SUKAMAHI


DENGAN UJI MODEL FISIK SKALA 1:30

Bachtiar Ahmad Saifi1, Heri Suprijanto2, M. Janu Ismoyo2


1
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
2
Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
e-mail: bachtifile@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu pengendali banjir yang direncanakan untuk mengatasi banjir Jakarta ialah dengan
dibangunnya Bendungan Sukamahi di hulu sungai Ciliwung. Salah satu tahapan yang harus dilalui
untuk memperoleh kesempurnaan desain adalah dengan melakukan uji model fisik hidrolika pelimpah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena hidraulik Bendungan Sukamahi dengan
uji model fisik skala 1 : 30.
Dalam kajian hidrolika pada model fisik ini, analisa hidrolika pada saluran pengelak menggunakan
persamaan kontinuitas. Untuk pelimpah, menggunakan persamaan kontinuitas dengan perhitungan
koefisien debit (Cd) metode USBR dengan mempertimbangkan pola oprasiannya sebagai dry dam.
Untuk analisa hidrolika pada saluran samping menggunakan persamaan momentum. Untuk saluran
transisi (atas dan bawah), saluran peluncur (atas dan bawah), dan saluran hantar hilir menggunakan
persamaan energi dengan metode perhitungan tahapan standar. Sedangkan untuk analisa hidrolika pada
peredam energi USBR tipe II menggunakan persamaan momentum dan kontinuitas kenaikan mendadak.
Bangunan pelimpah dan saluran samping mampu mengalirkan Q100th, Q1000th, dan QPMF dengan sisa
tinggi jagaan 1,05 m. Perhitungan tinggi muka air saluran transisi atas mendekati hasil pengujian. Pada
saluran peluncur atas dipasang aerator tipe groove pada elevasi +577,591. Perhitungan tinggi muka air
saluran transisi bawah mendekati hasil pengujian. Pada saluran peluncur bawah dipasang dua aerator
tipe groove pada elevasi +554,461 dan +539,75. Pada peredam energi elevasi muka air tertinggi untuk
Q1000th +539,69 dimana elevasi puncak dinding +542,00. Dengan memperhalus bentuk penampang
saluran hantar hilir, aliran yang berombak mulai tereduksi.

Kata kunci: Analisa hidraulika, pelimpah samping, dry dam, peredam energi USBR tipe II

ABSTRACT
One of flood control plans to reduce floods in Jakarta is constructing Sukamahi dam in upstream
Ciliwung river. One of planning stages to obtain the perfection design is performing physical model
test. The purpose of this thesis is to understand the hydraulics phenomenon in Sukamahi dam with
physical model test scale 1:30.
In this study, for the hydraulic analysis of outlet works is using continuity equation. For the
spillway using the continuity equation with discharge coefficient (Cd) determining by USBR method
with considering the operation as dry dam. For the hydraulic analysis of side channel is using
momentum equation. For the trantition channel and chutes channel using standard method. And for the
hydraulics analysis of USBR type II stilling basin is using momentum and sudden rise continuity
equations.
The spillway and side channel capable of flowing Q100th, Q1000th, and QPMF with freeboard 1,05m.
The calculation of water level in top transition channel can be approach with measurement result. On
the chutes channel (top) modified with a groove aerator’s types at elevation +577,591. The bottom
transition channel shows the water level calculation can be approach with measurement results. In
bottom chutes channel modified with two groove aerator’s types at elevation +554,461 and +539,75. In
the stilling basin, for the higest water level Q100th at elevation +538,93, Q1000th at elevation +539,69,
and elevation peak of the wall +542,00. By refining the shape of downstream water way, the wavy flow
no longer found.

Keywords: Hydraulic analize, side channel spillway, dry dam, USBR Type II stilling basin.
1. PENDAHULUAN C = koefisien limpahan
Sungai Ciliwung adalah salah satu L = lebar efektif mercu pelimpah (m)
sungai terpenting di Tatar Pasundan, H = tinggi tekanan air di atas mercu
Pulau Jawa - Indonesia, terutama karena (m)
melalui wilayah ibukota DKI Jakarta, dan c. Koefisien Debit
kerap menimbulkan banjir tahunan di Beberapa faktor yang mempengaruhi
wilayah hilirnya. Banjir yang melanda besarnya koefisien debit (C) adalah:
Ibukota DKI Jakarta berasal dari kiriman 1. Kedalaman air di dalam saluran
Gunung Pangrango melalui Bendung pengarah aliran.
Katulampa. 2. Kemiringan lereng udik bendung
Untuk mengatasi permasalahan 3. Tinggi air diatas mercu bendung
diatas, diperlukan perencanaan bangunan 4. Perbedaan antara tinggi air rencana
untuk mengatasi banjir di ibukota Jakarta pada saluran pengatur aliran yang
yaitu dengan dibangunnya Bendungan bersangkutan.
Sukamahi di hulu sungai Ciliwung. Penentuan nilai “C” pada berbagai
Maksud dari penelitian ini adalah bangunan pelimpah dapat dilihat pada
untuk mempelajari perilaku hidraulika Gambar 1 sampai Gambar 3.
pada saluran pengelak berpintu dan pada
sistem pelimpah tipe pelimpah samping
(side channel spillway) dengan uji model
fisik.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui kondisi aliran di sistem
bangunan pelimpah yang meliputi
kedalaman aliran, kecepatan, dan Gambar 1. Koefisien debit dipengaruhi
bilangan Froude pada sistem pelimpah oleh faktor P/Ho.
dan untuk mengetahui tingkat keamanan Sumber: Anonim, 1997:379.
terhadap bahaya kavitasi dan aliran getar.

2. METODE PENELITIAN
2.1. Analisa Hidrolika Pelimpah
a. Aliran Pada Pelimpah
Bangunan pelimpah samping adalah
bangunan pelimpah yang saluran
peluncurnya berposisi menyamping
terhadap saluran pengatur aliran di Gambar 1. Koefisien debit dipengaruhi
hulunya. Saat mengalirkan debit banjir oleh faktor He/Ho.
abnormal, perbedaan elevasi permukaan Sumber: Anonim, 1997:378.
air di hulu dan di hilir bendung pengatur
tidak kurang dari dua per tiga kali tinggi
air di atas mercu bendung tersebut
(Sosrodarsono 1989;190).

b. Debit Pelimpah
Rumus debit yang melewati pelimpah
dengan penampang segiempat.
Q  C.L.H 3/2 (1) Gambar 3. Koefisien debit dipengaruhi
dengan: oleh faktor Hd/Ho.
Q = debit yang melewati pelimpah Sumber: Anonim, Anonim, 2015:105.
(m3/dt)
d. Tinggi Muka Air di Atas Pelimpah Kp = koefisien kontraksi pilar
Kecepatan aliran teoritis pada Ka = koefisien kontraksi dinding
pelimpah dapat dihitung dengan rumus samping
sebagai berikut (Chow, 1985:378): H = tinggi tekanan total di atas mercu
Vz  2g(Z  Hd  h z ) (2) pelimpah (m)
Q 2.2. Saluran Samping
 Vz .h z (3)
L Pada bangunan saluran samping akan
Vz terjadi proses peredaman energi, maka
F1  (4) saluran tersebut akan menerima beban
g.h z
hidrodinamis berupa hempasan (impact)
dengan: aliran air dan gaya-gaya vibrasi, sehingga
Q = debit aliran (m3/dt) saluran ini harus dibangun di atas pondasi
L = lebar efektif pelimpah (m) batuan yang kokoh. Perencanaan teknis
Vz = kecepatan aliran (m/dt) hidraulika khususnya aliran di saluran
g = percepatan gravitasi (m/dt2) samping dapat didekati menggunakan
Z = tinggi jatuh atau jarak vertikal dari persamaan momentum seperti berikut:
permukaan hulu sampai lantai
Q1 (vi  v2)  v1 (Q2  Q1 ) 
kaki hilir (m) y  (v2  v1 )   (6)
Hd = tinggi tekanan di atas mercu g (Q1  Q2 )  Q1 
bendung (m) dengan:
hz = kedalaman aliran di kaki pelimpah ∆y = tinggi muka air di section n (m)
(m) Q1 = debit di section n-1 (m3/dt)
Fz = bilangan froude di kaki pelimpah Q2 = debit di section n (m3/dt)
v1 = kecepatan section n-1 (m/dt)
v2 = kecepatan di section n (m/dt)

2.3. Saluran Transisi


Saluran transisi direncanakan agar
debit banjir rencana yang akan disalurkan
memberikan kondisi yang paling
menguntungkan, baik pada aliran di
dalam saluran transisi tersebut maupun
pada aliran permulaan yang akan menuju
saluran peluncur, dimana pada aliran
Gambar 4. Muka Air di Atas Tubuh permulaan yang akan menuju saluran
Pelimpah. peluncur diharapkan terjadi aliran kritis,
Sumber: Chow, 1985:363. karena pada potongan ini merupakan titik
kontrol sebagai awal perhitungan
e. Lebar Efektif Pelimpah kedalaman secara hidrolik.
Lebar efektif merupakan hasil Untuk bangunan pelimpah yang
pengurangan lebar sesungguhnya dengan relatif kecil, biasanya saluran ini dibuat
jumlah seluruh kontraksi yang timbul dengan dinding tegak yang makin
pada aliran air yang melintasi mercu menyempit ke hilir dengan inklinasi
pelimpah tersebut (Sosrodarsono, sebesar 12°30' terhadap sumbu saluran
1989:182). peluncur.
L  L'2(N.K p  K a ).H (5) Perhitungan hidrolika pada saluran
dengan: transisi mengkondisikan aliran di ujung
L = lebar efektif pelimpah (m) saluran transisi adalah subkritis dan di
L’ = lebar pelimpah sebenarnya (m) hilir kritis sesuai dengan Rumus
N = jumlah pilar-pilar di atas mercu Bernoulli, adalah sebagai berikut:
vb
2 Dengan kemiringan gesekan Sf
(El. Dasar hilir) + h b  = (El. Dasar hulu) diambil sebagai kemiringan rata-rata pada
2g kedua ujung penampang atau 𝑆̅f, Maka
v
2

+ hc  c 

K vb  vc
2 2
 hm
 (7)
persamaan di atas dapat ditulis:
2 2
2g 2g V1 V2
Z1 +α1. =Z1+α2. + hf + he (11)
dengan: 2g 2g
hb = kedalaman aliran masuk ke dalam
saluran transisi (m)
vb = kecepatan aliran masuk ke dalam
saluran transisi (m/det)
hc = kedalaman kritis pada ujung hilir
saluran transisi (m)
vc = kecepatan aliran kritis pada ujung
hilir saluran transisi (m/det)
K = koefisien kehilangan tinggi Gambar 6. Penampang memanjang
tekanan yang disebabkan oleh saluran peluncur yang
perubahan penampang lintang disederhanakan.
saluran transisi (0,1 - 0,2) Sumber: Chow, 1985:239
hm = kehilangan total tinggi tekan (m) Aliran Getar
Pada suatu saluran peluncur yang
panjang terdapat bahaya aliran yang tidak
stabil yang disebut sebagai aliran getar
(slug/pulsating flow). Apabila panjang
saluran tersebut > 30 meter, maka harus
dikontrol dengan cara menghitung
bilangan “vendernikov (V) “ dan
bilangan “Montuori (M)”.

Bilangan Vendernikov (V)


Gambar 5. Skema aliran dalam kondisi 2bv
aliran kritis di ujung saluran V= (12)
transisi 3P gdcos θ
Sumber: Sosrodarsono, 1989: 204 Bilangan Montuori (M)
2.4. Saluran Peluncur v2
M2 = (13)
Saluran peluncur merupakan saluran gILcosθ
pembawa dari ujung hilir saluran transisi
atau ujung hilir ambang pelimpah (tanpa dengan:
saluran transisi) sampai ke peredam b = lebar dasar saluran (m)
energi. Saluran ini direncakanan dengan v = kecepatan aliran (m/dt)
aliran super kritis, dengan F > 1. g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/dt 2)
Persamaan kekekalan energi pada P = keliling basah (m)
pias penampang saluran transisi dan d = kedalaman hidraulik (m)
peluncur adalah sebagai berikut: I = kemiringan rerata gradien energi
Z1 = So.∆x + h1 + z2 (8)  = sudut gradien energi (2
Z2 = h2 +z2 (9) L = panjang saluran (m) (2-14)
Kehilangan tekanan akibat gesekan Untuk perhitungan dari kedua
adalah: persamaan tersebut selanjutnya diplotkan
hf = Sf . ∆x = ½ ( S1 + S2 ) ∆x (10) pada Gambar 7 untuk mengetahui timbul
tidaknya aliran getar.
9 2.6. Loncatan Hidrolis
8 Apabila tipe aliran disaluran berubah
Daerah aliran getar
dari aliran superkritis menjadi subkritis
Bilangan Vendernikov (V)
7

5
maka akan terjadi loncatan air. Loncatan
4
air merupakan contoh bentuk aliran
3
Daerah tanpa aliran getar
berubah cepat (rapidly varied flow).
2 Loncatan hidrolis yang terjadi pada
1
dasar mendatar, terdiri dari beberapa jenis
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 yang berbeda-beda. Sesuai dengan
Bilangan M ontouri (M 2)
penelitian yang dilakukan oleh biro
Gambar 7. Kriteria aliran getar reklamasi Amerika Serikat. Jenis tersebut
Sumber: Anonim, 2010:159 dapat dibedakan berdasarkan bilangan
froude aliran yang terlibat, antara lain
2.5. Peredam Energi (Chow, 1997 : 347):
Sebelum aliran air di alirkan ke 1. Untuk F=1, terjadi loncatan yang
sungai harus diperlambat dan dirubah berombak;
pada kondisi aliran sub-kritis, untuk 2. Untuk F=1,7 sampai 2,5, terjadi
menghindari gerusan geometri dasar loncatan lemah;
sungai dan tebing.
3. Untuk F= 2,5 sampai 4.5, terjadi
Rumus hidrolika struktur yang
loncatan berisolasi;
digunakan dalam perhitungan pada kolam
4. Untuk F = 4,5 sampai 9, terjadi
olakan datar sebagai berikut:
loncatan tunak;
 Bilangan Froude di akhir saluran
peluncur: 5. Untuk F = lebih dari 9, terjadi loncatan
V1 kuat.
F1  (14) Pada peristiwa loncatan hidraulik,
g . h1 komponen dasar yang berpengaruh pada
 Kedalaman aliran setelah loncatan perhitungan energi adalah persamaan
(kedalaman konjugasi) momentum yang digambarkan pada
h Gambar 9 berikut.
h 2  1 1  8F1  1
2
(15)
2
 Panjang loncatan hidrolis pada kolam
olakan (Raju, 1986 : 194)
L = A (y2 – y1) (16)
Dimana A bervariasi dari 5,0 sampai
6,9 , atau secara empirik dapat digunakan
grafik pada Gambar 8. (Sosrodarsono,
1989:222).

Gambar 9. Persamaan momentum dalam


loncatan hidrolis.
Sumber: Raju, 1986:12
Didapatkan persamaan:
h2 1 
  1  8F1  1
2
(17)
h1 2  
Dengan:
h1 = tinggi muka air hulu (m)
Gambar 8. Panjang loncatan hidrolis h1 = tinggi muka air hilir (m)
Sumber: Sosrodarsono, 1989:222 F1 = Bilangan Froude hulu
2.7. Saluran Pengelak P = tekanan setempat (kPa)
Untuk menghitung kehilangan di 1 = angka batas kavitasi
saluran pengelak digunakan rumus: Kriteria kavitasi :
Hf = kin.V2/2g + kbend.V2/2g +   > 1 : tidak terjadi kavitasi
(f.L.V2/(2g.D))+ koutV2/2g (18)   ≤ 1 : terjadi kavitasi
Dengan : 3. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Hf = kehilangan tinggi tekan (m), 3.1. Pola Operasi
kintrance = koefisien pemasukan, Bendungan Sukamahi difungsikan
kbend = koefisien belokan, sebagai dry dam dengan pola operasi Q2th
kout = koefisien pengeluaran, sampai Q50th mengalirkan debit banjir
V = kecepatan di saluran pengelak outflow hanya melalui saluran pengelak,
dan Q100th, Q1000th, dan QPMF mengalirkan
2.8. Kavitasi debit banjir outflow melalui saluran
Kavitasi adalah suatu kejadian yang pengelak dan pelimpah. Debit yang
timbul dalam aliran dengan kecepatan digunakan sebagai berikut.
begitu besar, sehigga tekanan air menjadi
lebih kecil dari pada tekanan uap air Tabel 1. Debit banjir outflow
maksimum di temperatur itu. Proses ini
menimbulkan gelembung-gelembung uap Kala Ulang Qoutflow
air yang dapat menimbulkan erosi pada (Tahun) (m3/dt)
konstruksi (Patty, 1995:99). Q2th 27,37
Suatu bentuk persamaan untuk Q5th 30,13
memperkirakan kavitasi berupa Q10th 31,59
parameter tak berdimensi, merupakan Q25th 33,18
hubungan antara gaya pelindung terhadap Q50th 34,12
kavitasi (ambient pressure) dan penyebab Q100th 41,00
kavitasi (dynamic pressure) disebut Q1000th 73,83
indeks kavitasi. Perhitungan kavitasi QPMF 250,74
dengan persamaan berikut: Sumber: P.T. Indra Karya Konsultan
Po  Pv
σ 2
(19) (2-49)
V0 3.2. Saluran Pengelak
ρ
2 Debit aliran melalui saluran pengelak
P  Po dengan pintu di inlet (Seri final) dengan
Cp  2
(20) diameter 1,6 m dapat dihitung dengan (2-50)
V0
ρ menggunakan persamaan sebagai berikut:
2 Q1 = Q2
Jika P  Pv, maka 1 = -Cp A1V1 = A2V2
dengan: V2 = (A1/ A2) . V1
 = indeks kavitasi maka,
Po = ambient pressure (kPa)  1kPa =
HT = ∑ hL
1000 N/m2
= Pa + Pg = hinlet + hbend + hfriction + houtlet
Pa = tekanan atmosfir (=101 kPa) V2 V2 V2
Pg =  . g . h = tekanan setempat (kPa) = Kinlet (2.g1 ) + Kbend (2.g2 ) + f.L(2.g.D
2
)
h = tinggi muka air (m)
V2
Pv = tekanan uap (kPa) + Kout(2.g2 )
 = massa jenis cairan (kg/m 3)
Vo = kecepatan aliran (m/dt)
Cp = koefisien kavitasi
V2 (A1 /A2 )2 .V21 USBR. Selanjutnya dilakukan
= Kinlet (2.g1 ) + Kbend ( )+
2.g perhitungan tinggi muka air pada
(A1 /A2 )2 .V21 (A1 /A2 )2 .V21 pelimpah, dengan hasil profil muka air
f.L( )+Kout( ) sebagai berikut.
2.g.D 2.g

V2 A 2
= (2.g1 ) (K 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 + K 𝑏𝑒𝑛𝑑 (A1 ) +
2

(A1 /A2 )2 A 2
f. L ( ) + K 𝑜𝑢𝑡 (A1 ) )

Elevasi
(m)
D 2

V21
= (2.g) . ∑ K

HT .2g 0,5
V1 = ( ∑K
)
Jarak
(m)
HT = 596,50 – 567,45 = 29,05 m.
Perhitungan selanjutnya sebagai
berikut:
A1 = 2,286 m2 (tapal kuda D=1,6 m)
A2 = 8,036 m2 (tapal kuda D= 3 m) Gambar 10. Profil Muka Air Pelimpah
dari persamaan di atas diperoleh:
∑ K = 2,022 3.4. Saluran Samping
V1 = 16,790 m2/dt Perhitungan muka air dilakukan dari
Q = A1 . V1 hilir ke hulu, dikarenakan penampang
= 2,286 . 16,790 kontrol terletak pada akhir saluran
= 38,378 m3/det transisi, sehingga dapat diketahui tinggi
Dari perhitungan di atas didapatkan muka air di akhir saluran samping.
ketinggian muka air waduk yang Contoh perhitungan:
disajikan pada tabel 2. Qoutflow 100th = 4,68 m3/det
jarak x = 15 m
Tabel 2. Rekapitulasi Perhitungan Tinggi El. Crest spillway = + 596,5
Muka Air Waduk q = Q/bspill
Debit Outflow
El. M.A
= 0,312 m3/det
TR Perhitu KR
Waduk Cd = 1,90 m0,5/det (uji model)
Model
ngan Ho = (q/Cd)2/3
(th) (m3/dt) (m3/dt) (%) (m) = 0,30 m
2 26,97 27,370 1,47 +583,78 maka, kedalaman kritis (dc) sebagai titik
5 30,14 30,130 0,04 +587,85
kontrol: 1,37 m (hasil pengukuran).
q1 = Q/btrans
10 31,59 31,590 0,02 +589,63
= 0,67 m3/det per satuan lebar
25 32,78 33,180 1,21 +590,07
vc = q1/ dc
50 35,79 34,120 4,67 +592,72 = 0,488 m/det
100 41,01 41,000 0,03 +596,80 hvc = vc2/2g
1000 73,83 73,830 0,01 +597,64 = 0,01 m
PMF 249,3 250,74 0,56 +599,95 Dengan persamaan Bernoulli,
Sumber: Hasil Perhitungan dilakukan trial error :
d(0+15) + hv(0+15) = dc + hvc + 0,2(hvc -
3.3. Pelimpah hv(0+15))
Dari data debit yang sudah ditentukan Asumsi : d(0+15) = 1,371 m
dilakukanlah perhitungan koefisien maka:
pelimpah dengan menggunakan metode hv(0+15) = 0,009 m
Untuk langkah selanjutnya: Q 4,68
d(0+15) = 1,371 m
V6 =   1,884 m/det
 6,87  0,362
Luas (A) = 10,284 m2 2
α . v6 1,03 . 1,884 2
v(0+15) = Q(0+15)/A = 0,455 m/det hv 6    0,181 m
hv(0+15) = v(0+15) 2/2g 2g 2 . 9,81
= 0,011 m α . v6
2

0,2(hvc - hv(0+15)) = 0,00032 m Z6 + h6 + = 6 + 0,362 + 0,181


sebagai kontrol: 2g
d(0+15) + hv(0+15) = dc + hvc + 0,2(hvc - = 6,542 m
hv(0+15)) Vc 1,884
Fr    1 (kritis)
1,38 = 1,38 (memenuhi) g.hc 9,81 .0,362
Didapatkan profil muka air sebagai (R) =  6  2,485  0,327 m
berikut 6 7,593

Langkah perhitungan selanjutnya


sebagai berikut:
Elevasi
(m)

1. Lebar dasar section 5, b = 7 m


2. Panjang jarak section 5 sampai
section 6, ΔX = 7,050 m
3. Jarak datum, Z6 = 588,81 – 583,8
= 5,01 m
4. Coba-coba tinggi muka air pada
section 5, h = 1,569 m
5. Didapat, A = 10,98 m2 , P= 10,137m,
Jarak R =1,083 m.
(m) 6. Kecepatan Aliran V5 = 0,426 m/det
Gambar 11. Profil Muka Air Saluran α . v5
2
1,03 . 0,426 2
Samping 7. hv 5    0,152 m
2g 2 . 9,81
3.5. Saluran Transisi Atas dan Bawah 8. Kehilangan akibat perubahan
Metode yang digunakan dalam penampang,
perhitungan saluran transisi atas dan
bawah adalah metode tahapan standar.
Sehingga memiliki kesamaan dalam
perhitungannya. 9. Kehilangan akibat faktor gesekan,
Contoh perhitungan profil muka air
pada saluran transisi atas dengan debit
pengaliran Q100th , section 5 dan 6:
Saluran transisi section 6;
Q100th = 4,68 m3/dt
B6 = 6,87 m
Slope = 0,0006 Dengan menggunakan persamaan (7)
Elevasi section 6 = 589,80 m maka persamaannya menjadi,
2
Datum = 583,80 m, v6
2
v5
Z = 6m Z6 + h6 + = Z5 + h5 + - hf - he
2g 2g
Sehingga:
2 2 6,542 = 6,542(memenuhi)
 Q   4,68 
H6 =  B  6,87 
  0,362 m
3 3

g 9,81
Didapatkan profil muka air sebagai Q 38,34
berikut
V6 =   3,80 m/det
 10,1
2
α . v6 1,03 . 3,80 2
hv 6    0,735 m
2g 2 . 9,81
2
α . v6
Elevasi

Z6 + h6 + = 29,80 + 1,47 + 0,735


(m)

2g
= 32,005 m
Vc 3,80
Fr    1 (kritis)
g.hc 9,81 .1,47

(R) =  6  10,1  1,029 m


6 9,809
Langkah perhitungan selanjutnya
Jarak sebagai berikut:
(m) 1. Lebar dasar section 7, b = 5,58 m
Gambar 12. Profil Muka Air Saluran
2. Panjang jarak section 6 sampai
Transisi Atas
section 7, ΔX = 6,02 m
3. Jarak datum, Z7 = 28,89 m
4. Coba-coba tinggi muka air pada
section 7, h = 0,97 m
Elevasi

5. A= 5,43m2, P= 7,526m, R= 0,721m.


(m)

6. Kecepatan Aliran V7 = 7,06 m/det


2
α . v7 1,03 . 7,02 2
7. hv 7    2,543 m
2g 2 . 9,81
8. Kehilangan akibat perubahan
penampang,
k(v  v 6 ) 0,2 ( 7,02 2  3,80 2 )
2 2

Jarak he  7   0,36 m
(m) 2g 2 . 9,81
Gambar 13. Profil Muka Air Saluran 9. Kehilangan akibat faktor gesekan,
Transisi Bawah
3.6. Saluran Peluncur Atas dan Bawah
Metode yang digunakan dalam
perhitungan saluran peluncur atas dan
bawah adalah metode tahapan langsung.
Sehingga memiliki kesamaan dalam Dengan menggunakan persamaan
perhitungannya. (11) maka persamaannya menjadi,
Contoh perhitungan pada section 6 2 2
v6 v7
dan section 7; Z6 + h6 + = Z7 + h7 + - hf - he
Q1000th = 38,34 m3/dt (perhitungan) 2g 2g
B6 = 6,87 m 32,005 = 32,005 (memenuhi)
Slope = 0,667 Cek bilangan Froude,
Z6 = 29,80 m V7 7,10
Fr    2,29 (super kritis)
Sehingga: g.h7 9,81 .0,97
2 2
 Q   38,34  Didapatkan profil muka air sebagai
H6 =  B  3  6,87  berikut:
1,47 m
3

g 9,81
r2 = Lj+r1
V1
F1  = 13,39
g.h 1
1
r0 h 0   1  8Fc  1
2

2 
r2 h
r0 = ; h0 = 2
r1 h1
Lj
 3,70F1
1,35
, maka Lj = 71,08 m
h1
Dengan cara cara coba-coba didapatkan
nilai h0 = 10,22 sehingga nilai h2 adalah
5,912 m.
Gambar 14. Profil Muka Air Saluran Kontrol kedalaman konjugasi h2 hasil
Peluncur Atas perhitungan dengan menggunakan
persamaan energi spesifik, dengan contoh
perhitungan sebagai berikut:
h2 = 5,91 m (Q1000th pada seri 4)
q2
E2  h2  2
2.g.h 2
(73,83/7) 2
E 2  5,91 
2.9,81.(5,91) 2
E2 = 6,07 m
Dengan asumsi h3 = h32 maka :
q2
E3  h3  2
 ΔZ
2.g.h 3
(73,83 / 7) 2
Gambar 15. Profil Muka Air Saluran E 3  3,69   4,5
Peluncur Bawah 2.9,81.(3,69) 2
3.7. Peredam Energi E3 = 8,61 m
Peredem energi pada bendungan Karena E3 > E2 maka h2 mengalami
Sukamahi menggunakan tipe peredam kenaikan menjadi h2’ maka
energi USBR tipe II. Perhitungan tinggi E 3 = E2 ’
muka air pada peredam energi (73,83/7) 2
dipengaruhi oleh hukum persamaan 8,61 = 2h '
2.9,81.(h 2 ' ) 2
momentum.
dengan cara coba – coba didapatkan nilai
Contoh perhitungannya adalah
h2’ = 8,53 m.
sebagai berikut:
Q1000th = 73,83 m3/dt
Didapatkan profil muka air sebagai
b = 7 m
berikut
El. Dasar peredam energi = +531,500
Tinggi muka air dan kecepatan
sebelum loncatan didapat dari
perhitungan muka air saluran peluncur.
h1 = 0,58 m
v1 = 31,90 m/dt
r1 = 8,78 m (dari gambar)
pada pelimpah yang akan berpengaruh
terhadap elevasi muka air waduk dan
memungkinkan terjadi overtoping
Sesuai pengujian model seri 4.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1987. Design of Small Dams.
Oxford & IBH Publishing CO. New
Delhi Bombay Calcutta.
Anonim. 2010. Standar Perencanaan Irigasi,
Kriteria Perencanaan, Bagian
Bangunan Pengatur Debit. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 2015. Laporan Akhir Uji Model
Fisik Bendungan Sukamahi Kabupaten
Gambar 16. Profil Muka Air Peredam Bogor Propinsi Jawa Barat. Malang :
Energi Jurusan Pengairan FT UB.
Chow, Ven Te. 1985. Hidrolika Saluran
4. KESIMPULAN Terbuka, terjemahan E.V. Nensi
Dari analisa yang telah dilakukan, Rosalina. Jakarta : Erlangga.
maka kesimpulannya adalah sebagai De Vries, M. 1987. Scalling Model
berikut : Hydraulic. Netherland: IHE Published
1. Secara keseluruhan pendekatan Falvey, Henry T. 1990. Cavitation in Chutes
perhitungan dengan hasil uji model and Spillways. United States
Department of The Interior : Bureau of
fisik menunjukkan kesalahan relatif
Reclamation.
yang cukup kecil dengan ketetapan Hager, Willi H. 1992. Energy Dissipators
batas pengujian KR<10%, namun pada And Hydraulic Jump, Dordrecht :
saluran transisi bawah dengan Kluwer Academic Publishers.
pengaliran debit Q1000th dan QPMF tidak Novak, P. 1984. Developments In Hydraulic
dapat diprediksi dikarenakan kondisi Engineering 2. Elsevier Applied
aliran terdorong oleh debit yang keluar Science Publishers London and New
dari saluran pengelak sehingga muka York.
air bergerak lebih cepat. Patty, O.F. 1995. Tenaga Air. Surabaya:
2. Secara keseluruhan kondisi hidrolika Erlangga.
aliran setelah perubahan desain Peterka, A.J. 1984. Hydraulic Design of
Stilling Basins and Energy Dissipators.
berdasarkan hasil uji model fisik
United States Department of The
adalah sangat memuaskan, dengan Interior : Bureau of Reclamation.
ditunjukkannya perbaikan aliran Raju, K.G.R. 1986. Aliran Melalui Saluran
setelah dilakukan uji alternative, Terbuka, terjemahan Yan Piter
sehingga uji seri 5c diambil sebagai uji Pangaribuan B.E., M.Eng. Jakarta :
final design. Erlangga.
3. Pada saluran transisi atas, saat Sosrodarsono, Suyono dan Tekeda, Kensaku.
pengaliran debit Q1000th dan QPMF 1989. Bendungan Type Urugan.
dijumpai adanya aliran momentum Jakarta : Erlangga.
pada akhir saluran transisi, hal ini Subramanya, K. 1986. Flow In Open
disebabkan karena saluran transisi Channels, New Delhi : Tata McGraw-
Hill Publishing Company Limited.
yang pendek dengan sill setinggi 1 m
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrolika II.
yang tidak dapat menahan aliran Yogyakarta : Beta Offset.
momentum. Yuwono, Nur. 1996. Perencanaan Model
4. Peninggian sill pada saluran transisi Hidraulik. Yogyakarta: Laboratorium
atas akan menimbulkan aliran balik Hidraulik dan Hidrologi UGM.
LAMPIRAN

Saluran Peluncur Saluran Peluncur


Saluran Samping
Atas Bawah
Inlet Saluran
Pengelak
Aerator 1
Aerator 2

Aerator 3

Saluran Transisi Saluran Transisi


Saluran Pengelak Atas Bawah Peredam Energi Water way

Anda mungkin juga menyukai