Anda di halaman 1dari 81

Laporan Akhir

EKOLOGI TUMBUHAN

OLEH :

KELOMPOK : 7

LABORATORIUM PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM BANDA ACEH

2018
Lembaran Pengesahan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

EKOLOG TUMBUHAN

Oleh:

Kelompok : 7

1. Ade Ilham Murezky 150207148


2. Fitri Rizalina 150207125
3. Irda Lovita 150207009
4. Nanda Khairani 150207055
5. Nurul Huda 150207030
6. Puspa Safira 150207118
7. Putri Andriani 150207001
8. Salmiati 150207090
9. Syarifah Aisyah Salsabila 150207140
10. T Jasa Putra
11. Windi Rahmatillah 150207040
12. Yulia Endang Lestari 150207110

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh :

Asisten Meja Koordinator

Irvan Ardian - Kabisyah Addyan Hedriansyah

Dosen Pembimbing

Mulyadi, S.Pd., M. Pd.


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kita kenikmatan,
berapa kesehatan maupun pengetahuan. Selawat beserta salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau
yang selalu berpengang teguh serta menyebarkan islam yang dibawanya hingga
hari kiamat.
Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah karena dengan izinnya
kamitelah dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Ekologi Tumbuhan ini.
Tentu dalam kami menyelesaikan laporan akhir ini tidak lepas dari bantuan orang
lain, baik itu rujukan dasar teori, dosen pembimbing, kakak/abang asisten, staf
laboratoriumserta para teman-teman yang ikut memberikan saran yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Atas bantuannya kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Dalam menyelesaikan laporan akhir ini tentu kami memiliki kekurangan
dan kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat membantu
dalam penyempurnaan laporan akhir kami untuk yang akan datang. Kami
berharap semoga laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
kami selaku anggota kelompok tujuh.

Banda Aceh, 24 Juli 2018

Kelompok 7
PERCOBAAN I

I. Judul Praktikum : Kurva Spesies Area ( Luas minimum Area)


II. Tanggal Praktikum : 7 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : Untuk menentukan luas petak minimum
yang dapat mewakili tipe komunitas yang
` sedang dianalisis.

IV. Dasar Teori :


Kurva spesies-area (species-area curve, SAC), dalam ekologi, adalah grafik
yang menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak
ukur). Grafik itu biasanya menunjukkan pola pertambahan jumlah jenis yang
relative tajam pada ukuran kuadrat kecil sampai pada suatu titik tertentu dan
sesudah itu semakin mendatar seiring dengan peningkatan ukuran kuadrat. SAC
dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum yang mewakili
suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun.1
Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk
menganalisis vegetasi yang menggunakan petak contoh. Kurva spesies area
digunakan memperoleh luasan minimum petak contoh yang dianggap dapat
mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari.
Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis yang
terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal
tersebut makin luas kurva spesies areanya.2
Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas
minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah
minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur
yang mewakili jika menggunakan metode jalur. Caranya adalah dengan
mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut

____________
1
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut P ertanian Bogor, Bogor. h. 211.
2
Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor. h. 125.
diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan
berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan
yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika
penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-
10%. 3

V. Alat dan Bahan :


1. Alat
1. Tali rafia atau benang untuk menentukan luas petak
2. Patok atau tanda pembatas tiap petak contoh
3. Alat tulis, penggaris, penghapus
4. Perlengkapan untuk membuat herbarium
5. Kamera digital untuk mengambil gambar setiap sampel
6. Gunting tumbuhan untuk mengambil sampel
7. Kantung plastik untuk mengumpulkan hasil pengambilan sampel dari
lapangan
8. Buku identifikasi
2. Bahan
1. Suatu tipe komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum
2. Bahan dalam pembuatan herbarium sperti : alkohol 70% dan kertas
koran sebagai pembungkus sampel
3. Kertas label dan lembaran data untuk proses pengumpulan data

VI. Cara Kerja :


1. Dipilih salah satu tipe vegetasi yang akan menjadi tempat kegiatan
dilakukan, kemudian ditentukan batas-batasnya
2. Ditentukan sebuah tempat di dalam vegetasi tersebut untuk membaut 1
petak contoh dengan ukuran 1x1 meter

____________
3
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB. Hal. 27-28.
3. Dicatat seluruh jenis dan jumlah tumbuhan yang ditemukan pada petak
contoh I dalam tabel lembaran data
4. Kemudian diperluas petak contoh I menjadi dua kali lipat semula, dan
menjadi petak contoh II. Dicatat petambahan jumlah jenis tumbuhan
yang ditemukan
5. Perluasan petak dilakukan seterusnya, sampai tidak terdapat penambahan
jumlah jenis tumbuhannya. Jika penambahan terus terjadi , maka
perluasan petak contoh dihentikan sampai penambahan jenis
tumbuhannya kurang dari 10%

VII. Hasil pengamatan :


Data Pengamatan Luas Minimum Area
Lokasi Pulau Weh
Kelompok 7
Titik pengamatan 5
Kelembapan tanah 95%
pH tanah 5
Suhu Udara 30,7˚C
Kelembapan udara 75%
No Plot Ke Nama Daerah Nama Ilmiah Jumlah
1 Ara Ficus racemosa 2
2 I Meranti Shorea sp. 1
3 - Parakmeria yunnanensis 1
4 Bayur Pterospermum javanicum 1
5 Gaharu Aquilaria malaccensis 2
6 II Angsana Pterocarpus rohrii 1
7 Salam Syzygium polyanthum 1
8 Rotan Daemonorops longipes 3
9 Kulim Scorodocarpus borneensis 2
10 III Meranti Shorea sp. 1
11 Bayur Pterospermum javanicum 1
12 IV Bayur Pterospermum javanicum 2
13 Jelutung Dyera costulata 1
14 Ara Ficus carica L. 2
15 V Bayur Pterospermum javanicum 1

Kapuk Ceiba pentandra 1

Faktor fisik dan kimia

Kelembaban Kelembaban
No. Suhu pH Intensitas cahaya
tanah udara
1 30,7o C 5 75 % 5
2 30,7o C 5 75 % 5
3 30,7o C 5 75 % 5
4 30,7o C 5 75 % 5
5 30,7o C 5 75 5

VIII. Pembahasan :

Kurva spesies-area (species-area curve, SAC) adalah grafik yang


menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak
ukur). Grafik itu biasanya menunjukkan pola pertambahan jumlah jenis yang
relative tajam pada ukuran kuadrat kecil sampai pada suatu titik tertentu dan
sesudah itu semakin mendatar seiring dengan peningkatan ukuran kuadrat. SAC
dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum yang mewakili
suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun.
Kurva spesies area digunakan untuk memperoleh luasan minimum petak
contoh yang dianggap dapat mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat
tertentu yang sedang dipelajari. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat
dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis
yang terdapat pada areal tersebut makin luas kurva spesies areanya.
Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak
kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan
kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak
tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis.
Luas petak contoh pertama berukuran 1x1 meter, diperoleh satu spesies
yaitu Ficus racemosa dengan jumlah dua individu, Pada luas petak 2x1 meter
terdapat spesies Shorea sp., pada plot berukuran 2x2 meter dan pada plot 4x2
meter ditemukan spesies Parakmeria yunnanensis. Dengan demikian penggunaan
metode kurva spesies terlihatlah semakin luas areal maka terjadi penambahan
jumlah dan spesies.

IX. Kesimpulan :
1. Kurva spesies-area (species-area curve, SAC) adalah grafik yang
menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat
(petak ukur).
2. SAC dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum
yang mewakili suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun.
3. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman
jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang
terdapat pada areal tersebut makin luas kurva spesies areanya.
4. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada
petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis
yang ditemukan kembali didaftarkan.
5. Tumbuhan yang paling mendominasi di kawasan hutan Desa Iboih
yaitu Ficus racemosa.
PERCOBAAN II

I. Judul Praktikum : Metode Kuadrat


II. Tanggal Praktikum : 7 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui komposisi jenis, peranan,
penyebaran, dan struktur dari suatu tipe vegetasi
yang diamati.
IV. Dasar Teori :
Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan
suatu luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu
ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m2, cm2 dan lain-lain.
Bentuk petak contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu
bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat segi panjang. Dari
ketiga bentuk tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.4
Metode kuadrat adalah metode analisa vegetasi yang menggunakan daerah
persegi panjang sebagai sampel, uniknya kerapatan ditentukan berdasarkan jumlah
individu suatu populasi jenis tumbuhan di dalam area cuplikan (kuadarat).
Kesulitan dalam menentukan batasan individu tumbuhan pada beberapa keadaan
yaitu, kerapatan dapat ditentukan dengan cara pengolompokkan berdasarkan
kriteria tertentu (kelas kerapatan).5
Teknik kuadrat umumnya dipergunakan untuk memperoleh keterangan
mengenai bentuk komposisi (susunan) komunitas tumbuh-tumbuhan darat.
Ukuran petak sampel ditentukan berdasarkan ukuran dan kerapatan tumbuh-
tumbuhan yang ditentukan, serta dapat mewakili semua individu yang terdapat
dalam lokasi penelitian.6

____________
4
Anonymous, Ekologi Tumbuhan. (Malang: UMM Press,2001), h. 12
5
Charles, Tumbuhan Berguna Indonesia III, (Jakarta: Yayasan Wana Jaya, 1992), h. 52.
6
Hasan, AnalisisPertumbuhanTanaman, (Yogyakarta: UGM press, 1993), h. 35.
V. Alat dan Bahan :
a. Alat
1. Tali rafia atau benang untuk menentukan luas petak
2. Patok untuk tanda pembatas setiap petak contoh
3. Alat tulis, penggaris, dan penghapus
4. Perlengkapan untuk pembuatan herbarium
5. Kamera digital untuk mengambil gambar setiap sampel
6. Gunting tumbuhan untuk mengambil sampel
7. Kantungplastik untuk megumpulkan hasil pengambilan sampel dari
lapangan
8. Buku identifikasi
b. Bahan
1. Suatu tipe komunitas tumbuhan tetentu sebagai objek praktikum
2. Bahan dalam pembuatan herbarium seperti alkohol 70% dan kertas
koran sebagai pembungkus sampel
3. Kertas label dan lembaran data untuk proses pengumpulan data

VI. Cara Kerja :


1. Ditentukan suatu areal tipe komunitas tumbuhan
2. Ditentukan luas areal penelitian dengan mencari luas minimum area
3. Bentuk petak contoh dapat berupa bujur snagkar atau lingkaran. Namun
yang sering digunakan yaitu bentuk bentuk petak contoh dalam bujur
sangkar.
4. Sehubungan dengan ukuran petak contoh, Oosting (1956) berpendapat
bahwa untuk tumbuhan herba cukup seluas 1m2, untuk sepling kurang
dari 3m cukup seluas 10-20m2 dan untuk pohon cukup seluas 100m2
5. Jumlah petak contoh tergantung dari ketersediaan waktu, tenaga, dana
dan dapat mewakili area.
6. Penentuan awal petak contoh dapat dilakukan secara acak atau
sistematis ataupun kombinasi keduanya
7. Dalam setiap petak contoh yang dibuat setiap individu tumbuhan yang
ditemui dicatat, dihitung jumlah jenisnya, difoto dan diambil sampelnya
untuk pembuatan herbarium
8. Setelah semua data terkumpul, dilanjutkan dengan mencari: kerapatan
mutlak (Km), Frekuensi mutlak (Fm) dan khusus untuk pohon
dilakukan analisis Dominasi mutlak (Dm). kerapatan adalah jumlah
individu setiap spesies yang dijumpai dalam petak contoh. Frekuensi
adalah jumlah kemunculan dari setiap spesies yang dijumpai dari
seluruh petak contoh yang dibuat. Dominansi adalah luas bidang dasar
pohon atau luas penutupan tajuk setiap spesies yang dijumpai dalam
petak contoh
9. Ditentukan besar Indeks Nilai Penting (INP) dari setiap spesies dengan
cara dijumlahkan frekuensi relatif, kerapatan relatif dan dominansi
relatifnya
10. Ditentukan perbandingan nilai penting (SDR), SDR ini menunjukkan
jumlah indeks nilai penting dibagi dengan besaran yang
membentuknya. SDR dipakai karena jumlahnya tidak lebih dari 100%,
sehingga mudah diinterprestasikan
11. Disusun sebuah laporan yang lengkap.

VII. Analisis data

 Kerapatan

jumlah suatu spesies


Km = luas petak contoh

kerapatan mutlak suatu spesies


Kr = jumlah kerapatan seluruh spesies x 100%

 Frrekuensi

jumlah petak contoh yang diduduki spesies ke i


Fm = jumlah banyaknya petak contoh
frekuensi mutlak spesies i
Fr =jumlah banyaknya petak contoh x 100%

 Dominansi

dominansi mutlak spesies i


Dm = jumlah total luas petak contoh

dominasi mutlak spesies i


Dr = x 100%
jumlah dominansi seluruh spesies

 Nilai penting

NP = Kr + Fr + Dr

Ket: NP : Nilai penting

Kr : Kerapatan relative

Fr : Frekuensi relative

Dr : Dorminan relative

 SDR (Some Dominance Ratio) / perbandingan nilai penting


nilai penting spesies ke i
SDR = jumlah nilai semua spesies x 100%
VIII. Hasil Pengamatan
Data Pengamatan metode kuadrat
Lokasi : Pulau Weh
Kelompok :7
Titik pengamatan :5
Kelembapan tanah : 95%
pH tanah :5
Suhu Udara : 30,7˚C
Kelembapan udara : 75%
Plot Nama Luas
No Nama Ilmiah Jumlah Vegetasi
Ke Daerah Area
1 Ara Ficus racemosa 2 10x10 √
2 Meranti Shorea sp. 1 10x10
I
Parakmeria
3 - 1 5x5
yunnanensis
Pterospermum
4 Bayur 1 10x10
javanicum
Aquilaria
5 Gaharu 1 10x10
malaccensis
6 II Angsana Pterocarpus rohrii 2 10x10 √
Syzygium
7 Salam 1 5x5
polyanthum
Daemonorops
8 Rotan 2 1x1 √
longipes
Scorodocarpus
9 Kulim 2 10x10 √
borneensis
10 III Meranti Shorea sp. 1 10x10
Pterospermum
11 Bayur 1 5x5
javanicum
Pterospermum
12 Bayur 2 10x10 √
IV javanicum
13 Jelutung Dyera costulata 1 10x10
14 Ara Ficus carica L. 2 10x10 √
V Pterospermum
15 Bayur 1 5x5
javanicum
Hasil Analisis Data

Tiang (5x5 meter)

Pohon (10x10 meter)


IX. Pembahasan :
Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan
suatu luasan petak contoh. Teknik kuadrat umumnya dipergunakan untuk
memperoleh keterangan mengenai bentuk komposisi (susunan) komunitas
tumbuh-tumbuhan. Analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan
terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan (dominansi), dan frekuensi.
Kerapatan tumbuhan ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi
jenis tumbuhan didalam area tersebut, kerimbunan ditentukan berdasarkan
penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Keragaman spesies
dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau
sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang
ada. Hubungan ini dapat dikatakan secara numeric sebagai indeks nilai penting.
Jumlah spesies dalam suatu komunitas penting dari segi ekologi karena
keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil.
Pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat
menggunakan petak yang berupa segi empat dengan luas area 1x1 meter untuk
herba, 2x2 meter untuk semak, 5x5 meter untuk tiang dan 10x10 meter untuk
pohon. Hasil analisis menunjukkan bahwa tumbuhan yang mendominasi
dikawasan hutan Desa Iboih dari kelompok tiang bayur (Pterospermum
javanicum), pohon didominasi oleh bayur (Pterospermum javanicum) juga dengan
jumlah 4 individu
X. Kesimpulan :
1. Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan
suatu luasan petak contoh.
2. Petak yang digunakan berupa segi empat dengan luas area 1x1 meter
untuk herba, 2x2 meter untuk semak, 5x5 meter untuk tiang dan 10x10
meter untuk pohon.
3. Metode ini menggunakan analisis perhitungan terhadap variabel-variabel
kerapatan, kerimbunan (dominansi), dan frekuensi.
4. Tumbuhan yang mendominasi dari kelompok tiang didominasi
Pterospermum javanicum
5. Tumbuhan yang mendominasi dari kelompok pohon didominasi oleh
tumbuhan Pterospermum javanicum
LAMPIRAN
PERCOBAAN III

I. Judul Praktikum : Metode Kuadran (Point Center Quarter Methode)


II. Tanggal Praktikum : 7 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui komposisi jenis, peranan,
penyebaran, dan struktur dari suatu tipe vegetasi
yang diamati.
IV. Dasar Teori :
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan
komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat
tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies,
kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur. Selain itu dalam
suatu ekologi hutan satuan yang akan diselidiki adalah suatu tegakan, yang
merupakan asosiasi konkrit.7
Salah satu metode yang dapat di gunakan untuk menganalisa vegetasi adalah
metode kuadran atau sering disebut dengan kuarter. Metode ini sering sekali
disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan
ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan
pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan
melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama,
biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vcegetasi
kompleks lainnya.8

____________
7
M. Michael, Program Metode Ekologi (Jakarta: UI, 1994), h. 65.

8
Swanarmo, dkk, Pengantar Ilmu Lingkungan, (Malang: Universitas Muhammadyah,
1996), h. 78
Metode kuadran terdiri dari dua macam, yaitu Point-quarter dan Wandering-
quarter. Point-quarter merupakan metode yang penentuan titik-titik terlebih
dahulu ditentukan di sepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat
ditentukan secara acak atau sistematis. Wandering-quarter merupakan suatu
metode dengan cara membuat suatu garis transek dan menetapkan titik sebagai
titik awal pengukuran.9

V. Alat dan Bahan :


c. Alat
1. Tali rafia atau benang untuk menentukan luas petak
2. Patok untuk tanda pembatas setiap petak contoh
3. Alat tulis, penggaris, dan penghapus
4. Perlengkapan untuk pembuatan herbarium
5. Kamera digital untuk mengambil gambar setiap sampel
6. Gunting tumbuhan untuk mengambil sampel
7. Kantungplastik untuk megumpulkan hasil pengambilan sampel dari
lapangan
8. Buku identifikasi
d. Bahan
4. Suatu tipe komunitas tumbuhan tetentu sebagai objek praktikum
5. Bahan dalam pembuatan herbarium seperti alkohol 70% dan kertas
koran sebagai pembungkus sampel
6. Kertas label dan lembaran data untuk proses pengumpulan data

VI. Cara Kerja :


1. Ditentukan suatu areal tipe komunitas tumbuhan pada sebuah hutan
2. Membuat transek (garis lurus) pada vegetasi yang diamati, kemudian
ditentukan sebuah titik (titik A) pada lokasi pengamatan I yang tegak
lurus dengan garis transek
____________

9
Simanung, Analisis Vegetasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), h.47
3. Dari titik A ditariklah tali rafia dengan ukuran (10 m untuk pohon0
tegak lurus dengan arah transek. Dengan ukuran yang sama tari kembali
tali rafia ke arah kanan tegak lurus dngan arah transek (membentuk
sudut 90 derjat), kemudian ke arah belakan (membentuk sudut 180
derajat), dan terakhir ke arah kiri (membentuk sudut 270 derajat),
sehingga membentuk 4 kuadrat
4. Pada setiap kuadrat dilakukan pengamatan terhadap satu pohon atau
tiang yang terdekat dengan titik A. Parameter yang diukur yaitu jarak
dari titik A ke pohon/tiang terdekat, diamter pohon setinggi dada
(DBH) dan juga luas penutupan tajuknya (dominasi)
5. Kemudian ditentukan titik pengamatan berikut (lokasi II) dengan cara
bergerak searah dengan garis transk dengan jarak dari titik pengamatan
harus lebih besar dari dua kali jarak terjauh antara pohon dengan titik
pengamatan (bisa 100 m)
6. Dilakukan kembali proses pengukuran pada lokasi II seperti pada lokasi
pengamatan I
7. Dicari indeks nilai penting dan SDRnya.

VII. Analisis data

 Kerapatan

jumlah suatu spesies


Km = luas petak contoh

kerapatan mutlak suatu spesies


Kr = jumlah kerapatan seluruh spesies x 100%

 Frrekuensi

jumlah petak contoh yang diduduki spesies ke i


Fm = jumlah banyaknya petak contoh

frekuensi mutlak spesies i


Fr =jumlah banyaknya petak contoh x 100%

 Dominansi
dominansi mutlak spesies i
Dm = jumlah total luas petak contoh

dominasi mutlak spesies i


Dr = x 100%
jumlah dominansi seluruh spesies

 Nilai penting

NP = Kr + Fr + Dr

Ket: NP : Nilai penting

Kr : Kerapatan relative

Fr : Frekuensi relative

Dr : Dorminan relative

 SDR (Some Dominance Ratio) / perbandingan nilai penting


nilai penting spesies ke i
SDR = jumlah nilai semua spesies x 100%
VIII. Hasil Pengamatan
Data pengamatan metode kuadran
Jarak
Nama Daerah Tinggi
Dari DBH
Lokasi Kuadran Nama Spesies Pohon
Titik (cm)
(m)
(m)
Ficus
Ara/loa 14 9 34
racemosa
I Meranti Shorea sp. 12 5 33
Parakmeria
- 10 6 71
yunnanensis
Scorodocarpus
Kulim 15 5,4 20
borneensis
Pterospermum
II Bayur 16 7,8 40
javanicum
Aquilaria 10,1
Gaharu 13 20
malaccensis
Titik Pterospermum
A Bayur 19 11,5 30
javanicum
Aquilaria
Gaharu 15 14 23
malaccensis
III
Pterocarpus
Angsana 13 15,5 30
rohrii
Syzygium
Salam 9 16 30
polyanthum
Pterocarpus
Angsana 13 15 30
rohrii
Dyera
IV Jelutung 15 13,4 53
costulata
Syzygium
Salam 13 14 30
polyanthum

IX. Pembahasan
Metode kuadran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuadran jenis point-quarter dimana dalam metode ini ditentukan titik-titik terlebih
dahulu disepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan
secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah
kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing
kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon
yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara
pohon terdekat dengan titik pusat kuadran.
Kuadran yang dibuat dalam penelitian ini terdiri atas empat kuadran dan
ditiap masing-masing kuadran terdapat jenis-jenis tumbuhan yang berbeda.
Kuadran pertama ditemukan tumbuhan Ficus racemosa, Shorea sp. dan
Parakmeria yunnanensis. Kuadran kedua terdapat tumbuhan Scorodocarpus
borneensis, Pterospermum javanicum dan Aquilaria malaccensis. Kuadran ketiga
dan keempat ditemukan tumbuhan Pterospermum javanicum, Aquilaria
malaccensis, Pterocarpus rohrii, Syzygium polyanthum, dan Dyera costulata.

X. Kesimpulan
1. Metode kuadran terbagi menjadi dua macam, yakni metode Point-
quarter dan Wandering-quarter.
2. Metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan di
sepanjang garis transek disebut dengan metode Point-quarter.
3. Wandering-quarter adalah suatu metode dengan cara membuat suatu
garis transek dan menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran.
4. Kuadran pertama ditemukan tumbuhan Ficus racemosa, Shorea sp. dan
Parakmeria yunnanensis.
5. Kuadran ketiga dan keempat ditemukan tumbuhan Pterospermum
javanicum, Aquilaria malaccensis, Pterocarpus rohrii, Syzygium
polyanthum, dan Dyera costulata.
PERCOBAAN IV

I. Judul Praktikum :Metode Transek


II. Tanggal Praktikum : 07 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui komposisi jenis, peranan
penyebaran dan struktur dari tipe vegetasi yg
diamati

IV. Dasar Teori


Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari atau
diselidiki. Tujuannya untukmengetahui hubungan perubahan vegetasi dan
perubahan lingkungan. Metode transek yaitu Belt transect (transek sabuk),
merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur
untuk hutan antara 1-10 m. Panjang transek tergantung tujuan penelitian, Setiap
segmen dipelajari vegetasinya.Sedangkanline transect (transek garis), metode
ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Pada metode garis ini, sistem
analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi
yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan
10
digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Transek untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara
cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan
semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50
m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5
m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka
garis yang digunakan cukup 1 m.11
Transek terdiri dari plotplot/petak cuplikan yang disusun secara selang-
seling tegaklurus garis kontur. Pengukuran pada tingkat pohon dengandiameter 10
____________
10
Syafei, Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif, (Jakarta :Pustaka Sinar
Harapan, 1990, hal. 52

11
Heddy S., Kurniati M.,. Prinsip-prinsipDasar Ekologi. (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
1996), hal. 80
cm ke atas menggunakan plot berukuran 10 x10 m, sedangkan subplot yang
digunakan untuk tumbuhanbawah berukuran 2 x 2 m. Parameter yang diukurdi
lapangan meliputi nama jenis, jumlah individu tiap jenis,diameter, tinggi, dan
tinggi bebas cabang. Parameter ini diukur untuk menghitung nilai frekuensi relatif
(FR),kerapatan relatif (KR), dan dominansi relatif (DR) sehinggadiperoleh indeks
nilai penting (INP). Pada tingkat pohonINP = FR + KR + DR, sedangkan
tumbuhan bawah(semai)INP = FR + KR.12
Frekuensi lokal adalah jumlah sub petak contohyaitu: setiap jenis pohon
hadir di setiap petak contoh dibagijumlah seluruh sub petak dalam setiap petak
contoh.Frekuensi adalah jumlah petak contoh dimana setiap jenispohon hadir
dibagi jumlah seluruh petak contoh. Untuk jenistumbuhan yang belum
teridentifikasi dibuat herbariumnya, dicocokkan dengan koleksi herbarium yang
dimiliki Satuan Kerja CAPP. 13

V. Alat dan Bahan :


a. Alat :
1. Tali raffia
2. Meteran
3. Pancang
4. Patok untuk tanda
5. Kamera digital
6. Gunting tunbuhan
7. Kantung plastik
8. Buku identifikasi
9. Alat-alat tulis

____________
12
Lily Ismaini, dkk., Analisis Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan di Gunung
Dempo, Sumatera Selatan, Jurnal Pros Sem Nas Masy Biodiv Indonesia, Vol. 1, No.6, (2015), hal.
1397
13
Agung Kurniawan, Persebaran Jenis Pohon di Sepanjang Faktor Lingkungan di Cagar
Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat, JurnalBiodiversitas, Vol.9, No. 4, (2008), hal. 276
b. Bahan
1. Tumbuh-tumbuhan yang ada di hutan Ibioh Sabang
2. Alkohol 70%
3. Kertas lebel
4. Lembaran data

VI. Cara Kerja


1. Ditentukan suatu areal tipe komunitas tumbuhan pada sebuah hutan.
2. Dibuat transek pada vegetrasi yang di amati
3. Ukuran transek yaitu 10 m ke kanan dan ke kiri dan panjang jalan 100m.
4. Dilakukan pengamatan pada seluruh tiang dan pohon yang ditemukan.
5. Parameter yang diukur adalah jumlah dan jenis pohon,keliling
pohon,tinggi pohon dan dominansinya.
6. Dicari indeks nilai penting.
7. Dibuat laporan yang lengkap sesuai data yang diperoleh dari lapangan

VII. Hasil Pengamatan :

Data Pengamatan Metode Transek

Lokasi : Pulau Weh


Kelompok :7
Titik pengamatan :5
Kelembapan tanah : 95%
pH tanah :5
Suhu Udara : 30,7˚C
Kelembapan udara : 75%
Plot Nama Luas
No Nama Ilmiah Jumlah Vegetasi
Ke Daerah Area
1 Ara Ficus racemosa 2 10x10 √
2 Meranti Shorea sp. 1 10x10
I
Parakmeria
3 1 5x5
yunnanensis
Pterospermum
4 Bayur 1 10x10
javanicum
II
Aquilaria
5 Gaharu 1 10x10
malaccensis
Pterocarpus
6 Angsana 2 10x10 √
rohrii
Syzygium
7 Salam 1 5x5
polyanthum
Daemonorops
8 Rotan 2 1x1 √
longipes
Scorodocarpus
9 Kulim 2 10x10 √
borneensis
10 III Meranti Shorea sp. 1 10x10
Pterospermum
11 Bayur 1 5x5
javanicum
Pterospermum
12 Bayur 2 10x10 √
IV javanicum
13 Jelutung Dyera costulata 1 10x10
14 Ara Ficus carica L. 2 10x10 √
V Pterospermum
15 Bayur 1 5x5
javanicum
Kapuk Ceiba Pentandra 1 10x10

Transek kanan

Luas Tinggi
Nama DBH
No Nama Ilmiah Tutupan Pohon
Daerah (cm)
Tajuk (m) (m)
Ka = 1,5
1 Ara/loa Ficus racemosa 34 Ki = 14
1,5
Ka = 1
2 Meranti Shorea sp. 33 12
Ki = 1
Parakmeria
3 71 D = 1,5 B = 1,5
10
yunnanensis
Scorodocarpus Ka = 1
4 Kulim 20 15
borneensis Ki = 1
Pterospermum D=1
5 Bayur 40 16
javanicum B=1
Aquilaria Ka = 1
6 Gaharu 20 13
malaccensis Ki = 1
D=1
7 Ara Ficus carica L. 41 16
B=1
Ka = 0,5
8 Jelutung Dyera costulata 39 Ki = 17
0,5
Ka = 3
9 Kapuk Ceiba Pentandra 158 19
Ki = 3
10 Angsana Pterocarpus rohrii 20 10
Syzygium Ka = 2
11 Salam 53 25
polyanthum Ki = 2

Transek kiri

Pterospermum Ka = 2
1. Bayur 30 19
javanicum Ki = 2
Aquilaria Ka = 1
2. Gaharu 23 15
malaccensis Ki = 1
Ka = 1,5
3. Angsana Pterocarpus rohrii 30 13
Ki = 1,5
Ka = 1
4. Jelutung Dyera costulata 53 15
Ki = 1
Daemonorops Ka = 2
5. Rotan 61 17
longipes Ki = 2
Syzygium Ka = 2
6. Salam 30 9
polyanthum Ki = 2
Data analisis metode transek
VIII. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan, metode transek adalah jalur sempit


melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungannya atau untuk
mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Metode transek
biasa digunakan untuk mengetahui vegetasi tertentu seperti padang rumput dan
lain-lain atau suatu vegetasi yang sifatnya masih homogeny.
Terdapat 4 metode transek, yaitu metode line transect, metode belt transect,
metode strip sensus dan metode jarak. Pengamatan dilapangan dapat diketahui
bahwa metode transek yang digunakan adalah metode line transek, Dalam cara ini
terlebih dahulu ditentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis
transek dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada
garis transek itu kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m,
10 m. Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman
yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/ dijumpai.
Cara mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan tegak lurus bagian
basal atau aerial coverage yang terpotong garis transek ketanah merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi dalam
hutan,metode ini biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari komunitas
hutan.
Pengamatanvegetasi hutan dengan menggunakan metode transek di lakukan
di hutan lindung Iboih, Sabang. Pengamatan yang dilakukan ditarik garis lurus
dari tiik nol/ titik awal pengamatan sejauh 100 meter kedepan, ke kiri 10 meter
dan ke kanan 10 meter. Setelah ditarik dan diberikan batasan yang akan diamati,
selanjutnya pohon – pohon yang termasuk ke dalam wilayah pengamatan itu yang
akan diamati. Pada saat melakukan pengamatan dan identifikasi yang dihitung
pada pohon tersebut adalah tinggi pohon, diameter pohon dan kanopi pohon.
Terhadap tumbuhan dilakukan pada segmen-segmen yang telah di tentukan
tersebut, jikalau ada tumbuhan yang tidak diketahui jenisnya maka dapat diambil
sampel dari tumbuhan tersebut baik dari bagian daun maupun difoto seluruhnya
untuk memudahkan dalam melakukan identifikasi. Selanjutnya, data yang
diperoleh di analisis yaitu berupa kerapatan, frekuensi dan dominansi dari hasil
pengamatan tersebut.

IX. Kesimpulan
1. Metode transek merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui jenis-jenis vegetasi dalam hutan,
2. Pada pengamatan yang dilakukan di Sabang ditarik garis lurus dari tiik
nol/ titik awal pengamatan sejauh 100 meter kedepan, ke kiri 10 meter
dan ke kanan 10 meter.
3. Metode transek line, garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman
yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/
dijumpai.
4. Pengamatan dan identifikasi yang dihitung pada pohon tersebut adalah
tinggi pohon, diameter pohon dan kanovi pohon.
5. Pengamatan di Sabang metode transek digunakan untuk mengetahui
komposisi jenis,tumbuhan,peranan,penyebaran,dan struktur pohon dari
vegetasi hutan yang diamati
LAMPIRAN
PERCOBAAN V

I. Judul Praktikum : Profil Arsitektur Tumbuhan


II. Tanggal Praktikum : 07 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : Untuk memperoleh gambaran komposisi vertical
dan horizontal dari vegetasi

IV. Dasar Teori


Arsitektur pohon dan akar merupakan produk dari organogenesis dan
morfogenesis. Model arsitektur merupakan bentuk ekspresi secara morfologi dari
genetic blueprint suatu pohon dengan pola pertumbuhan kontinyu atau
ritmik. Model arsitektur suatu pohon memiliki hubungan erat dengan
pertumbuhan pohon dan kualitas kayu, hal ini dapat dilihat dari kebutuhan tertentu
dengan faktor-faktor penentu pertumbuhan diantaranya cahaya, air dan unsure
hara. Pohon-pohon dengan pola percabangan kontinyu cenderung menghasilkan
fenotip batang yang silindris, sedangkan pola percabangan ritmik lebih banyak
membentuk tajuk yang mengerucut. Dengan demikian model arsitektur pohon
dan akar akan berpengaruh terhadap kualitaskayu yang dihasilkan.14
Profil arsitektur merupakan dasar untuk memperoleh gambaran komposisi,
struktur vertical dan horizontal suatu vegetasi sehingga memberikan informasik
mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Hutan merupakan suatu
kumpulan dari pohon-pohon atau satuan tumbuhan berkayu yang pada kepadatan
dan luas tertentu mampu menciptakan iklim setempat dan keadaan ekologis
berbeda dengan luarnya. Hutan juga sebagai kesatuan tumbuhan dan binatang
dalam suatu asosiasi biotis.15
Pola percabangan tumbuhan akan membentuk model arsitektur tumbuhan.
Model arsitktur telihat pada saat tumbuhan yang masih muda. Arsitektur
percabangan merupakan gambaran morfologi pada suatu fase tertentu dari suatu

____________
14
Syafei., Ilmu Ekologi, (Jakarta : Erlangga. 2009), hal. 85.

Hasanuddin, , “Model Arsitektur Pohon Hutan Kota Banda Aceh Sebagai Penunjang
15

Pratikum Morfologi Tumbuhan”, Jurnal Edubio Tropika,Vol.1.No.1, 2013, hal. 5


rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Konsep
arsitektur menunjukan sifat yang dinamis karena tumbuhan terus berkembang
menurut waktu dan ruang.16
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama
pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi,
tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja.
Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak
berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.17
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam
berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil
manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan
hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti
penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan
peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global.
Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan
yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya
berjuta tumbuhan.18

V. Alat dan Bahan:


a. Alat :
1. Tali raffia atau benang untuk menentukan luas petak
2. Patok untuk tanda pembantas setiap petak contoh
3. Alat tulis,penggaris,penghapus
4. Perlengkapan untuk herbarium
5. Kamera untuk mengambil sampel gambar
6. Gunting tumbuhan untuk mengambil sampel
____________
16
Michael, P., Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang, (Yogyakarta : UGM. 1995),
hal.85.
17
Wirakusuma, dkk., Ekologi Hutan, (Bogor :Fahutan IPB, 1995), hal.102.

Nursal, , “Karakteristik Komposisi Dan Stratifikasi Vegetasi Strata Pohon”, Jurnal


18

Biogenesis Vol.9, No.2,2013, hal. 10


7. Kantung Plastik Untuk mengumpulkan hasil pengambilan sampel dari
lapangan.
8. Buku identifikasi

b. Bahan :
1. Suatu tipe komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum
2. Bahan dalam pembuatan herbarium seperti : alcohol 70 % dan kertas
Koran sebagai pembungkus sampel
3. Kertas label dan lembaran data untuk proses pengumpulan data
4. Peta vegetasi dan foto udara.

VI. Cara Kerja :


1. Ditentukan lokasi yang akan diamati. Usahakan dalam bentuk transek
yang tegak lurus dengan jalan yang dilewati.
2. Dibuat petak contoh pada lokasi dengan ukuran 10x50 secara tegak lurus.
3. Proyeksikan ukuran 10 m dengan Y dan 50 m dengan x
4. Ditandai semua pohon dan tiang yang ada dalam petak contoh,kemudian
catat nama jenis setiap tumbuhan serta proyeksi X dan Ynya, keliling
pohon setinggi dada (DBH),tinggi total pohon,tinggi titik cabang pertama
serta luas penutupan tajuknya.
5. Diuat lah grafik secara vertical dan horizontal diatas kertas millimeter
dengan skala tertentu yang disesuaikan dengan ukuran di lapangan.
6. Dari hasil Grafik tentukan spesies tumbuhan termaksud pohon yang masa
akan dating,masa kini dan masa lampau.
7. Untuk melengkapi factor-faktor lingkungan seperti
kelembaban,suhu,udara, ketinggian dan intensitas cahaya juga diukur.
8. Dibuat lah laporan lengkap sesuai dengan gambar dan hasil lapangan
yang diperoleh.
VII. Hasil Pengamatan

Lokasi : Pulau Weh


Kelompok :7
Titik pengamatan :5
Kelembapan tanah : 95%
pH tanah :5
Suhu Udara : 30,7˚C
Kelembapan udara : 75%
N Nama Nama Ilmiah Koordina Tinggi Tingg DB Gambaran Luas tutupan tajuk
o Daerah t cabang i H Percabangan (m)
X Y pertam poho (cm) Ki Ka D B
a (Ht) n (Hi)
1 Ara Ficus racemosa 2 2 3 14 34 Prevost 1,5 1,5 - -
2 S. bracteolata 3 4 4 12 33 Prevost 1 1 - -
3 Kulim Scorodocarpus 5 7 3,3 15 20 Prevost 1 1 - -
borneensis
4 Meranti Shorea sp. 6 9 2 7,5 71 Prevost - - 1,5 1,5
5 Bayur Pterospermum 1 20 2,5 16 40 Koriba - - 1 1
javanicum
6 Ara Ficus carica L. 3 25 1,5 16 41 Prevost - - 1 1
7 Bayur Pterospermum 5 29 4 17 39 Attims 0,5 0,5 - -
javanicum
8 Jelutung Dyera costulata 10 30 8 19 158 Attims 3 3 - -
9 Ara Ficus carica L. 7 26 10 7 29 Attims 2 2 - -
10 Gaharu Aquilaria malaccensis 3 42 5 13 20 Prevost 1 1 - -
11 Angsana Pterocarpus rohrii 5 45 9,5 10 20 Prevost 3 3 - -
12 Syzygium 9 49 3 25 53 Prevost 2 2 - -
13 Salam Syzygium polyanthum 6 47 3 7 125 Prevost 2 2 - -
14 Rotan Daemonorops longipes 3 64 3 19 30 Koriba 1 1 - -
Koordina Tinggi Tingg Luas tutupan tajuk
DB
N Nama t cabang i Gambaran (m)
Nama Ilmiah H
o Daerah pertam poho Percabangan
X Y (cm) Ki Ka D B
a (Ht) n (Hi)
1 Ara Ficus racemosa 2 2 3 14 34 Prevost 1,5 1,5 - -
2 S. bracteolata 3 4 4 12 33 Prevost 1 1 - -
Scorodocarpus
3 Kulim 5 7 3,3 15 20 Prevost 1 1 - -
borneensis
4 Meranti Shorea sp. 6 9 2 7,5 71 Prevost - - 1,5 1,5
Pterospermum
5 Bayur 1 20 2,5 16 40 Koriba - - 1 1
javanicum
6 Ara Ficus carica L. 3 25 1,5 16 41 Prevost - - 1 1
Pterospermum
7 Bayur 5 29 4 17 39 Attims 0,5 0,5 - -
javanicum
8 Jelutung Dyera costulata 10 30 8 19 158 Attims 3 3 - -
9 Ara Ficus carica L. 7 26 10 7 29 Attims 2 2 - -
10 Gaharu Aquilaria malaccensis 3 42 5 13 20 Prevost 1 1 - -
11 Angsana Pterocarpus rohrii 5 45 9,5 10 20 Prevost 3 3 - -
12 Syzygium 9 49 3 25 53 Prevost 2 2 - -
13 Salam Syzygium polyanthum 6 47 3 7 125 Prevost 2 2 - -
14 Rotan Daemonorops longipes 3 64 3 19 30 Koriba 1 1 - -
VIII. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan tentang profil hutan, Hutan adalah kominitas
vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh dilahan kota atau sekitar
kota, berbentuk jalur menyebar atau bergerombol (menampak) dengan struktur
meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi
satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan elastic.Pohon-pohon
dengan pola percabangan kontinyu cenderung menghasilkan fenotip batang yang
silindris, sedangkan pola percabangan ritmik lebih banyak membentuk tajuk yang
mengerucut. Pola percabangan tumbuhan akan membentuk model arsitektut
tumbuhan. Model arsitktur telihat pada saat tumbuhan yang masih muda.
Arsitektur percabangan merupakan gambaran morfologi pada suatu fase tertentu
dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap
waktu.
Pengamatan ini dilakukan di Desa Iboh Kec. Suka Karya kota Sabang.
Metode ini diawali dengan menarik garis dengan menentukan garis titik koordinat
X dan Y. kemudian diamati pohon dan diukur titik koordianat dimana pohon itu
berada. Profil hutan dibuat pada petak contoh di lokasi dengan ukuran 10 x 50
secara tegak lurus. Di proyeksikan ukuran 10 meter dengan Y dan 50 meter
dengan X. Ditandai semua pohon dan tiang yang ada dalam petak contoh
kemudian dicatat nama jenis tumbuhan serta proyeksi X dan Y, keliling pohon
IX. Kesimpulan

1. Hutan adalah kominitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang


tumbuh dilahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur menyebar atau
bergerombol (menampak) dengan struktur meniru hutan alam,
membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan
menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan elastic.
2. Metode ini diawali dengan menarik garis dengan menentukan garis titik
koordinat X dan Y.
3. Profil hutan dibuat pada petak contoh di lokasi dengan ukuran 10 x 100
secara tegak lurus.
4. Ditandai semua pohon dan tiang yang ada dalam petak contoh kemudian
dicatat nama jenis tumbuhan serta proyeksi X dan Y, keliling pohon
setinggi dada (DBH), tinggi pertama serta luas tajuknya
LAMPIRAN
PERCOBAAN VI

I. Judul Praktikum : Biomassa


II. Tanggal Praktikum : 07 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : 1. Untuk mengetahui akumulasi karbon organic
pada tumbuhan (serasah, herba, dan pohon)
2. Untuk mengetahui hubungan karbon absolute
dalam biomassa tumbuhan, pada waktu
tertentu)
IV. Dasar Teori :
Biomassa adalah bahan yang diproduksikan dalam jaringan tumbuhan
dengan bahan baku dari lingkungan dan sumber energi dari matahari, dinyatakan
dalam berat bahan organik per unit area. Besarnya potensi biomassa dipengaruhi
oleh kemampuan tumbuhan tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan
melalui proses fotosintesis, yang dikenal dengan proses sequestration. Hasil
proses fotosintesis dikurangi respirasi tersebut terakumulasi di dalam biomassa.
Besarnya biomassa tumbuhan tersebut dapat mempengaruhi nilai kandungan
karbon dari tumbuhan tersebut.19
Karbon adalah unsur penting sebagai pembangun bahan organik, karena
sebagian besar bahan kering tumbuhan terdiri dari bahan organik. Unsur karbon
dibutuhkan oleh makhluk hidup sebagai salah satu unsur pembangun biomassa
dalam tubuh dan sebagai sumber energi yang proses produksinya dilakukan oleh
organisme yang mempunyai klorofil (zat hijau daun). Dengan menggunakan
energi matahari dan melalui proses fotosintesis, gas karbondioksida (CO2) dan air
yang diserap oleh organisme tersebut diubah menjadi berbagai unsur karbon yang
menyimpan energi dalam bentuk biomassa alga, bakteri, dan tumbuhan, misalnya
karbohidrat (zat pati).20

____________
19
Hilmi, E dan Kusmana, C., Model Pendugaan Potensi Karbon Flora Bakau, (Bogor:
Fahutan IPB, 2008), hal. 50
20
Khiatudin, M, Melestarikan Sumber Daya Air dan Teknologi Rawa Buatan,
(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, Cetakan ke-2, 2003), hal. 73
Stok karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan 46%
biomassa adalah karbon, adapun metode estimasi biomassa salah satunya adalah
metode elometrik . estimasi dilakukan dengan cara mengukur diameter batang
pohon setinggi dada (diameter at breast height, DBH), yang terdapat pada plot
penelitian. Kemudian DBH digunakan sebagai variabel bebas dari persamaan
alometrik yang menghubungkan biomassa sebagai variabel terikat dan DBH
sebagai variabel bebas.21
Kandungan karbon tanaman dihitung berdasarkan nilai karbon (C) pada
setiap organ tanaman (batang, daun dan pelepah) kemudian dijumlahkan untuk
setiap pohon. Pengukuran kandungan karbon pada organ tanaman dilakukan
secara langsung yakni dengan menggunakan metode karbonisasi atau
pengarangan. Komponen pohon yang terdiri atas batang, cabang, ranting/ daun
dan buah yang telah dilakukan pengukuran berat kering, diambil sampel dengan
berat tertentu untuk dilakukan proses pengarangan atau karbonasi dengan
menggunakan retort listrik pada suhu akhir 500oC selama ± 4 jam.22

V. Alat dan Bahan


a. Alat
1. GPS
2. Tali Rafia
3. Meteran
4. Alat tulis
5. Cutter/gunting

____________

Aufa Ilmiyana, “Estimasi Stok Karbon pada Tegakan Pohon Rhizopora stylosa di Pantai
21

Camplong, Sampang-Madura”, Jurnal Biologi, Vol. 1, No. 2 (2010), hal. 2.


22
Dhany Yuniati, “Persamaan Allometrik Biomassa dan Karbon untuk Pendugaan
Simpanan Karbon dalam Mendukung Upaya Konservasi Savana Corypha Utan”, Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol. 10, No. 2, (2013), hal. 77.
b. Bahan
1. Objek, berupa tipe komunitas tumbuhan dan serasah, (untuk pohon
besar berdiameter >30 dn kecil berdiameter <30).

VI. Cara kerja :


1. Ditentukan lokasi yang akan diamati pada peta
2. Ditentukan lokasi dilapangan dan ditentukan intensitas sampling
3. Dibuat plot besar yang berukuran 20x100 / 10x50 meter untuk pohon
DBH > 30
4. Didalam plot besar tersebut dibuat plot berukuran 5x40 / 2x20 meter
untuk pohon DBH 5< DBH <30 meter.
5. Didalam plot 5x40 / 2x20 meter dibuat plot 1x1 meter untuk stok karbon
understorey (herba, perdu dan anakan pohon DBH <5 cm)
6. Didalam plot 1x1 meter, dibuat 0,5x0,5 meter untuk serasah (daun-daun
yang sudah gugur/jatuh ditanah)
7. Dicatat jumlah pohon yang terdapat dalam plot berdasarkan DBH yang
telah ditentukan.
8. Pada plot yang berukuran 20x100 / 10x50 meter dan 5x40 / 2x 20 meter
diambil ranting/ cabang/ daun kemudian ditimbang per pohon.
9. Kemudian serasah dicuci untuk menghilangkan partikel tanah, dijemur,
ditimbang berat totalnya, diambil subsampel sebanyak 300 gram dan
dikeringkan dalam oven hingga beratnya konstan.
10. Dilakukan pengukuran ketinggian dan dideteksi lokasi pengamatan
dengan GPS.
11. Untuk memperoleh nilai stok karbon pohon dihitung dengan persamaan:
W= 0,188 DBH2,53, khusus untuk hutan dengan curah hujan 1500-4000
mm.
12. Karbon stok understorey dan serasah dihitung dengan persamaan
berikut:
Berat basah total (kg)x berat kering subsampel (g)
Biomassa total (kg/m2)= Berat basah subsampel (g)x luas area (m2)
13. Stok karbon tanah dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:
berat kering (g)
a. Bulk Density (BD)(g/cm2)=volume cincin pencuplik

b. Kandungan karbon tanah (mg/Ha pada kedalaman 0-20 cm)


= BD x 200 kg/m2 x konsentrasi C (g) x 10
VII. HASIL PENGAMATAN
BIOMASSA POHON
BIOMASSA SERASAH
BIOMASSA TANAH
VIII. PEMBAHASAN
Setiap tumbuhan memiliki biomassa atau estimasi karbon.Biomassa adalah
total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu.
Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup diatas permukaan
pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas.
Stok karbo adalah kandungan karbon absolute dalam biomassa (tumbuhan) pada
waktu tertentu. Stok karbo merupakan hasil akumulasi dari proses konversi
karbodioksida menjadi karbon dalam proses fotosintesis.
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran atau
perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer
bumi. Siklus karbon sesungguhnya suatu proses yang rumit dan setiap proses
saling mempengaruhi proses yang lain.
Berdasarkan hasil pengamatan estimasi karbon yang ada di kawasan hutan
laweng Gampoeng Iboih Kota Sabang, didapatkan dengan cara menentukan luas
area dari tempat atau hutan yang akan dijadikan sebagai tempat pengambilan
sampel yang tujuannya untuk mengetahui akumulasi karbon organic pada
tumbuhan seperti herba,serasah,dan pohon, serta untuk mengetahui hubungan
karbon absolut dalam suatu biomassa atau tumbuhan pada waktu tertentu.
IX. Kesimpulan
1. Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area
atau volume tertentu.
2. Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup diatas
permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat
kering per satuan luas.
3. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran
atau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer,
dan atmosfer bumi.
4. Setiap tumbuhan memilki stok karbon tersendiri sesuai dengan
keadaan lingkungannya.
5. Tujuan dari pada itu yaitu untuk mengetahui akumulasi karbon
organic pada tumbuhan seperti herba, serasah, dan pohon.
PERCOBAAN VII

I. Judul Praktikum : Estimasi Tingkat Keanekaragaman Fungi


Mikoriza Arbuskula
II. Tanggal Praktikum : 7 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : - Untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-
jenis fungi mikoriza arbuskula dengan
mengidentifikasispora mikoriza di sebuah
kawasan tertentu
- Untuk menghitung indeks keanekaragaman fungi
mikoriza arbuskula

IV. Dasar Teori :


Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan simbion akar yang
bersimbiosis dengan mayoritas tumbuhan tingkat tinggi dan umumnya ditemukan
pada ekosistem terestrial. Simbiosis tersebut dapat bermanfaat bagi tanaman
melalui beberapa cara diantaranya peningkatan serapan hara khususnya, perbaikan
status air dan perlindungan tanaman terhadap cekaman lingkungan berupa
kekeringan, cemaran logam berat, salinitas, patogen, dan perbaikan struktur tanah.
Peran tersebut sangat dikaitkan dengan pembentukan struktur FMA baik di dalam
akar maupun di luar akar tanaman.23
Mikoriza menjadi salah satu jenis pupuk hayati yang berperan terhadap
peningkatan kesehatan tanah, ramah lingkungan dan mampu meningkatkan status
hara tanah serta hasil pertanian. Bagi tanaman inang adanya asosiasi ini dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung mikoriza berperan dalam
perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan
bahan induk (biogeokhemis). Sedangkan secara langsung mikoriza dapat
meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan
unsur toksik, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan

____________
23
Husna, dkk, “Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Rizosfer Ricopsis Mooniana (Thw.)
Thw. di Sulawesi Tenggara”, Berita Biologi, Vol.13, No. 03 2014, h. 263.
kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat
pengatur tumbuh lainnya seperti auksin, cytokinin, giberalin, dan vitamin terhadap
tanaman inangnya24
Mikoriza mampu meningkatkan katahanan terhadap serangga patogen
akar, misalnya dengan menghasilkan selubung akar atau antibiotik. Mikoriza juga
dapat meningkatkan resistensi terhadap kekeringan, terutama pada daerah yang
kurang hujan. Pertumbuhan tanaman pada tanah yang tercemar logam berat dapat
ditingkatkan ketahanannya jika dikolonisasi oleh mikoriza, misalnya pada daerah
pertambangan. Mikoriza juga mampu menyesuaikan diri pada lingkungan yang
ekstrim, terutama pada tanah yang marginal seperti daerah kering, pH rendah,
tanah masam, dan lainnya.25

V. Alat dan Bahan :


1. Alat
1. Tembilang 12. petak kuadrat
2. Kamera digital 13. meteran ayakan bertingkat
3. Timbangan manual 14. mikroskop
4. Soil tester 15. petridisk
5. Themometer tanah 16. jarum suntik
6. GPS 17. gelas kimia
7. Alat tulis 18. kaca benda
8. Kaleng10-25 cm 19. kaca penutup
9. koran 20. pipet tetes
10. plastik 2 liter 21. sentrifuse.
11. botol sampel

____________
24
Nuhamara, S.T., Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. (Program Pelatihan
Biologi dan Bioteknologi Mikoriza, 1994).

25
Killham, K. and R. Foster, Soil Ecology. (Cambridge University Press, 1995).
2. Bahan
1. Aquadest
2. Gliserol
3. Tanah

VI. Cara Kerja :


1. Pengambilan sampel
 Ditarik transek garis sepanjang 100m dan dari garis transek tersebut
dibuat 5 titik pengambilan sampel dengan jarak 20 meter
 Pada tiap titik dibuat 3 petak kuadrat dimana jarak antar satu petak
kuadrat dengan yang lain adalah 5 m.
 Kemudian tanah digali dengan kedalaman 0- 25 cm dari permukaan
tanah.
 Tanah dimasukkan kedalam kantong plastik
 Ditimbang berat basahnya serta diberi label.

2. Pengolahan sampel
 Sampel diambil sebanyak 250 gram dan dimasukkan kedalam saringan
bertingkat untuk disaring
 hasilnya dimasukkan kedalam gelas ukuran 3000 ml (perlakuan ini
diulang beberapa kali)
 hasil sampel terakhir dimasukkan kedalam botol sampel dan
ditambahkan aquadest sebanyak 20 ml.
 Ditambahkan gliserol 50 % kedalam botol sampel sebanyak 20 ml.
 Dilakukan sentrifuse selama 5 menit pada suhu 20- 25 c dengan
kecepatan 500 rpm
 Diambilah bagian tengah dari hasil sentrifuse dan masukkan dalam
saringan yang paling kecil dan bilas dengan air
 sisa sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi dengan air hingga 40
ml.
3. Menghitung dan identifikasi
 Sampel didalam tabung diambil dengan pipet tetes sebanyak 100
mikron liter,
 dimasukkan kedalam petridisk yang dialasi dengan ketras milimeter dan
letakkan di mikroskop.
 Dihitunglah dengan membedakan warna (hitam, coklat, oranye, kuning
dan putih/ transparan)
 Sampel di dokumentasikan dan diidentifikasi spesiesnya

VII. Analisis Data


Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan
mendeskripsikan ciri-ciri morfologi (berupa warna, bentuk) dari spora fungi
mikoriza arbuskula. Indek keanekaragaman dihitung menggunakan Indeks Shanon
Weiner:

H’ = - ∑(Pi)(Lnpi)

Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman

Pi = ni/N, perbandingan antara jumlah individu spesies ke i dengan jumlah total

ni = jumlah individu ke i

N = jumlah total individu

Dengan kriteria:

H’ < 1 = keanakaragaman rendah

1 < H’ < 3 = keanakaragaman sedang

H’ > 3 = keanakaragaman tinggi


VIII. Hasil pengamatan :
Tabel 1.1 Hasil pengamatan jenis-jenis fungi mikoriza arbuskula

N.050.13’22. 51”- E.0950. 14’19.00” (T0M)


Lokasi/koordinat N.050.53.428”- E.0950. 14’.261’ (T5M)
N.050.53.432”- E.0950. 14.242” (T100M)
Titik pengamatan Titik 5
pH tanah 5
Suhu tanah 370
Kelembapan tanah 75%
Petak Spesies Fungi Mikoriza Jumlah
Warna
Kuadrat Arbuskula Individu
Acaulospora gedanensis Kuning 2
Glomus constrictum Merah 1
Glomus constritum Hitam 9
I
Glomus coronatum Coklat 1
Glomus deserticola Merah 1
Glomus intraradices Kuning 7
Acaulospora gedanensis Kuning 2
Glomus constritum Hitam 3
Glomus coronatum Coklat 2
II
Glomus deserticola Merah 1
Glomus margarita Merah 5
Glomus versiforme Kuning 4
Acaulospora gedanensis Kuning 3
Glomus constrictum Merah 2
III Glomus constritum Hitam 7
Glomus versiforme Kuning 5
Glomus coronatum Coklat 2
Glomus constritum Hitam 4
Glomus coronatum Coklat 2
IV
Glomus deserticola Merah 1
Glomus margarita Merah 3
Glomus versiforme Kuning 1
V
Glomus constritum Hitam 4
Glomus coronatum Coklat 2
Glomus margarita Merah 4
Glomus versiforme Kuning 7
Acaulospora gedanensis Kuning 1
86

Tabel 1.2. Analisis indeks keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula di kawasan


hutan Desa Iboih, Kec. Sukakarya, Kota Sabang
Grafik 1. Jumlah Spesies Fungi Mikoriza Arbuskula di Kawasan Hutan Desa
Iboih, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang

Jumlah Spesies Fungi Mikoriza Arbuskula di Kawasan


Hutan Desa Iboeh, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang
30

25

20

15

10

IX. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan hutan Desa Iboih,
Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang ditemukan dua genus spora fungi mikoriza
arbuskula, yaitu genus Glomus dan genus Acaulospora. Genus Glomus yang
terdiri dari 7 spesies diantaranya Glomus constrictum, Glomus coronatum,
Glomus constritum, Glomus deserticola, Glomus intraradices, Glomus margarita,
Glomus versiforme dan genus Acaulospora yang terdiri dari satu spesies, yakni
Acaulospora gedanensis.
Jumlah seluruh individu fungi mikoriza arbuskula adalah 86 individu dengan
8 spesies yang berbeda-beda antara lain Acaulospora gedanensis terdiri dari 8
individu, Glomus constrictum terdiri dari 3 individu, Glomus coronatum terdiri
dari 9 individu, Glomus constritum terdiri dari 27 individu, Glomus deserticola
terdiri dari 3 individu, Glomus intraradices terdiri dari 7 individu, Glomus
margarita terdiri dari 12 individu dan Glomus versiforme terdiri dari 3
individu17.
Berdasarkan data Tabel 1.1. menunjukkan Glomus merupakan genus yang
umum dijumpai, sementara genus Acaulospora ditemukan pada lokasi tertentu
saja, sehingga secara umum hasil penelitian yang diperoleh ialah genus Glomus
merupakan genus yang paling dominan. Hal ini berhubungan dengan spesies
Glomus yang lebih banyak dibandingkan dengan genus lain. Glomus juga
mempunyai tingkat adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan baik pada
kondisi tanah yang masam maupun netral.
Menurut Tushardan Satish (2013) menyatakan faktor yang memengaruhi
kolonisasi fungi mikoriza arbuskular, yaitu pH tanah, kelembapan, temperatur,
dan intensitas cahaya. Kondisi pH tanah asam (pH <7) jumlah kerapatan spora
tinggi, sedangkan tanah alkali (pH >7) kerapatan spora rendah. Jumlah sporapada
musim panas lebih sedikit,sedangkan pada musim penghujan spora lebih banyak,
karena pada saat tersebut tanah di sekitar pohon lembap.26
Berdasarkan tabel analisis data (tabel 1.2) mengenai tingkat keanekaragaman
fungi mikoriza arbuskula yang dihitung dengan menggunakan indeks Shanon
Wiener (H’= -∑(Pi) (LnPi)) dan indek keanekaragaman yang diperoleh adalah
1,854408922, sehingga dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman fungi mikoriza
arbuskula di kawasan hutan Desa Iboih, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang
dikategorikan sedang.

____________

26
Eka Sukmawaty, dkk,“Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dari Perakaran
Tanaman Pertanian”, Jurnal Biogenesis, Vol. 0 4, No. 01 (2016), h. 19.
X. Kesimpulan
1. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan simbion akar yang
bersimbiosis dengan mayoritas tumbuhan tingkat tinggi dan umumnya
ditemukan pada ekosistem terestrial.
2. Mikoriza yang ditemukan di kawasan hutan Desa Iboih, Kecamatan
Sukakarya, Kota Sabang ditemukan dua genus spora fungi mikoriza
arbuskula, yaitu genus Glomus dan genus Acaulospora.
3. Genus Glomus yang terdiri dari 7 spesies diantaranya dan genus
Acaulospora yang terdiri dari satu spesies.
4. Glomus merupakan genus yang paling dominan karena Glomus
mempunyai tingkat adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan
baik pada kondisi tanah yang masam maupun netral.
5. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula di kawasan hutan Desa
Iboih, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang dikategorikan sedang.
LAMPIRAN
PERCOBAAN VIII: PENGUKURAN LAJU INFILTRASI

I. Judul Praktikum : Laju Infiltrasi


II. Tanggal Praktikum : 07 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui laju infiltrasi

IV. Dasar Teori


Infiltrasi adalah aliran ke dalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri.
Dalam tanah air mengalir kea rah pinggir sebagai aliran perantara menuju mata air,
danau, atau sungai secara vertical yang dikenal dengan penyaringan menuju air
tanah. Dinyatakan dalam satuan yang sama.27
Laju inventarisasi merupakan banyaknya air persatuan waktu yang masuk
melalui permukaan tanah dinyatakan dalam mm jam-1 atau cm jam-1. Pada saat tanah
masih kering laju invebtarisasi cenderung tingggi setelah tanah menjadi jenuh air
maka inventarisasi akan menurun dan menjadi konstan.28
Inventarisasi berubah-ubah sesuai dengan intenstas curah hujan. Akan tetapi
setelah mencapai limitnya, banyaknya inventarisasi akan berkurang dan berlangsung
terus sesuai dengan kecepatan absorbs setiap tanah. Pada tanah yang sama,
intensitas inventarisainya akan berubah-ubah.29
Tanah dapat ditembus air karena adanya celah yang tidak kapiler melalui
kemana aliran air mengalir gravitasi mengalir ke bawah. Menuju air tanah, dengan
mnegikuti suatu jalan berhambatan paling lemah. Garis kapiler mengalihkan air
secara terus menerus ke dalam rongga pori kapiler.30

____________
27
Arsyad, Kajian Infiltrasi dan Permeabilitas Tanah Beberapa Model Tanaman, (Surabay :
USM, 2011). h. 42
28
Marina, Pengukuran Laju Infiltrasi pada Lahan yang Berbeda, (Medan, USUPress, 2008),
h.106
29
Januardi, “Pengamtan Tanah dan Air”, Jurnal Penelitian, Vol.1. No. 2 (2003). h. 106
30
Widy, “Jenis-Jenis Tanah”’, Jurnal Hutan. Vol.2, No.3 (2010), h.11
V. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Double ring infoltremeter
2. Stop watch
3. Penggaris
4. Palu besi
5. Ember dan gayung
6. Buku catatan dan alat tulis
7. Kalkulator

b. Bahan
1. Air secukupnya

VI. Cara Kerja :


1.Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan
2.Ditanam ring kecil sedalam 30 cm dengan cara dipukul dengan palu
3.Ditanam ring yang besar diluarnya sedalam 30 cm dengan cara dipukul
dengan palu.
4.Dipasang penggarsi di ring kecil dengan posisi angka kecil dibawah
5.Disiapkan beberapa ember air dan diisi ruang antar ring besar dan ring
kecil sampai menggenang.
6.Diisi ruang di dalam ring kecil sampai menggenang dan dengan
mengamati penggarsi dicatat tinggi air di awal pengukuran.
7.Dihidupkan stop watch dan dicatat penurunan ketinggana air setiap 1
menit.
8.Tingkat penuurnan air sudah sudah terlalu lambat, ditambah waktu
pencatatan setpa 3 menit, 4 menit, dan seterusnya.
9.Dihentikan pengukuran setelah penurunan tinggi muka air mencapai
konstan.
10. Dicatat hasil pengukuran.
11. Dihitung tingkat infiltrasi dengan prosedur dan rumus yang ada.

VII. Hasil Pengamatan


Laju infiltrasi

N Laju Infiltrasi (cm)


Menit
o. Terserap tersisa
9. 5 50 0
10. 10 42 8
11. 15 35 15
12. 20 30 20
13. 25 24 26
14. 30 15 35
15. 35 8 42
16. 40 0 50

Analisis data dengan menggunakan rumus:


V = w/t
1. Menit pertama
V = w/t
V = 50/5
V = 10
2. Menit kedua
V = w/t
V = 42/5
V = 8.4
3. Menit ketiga
V = w/t
V = 35/5
V=7
4. Menit keempat
V = w/t
V = 30/5
V=6
5. Menit kelima
V = w/t
V = 24/5
V = 4.8
6. Menit keenam
V = w/t
V = 15/5
V=3
7. Menit ketujuh
V = w/t
V = 8/5
V = 1.6
8. Menit kedelapan
V = w/t
V = 0/5
V=0
VIII. Pembahasan
Berdasarkana hasil pengamatan dapat diketahui bahwa infiltrasi (peresapan)
suatu perjalanan air melalui permukaan tanah dan menembus masuk ke dalamnya.
Tanah dapat ditembusi karena air adanya celah yang tak kapilar melalui mana aliran
air gravitasi mengalir kebawah mneuju air tanah, dengan mengikuti suatu jalan
berhambatan paling lemah. Gaya kapilar mengalihkan air grafitasi secara terus
mnerus kedalam rongga – rongga pori kapilar, sehingga jumlah air gravitasi yang
melalui horizon yang lebih rendah secara berangsur-angsur berkurang.
Bertambahnya tahanan pada aliran grafitasi dilapisan permukaan dan
berkurangnya laju infiltrasi pada saat hujan meningkat. Air hujan yang jatuh ketanah
akan masuk kedalam tanah dengan adanya gaya grafitasi, viskositas dan gaya
kapilar dan disebut juga sebagai proses infiltrasi. Laju infiltrasi aktrual tergantung
dar karakteristik tanah dan jumlah air yang tersedai dipermukaan tanah untu
membuat tanah lembab. Factor-faktor yang mempenagruhi laju infiltrasi adalah
kelembaban tanah, pemampatan oleh curah hujan, penyumpatan oleh bahan-bahan
halus, pemampatan oleh orang dan hewan, karakteristik tanah, lapisan tumbuhan di
permukaan tanah, dan udara dalam tanah.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, laju infiltrasi pada 5 menit
pertama memiliki volume 10, laju infiltrasi di 5 menit kedua memiliki volume 8,4.
laju infiltrasi 5 meneit ke 3 memiliki volume 6, laju infiltrasi 5 menit ke 4
bervolume 6, laju infiltrasi 5 menit kelima bervolume 4,8, laju infiltrasi 5 menit ke
enam bervolume 3. Laju infiltrasi 5 menit ke tujuh bervolume 1,6, dan laju infiltrasi
pada 5 menit ke delapan bervolume 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
lama waktu yang digunakan maka laju infiltrasi pada tanah akan konstan, namun
tergantung pada kondisi tanah tersebut.
IX. Kesimpulan
1. infiltrasi (peresapan) suatu perjalanan air melalui permukaan tanah dan
menembus masuk ke dalamnya.
2. Tanah dapat ditembusi karena air adanya celah yang tak kapilar melalui
mana aliran air gravitasi mengalir kebawah mneuju air tanah, dengan
mengikuti suatu jalan berhambatan paling lemah
3. Air hujan yang jatuh ketanah akan masuk kedalam tanah dengan adanya
gaya grafitasi, viskositas dan gaya kapilar dan disebut juga sebagai proses
infiltrasi.
4. Factor-faktor yang mempenagruhi laju infiltrasi adalah kelembaban
tanah, pemampatan oleh curah hujan, penyumpatan oleh bahan.
LAMPIRAN
PERCOBAAN VI

I. Judul Praktikum : Vegetasi Manggrove


II. Tanggal Praktikum : 7 Mei 2018
III. Tujuan Praktikum : - Untuk mengetahui komposisi jenis manggrove
- Untuk mengetahui Indesk Nilai Penting dari vegetasi
manggrove
- Untuk mengetahui keanekaragaman manggrove

IV. Dasar Teori :


Hutan bakau adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut.
Hutan bakau merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan air asin.
Hutan mangrove biasanya tumbuh didaerah pantai yang terdapat teluk, dan di muara
sungai yang dicirikan oleh: tidak terpengaruh iklim, dipengaruhu pasang surut, tanah
tergenang air laut, dan hutan yang tidak mempunyai struktur tajuk, (brown 1997).31
Tumbuhan mangrove hidup di kawasan asia tenggara hampir 75%, seperti
malaysia dan indonesia yang mempunyai curahhujan tinggi dan bukan musiman. Hutan
mangrove adalah salah satu sumber dayaalam daerah pantai payau yang mana
mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Diperkirakan luas
hutan mangrove di seluruh indonesia 4,25 juta hektar atau 3,98 % dari keseluruhan luas
hutan indonesia, (munari, 2011)32
Hutan mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai berlumpur dan
delta estuaria pasang surut. Pada zona pasang surut yang luas mangrove membentuk
hutan yang lebat, misalnya kawasan delta yang luas, lokasi penggenangan pasang surut,
dan daerah yang merawa di muara sungai besar. Pasang surut berpengaruh terhadap
penyebaran jenis-jenis mangrove. Komposisi flora hutan mangrove sangat dipengaruhi

____________
31
Sri Mekar Diah, dkk.,Seri Buku Informasi dan Potensi Taman Nasional Alas Purwo,
(Banyuwangi: Balai Taman Nasional Alas Purwo, 2011), h. 8
32
Eka Fitriah, Et all.,”Studi Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove Kabupaten Cirebon”, Jurnal
Scientiae Educatia, Vol. 2, No. 2, (2013), 1-5.
oleh periode pasang surut laut pemasukan air permukaan yang masuk melalui sungai,
sehingga akan terjadi perbedaan salinitasi di kawasan mangrove. Secara fisik hutan
mangrove berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang.33
Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sediment dan pemecah
gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi hutan mangrove yang
belum terganggu atau kondisinya masih alami. Kerapatan hutan mangrove yang
cenderung menurun maka fungsinya sebagai peredam gelombang juga akan cenderung
menurun sistem perakaran mangrove dapat mengikat dan menstabilkan substrat di garis
pantai sehingga garis pantai tetap stabil, akibatnya badan pantai akan terus meninggi,
(ghufran, 2012)34

V. Alat dan Bahan :


1. Alat
1. Meteran
2. Tali rafia
3. Termometer
4. Lux meter
5. Stik pH meter
6. Buku identifikasi
7. Plot kuadrat ukuean 1x1 m2
8. Kantong plastik
9. Alat tulis

2. Bahan
1. Alkohol 70%

____________
33
Warsidi dan Sri Endayani, “Komposisi Vegetasi Mangrove di Teluk Balikpapan Provinsi
Kalimantan Timur”, Jurnal Agrifor, Vol. 16, No. 1, (2017), h. 118.
34
Yostan Lahabu, Et all.,”Kondisi Ekologi Mangrove di Pulau Mantehage Kecamatan Wori
Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara”, Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, Vol. 2, No. 1,
(2015), h. 45.
VI. Cara Kerja :
1. Ditentukan luas area yng diteliti sepanjang garis transek. Mengukur setiap
jarak di sepanjang 1 m garis transek. Menandai tiap-tiap transek sebagai titik
cuplikan tiap kelompok.
2. Tiap kelompok mengambil setiap titik sebanyak 4 kali dengan cara memasang
plot kuadrat ukuran 1x1 m2
3. Pada masing-masing plot kuadrat, dihutung jumlah populasi manggrove yang
ada pada tiap plot dan mnghitung berapa jenis spesies yang ada pada tiap plot
4. Diidentifikasi spesies pada setiap plot kuadrat
5. Diambil daun atau bagian dari pohon tersebut untuk dibuat herbarium agar
mempermudah melakukan identifikasi
6. Diidentifikasi pohon tersebut dengan menggunakan buku identifikasi
7. Diukur faktor fisik lingkungan

VII. Analisis data

 Kerapatan

jumlah suatu spesies


Km = luas petak contoh

kerapatan mutlak suatu spesies


Kr = jumlah kerapatan seluruh spesies x 100%

 Frrekuensi

jumlah petak contoh yang diduduki spesies ke i


Fm = jumlah banyaknya petak contoh

frekuensi mutlak spesies i


Fr =jumlah banyaknya petak contoh x 100%

 Dominansi

dominansi mutlak spesies i


Dm = jumlah total luas petak contoh
dominasi mutlak spesies i
Dr = x 100%
jumlah dominansi seluruh spesies

 Nilai penting

NP = Kr + Fr + Dr

Ket: NP : Nilai penting

Kr : Kerapatan relative

Fr : Frekuensi relative

Dr : Dorminan relative

 SDR (Some Dominance Ratio) / perbandingan nilai penting


nilai penting spesies ke i
SDR = jumlah nilai semua spesies x 100%

 Keanekaragaman: H’ = - ∑(Pi)(LnPi)
VII. Hasil pengamatan :
Data pengamatan vegetasi manggrove

Hasil analisis tingkat keanekaragaman manggrove


No. Plot Spesies  Pi (NI/n) Ln.Pi Pi.Ln.Pi H'
1 1 Rhizopora apiculata 4 0,153846 -1,8718 -0,28797 0,28797
2 2 Rhizopora apiculata 5 0,192308 -1,64866 -0,31705 0,31705
3 3 Rhizopora apiculata 5 0,192308 -1,64866 -0,31705 0,31705
Jumlah 14
Indeks Keanekaragaman (H')= -∑ Pi Ln Pi =
Hasil analisis data vegetasi manggrove
VIII. Pembahasan
Berdasarkan Hasil pengamatan yang dilakukan di hutan mangrove Sabang desa
Iboih kecamatan Sukakarya,kota Sabang, ditemukan satu spesies mangrove dari dua
spesies yang terdapat di hutan mangrove tersebut. Spesies yang ditemukan adalah jenis
mangrove Rhizophora apiculata. Kegiatan pengumpulan data vegetasi mangrove
dilakukan di titik 9 dengan panjang total transek 40 m dan dibagi menjadi 4 plot kuadrat
dengan luas masing-masing yaitu 1010 m.
Jenis mangrove yang diperoleh pada plot 1,2,3 berjumlah 2 spesies, yaitu jenis
bakau (Rhizophora sp.) dengan jumlah total 6 individu dan jenis pedada (Brugeiera sp.)
berjumlah 1 individu. Jenis mangrove pada plot 2 dijumpai jenis (Rhizophora sp). yang
berjumlah 5 individu dan jenis tancang (Brugeiera sp.) berjumlah 2 individu. Pada plot
3 ditemukan 2 jenis bakau (rhizophora sp) dengan jumlah total 6 individu, dan jenis
Brugeiera sp dengan jumlah total 2 individu.
Berdasarkan analisis perhitungan indeks keanekaragaman diperoleh nilai H’=
1,621911003 sehingga indeks keanekaragamannya berada di kategori sedang karena
1<H’<3. Uji faktor fisika-kimia yang diperoleh pada saat pengamatan diketahui tingkat
salinitas berada pada kisaran 30 ppt, pH tanah berkisar 7,5-7,8, suhu udara berkisar
33C-35C, suhu air berkisar 29C-30C, dan kelembapan berkisar 58%-82%.
Klasifikasi Rhizophora

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora apiculata Bl.


Deskripsi :

Mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan


yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta
kondisi tanah yang kurang stabil. Kondisi lingkungan seperti itu menyebabkan beberapa
jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif
mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang lainnya mengembangkan sistem
akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem perakarannya. Rhizopora
apiculata memiliki ciri dengan akar tunjang yang menyolok dan bercabang-
cabang. Batang berkayu dan berbentuk silindris. Daun tunggal, terletak berhadapan,
terkumpul di ujung ranting, dengan kuncup tertutup daun penumpu yang menggulung
runcing. Helai daun eliptis, tebal licin serupa kulit, hijau atau hijau muda kekuningan,
berujung runcing, bertangkai. Daun penumpu cepat rontok, meninggalkan bekas serupa
cincin pada buku-buku yang menggembu.

IX. Kesimpulan :
1. Kegiatan pengumpulan data vegetasi mangrove dilakukan di titik 9 dengan
panjang total transek 40 m dan dibagi menjadi 4 plot kuadrat dengan luas
masing-masing yaitu 1010 m.
2. Jenis mangrove yang diperoleh dari hasil pengamatan dan identifikasi diperoleh
2 jenis mangrove, yaitu jenis bakau (Rhizophora sp.), dan tanjang (Brugeiera
sp.).
3. Jumlah total individu yang diperoleh adalah 22 individu dengan jumlah 17
keseluruhan spesies Rhizopora sp dan jumlah 5 keseluruhan Brugeiera sp
4. Berdasarkan analisis perhitungan indeks keanekaragaman diperoleh nilai H’=
1,621911003 sehingga indeks keanekaragamannya berada di kategori sedang
karena 1<H’<3.
5. Uji faktor fisika-kimia yang diperoleh yaitu tingkat salinitas berada pada kisaran
30 ppt, pH tanah berkisar 7,5-7,8, suhu udara berkisar 33C-35C, suhu air
berkisar 29C-30C, dan kelembapan berkisar 58%-82%
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2001, Ekologi Tumbuhan, Malang: UMM Press.

Arsyad, 2011, Kajian Infiltrasi dan Permeabilitas Tanah Beberapa Model Tanaman,
(Surabay : USM.

Eka Fitriah, Et all., 2013, ”Studi Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove Kabupaten
Cirebon”, Jurnal Scientiae Educatia, Vol. 2, No. 2.

Januardi, 2003, “Pengamtan Tanah dan Air”, Jurnal Penelitian, Vol.1. No. 2.

Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Marina, 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi pada Lahan yang Berbeda, (Medan,
USUPress.

Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium


Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut P ertanian Bogor, Bogor.

Sri Mekar Diah, dkk., 2011, Seri Buku Informasi dan Potensi Taman Nasional Alas
Purwo, (Banyuwangi: Balai Taman Nasional Alas Purwo.

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB. Hal. 27-28.

Warsidi dan Sri Endayani, “Komposisi Vegetasi Mangrove di Teluk Balikpapan


Provinsi Kalimantan Timur”, Jurnal Agrifor, Vol. 16, No. 1, (2017), h. 118.

Widy, “Jenis-Jenis Tanah”’, Jurnal Hutan. Vol.2, No.3 (2010).

Yostan Lahabu, Et all.,”Kondisi Ekologi Mangrove di Pulau Mantehage Kecamatan


Wori Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara”, Jurnal Pesisir dan
Laut Tropis, Vol. 2, No. 1, (2015).

Agung Kurniawan, Persebaran Jenis Pohon di Sepanjang Faktor Lingkungan di Cagar


Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat, JurnalBiodiversitas, Vol.9, No. 4,
(2008).

Aufa Ilmiyana, “Estimasi Stok Karbon pada Tegakan Pohon Rhizopora stylosa di Pantai
Camplong, Sampang-Madura”, Jurnal Biologi, Vol. 1, No. 2 (2010).

Charles, Tumbuhan Berguna Indonesia III, (Jakarta: Yayasan Wana Jaya, 1992).
Dhany Yuniati, “Persamaan Allometrik Biomassa dan Karbon untuk Pendugaan
Simpanan Karbon dalam Mendukung Upaya Konservasi Savana Corypha
Utan”, Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol. 10, No. 2, (2013),

Eka Sukmawaty, dkk,“Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dari Perakaran


Tanaman Pertanian”, Jurnal Biogenesis, Vol. 0 4, No. 01 (2016).

Hasan, AnalisisPertumbuhanTanaman, (Yogyakarta: UGM press, 1993).

Hasanuddin, , “Model Arsitektur Pohon Hutan Kota Banda Aceh Sebagai Penunjang
Pratikum Morfologi Tumbuhan”, Jurnal Edubio Tropika,Vol.1.No.1, 2013.

Heddy S., Kurniati M.,. Prinsip-prinsipDasar Ekologi. (Jakarta:Raja Grafindo Persada,


1996).

Hilmi, E dan Kusmana, C., Model Pendugaan Potensi Karbon Flora Bakau, (Bogor:
Fahutan IPB, 2008).

Husna, dkk, “Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Rizosfer Ricopsis Mooniana (Thw.)
Thw. di Sulawesi Tenggara”, Berita Biologi, Vol.13, No. 03 2014, h. 263.

Khiatudin, M, Melestarikan Sumber Daya Air dan Teknologi Rawa Buatan,


(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, Cetakan ke-2, 2003), hal. 73

Killham, K. and R. Foster, Soil Ecology. (Cambridge University Press, 1995).

Lily Ismaini, dkk., Analisis Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan di Gunung


Dempo, Sumatera Selatan, Jurnal Pros Sem Nas Masy Biodiv Indonesia, Vol. 1,
No.6, (2015), hal. 1397

M. Michael, Program Metode Ekologi (Jakarta: UI, 1994), h. 65.

Michael, P., Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang, (Yogyakarta : UGM. 1995),
Nuhamara, S.T., Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. (Program Pelatihan
Biologi dan Bioteknologi Mikoriza, 1994).

Nursal, , “Karakteristik Komposisi Dan Stratifikasi Vegetasi Strata Pohon”, Jurnal


Biogenesis Vol.9, No.2,2013.

Simanung, Analisis Vegetasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), h.47

Swanarmo, dkk, Pengantar Ilmu Lingkungan, (Malang: Universitas Muhammadyah,


1996).

Syafei, Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif, (Jakarta :Pustaka Sinar


Harapan, 1990.

Syafei., Ilmu Ekologi, (Jakarta : Erlangga. 2009).

Wirakusuma, dkk., Ekologi Hutan, (Bogor :Fahutan IPB, 1995).

Anda mungkin juga menyukai