Anda di halaman 1dari 13

KETIKA BISNIS

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Disusun oleh :

Kelompok 2 : Ni Kadek Ayu Purnama Sari (05)

: Ni Luh Putu Ayu Yunia Sari (16)

: Ni Wayan Juni Ayu Puspitawati (17)

: Ni Wayan Devi Anjani (23)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
PEMBAHASAN

2.1 Etika Lingkungan Untuk Bisnis

Praktik bisnis merupakan aktivitas utama masyarakat yang wajib didukung oleh
perilaku baik. Etika bisnis menjadi sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya (konsumen, distributor,
produsen). Nilai-nilai (values) dalam etika bisnis adalah standar kultural dari perilaku yang
diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Pada
era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis
merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etika
penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Etika bisnis
memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan
harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan
dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998:
31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut.

a. Prinsip Otonomi: yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan


kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral
atas keputusan yang diambil.

b. Prinsip Kejujuran: bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran
karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam
pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan
lain-lain).

c. Prinsip Keadilan: bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai
dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.

d. Prinsip Saling Menguntungkan: agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan,
demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.

e. Prinsip Integritas Moral: prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku
bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar
tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik
Praktik Bisnis yang Tidak Beretika

Praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung mengabaikan etika, rasa
keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji. Hal ini mengindikasikan
bahwa di sebagian masyarakat telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam
cara untuk mencapai tujuan, baik untuk tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun
tujuan kelompok untuk eksistensi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
(Rukmana, 2004).

Menurut Komenaung (2007), masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke


dalam lima kategori, yaitu:

1. Suap (Bribery) adalah tindakan berupa menawarkan, membeli, menerima, atau meminta
sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam
melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang
dengan membeli pengaruh. Pembelian itu dapat dilakukan baik dengan membayar
sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali setelah transaksi terlaksana.
Suap kadang kala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat
dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu
dapat disebut sebagai suap tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh
pemberi hadiah.

2. Paksaan (Coercion) adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan
menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit
kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.

3. Penipuan (Deception) adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan


mengucapkan atau melakukan kebohongan.

4. Pencurian (Theft) adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita
atau mengambil properti milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut
dapat berupa properti fisik atau konseptual.

5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination) adalah perlakuan tidak adil atau
penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin,
kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang
dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara yang disukai atau tidak.
Beberapa pebisnis berpendapat bahwa terdapat hubungan simbiosis antara etika dan
bisnis dimana masalah etik sering dibicarakan pada bisnis yang berorientasi pada keuntungan.
Kebutuhan aspek moral dalam bisnis adalah:

a. Praktik bisnis yang bermoral hanya akan memberikan keuntungan ekonomis dalam
jangka panjang. Bagi bisnis yang didesain untuk keuntungan jangka pendek hanya akan
memberikan insentif yang kecil. Dalam kompetisi bisnis di pasar yang sama, keuntungan
jangka pendek merupakan keputusan yang diambil oleh kebanyakan perusahaan untuk
dapat bertahan.

b. Beberapa praktik bisnis yang bermoral mungkin tidak memiliki nilai ekonomis bahkan
dalam jangka panjang sekalipun. Sebagai contoh, bagaimana mengkampanyekan kerugian
merokok, sebagai lawan dari promosi rokok itu sendiri.

c. Praktik bisnis yang bermoral akan menghasilkan keuntungan tergantung pada saat bisnis
tersebut dijalankan. Pada pasar yang berbeda, praktik yang sama mungkin tidak
memberikan nilai ekonomis. Jadi masalah tumpang tindih antara eksistensi moral dan
keuntungan sifatnya terbatas dan insidental (situasional)

Dalam hal ini, etika bisnis menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk diterapkan,
sebab dengan etika, pertimbangan mengenai baik atau buruk dapat distandarisasi secara tepat
dan benar. Namun perlu juga dicatat bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika praktik-
praktik bisnis yang curang dilegalkan. Maka, diperlukan dua perangkat utama yaitu moral
dan legal politis.

2.2 Harapan Baru Untuk Bisnis

Menurut Brooks dan Dunn (2008), terdapat 8 faktor yang mempengaruhi harapan
publik terhadap perilaku busines, yaitu:
1. Faktor lingkungan
Merupakan kesadaran bahwa masalah lingkungan fisik publik/kesejahteraan karyawan
sedang terancam oleh aktivitas perusahaan terutama yang berkaitan dengan kualitas udara,
air, dan keselamatan di darat.
2. Faktor sensitivitas moral
Merupakan sensitivitas yang diakibatkan oleh kurangnya kejujuran dan adanya perbedaan
dan perlakuan rasa keadilan dan kesejahteraan kepada individu dan kelompok masyarakat
baik secara internal maupun eksternal.
3. Faktor pertimbangan yang buruk dan aktivis pemangku kepentingan
Merupakan kesalahan operasi atas pertimbangan yang dilakukam oleh eksekutif dalam
mengambil keputusan yang tidak disetujui oleh masyarakat.
4. Faktor tekanan ekonomi dan persaingan
Merupakan faktor yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang melambat sehingga
menimbulkan tekanan untuk bertahan hidup dan melakukan persaingan dengan cara apa
pun.
5. Faktor skandal keuangan
Merupakan penyimpangan keuangan yang berkelanjutan dan menimbulkan krisis
berkepanjangan terhadap pelaporan dan tatakelola perusahaan.
6. Faktor kegagalan tatakelola dan penilaian risiko
Merupakan kegagalan pengawasan oleh manajemen perusahaan untuk mengetahui
terjadinya keserakahan yang dilakukan oleh eksekutif, manajer, dan karyawan lainnya.
7. Faktor peningkatan akuntabilitas yang diinginkan
Merupakan keinginan untuk meningkatkan akuntabilitas pada pihak investor dan
pemegang saham karena kurangnya kepercayaan dalam proses kegiatan perusahaan.
8. Faktor sinergi dan penguatan kelembagaan
Merupakan hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi antara ekspektasi
masyarakat terhadap etika kinerja yang telah diidentifikasi.

Harapan baru terhadap bisnis ditandai dengan adanya dua paradigma. Paradigma
pertama dimulai dengan munculnya evolusi dalam mandat untuk bisnis yang disebut laissez
faire yaitu sebuah pandangan dari Milton Friedman yang menyatakan bahwa keuntungan
harus diperoleh atau dicari berdasarkan undang-undang dan etika kebiasaan masyarakat.
Friedman mengajukan tiga permasalahan busines yaitu, 1). bahwa tidak berfokus pada laba
bukan berarti laba akan turun tetapi justru laba akan naik 2). bahwa keuntungan hari ini
merupakan ukuran kinerja perusahaan yang tidak lengkap, sehingga tidak akurat jika
digunakan untuk mengukur alokasi sumber daya perusahaan. 3). bahwa secara eksplisit
kinerja perusahaan harus berada dalam hukum dan etika kebiasaan.
Paradigma kedua dari harapan baru terhadap bisnis juga ditandai dengan adanya peranan
fidusia yang diperkuat bagi akuntan profesional. Reformasi profesi akuntan sedang
berlangsung dalam rangka memperkuat harapan masyarakat. Dorongan reformasi ini dimulai
dengan terbitnya SOX, terbentuknya SEC dan PCAOB di AS dan kemudian bergeser
munculnya upaya harmonisasi dengan standar global yang bekerja di bawah naungan IASB
dan IFAC yang berfokus pada standar akuntan profesional untuk melayani kepentingan
umum.
Dari kedua paradigma di atas dapat diringkas bahwa aturan bisnis sekarang telah
berubah. Fokusnya telah bergeser dari pandangan sempit yang berorientasi pada keuntungan
bagi pemegang saham saja (shareholder) menjadi berfokus pada pandangan yang luas yang
berorientasi pada pemangku kepentingan (stakeholder) yang mencakup apa dan bagaimana
suatu prestasi dicapai dan bagaimana mencapainya.

2.3 Tanggapan dan Perkembangan

Evolusi dari mandat baru terhadap adanya saling kebergantungan mendapat reaksi
oleh bisnis. Tekanan tersebut telah memiliki efek pada etika bisnis dan kepada akuntan
profesional. Beberapa trend yang muncul sebagai tanggapannya adalah:
1. Munculnya model-model tata kelola dan akuntabilitas pemangku kepentingan yang dapat
dilihat dengan adanya trend, yaitu:
a. Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan
b. Kecukupan pengendalian internal manajemen kepada pemegang saham
c. Ketetapan niat untuk mengelola risiko dan melindungi reputasi
d. Perubahan cara organisasi beroperasi yang meliputi reorganisasi, pemberdayaan
karyawan, penggunaan data elektronik, peningkatan indikator kinerja nonkeuangan.
2. Munculnya manajemen berdasarkan nilai yang disebut hypernorms, yaitu nilai-nilai dasar
yang secara universal dihormati oleh kelompok pemangku kepentingan. Nilai-nilai
tersebut terdiri dari kejujuran, keadilan, kasih sayang, integritas, keterprediksian dan
tanggungjawab.
3. Munculnya manajemen berdasarkan reputasi yang mengutamakan nilai-nilai penentu
reputasi yang terdiri dari kredibilitas, keandalan, dapat dipercaya dan tanggung jawab.
4. Munculnya manajemen risiko etika yang merupakan bagian penting dari due deligence
yang dikembangkan dari beberapa penelitian. Penelitian itu berfokus pada risiko kejadian
yang menyebabkan jatuhnya nilai saham bagi perusahaan-perusahaan fortune perioda
1993-1998.
5. Munculnya minat pemangku kepentingan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam
membuat laporan kinerja perusahaan yang lebih relevan dengan berbagai kepentingan
stakeholder.
6. Munculnya teori-teori tentang etika perilaku yang dikemukakan oleh para filsuf yang
menciptakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan filosofis, pendekatan konsep dan
pendekatan pengambilan keputusan etis.

Terdapat beberapa konsep dan istilah yang telah dikembangkan untuk memfasilitasi
adanya perubahan akuntabilitas bisnis dan mengambil keputusan etis.
1. Pendekatan Filosofis untuk Etika Perilaku
Terdapat beberapa teori etika terkait dengan perilaku bisnis yaitu menurut filusuf
Yunani (Aritoteles), filusuf Jerman (Immanuel Kant), filusuf Inggris (John Stuart Mill),
filusuf Amerika (John Rawls. Teori ini menetapkan standar tinggi dalam perilaku bisnis
yang dapat diterima. Teori ini dapat membantu direktur, eksekutif, dan akuntan untuk
lebih memahami dasar etika bisnis dan dasar untuk melakukan bisnis yang bertanggung
jawab secara sosial.
2. Pendekatan Untuk Pengambilan Keputusan Etis
Perkembangan akuntabilitas terhadap stakeholders dalam versi kontrak sosial
perusahaan yang terbaru telah menjadikan eksekutif bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa keputusan mereka mencerminkan nilai etika yang diterapkan untuk
perusahaan, dan tidak mengabaikan hak-hak para stakeholder. Hal ini menyebabkan
perkembangan pengambilan keputusan etis yang menggabungkan kedua pendekatan
filosofis dan teknik praktis, seperti analisis dampak stakeholder. Prinsip-prinsip etika
yang dikembangkan oleh filsuf memberikan wawasan tentang dimensi kunci penalaran
etis. Pembuat keputusan harus memahami tiga pendekatan filosofis dasar :
konsekuensialisme, deontologi, dan etika moralitas. Konsekuensialisme mensyaratkan
bahwa keputusan memiliki konsekuensi etis yang baik; deontologi menyatakan bahwa
suatu tindakan etis tergantung pada tugas, hak, dan keadilan yang terlibat, dan etika
moralitas menganggap suatu tindakan etis jika menunjukkan kebajikan yang
diharapkan dari peserta.
2.4 Etika Lingkungan Untuk Akuntan Profesional

Lingkungan etika yang telah berubah menuntut akuntan profesional harus melakukan
minimal dua kewajiban. Kewajiban pertama adalah adanya tuntutan peran dan perilaku
terhadap akuntan yang menyerukan revisi kode etik profesi karena akuntan telah keluar jalur
akibat adanya jurang harapan. Kewajiban kedua adalah akuntan dituntut untuk berperan serta
dalam tatakelola demi terwujudnya akuntabilitas perusahaan melalaui layanan yang
ditawarkan.
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan
dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara
tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga
tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari
kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas
yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan
berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor
mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance,
jasa atestasi, dan jasa nonassurance.
 Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi
bagi pengambil keputusan.
 Jasa Atestasi adalah jasa yang diberikan oleh akuntan publik untuk memberikan
pendapat tertulis yang berisi kesimpulan tentang keandalan asersi tertulis yang menjadi
tanggungjawab pihak lain tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal
yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa Atestasi yang diberikan oleh
akuntan publik diantaranya audit, pemeriksaan, penelaahan, prosedur yang disepakati
bersama.
 Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia
tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain
keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah
jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan
laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga “masyarakat keuangan” memperoleh
informasi keuangan yang handal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber
ekonomi.

2.5 Mengelola Risiko Etika dan Kesempatan Peluang

Resiko Etika merupakan suatu kemungkinan dilanggarnya etika yang disebabkan


oleh ketidakmampuan perusahaan atau institusi dalam memenuhi harapan stakeholder.
Supaya suatu organisasi tetap dapat bertahan hidup, perusahaan dan professional wajib
menjalankan manajemen resiko etika. Secara singkat, pengertian manajemen resiko etika
adalah tata kelola yang menjunjung kode etik sehingga dapat meminimalisasi
ketidakmampuan perusahaan memenuhi harapan stakeholder. Ragam resiko etika dalam
kaitannya dengan stakeholder :
Harapan stakeholder yang tidak dapat dipenuhi Resiko Etika
Pemegang saham.
-Adanya perilaku penggelapan dana dan asset Kejujuran dan integritas.
-Adanya konflik kepentingan dengan para eksekutif Pertanggung jawaban yang
perusahaan dapat diprediksi.
-Tingkatan performa perusahaan yang tidak sesuai dengan Kejujuran dan pertanggung
keinginan para pemegang saham. jawaban.
-Keakuratan dan transparasi laporan keuangan. Kejujuran dan Integritas.

Karyawan
-Keamanan Kerja Kewajaran
-Pembedaan Keadilan
-Mempekerjakan anak dibawah umur dan pemerasan tenaga Keadilan dan perlakuan kasih
buruh. saying
Pelanggan
-Keamanan Produk Keterbukaan.
-Performa Perusahaan Kewajaran.
Lingkungan
-Terciptanya Polusi Integritas dan
Pertanggungjawaban.
Dengan adanya resiko etika tersebut, maka manajemen perlu menerapkan
pengelolaan atau manajemen yang berfokus pada pemenuhan kepentingan stakeholder.
Manajemen resiko etika berarti suatu tindakan untuk meminimalisir suatu hal yang
tidak diinginkan atau bencana yang dihasilkan dari prinsip-prinsip etika yang diabaikan oleh
suatu kelompok/entitas.
Dalam menerapkan manajemen resiko etika, terdapat beberapa tahapan yang dapat dilakukan
oleh para investigator perusahaan, yaitu:

a. Mengidentifikasi dan Menilai Resiko Etika


Identifikasi Penilaian resiko etika dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder perusahaan.
Dalam tahap ini manajemen membuat daftar mengenai apa saja dan siapa saja para stakeholder
yang berkepentingan dan apa harapan mereka. Setelah melengkapi tahap ini semua, investigator
hendaknya memiliki pemahaman mengenai bentuk kepentingan stakeholder mana saja yang
sensitif dan penting, dan mengapa hal itu penting bagi stakeholder. Kemudian inevstigator harus
mengkonfirmasikan penilaian mereka ini dengan berinteraksi dengan sebuah panel stakeholder
representatif dan dengan sekelompok penting stakeholder. Dengan demikian, maka akan
menunjukkan adanya perhatian perusahaan terhadap kepentingan stakeholder dan dapat membuka
sebuah dialog yang dapat membangun rasa saling percaya, yang nantinya juga dapat membantu jika
suatu hari nanti muncul masalah yang tidak menguntungkan.
2. Mempertimbangkan kemampuan aktivitas perusahaan dengan ekspektasi
stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan dalam memenuhi ekspektasi
stakeholder atau menilai adanya kemungkinan peluang untuk berprestasi lebih dari
yang diharapkan.
Saat mempertimbangkan apakah ekspektasi telah terpenuhi, maka manajemen wajib
membuat perbandingan di antara input, output, kualitas relevan dan variabel kinerja
lainnya. Penilaian ketidaksanggupan perusahaan ini melalui memperbandingkan kemampuan
aktivitas perusahaan dengan harapan yang diinginkan oleh stakeholders. Dari hasil penilaian
tersebut didapatkan penilaian resiko terhadap ketidaksanggupan dalam memenuhi harapan
stakeholder. Namun, perusahaan juga bisa mendapatkan peluang yang mungkin bisa dimanfaatkan
oleh perusahaan untuk memenuhi harapan stakeholder itu secara lebih, sehingga dapat memberikan
respon positif dari stakeholder tersebut. Di dalam melaksanakan penilaian tersebut harus
menggunakan 6 aspek, yaitu kejujuran, keadilan, simpati, integritas, prediktabilitas, dan tanggung
jawab.
3. Meninjau ulang perbandingan akitivitas dan ekspektasi perusahaan dari perspektif
dampak reputasi perusahaan.
Reputasi tergantung pada empat faktor, yaitu kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan
tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam
melakukan perbandingan.
4. Melakukan pelaporan.
Setelah tahap ketiga selesai, maka manajemen dapat menyiapkan laporan kepada
masing-masing stakeholder. Laporan tersebut harus dibuat dengan
mempertimbangkan kelompok stakeholder, produk atau jasa, tujuan perusahaan,
nilai-nilai hypernorm, dan elemen-elemen penentu reputasi. Empat tahapan ini akan
menghasilkan data yang memungkinkan direktur dan eksekutif dapat mengawasi adanya peluang
dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut,
serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut. Berdasarkan
SOX, menyatakan bahwa auditor eksternal tidak diharapkan melacak hal-hal immaterial, peluang
dan resiko non-finansial. Auditor eksternal bertanggung jawab untuk melakukan pengujian
terhadap sistem pengendalian internal perusahaan, tetapi tidak diwajibkan untuk menemukan setiap
masalah yang ada di dalam perusahaan klien.
Empat tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan direktur dan
eksekutif dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara
untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil
keuntungan dari kesempatan tersebut.
b. Penerapan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan
stakeholder.
Pendekatan yang dapat diterapkan adalah berfokus pada kemungkinan apakah para
stakeholder tersebut bisa dengan mudah bekerja sama dengan perusahaan ataukah cenderung
sulit bekerja sama dan menjadi ancaman bagi perusahaan.
c. Akuntabilitas sosial dan audit.
Audit dan akuntabilitas sosial dimaksudkan untuk mereview perkembangan yang harusnya
terbukti benar dalam memutuskan apa yang harus diukur, pelaporan pihak lain, dan langkah
audit yang mungkin diambil untuk memastikan akurasi informasi yang dihasilkan dan
dilaporkan.
SIMPULAN

Praktik bisnis merupakan aktivitas utama masyarakat yang wajib didukung oleh
perilaku baik. Praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung mengabaikan etika,
rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji.

Resiko Etika merupakan suatu kemungkinan dilanggarnya etika yang disebabkan oleh
ketidakmampuan perusahaan atau institusi dalam memenuhi harapan stakeholder. Supaya
suatu organisasi tetap dapat bertahan hidup, perusahaan dan professional wajib menjalankan
manajemen resiko etika. Secara singkat, pengertian manajemen resiko etika adalah tata kelola
yang menjunjung kode etik sehingga dapat meminimalisasi ketidakmampuan perusahaan
memenuhi harapan stakeholder.
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2015. AUDITING Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta : UNIT
PENERBIT DAN PERCETAKAN SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN YKPN

https://www.scribd.com/doc/283797442/Makalah-Lingkungan-Etika-Dan-Akuntansi.
Tanggal 22 Agustus 2019

http://yuriaiuary.blogspot.com/2017/05/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html. Tanggal 22
Agustus 2019

http://briyanworld.blogspot.com/2017/04/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html. Tanggal 22
Agustus 2019

http://zetzu.blogspot.com/2012/03/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html. Tanggal 22 Agustus


2019

https://www.academia.edu/8765701/mengelola_risiko_etika_dan_manajemen_krisis. Tanggal
24 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai