Alasan kedua yang mendasari usaha pemahaman akuntansi secara empiris dan
mendalam adalah adanya “move” dari komuniti peneliti akuntansi yang menitikberatkan
pada pendekatan ekonomi dan perilaku (behavior). Perkembangan financial economics dan
khususnya munculnya hipotesis pasar yang efisien (efficient market hypothesis) serta teori
keagenan (agency theory) telah menciptakan suasana baru bagi penelitian empiris
manajemen dan akuntansi. Beberapa pemikir akuntansi dari Rochester dan Chiago
mengembangkan Positive Accounting Theory yang menjelaskan why accounting is, what is,
why accountants do what they do, dan apa pengaruh dari fenomena ini terhadap manusia dan
penggunaan sumber daya (Jensen, 1976).
1
mainstream. Pendekatan ini pada dasarnya tidak mempercayai dasar filosofi yang digunakan
oleh pengikut pendekatan mainstream. Sebagai gantinya, mereka meminjam metodologi dari
ilmu-ilmu sosial yang lain seperti filsafat, sosiologi, antropologi untuk memahami akuntansi.
Kerangka Burrell dan Morgan disusun dari dua dimensi independen berdasar atas
anggapan-anggapan dari sifat ilmu sosial dan sifat masyarakat. Dimensi ilmu sosial dibagi
menjadi beberapa elemen yang saling berhubungan yaitu sebagai berikut:
2
ilmu pengetahuan dapat dikaitkan dengan unsur subjektif dan bersifat personal-sosial
world, yang hanya dapat dipahami dengan cara pertama-tama mendapatkan ilmu
pengetahuan dari subjek yang sedang diinvestigasi.
3. Aksiologi adalah telaah tentang nilai-nilai, sedangkan teologi telaah tentang tujuan
pemanfaatan pengetahuan. Landasan aksiologi/teologis mengacu pada nilai-nilai yang
dipegang dalam menentukan pengembangan, memilih dan menentukan prioritas
bidang penelitian, dan menerapkan serta memanfaatkan pengetahuan.
4. Sifat manusia yang beranggapan tentang sifat manusia menunjuk pada hubungan
antara manusia dengan lingkungannya. Perilaku manusia dan pengalaman-
pengalamannya ditentukan dan dibatasi oleh lingkungannya. Pada sisi yang lain,
manusia dapat dipandang memiliki otonomi dan kebebasan, dan mampu menciptakan
lingkungan yang dikehendakinya.
Oleh Burrell dan Morgan (1979) anggapan tentang ilmu pengetahuan ini
dikelompokkan menjadi dimensi objektif-subjektif. Pada sisi objektif menitik beratkan pada
sifat objektif dari realitas, ilmu pengetahuan dan perilaku manusia. Sedang pada sisi yang lain
menitikberatkan pada sifat subjektif dari realitas, ilmu pengetahuan dan perilaku manusia.
1. Dalam pandangan aliran positivisme ada teori dan seperangkat pernyataan hasil
observasi independen yang digunakan untuk membenarkan atau memverifikasi
kebenaran teori.
2. Dalam pandangan Popperian karena pernyataan hasil observasi merupakan teori
dependent dan fallible, maka teori-teori ilmiah tidak dapat dibuktikan kebenarannya
tetapi memungkinkan untuk ditolak (falsified)
a. Interpretive berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan
bahasa, interpretasi dan pemahaman didalam ilmu sosial. Pendekatan ini
memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya
3
dari kerangka berfikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti
indivdu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas, independen yang
berada diluar mereka. Manusia secara terus-menerus menciptakan realitas sosial
mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1976). Tujuan
pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis relatias sosial semacam ini
dan bagaimana realitas sosial tersebut terbentuk.
Metodologi penelitian yang berdasar pada desain eksperimental dan
statistical surveys yang memperlakukan sosial world adalah objektif dan terukur
sehingga tidak sesuai dengan dasar filosofi pendekatan interpretif. Metode
kualitatif lebih cocok untuk pendekatan interpretif. Manfaat haisl-hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti mainstream accounting terhadap praktek dunia
usaha telah banyak dipertanyakan oleh beberapa akademisi. Bahkan komite
“schism” dari the American Accounting Association pada tahun 1977-1978
meragukan apakah para akademis dan praktisi akuntansi benar-benar memahami
artikel-artikel yang dipublikasikan di Journal of Accounting Research dan The
Accounting Review. Penelitian yang dilakukan oleh Bourne et al (1983)
menunjukkan bahwa para peneliti akuntansi hanya tahu sedikir tentang akuntansi
dalam praktek nyata, bagaimana interaksinya dengan proses organisasi yang lain,
dan bagaimana kontribusinya terhadap efektivitas organisasi.
Atas dasar alasan inilah muncul permintaan akan penggunaan pendekatan
interpretif dalam melakukan penelitian dengan memberi tekanan pada persepsi
dan penjelasan yang diberikan oleh partisipan. Harapannya akan didapatkan
pemahaman akuntansi yang lebih baik. Disamping itu dengan munculnya research
questions dari proses penelitian diharapkan masalah yang diteliti dapat didekati
secara nyata.
b. Radical Humanis Dan Strukturalis pendekatan radikal memandang masyarakat
terdiri dari elemen-elemen yang saling bertentangan satu sama lain dan diatur oleh
sistem kekuasaan yang pada gilirannya menimbulkan ketidakadilan dan
keterasingan (alienation) dalam segala aspek kehidupan. Pendekatan ini
berhubungan dengan pengembangan pemahaman akan dunia sosial dan ekonomi
(social and economic world) dan juga membentuk kritik terhadap status quo.
Dengan menerima ideologi yang dominan dan tidak mempertanyakan hakekat
dasar dari kapitalisme, pendekatan fungsional dan interpretif dipandang
mempertahankan dan melegitimasi tatanan social, ekonomi, dan politik yang ada
4
saat ini. Oleh sebab itu teori akuntansi tradisional dipandang menerima kerangka
acuan manajerial dan mendukung status quo. (Cooper. 1983; Tinker et al, 1982).
Tema sentral dari pendekatan radikal adalah sifat dan prinsip organisasi
suatu masyarakat secara keseluruhan tercermin dan terbentuk oleh setiap aspek
dari masyarakat itu. Radikal strukturalis memfokuskan pada konflik mendasar
sebagai produk hubungan antara struktur industry dan ekonomi, seperti surplus
value, hubungan kelas, struktur pengendalian. Sementara itu Radikan Humanis
menitikberatkan pada kesadaran individu, keterasingan manusia, dan bagaimana
kedua hal ini didominasi oleh pengaruh ideologi. Perbedaan antara radikal
strukturalis dan humanis terletak pada dimensi objektif – subjektif. Radikan
strukturalis memperlakukan social world sebagai objek eksternal dan memiliki
hubungan yang terpisah dari manusia tertentu, sementara itu radikal humanis
memfokuskan pada persepsi individu dan interpretasi-interpretasinya.
Dominasi pendekatan positivisme sampai saat ini tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan filsafat ilmu sejak abad 17 dengan munculnya pertentangan antara
rasionalisme dan empirisme. Kaum rasionalis menegaskan bahwa dengan menggunakan
prosedur tertentu dari akal manusia kita dapat menemukan pengetahuan dalam arti yang
paling ketat, yaitu pengetahuan yang dalam arti apapun tak mungkin salah. Pengetahuan
yang pasti secara mutlak tidak dapat ditemukan hanya dengan pengalaman inderawi dan itu
harus dicari dalam alam pikiran (in the realm of the mind).
Sebagai reaksi teori rasionalis timbul teori empiris. John Locke, Berkeley dan David
Hume berharap menemukan suatu basis untuk pengetahuan kita dari pengalaman inderawi,
tetapi mereka menemukan bahwa pengalaman inderawi menghasilkan informasi tentang
dunia jauh kurang daripada yang mereka harapkan (dikutip oleh Alson Taryadi, 1991).
Hume lebih jauh menyatakan bahwa pandangan kita mengenai apa yang terjadi disekitar kita
semata-mata diakibatkan oleh konstitusi psikologis yang aneh dari makhluk manusia. Apa
yang menurut anggapan kita merupakan pengetahuan tidak lain hanyalah suatu cara
mengatur pengalaman yang tersodor kepada kita.
5
kesimpulan-kesimpulan agar dapat mengembangkan suatu teori kompromi yaitu menerima
tuntutan kaum empiris dan mencoba menyelamatkan beberapa unsur dari teori rasionalis.
Golongan filsuf yang berusaha menggabungkan empirisme dengan rasionalisme adalah apa
yang seing disebut positivisme.
Ada dua epistemology kaum positivis yang selalu dikaitkan dengan metodologi
penelitian akuntansi yaitu:
1. Induktivisme
Menurut Chalmers (1991) selama tahun 1920-an positivism telah berkembang mnejadi
filsafat ilmu dalam bentuk positivism logis (logical positivism). Kelompok ini
dikembangkan oleh Lingkaran Vienna (Vienna Circle) yang merupakan kelompok ilmuwan
dan filosof yang dipimpin oleh Morizt Schlick. Logical positivism menerima doktrin utama
“verification theory of meaning” yang dikembangkan oleh Wittgenstein. Teori verifikasi
menyatakan bahwa pernyataan atau proporsi memiliki arti hanya jika mereka dapat
memverifikasi secara empiris. Kriteria ini digunakan untuk membedakan antara pernyataan
scientific (meaningful) dan pernyataan metafisis (meaningless).
6
3. Hasil observasi tidak ada yang bertentangan dengan teori universal yang dihasilkan
Apabila kondisi tersebut tidak dipenuhi, maka kesimpulan yang dihasilkan menjadi
tidak valid.
Empirisme logis memiliki ciri menggunakan metode statistik induktif dan pandangan
ini beranggapan bahwa ilmu berawal dari observasi dan teori pada akhirnya dibenarkan
lewat akumulasi observasi yang memberikan dukungan pada konklusi. Seperti halnya
positivisme logis, empirisme logis juga menghadapi masalah yaitu Pertama, observasi selalu
berkaitan dengan kesalahan pengukuran dan Kedua, bahwa suatu teori tergantung dari
observasi dan observasi selalu di interpretasikan dalam konteks pengetahuan sebelumnya.
2. Falsifikasionisme
Pendekatan falsifikasi dikembangkan oleh Karl Popper, yang tidak puas dengan
pendekatan induktif. Menurut Popper, tujuan penelitian ilmiah adalah untuk membuktikan
kesalahan (falsify) hipotesis, bukannya membuktikan kebenaran hipotesis tersebut. Oleh
karena itulah pendekatan ini dinamakan falsifikasionisme. Untuk mengatasi masalah yang
dihadapi empirisme logis, Karl Popper menawarkan metode alternatif untuk menjustifikasi
suatu teori.
Popper menerima kenyataan bahwa observasi selalu diawali oleh suatu sistem yang
diharapkan. Proses ilmu pengetahuan berawal dari observasi yang berbenturan dengan teori
7
yang ada atau prakonsepsi (preconception). Jika hal ini terjadi, maka kita dihadapkan pada
masalah ilmu pengetahuan. Teori kemudian diajukan untuk memecahkan masalah ini dan
hipotesis diuji secara empiris yang tujuannya untuk menolak hipotesis. Jika peramalan teori
ini disalahkan (falsify), maka teori tersebut ditolak. Teori yang tahan uji dari falsifikasi
dikatakan bahwa teori itu kuat dan diterima sementara sebagai teori yang benar.
Dengan kata lain, teori menurut pendekatan ini adalah hipotesis yang belum dibuktikan
kesalahannya. Teori bukanlah sesuatu yang benar atau faktual, tetapi sesuatu yang belum
terbukti salah. Jika suatu teori diterima, maka teori tersebut harus menyajikan hipotesis yang
mungkin dapat dibuktikan kesalahannya. Dengan kata lain, hipotesis yang tidak dapat
dibuktikan salah dengan cara observasi, maka akan dihasilkan teori yang tidak valid.
Menurut falsifikasionisme ilmu berkembang secara pandangan (conjecture) dan penolakan
(refutation) atau secara trial and error. Tujuan ilmu adalah memecakan masalah. Pemecahan
masalah tadi diwujudkan dalam teori yang mungkin akan disalahkan secara empiris. Teori
yang bertahan dan tidak dapat disalahkan akan diterima secara tentative untuk memecahkan
masalah.
Walaupun filsafat ilmu awalnya digunakan didalam ilmu alam, tetapi saat ini telah
dipinjam untuk menjelaskan disiplin ilmu lain. Akuntansi misalnya telah menggunakan
metode scientific didalam proyek riset. Juga ada usaha menggunakan filsafat ilmu untuk
menggambarkan akuntansi. Paradigma Kuhn telah digunakan oleh Wells (1976) dan SATTA
(1977) untuk menjelaskan perkembangan akuntansi saat ini. Belkaoui (1981, 1985)
menggunakannya untuk menggambarkan akuntansi sebagai multi-paradigm science. SATTA
(1977), juga mengakui selain padangan Kuhn, perspektif lain seperti Lakatos dapat
digunakan.
8
dilakukan Ball, Walker dan Whittred (1979) yang menguji hipotesis: tipe kualifikasi audit
tertentu berhubungan dengan perubahan penilaian pemegang saham atas harga sekuritas.
Paradigma Kuhn sering disinggung dalam literatur akuntansi. Wells (1976) dan
Flamholtz (1979), bahwa revolusi Kuhn sangat tepat digunakan dalam memahami
perkembangan akuntansi saat ini. Kuhn mengatakan bahwa revolusi science terjadi dalam
lima tahap:
Dalam tulisannya, Wells berusaha mengkaitkan tahapan revolusi dengan akuntansi dan
berpendapat bahwa akuntansi berada pada empat tahap yang pertama meninggalkan
paradigm cost historis. Setelah beberapa tahun terjadi krisis dan perdebatan berbagai
alternatif pengukuran, dia menyimpulkan bahwa akuntansi akan mencapai tahap terakhir
yang menghasilkan paradigm baru seperti current cost accounting. Meskipun demikian,
Danos (1977) tidak seuju dengan pendapat Wells dan melihat bahwa akuntansi sebenarnya
9
berada pada tahap “pre-science” dan selama ini tidak ada paradigm penting yang muncul dan
mendominasi akuntansi.
Ada juga bukti yang mendukung pendekatan research programmes yang dikemukakan
Lakatos. Riset akuntansi yang selama ini dilakukan, cenderung menggunakan model yang
berbeda-beda dan model tersebut dapat saling menggantikan. Model inilah yang
diinterpretasikan sebagai research programme-nya Lakatos. Beberapa kasus menunjukkan
bahwa research programmes dihasilkan kembali dan kemudian dibatalkan oleh peneliti,
misalnya riset yang berkaitan dengan income smoothing hypotheses, akuntansi sumberdaya
manusia, akuntansi pertanggungjawaban sosial, dan riset tentang hubungan antara variabel
akuntansi dengan harga saham yang didasarkan pada efficient market hypothesis.
Akuntansi sumber daya manusia merupakan salah satu research programmes yang
berdasarkan sudut pandang ekonomi berkaitan dengan aktiva. Research programmes
dikembangkan atas dasar keyakinan bahwa:
a. Karyawan adalah salah satu sumber ekonomi yang paling penting bagi entitas
b. Kegagalan akuntansi dalam mengungkapkan aktiva ini, merupakan suatu kelemahan
Dua keyakinan tersebut menunjukkan hard core yaitu negative heuristic dari research
programmes. Hard core tersebut dikelilingi berbagai hipotesis / masalah yang berkaitan
dengan hal sebagai berikut :
Berbagai pandangan di atas, bahwa dalam perkembangan akuntansi dapat ditinjau dari
berbagai pendekatan dan melibatkan filsafat ilmu yang selama ini sering digunakan dalam
ilmu alam.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Edisi Ketiga. BPFE Universitas
Diponegoro: Semarang.
11