Anda di halaman 1dari 14

Skip to posts

 makalah pemanfaatan kulit manggis


 Sample Page

rainbow
Blog mahasiswa Universitas Brawijaya
Search here...

 Home
 makalah pemanfaatan kulit manggis
 Sample Page

Search for:

Recent Posts

 pemanfaatan kulit buah manggis


 Tugas PBAI Kelas F
 Hello world!

Recent Comments

 Student Blog on Hello world!

Archives

 February 2014
 November 2013
 April 2013

Categories

 Uncategorized

Meta

 Register
 Log in
 Entries RSS
 Comments RSS
 WordPress.org

makalah pemanfaatan kulit manggis


PEMANFAATAN KULIT MANGGIS
SEBAGAI PEWARNA ALAMI RAMAH LINGKUNGAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Bahasa Indonesia yang dibina oleh Dr. Abdul Rani, M.Pd.

Oleh:

HERNA PUSPITASARI (125100307111064)


HILDA NILAMSARI (125100301111104)
LULUS RIZQI AMELIA (125100307111050)
W. AGSTI KUMALA DEWI (125100307111062)

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
NOVEMBER, 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan karunianya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Dari makalah ini diharapkan penulis mampu
mengembangkan kemampuan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Makalah ini
tidak akan terselesaikan tanpa kerja sama berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua kami, karena berkat dukungan moral maupun material agar makalah
ini dapat terselesaikan
2. Bapak Abdul Rani, dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah
membimbing kami
3. Teman-teman kelas F, karena telah memberi dukungan dan semangat agar kami dapat
segera menyelesaikan makalah ini
4. Ibu asisen dosen, yang telah membimbing dan mendampingi kami dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangan, oleh sebab
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membagun. Semoga makalah yang kami
buat ini akan memberikan inspirasi kapada mahasiswa dan masyarakat pada umumnya agar
mampu membuat bahan pewarna makanan maupun tekstil yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan.

Malang, November 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………i

Daftar Isi ………………………………………………………………………….ii

Daftar Tabel dan Gambar ………………………………………………………..iii

BAB I Pendahuluan ………………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………….3

1.3 Tujuan …………………………………………………………………4

BAB II Tinjauan Pustaka ……………………………………………………….5

2.1 Klasifikasi Manggis …………………………………………………..5

2.2 Kandungan dalam Kulit Buah Manggis ………………………………5

2.3 Khasiat Lain Kulit Buah Manggis ……………………………………..7

BAB III Pembahasan …………………………………………………………….8

3.1 Kandungan dari kulit manggis yang bermanfaat sebagai bahan pewarna alami
…………………………………………………………………..8

3.2 Cara pengolahan kulit manggis sebagai pewarna alami yang ramah lingkungan
……………………………………………………………9
3.3 Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan pewarna alami kulit manggis
……………………………………………………………..13

BAB IV Penutup ………………………………………………………………..14

4.1 Kesimpulan ………………………………………………………….14

4.2 Saran …………………………………………………………………14

Daftar Pustaka

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Buah manggis…………………………………………………………………….5

Bagan proses pembuatan pewarna……………………………………………….11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, masyarakat banyak yang menggunakan pewarna kimia sebagai
pengganti pewarna alami untuk makanan. Penggunaan pewarna kimia ini tidak dapat
dideteksi jumlahnya, karena mereka tidak menggunakan takaran-takaran tertentu yang
diperbolehkan. Masyarakat pengguna pewarna kimia tersebut kebanyakan adalah para
pedagang atau pembuat jajanan anak-anak. Mereka berpendapat, bahwa pewarna kimia
tersebut jauh lebih ekonomis dan terjangkau. Warna yang dihasilkan oleh pewarna ini jauh
lebih terang dan lebih menarik. Sehingga, banyak konsumen terutama anak-anak lebih
tertarik dengan produk tersebut dan pelanggan pun banyak yang tertarik dengan warna yang
mencolok. Namun, aspek kesehatan yang ditimbulkan oleh pewarna kimia ini banyak yang
tidak dihiraukan. Efek samping dari penggunaan pewarna kimia ini jika dikonsumsi secara
terus-menerus akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Salah satu efek yang paling
ringan adalah gangguan pencernaan dan gangguan sistem kerja ginjal. Namun, pewarna
kimia ini juga dapat menyebabkan kanker bagi orang yang mengonsumsi secara berkala.

Manggis yang dalam bahasa Latinnya dikenal dengan nama Garcinia Mangostana
merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan
Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Di Indonesia manggis disebut
dengan berbagai macam nama lokal, seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung),
manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat). Indonesia termasuk sebagai salah
satu produsen terbesar di dunia setelah Thailand. Direktorat Jenderal Hortikultura
Departemen Pertanian RI mencatat, produksi manggis selama tahun 2005 mencapai 62.711
ton dari areal seluas 10.000 hektare. Sementara di tahun yang sama, produksi manggis
Thailand sudah mencapai 162.788 ton dari luas areal yang sama.

Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah sebagai
bahan sisa yang berlimpah dan secara umum belum banyak dimanfaatkan. Masyarakat pada
umumnya belum mengetahui manfaat darikulit manggis. Hal ini dikarenakan taraf pendidikan
masyarakat yang masih sangat rendah. Selama ini orang hanya berpendapat bahwa kulit atau
cangkang buah merupakan sampah yang ketika buahnya sudah dimakan maka kulit tersebut
langsung dibuang, padahal jika dilakukan tindak lanjut untuk mengubah limbah dari kulit
manggis tadi menjadi suatu bahan baku produk tertentu, akan menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi masyarakat sendiri. Kulit manggis ini dapat dimanfaatkan menjadi berbagai
produk untuk menyembuhkan beberapa penyakit, diantaranya diabetes, kanker, radang,
plasmodinal, penyakit yang menyerang kekebalan tubuh dan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri maupun jamur, dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarna alami.

Salah satu alternatif pewarna yang potensial namun belum banyak termanfaatkan zat warna
antosianin. Antosianin merupakan pigmen yang dapat memberikan warna biru, ungu, violet,
merah, magenta, dan orange pada tanaman seperti buah, sayuran, bunga, daun, akar, umbi,
legume, dan sereal. Pigmen ini bersifat larut dalam air dan dapat digunakan sebagai pewarna
alami pada pangan. Kulit buah manggis (Garcinia Mangostana), memeng sudah terbukti
sebagai penghasil zat warna alami. Pigmen antosianin yang terkandung dalam kulit buah
manggis merupakan antosianin dan jenis cyaniding-3-sophoroside, dan cyaniding-3-
glucoside.

Bila dilihat dari kajian ekonominya, pemanfaatan buah manggis sebagai bahan baku pewarna
alami terlihat sangat prospektif. Produksi manggis Indonesia pada tahun 2007 mencapai
112.722 ton, tetapi hanya sekitar 5.697 ton dari jumlah total produksi yang dapat di ekspor
(Anonim, 2008). Sisanya hanya dipasarkan pada pasar domestic. Namun, didalam negeri
hanya mampu memasarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan buah
manggis tersebut banyak yang memiliki grade rendah karena cacat atau undersize (Anonim,
2008). Melihat jumlah buah manggis undergrade yang mencapai 66.937 ton atau sebanyak 92
persen dari total produksi manggis, maka sangatlah disayangkan jika buah manggis tersebut
tidak diolah lebih lanjut agar memiliki nilai tambah dengan harga jual yang lebih tinggi.

Saat ini, penggunaan antosianin sebagai pewarna semakin meluas, tidak hanya sebagai
pewarna wine tetapi juga sebagai pewarna soft drink, selai, jeli, produk confectionary
maupun frozen food. Selain ittu tren masyarakat yang lebih memilih back to nature ataupun
healty lifestyle turut mendukung terjadinya permintaan pasar akan antosianin sebagai
pewarna makanan alami (Anonim, 2008).
Prospek ekonomi penggunaan antosianin yang terdapat pada kulit buah manggis dapat
digunakan bahan pewarna, diharapkan akan didapat nilai tambah yang lebih baik dari hanya
sekedar menjual dan mengonsumsi buah manggis dalam bentuk segar saja. Bisa saja pewarna
alami dari antosianin hasil ekstraksi kulit manggis menjadi peluang usaha mengingat
banyaknya produksi manggis di Indonesia, maka dari itu banyak pula kulit manggis yang
akan dihasilkan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan pewarna alami.

Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas hal-hal yang terkait dengan
pemanfaatan kulit manggis sebagai bahan baku pembuatan bahan pewarna alami. Dalam
makalah ini juga akan dibahas tentang cara pembuatan pewarna alami dari kulit manggis,
serta kelebihan dan kekurangan dari penggunaan bahan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja kandungan dari kulit manggis yang bermanfaat sebagai bahan pewarna
alami?
2. Bagaimana cara pengolahan kulit manggis sebagai pewarna alami yang ramah
lingkungan?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari penggunaan pewarna alami dari kulit manggis?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis membuat makalah dengan tujuan


sebagai berikut :

1. Mengetahui kandungan apa saja yang terdapat pada kulit manggis


2. Mengetahui cara pengolahan kulit manggis menjadi pewarna alami
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pewarna alami dari kulit manggis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Manggis

Garcinia mangostana L.

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Theales
Famili: Clusiaceae
Genus: Garcinia
Spesies: Garcinia mangostana L.

Kerabat Dekat
Mundu, Selapan, Asem Kandis, Manggis Liar

2.2 Kandungan dalam Kulit Buah Manggis

a. Xanthone

Anti-oksidan yang terdapat dalam kulit buah Manggis dengan kadar yang tinggi ini memiliki
sifat yang baik dan bermanfaat bagi tubuh, seperti anti-peradangan, anti-diabetes, anti-kanker,
anti-bakteri, anti-jamur, anti-plasmodial, dan mampu meningkatkan kekebalan tubuh,
hepatoprotektif.

Di dalam senyawa xanthone teridentifikasi sekitar 14 jenis senyawa turunannya. Yang paling
banyak terkandung dalam buah Manggis ialah kandungan alfa-mangostin dan gamma-
mangostin. Alfa-mangostin adalah senyawa yang sangat berkhasiat dalam menekan
pembentukan senyawa karsinogen pada kolon. Selain alfa-mangostin, senyawa xanthone juga
mengandung gamma-mangostin yang juga memiliki banyak manfaat dalam memberikan
proteksi atau melakukan upaya pencegahan terhadap serangan penyakit.

Menurut penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 1970-an, kedua turunan senyawa
xanthone tersebut bisa menghentikan proses peradangan atau inflamasi dengan jalan
menghambat enzim COX-2 yang merupakan enzim pemicu peradangan. Dalam penelitian
lainnya juga ditemukan fakta bahwa gamma-mangostin memiliki sifat anti-radang yang jauh
lebih baik dibandingkan dengan obat-obat inflamasi yang selama ini beredar di pasaran.
Dengan demikian, gamma-mangostin mampu memberikan proteksi pada serangan penyakit
yang menyebabkan inflamasi seperti alzheimer dan arthritis (Timberlake, 1980).

b. Tanin

Tanin, senyawa lain yang terkandung dalam kulit buah Manggis, memiliki aktifitas anti-
oksidan yang mampu menghambar enzim seperti DNA topoisomerase, anti-diare, hemostatik,
anti-hemoroid, dan juga menghambat pertumbuhan tumor. Tanin sendiri mampu membentuk
kompleks kuat dengan protein sehingga dapat menghambat penyerapan protein dalam
pencernaan. Dengan kata lain bisa disebut anti-nutrisi. Oleh sebab itu, kadar tanin dalam
produk-produk pangan patut diperhatikan dan diformulasikan secara cermat supaya kadarnya
aman untuk pencernaan manusia.

c. Antosianin

Antosianin juga memiliki kemampuan sebagai anti-oksidan yang baik dan memiliki peranan
yang cukup penting dalam mencegah beberapa penyakit seperti kanker, diabetes,
kardiovaskuler, dan neuronal. Antosianin merupakan kelompok pigmen yang terdapat dalam
tanaman dan biasanya banyak ditemukan dalam bunga, sayuran maupun buah-buahan seperti
Manggis, Stroberry, Rasberry, Apel, dan lainnya.

2.3 Khasiat Lain Kulit Buah Manggis

Potensi khasiat yang dimiliki oleh kulit buah Manggis tak hanya berhenti sebagai anti-
oksidan saja, namun ada khasiat lainnya sebagaimana akan dijabarkan dalam uraian berikut.

1. a. Anti-inflamasi (Peradangan)

Kulit buah Manggis memiliki kemampuan sebagai anti-inflamasi (anti-peradangan). Untuk


membuktikan hal itu, penelitian yang dilakukan adalah dengan memakai mangostin dari
ekstrak etanol 40% yang memiliki aktifitas penghambatan terhadap pelepasan nistamin dan
sintesis prostagladin E2 sebagai perantara inflamasi. Kandungan ekstrak etanol dalam kulit
buah Manggis mampu meredam radikal bebas secara kuat.

1. b. Anti-kanker

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kandungan xanthone dalam kulit buah
Manggis mampu berperan sebagai senyawa anti-kanker. Kulit buah Manggis memiliki sifat
antiproliferasi untuk bisa menghambat pertumbuhan sel kanker, selain juga mampu
menghancurkan sel kanker.

1. c. Anti-mikroba

Kulit buah Manggis juga dikenal memiliki daya anti-mikroba terhadap beberapa bakteri
seperti Staphylococcus aureus. Bakteri ini sangat resisten terhadap anti-biotik
metisilin. Selain manfaat diatas, ternyata masih banyak manfaat lainnya dari kulit buah
Manggis seperti keampuhannya dalam mengatasi TBC, Asma, Jantung koroner, dan
kemampuannya meningkatkan daya tahan tubuh terutama bagi orang yang sedang mengidap
HIV/AIDS yang tak bisa disembuhkan.

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa kulit buah Manggis sangat mujarab untuk melawan
sel kanker payudara, lever, dan leukemia. Sungguh sangat mengagumkan dan menakjubkan
fungsi dan manfaat yang dimiliki oleh kulit buah Manggis yang sejatinya bisa dengan mudah
kita mendapatkannya (Yellia, 2009).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kandungan dari kulit manggis yang bermanfaat sebagai bahan pewarna alami

Kulit manggis merupakan salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan bahan pewarna alami karena kuit manggis mengandung dua senyawa
alkaloid dan latek yang berasal dari dua metabolit (mangosteen dan beta mangosteen) yang
jika di ekstraksi bisa menghasilkan bahan pewarna alami berupa antosianin yang
menghasilkan warna merah, ungu dan biru.

Proses ekstrasi dilakukan dengan merendam kulit buah manggis didalam bahan pengekstrak
selama semalam di dalam lemari es. Waktu ekstraksi yang lama bertujuan untuk
mendapatkan rendemen dan total antosianin yang tinggi.

Perlakuan pendahuluan yang dilakukan sebelum ekstraksi antara lain blansing kulit manggis
dalam air mendidih dengan natrium metabisulfit dan blansing tanpa natrium metabisulfit.
Proses blansing untuk menon aktifkan enzime dan bakteri tidak mengamankan pigmen
antosianin, justru mereduksi pigmen antosianin sehingga total rendemennya turun.

Pigmen antosianin terektrak hampir sama dengan menggunakan air maupun alkohol. Menurut
pengamatan intensitas warna yang terekstrak baik menggunakan air maupun alkohol
menunjukkan nilai yang hampir sama. Kelarutan senyawa dalam senyawa lain dipengaruhi
oleh tingkat keasaman dari sifat-sifat elektik molekul pelarut dan senyawa yang dilarutkan.
Warna diberikan oleh antosianin berkat susunan ikatan rangkap terkonjugasinya yang
panjang, sehingga mampu menyerap cahaya pada rentang cahaya tampak. Sitem ikatan
rangkap terkonjugasi ini juga yang mampu menjadikan Antosianin sebagai antioksidan
dengan mekanisme penangkapan radikal. Antosianin merupakan sub-tipe senyawa organik
dari keluarga flavonoid, dan merupakan anggota kelompok senyawa yang lebih besar yaitu
polifenol. Beberapa senyawa antosianin yang paling banyak ditemukan adalah pelargonidin,
peonidin, sianidin, malvidin, petunidin, dan delfinidin.

Asam yang digunakan adalah asam sitrat karena halal, murah dan dapat menghasilkan total
pigmen antosianin yang tinggi. Ekstraksi pigmen antosianin kulit buah manggis
menggunakan air dengan asam sitrat 5% menghasilkan rendemen 13,99%. Pewarna alami
dengan menggunakan pigmen antosianin dari hasil ekstrak kulit manggis, paling cocok
diaplikasikan sebagai pewarna soft drink karena biasanya soft drink bersifat asam. Soft drink
berkarbonat biasanya memiliki pH sekitar 2.0-3.5 yang menjadikan antosianin stabil.
Pewarna tersebut tidak dianjurkan untuk kue dan bolu yang bersifat tidak asam.

Pewarna dari kulit manggis juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna batik namun,
mengingat sifatnya terdegradasi oleh suhu dan pH, maka digunakanlah teknologi
mikroenkapsulasi yang bersifat mengemas dan melindungi.

3.2 Cara pengolahan kulit manggis sebagai pewarna alami yang ramah lingkungan

Pengolahan kulit buah manggis sebagai pewarna alami cukup sederhana. Pertama-tama kulit
manggis yang akan digunakan disortasi terlebih dahulu, kemudian kulit manggis yang sudah
disortasi dicuci sampai bersih. Setelah itu dilakukan proses blancing, dan kemudian
dilanjutkan dengan proses penghancuran dari kulit manggis tersebut. Kulit manggis yang
telah hancur diekstraksi dengan metode maserasi (perendaman dalam larutan selama satu
malam dalam lemari es). Setelah diekstraksi dilakukan proses penyaringan untuk
memisahkan dari ampasnya. Lalu ekstrak kulit manggis yang telah melalui proses
penyaringan, dilanjutkan dengan proses filtrate dan proses sentrifuga (diberikan pelarut). Dari
proses-proses tersebut dihasilkan pigmen yang masih terdapat berbagai campuran, dan
dilakukan proses penyaringan kembali untuk memisahkan campuran-campuran tersebut.
Setelah itu, dilakukan poses penguapan dan kemudian dikeringkan. Dan dari berbagai macam
proses yang telah dilakukan, dihasilkan pigmen (zat pewarna alami) dari kulit manggis.

Saat ini mikroenkapsulasi banyak digunakan, terutama dalam produk-produk pangan dan
kesehatan. Dengan menggunakan teknologi ini, zat dan senyawa yang berbentuk padat, cair,
maupun gas dapat dikemas dalam bentuk mikro dan digunakan kembali dengan perlakuan
tertentu. Teknologi mikroenkapsulasi dapat melindungi material yang dienkapsulasi dari
banyak faktor seperti suhu, cahaya, perubahan pH, kelembaban, mikroorganisme, dan juga
dari pengaruh oksidasi (Pothakamuryans et al., 1995; Diziezak, 1988 ).

Antosianin memiliki sifat yang mudah terdegradasi terutama oleh faktor-faktor non enzimatis
seperti pH, cahaya dan suhu. Melihat sifat-sifat antosianin yang tidak stabil dan mudah
terdegradasi maka sangatlah tepat bila teknologi mikroenkapsulasi digunakan, karena dapat
melindungi antosianin dari faktor-faktor penyebab degradasinya. Proses produksi pewarna
makanan alami KBM ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan bahan, tahap
ekstraksi dan tahap mikroenkapsulasi(Elbe dan Schwartz, 1996).
Tahap persiapan bahan merupakan tahap pertama dimana buah manggis segar diberi
beberapa perlakuan dan dikeringkan menjadi tepung KBM. Dalam tahap ini ada beberapa
proses yang amat penting yang harus diperhatikan seperti proses perendaman, blancing, dan
pengeringan. Proses perendaman selama 1 jam bertujuan agar getah maupun tanin yang
terkandung di dalam KBM terlarut ke dalam air sehingga tidak ikut terekstrak. Setelahnya,
dilakukan proses blanching yang bertujuan untuk menginaktifasi enzim polifenoloksidase.
Dengan menginaktivasi enzim tersebut maka proses browning dan oksidasi antosianin yang
tidak diinginkan dapat dicegah. Berdasarkan percobaan terdahulu, proses blanching selama 5
menit merupakan proses blanching terbaik untuk buah-buahan. Pengeringan dilakukan pada
suhu 500C, karena suhu yang tinggi dapat merusak antosianin yang terkandung didalam KBM
(Budiarto,1991).

Bagan Proses Pembuatan Serbuk Pewarna Alami (Antosianin) KBM

Tahap ekstraksi merupakan tahap utama yang amat penting dalam proses pembuatan produk
pewarna alami dari KBM. Kualitas produk dan jumlah rendemen yang akan diperoleh pada
tahap mikroenkapsulasi ditentukan pada tahap ini. Proses ekstraksi antosianin dilakukan pada
suhu ruang menggunkan air dengan perbandingan 1:10 (Tepung KBM : Air). Dengan
menggunakan suhu ruang diharapkan proses degradasi antosianin yang terjadi pada proses
ekstraksi akan terjadi seminimal mungkin sehingga menaikkan rendemen antosianin yang
terekstrak. Air merupakan pelarut alami yang murah dan aman serta telah terbukti dapat
mengekstrak antosianin dari KBM. Namun demikian, penggunaan air akan turut mengekstrak
tanin dan gum yang tidak diharapkan untuk turut terekstrak karena akan menyulitkan proses
mikroenkapsulasi serta menurunkan kualitas produk akhir. Untuk itu, akan dilakukan dua
proses tambahan yaitu proses pengurangan tanin dan penghilangan gum untuk mengatasi
persoalan tersebut. Terdapat beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk menghilangkan
tanin antara lain CMC, alginat, albumin, dan gelatin. Namun, berdasarkan penelitian
terdahulu, dapat mengikat tanin KBM dengan baik dan mengendap- kannya (Budiarto, 1991).

Gum merupakan senyawa karbohidrat yang banyak terdapat di dalam kulit buah-buahan.
Kandungan gum akan berpengaruh pada kelarutan produk akhir yang dihasilkan. Kandungan
gum yang tinggi pada ekstrak antosianin akan menyebabkan kelengketan pada nozzle
sehingga menyulitkan proses spray drying dan menyebabkan penurunan tingkat kelarutan
produk akhir. Untuk menghindari hal tersebut, maka dilakukan proses penghilangan gum
menggunakan etanol 50% sebanyak 50% dari volume ekstrak yang dihasilkan. Selanjutnya,
ekstrak dievaporasi menjadi padatan menggunakan vacuum evaporator pada suhu 50 0C
untuk menguapkan etanol dari proses sebelumnya. Tahap terakhir adalah tahap
mikroenkapsulasi. Tahap mikroenkapsulasi ini dilakukan dengan mengikuti proses
mikroenkapsulasi vitamin C. Vitamin C dipilih karena sifatnya yang menyerupai antosianin
yaitu mudah terdegradasi oleh suhu dan cahaya sehingga diharapkan proses yang akan
diterapkan nantinya akan meminimalisir kerusakan antosianin.

Sebelum proses spray drying dilakukan, padatan ekstrak KBM harus direhidrasi terlebih
dahulu sesuai dengan volume ekstrak pada proses ekstraksi sebelumnya. Ekstrak KBM
kemudian ditambahkan bahan pengisi berupa campuran maltodekstrin dan capsul dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 10 % dari volume ekstrak. Penambahan maltodekstrin bertujuan
untuk melindungi antosianin dari proses oksidasi. Sedangkan penambahan capsul bertujuan
untuk mengikat komponen-komponen yang akan menjadi volatil pada saat proses spray
drying dilakukan dan menstabilkan emulsi yang terbentuk. Kedua bahan pengisi tersebut
merupakan polisakarida yang berasal dari pati yang dimodifikasi sehingga penggunaannya
cukup aman dan relatif tidak berinteraksi dengan material yang dienkapsulasi. Setelah
dihomogenisasi, ekstrak campuran kemudian diproses menggunakan spray drying untuk
membentuk lapisan misel atau dinding pelindung (Reineccius, 1991).

Proses spray drying dipilih karena biayanya yang ekonomis dan telah terbukti dapat untuk
digunakan untuk melakukan mikroenkapsulasi terhadap beberapa vitamin, terutama vitamin
C. Penggunaan spray drying untuk mikroenkapsulasi vitamin C dapat mengakibatkan
pengurangan kadar vitamin C sebesar 20% namun, jumlah ini masih tergolong rendah bila
dibandingkan dengan proses produksi vitamin C lainnya. Meskipun demikian, proses
mikroenkapsulasi vitamin C menggunakan spray drying dan bahan pengisi karbohidrat
terbukti mampu mencegah terjadinya proses degradasi, oksidasi, dan perubahan warna pada
vitamin C. Hal lainnya yang perlu diperhatikan dari penggunaan spray drying adalah
pengaturan suhu inlet dan outlet. Menurut Dib Taxi et al. (2003), suhu inlet 150oC merupakan
suhu terbaik yang dapat digunakan untuk melakukan proses mikroenkapsulasi vitamin C.

3.3 Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan pewarna alami kulit manggis

Penggunaan pewarna alami dari kulit manggis ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Diantaranya, pewarna yang berbahan dasar kulit manggis memiliki keunggulan
tidak beracun, seperti halnya yang biasa ditimbulkan bahan pewarna sintetis. Tidak ada pula
efek samping ataupun akumulasi zat-zat yang tidak dapat terabsorbsi oleh tubuh dan bahan
pewarna jenis ini aman untuk dikonsumsi.

Ekstrak zat warna antosianin yang diperoleh dari kulit buah manggis bersifat tidak tahan
terhadap pemanasan, adanya cahaya maupun oksigen. Hal ini tampak bahwa dengan semakin
tingginya suhu pemanasan, maka intensitas warnanya akan berkurang. Faktor utama yang
mempengaruhi stabilitas warna anthosianin adalah pH, temperature, cahaya dan oksigen.
Penurunan nilai absorbansi atau pemucatan warna disebabkan karena terjadinya perrubahan
struktur pigmen anthosianin sehingga bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna) dan
akhirnya membentuk alfa diketon yang berwarna coklat (Marchal et al., 1999).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kulit manggis dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami karena memiliki banyak
kandungan diantaranya adalah Xanthone, Tanin, dan Antosianin. Penggunaaan pewarna
alami dari kulit manggis ini memiliki keunggulan tidak beracun seperti halnya yang biasa
ditimbulkan bahan pewarna sintetis. Tidak ada pula efek samping ataupun akumulasi zat-zat
yang tidak dapat terabsorbsi oleh tubuh. pembuatan pewarna ini juga terbilang cukup mudah
sehingga masyarakat dapat membuatnya sendiri. Jadi, pewarna dari kulit manggis ini tidak
berbahaya apabila dikonsumsi atau digunakan pada bahan makanan. Namun, ekstrak zat
warna antosianin yang diperoleh dari kulit buah manggis bersifat tidak tahan terhadap
pemanasan, adanya cahaya maupun oksigen. Hal ini tampak bahwa dengan semakin
tingginya suhu pemanasan, maka intensitas warnanya akan berkurang.

4.2 Saran

Penulis mengharapkan makalah yang dibuat ini, dapat memberi inspirasi kepada pembaca
dan masyarakat pada umumnya untuk menggunakan bahan pewarna alami yang aman bagi
kesehatan dan lingkungan. Pembuatan pewarna alami ini memanfaatkan limbah yang diaggap
tidak berguna, sehingga dapat mengurangi jumlah limbah kulit manggis. Dengan makalah ini
diharapkan pembaca dapat lebih mengembangkan potensi pemanfaatan limbah-limbah lain
yang dianggap tidak berguna menjadi suatu barang yang mempunyai nilai ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto. 1991. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberty.

Dib,Taxi. 2003. Analysis of Anthocyanins as Food Colors. New York: Academic Press.

Elbe dan Schwartz. 1996. Pigment in Fruits. Israel: Academic press Hebrew University of
Jerusalem Inc.

Marchal. 1999. Principle of Food Science. New York: Marcel Dekker Inc.

Pothakamuryans. 1995. Food Colour and Appearance. New York: Chapman and Hall, Inc.

Reineccius. 1991. Natural Food Colorants Two Edition. London: Blakie Academic and
Profesional..

Timberlake. 1980. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh Muljoharjo, M.


Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Yellia. 2009. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin Buah Manggis Sebagai Pewarna Alami.
Tesis. Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.
 Comments (0)
 Trackbacks (0)

Leave a comment Trackback

No one has commented yet.

Leave a Comment

Your name

Your email

Your w ebsite

CAPTCHA Code *

Your comment

Subscribe to comments
© 2014 rainbow Design by SRS Solutions

Anda mungkin juga menyukai