Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga
tersusun makalah ini.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu mata
kuliah Fiqih Muamalah di Fakultas Syariah Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
di UIN Imam Bonjol Padang. Penulis menyelesaikan makalah yang berjudul “Ahli
Waris Dzaul Arham dan Penyelesaiannya”

Pemakalah menyadari akan segala keterbatasan yang dimiliki, oleh sebab itu,
pemakalah meminta maaf atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam
penulisan makalah ini, dan untuk itu dengan segala kritik dan saran yang membangun
dari pembaca, akan penulis terima dengan senang hati.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, terutama untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Padang, 23 September 2019

pemakalah

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... 1

DAFTAR ISI..................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 3

A. Latar Belakang........................................................................ 3
B. Rumusan Masalah.................................................................... 3

BAB II ISI.......................................................................................... 4

A. Kewarisan Dzual Arham......................................................... 4


B. Cara Penyelesaian Ahli Waris Dzul Arham ............................ 6

BAB III PENUTUP......................................................................... 9

A. Kesimpulan............................................................................. 9
B. Saran ....................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 10

2
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Waris merupakan salah satu kajian dalam islam yang dikaji secara
khusus dalam fiqih mawaris. Pengkhususan pengkajian dalam hukum islam
secara tidak langsung menunjukan bahwa bidang mawaris merupakan salah
satu bidang kajian penting dalam ajaran islam. Bahkan dalam alquran,
permasalahan mengenai waris secara detail dan terperinci. Salah satu hal yang
terpenting dalam mempelajari hukum waris islam dalam menyangkut waris
kalau ditinjau dari segi asal kata, perkataan waris berasal dari bahasa arab
yaitu, waris secara gramatikal berarti yang tinggal atau yang kekal, maka
dengan demikian apabila dihubungkan dengan persoalan hukum waris,
perkataan waris tersebut berarti orang-orang yang berhak untuk menerima
pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh si mati, dan populer diistilahkan
dengan ahli waris.
2. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan ahli waris dzul arham?
2) Bagaimanakah cara penyelesaian ahli waris dzul arham?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kewarisan Dzul Arham


1. Pengertian
Ahli waris dzul arham yaitu ahli waris hubungan kerabat yang
tidak termasuk kelompok furudh dan ashabah, baik laki-laki maupun
perempuan, seorang atau beberapa orang. 1Secara umum dzul arham
adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat. Dikalangan
ulama ahlu al-sunnah kata kata dzul arham ini dikhususkan
penggunaannya dalam kewarisan pada orang-orang yang mempunyai
keturunan yang tidak disebutkan Allah furudnya dalam alquran dan
tidak pula ada kelompok orang-orang yang berhak atas sisa harta
sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi dengan Sunnahnya.
Ahli waris yang berhak atas sisa harta yang dinamakan
ashabah itu dinyatakan oleh Nabi yaitu laki-laki yang dihubungkan
kepada pewaris melalui jalur laki-laki. Kalau dzul arham itu adalah
orang yang berhubungan keturunan selain orang yang disebutkan
dalam alquran dan selain laki-laki melalui garis laki-laki, tentunya
adalah perempuan atau yang dihubungkan kepada pewaris kepada
perempuan, baik laki-laki atau perempuan.
Dengan demikian secara sederhana dikatakan ahli ashabah
adalah laki-laki dan dzul arham adalah perempuan (atau melalui
perempuan) yang perinciannya dapat dilihat dalam buku-buku yang
membicarakan kewarisan terutama dikalangan Hanafiyah.
Kemungkinan ahli waris dzul arham dapat warisan jika harta
terlebih setelah diberikan dzawul furudh dan tidak ada ahli waris

1
Surwati, Fiqih Mawaris, Padang: Hayfa Press, 2010, hlm.64.

4
ashabah atau tidak mempunyai ahli waris sama sekali sedangkan baitul
mal tidak teratur, mau di rad kan tidak bisa (rad hanya untuk ahli waris
furudh yang senasab atau selain suami istri. Ini ysng berlsku
dikalangan syafi’iyah mutaakhir.
Tentang apakah dzul arham dalam pengertian yang disebutkan
di atas itu berhak menjadi ahli waris dan bagaimana caranya ia dapat
menjadi ahli waris merupakan topik perbincangan di kalangan ulama.
Segolongan ulama terdiri dari Umar, Ali Abdullah, Ubaidah bin Al-
Ijarah, Mu’az bin Jabal dan Abu Darda’ dari kalangan sahabat dan
ulama sesudahnya seperti Syureih, Umar bin Abdul Aziz ‘Atha’,
Thaus, ‘Alqamah, Masruq, Ahmad, dan ahli kufah berpendapat bahwa
dzaul arham berhak menjadi ahli waris bila tidak terdapat ahli waris
furudh dan ashabah atau dalam arti ahli warisnya hanya terdiri dari
suami atau istri.2
2. Dasar Hukum
Q.S An-Nisa ayat 7
  
 

 
 

  
   
  

2
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004, hlm.151-152

5
“bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

Q.S Al-Anfal ayat 75


 
  
 
  
 
 
    
   
 
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah
serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk
golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat
itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang
bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.”3
B. Cara penyelesaian Ahli Waris Dzul Arham
Ahli waris yang termasuk dzawil arham dikelompokkan oleh
kalangan Syafi’iyah kepada:

3
Ibid.65

6
1. Anak dari anak perempuan (cucu melalui anak perempuan)
2. Anak dari sauadr aperempuan, baik kandung, seayah atau pun se
ibu
3. Anak perempuan saudara laki-laki
4. Anak perempuan paman
5. Paman seibu
6. Anak paman seibu
7. Saudara laki-laki ibu
8. Saudara perempuan ibu
9. Saudara perempuan ayah
10. Anak sauadara seibu
11. Bapak dari ibu

Cara pembagian warisan dikalangan waris dzaul arham ada dua


cara yang dikemukakan oleh ulama yaitu:

1. Secara penggantian
Ahli waris dzaul arham menerima hak kewarisan
menurut yang diterima oleh waris terdekat yang
menghubungkannya kepada pewaris. Contoh, ahli waris terdiri
dari ayah dari ibu, anak dari anak perempuan. Maka ayah dari
ibu mendapat 1/6 menggantikan ibu dan anak dari anak
perempuan mendapat ½ menggantikan anak perempuan.
2. Secara kedekatan
Ahli waris dzaul arham menerima warisan berdasarkan
kedekatan kepada pewaris, artinya membagi harta kepada ahli
waris sebagaimana yang berlaku kepada kewarisan ashabah.
Alasan yang dikemukakan oleh kelompok yang menganut cara
ini adalah bahwa ahli waris dzaul arham itu pada hakikat
ditempati oleh pihak perempuan dari pihak laki-laki,

7
sedangkan ashabah dalam bentuk ini adalah perempuan atau
laki-laki melalui perempuan. Contoh ahli waris terdiri dari
ayah dari ibu dan dari anak saudara ibu, maka harta warisan
akan diwarisi oleh kakek karena kakek lebih dekat
hubungannya dibandingkan dengan anak saudara ibu

.
3. Ahlu Rahim
a. Saudara perempuan ayah yaitu 2/3 san saudara perempuan
ibu 1/3
b. Anak dari anak perempuan yaitu 1/2.4

4
Op.cit.66-68

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahli waris dzul arham yaitu ahli waris hubungan kerabat yang tidak
termasuk kelompok furudh dan ashabah, baik laki-laki maupun perempuan,
seorang atau beberapa orang. Secara umum dzul arham adalah orang-orang
yang mempunyai hubungan kerabat. Dikalangan ulama ahlu al-sunnah kata
kata dzul arham ini dikhususkan penggunaannya dalam kewarisan pada orang-
orang yang mempunyai keturunan yang tidak disebutkan Allah furudnya
dalam alquran dan tidak pula ada kelompok orang-orang yang berhak atas sisa
harta sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi dengan Sunnahnya.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Banyak terdapat
kekurangan, baik dari segi isi, referensi dan bahkan dalam penulisan. Untuk
itu saran yang sifatnya membangun kami terima. Semoga makalah ini berguna
bagi kita semua dalam menuntut ilmu.

9
DAFTAR PUSTAKA

Surwati, Fiqih Mawaris, Padang: Hayfa Press, 2010.

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004.

10

Anda mungkin juga menyukai